Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENAHULUAN

Gangguan artikulasi adalah suatu gangguan yang sering ditemukan dalam praktek dokter gigi. Pada
hasil studi epidemiologi, lebih dari 75 % orang dewasa memperlihatkan gejala Gangguan artikulasi
seperti kliking dan bentuk yang abnormal dari mandibula pada saat dilakukan pemeriksaan secara
klinis.

Kelainan pada sendi temporomandibula ini diantaranya adalah ankilosis, dislokasi mandibula,
hiperplasia kondiloideus, hipoplasia kondiloideus dan fraktur mandibula. Tanda-tanda yang
ditimbulkan pada setiap kelainan berbeda, misalnya pada ankilosis penderita tidak dapat
menggerakkan mandibulanya, dislokasi mandibula penderita akan merasa giginya tidak dapat
beroklusi sempurna, pada hyperplasia dan hipoplasia kondiloideus penderita akan mengalami wajah
yang asimetri, sedangkan fraktur mandibula biasanya penderita akan mengalami pembengkakan
disekitar wajah jika faktor penyebabnya adalah trauma. Kondisi ini dapat langsung kita ketahui
melalui pemeriksaan secara klinis, akan tetapi untuk mengetahui secara pasti harus dilakukan
pemeriksaan radiografi.

Gangguan artikulasi merupakan penyakit yang menimbulkan banyak gajala, namun diperkirakan
jumlah penderitanya akan bertambah parah jika perawatan yang dilakukan tidak tepat. Apabila
kelainan artikulasi dapat diketahui lebih awal maka perawatan akan lebih mudah sedangkan jika
terlambat harus dilakukan tindakan yang lebih lanjut.

 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. DEFINISI

Sendi Rahang atau temporomandibular joint (TMJ) adalah daerah langsung didepan kuping pada
kedua sisi kepala dimana rahang atas (maxilla) dan rahang bawah (mandible) bertemu. Didalam
sendi rahang terdapat bagian-bagian yang bergerak yang memungkinkan rahang atas menutup pada
rahang bawah. Sendi rahang ini adalah suatu sliding “ball dan socket” khas yang mempunyai satu
piringan (disc) terjepit diantaranya. Sendi rahang (TMJ) digunakan beratus kali dalam sehari untuk
menggerakan rahang,menggigit dan mengunyah, berbicara dan menguap. Sendi ini merupakan
salah satu sendi dari seluruh sendi ditubuh yang paling sering digunakan.

Sendi rahang (TMJ) adalah rumit dan terdiri dari otot-otot, urat-urat dan tulang-tulang. Setiap
komponen berkontribusi pada kelancaran kerja dari sendi rahang. Ketika otot-otot bersantai dan
berimbang dan kedua rahang membuka dan menutup dengan nyaman, kita dapat berbicara,
mengunyah dan menguap tanpa sakit.

Jadi pengertian dari temporomandibular joint disorder (TMD) adalah merupakan suatu kelainan
pada sendi temporomandibular (sendi yang berfungsi menggerakan rahang bawah) yang di
akibatkan oleh hiperfungi, malfungsi dari musculoskeletal (otot-otot pada tulang tengkorak)
ataupun proses degeneratif pada sendi itu sendiri.

TMD adalah kejadian yang kompleks dan disebabkan oleh banyak faktor. Perawatan TMD dapat
mencapai keberhasilan bila faktor-faktor penyebab tersebut dapat dikenali dan dikendalikan. Untuk
itu seorang dokter gigi harus melakukan anamnesa yang seksama untuk mencari penyebab utama
terjadinya TMD, sebelum melakukan perawatan.

1. B.     ANATOMI SENDI TEMPOROMANDIBULAR

Lokasi sendi temporomandibular (TMJ) berada tepat dibawah telinga yang menghubungkan rahang
bawah (mandibula) dengan maksila (pada tulang temporal). Sendi temporomandibular ini unik
karena bilateral dan merupakan sendi yang paling banyak digunakan serta paling kompleks.

Kondilus tidak berkontak langsung dengan permukaan tulang temporal, tetapi dipisahkan oleh
diskus yang halus, disebut meniskus atau diskus artikulare. Diskus ini tidak hanya perperan sebagai
pembatas tulang keras tetapi juga sebagai bantalan yang menyerap getaran dan tekanan yang
ditransmisikan melalui sendi.

Gambar 1. Struktur Sendi Temporomandibula Lateral view

Permukaan artikular tulang temporal terdiri dari fossa articulare dan eminensia artikulare. Seperti
yang lain, sendi temporomandibular juga dikontrol oleh otot, terutama otot penguyahan, yang
terletak disekitar rahang dan sendi temporomandibular. Otot-otot ini termasuk otot pterygoid
interna, pterygoid externa, mylomyoid, geniohyoid dan otot digastrikus. Otot-otot lain dapat juga
memberikan pengaruh terhadap fungsi sendi temporomandibular, seperti otot leher, bahu, dan otot
punggung.

Ligamen dan tendon berfungsi sebagai pelekat tulang dengan otot dan dengan tulang lain.
Kerusakan pada ligamen dan tendon dapat mengubah kerja sendi temporomandibular, yaitu
mempengaruhi gerak membuka dan menutup mulut.

 
1. C.    ETIOLOGI

1. Kondisi oklusi.

Dulu oklusi selalu dianggap sebagai penyebab utama terjadinya TMD, namun akhir-akhir ini banyak
diperdebatkan

2. Trauma
Trauma dapat dibagi menjadi dua :

1. Macrotrauma : Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural,


seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.
2. Microtrauma : Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama, seperti bruxism
dan clenching. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan microtrauma pada jaringan yang
terlibat seperti gigi, sendi rahang, atau otot.

3. Stress emosional

Keadaan sistemik yang dapat mempengaruhi fungsi pengunyahan adalah peningkatan stres
emosional. Pusat emosi dari otak mempengaruhi fungsi otot. Hipotalamus, sistem retikula, dan
sistem limbic adalah yang paling bertanggung jawab terhadap tingkat emosional individu. Stres
sering memiliki peran yang sangat penting pada TMD.

Stres adalah suatu tipe energi. Bila terjadi stres, energi yang timbul akan disalurkan ke seluruh
tubuh. Pelepasan secara internal dapat mengakibatkan terjadinya gangguan psikotropik seperti
hipertensi, asma, sakit jantung, dan/atau peningkatan tonus otot kepala dan leher. Dapat juga
terjadi peningkatan aktivitas otot nonfungsional seperti bruxism atau clenching yang merupakan
salah satu etiologi TMD

4. Deep pain input (Aktivitas parafungsional)

Aktivitas parafungsional adalah semua aktivitas di luar fungsi normal (seperti mengunyah, bicara,
dan menelan), dan tidak mempunyai tujuan fungsional. Contohnya adalah bruxism, dan
kebiasaankebiasaan lain seperti menggigit-gigit kuku, pensil, bibir, mengunyah satu sisi, tongue
thrust, dan bertopang dagu. Aktivitas yang paling berat dan sering menimbulkan masalah adalah
bruxism, termasuk clenching dan grinding. Beberapa literatur membedakan antara bruxism dan
clenching. Bruxism adalah mengerat gigi atau grinding terutama pada malam hari, sedangkan
clenching adalah mempertemukan gigi atas dan bawah dengan keras yang dapat dilakukan pada
siang ataupun malam hari.

1. D.    KLASIFIKASI
A. Kelainan otot :
 Spasme
 Inflamasi
 Hipertrofi
 Atrofi
 Kontraktur
 Fibrosis
1.  Kelaianan sendi Temporo Mandibular :
 Internal Deangengment
 TMJ arthritis
 Capsulitis
 Retrodistis
 Neoplasia

5. DIAGNOSA

Diagnosis dapat ditegakkan secara berurutan berdasarkan:

1. Anamnesis

Meliputi personal data, keluhan utama, riwayat penyakit, riwayat kesehatan dan riwayat kesehatan
gigi dan mulutnya. Tidak menutup kemungkinan bahwa gejala dari kelainan temporomandibular
dapat berasal dari gigi dan jaringan periodontal, maka harus dilakukan pemeriksaan secara seksama
pada gigi dan jaringan periodontal. Selain itu, perlu ditanyakantentang perawatan gigi yang pernah
didapatkan, riwayat penggunaan gigi palsu dan gigi kawat.

Keluhan utama pada pasien dengan, diantaranya :

 Pasien akan merasakan nyeri pada darah TMJ, rahang atau wajah
 Nyeri dirasakan pada saat membuka mulut
 Keluhan adanya “clicking sounds” pada saat menggerakan rahang
 Kesulitan untuk membuka mulut secara sempurna
 Sakit kepala
 Nyeri pada daerah leher dan pungggung

2. Pemeriksaan klinis
1. Inspeksi :

Untuk melihat adanya kelainan sendi temporomandibular perlu diperhatikan gigi,

sendi rahang dan otot pada wajah serta kepala dan wajah. Apakah pasien menggerakan mulutnya
dengan nyaman selama berbicara atau pasien seperti menjaga gerakan dari rahang bawahnya.
Terkadang pasien memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik selama interview seperti
bruxism.
2. Palpasi :
 Masticatory muscle examination: Pemeriksaan dengan cara palpasi sisi kanan dan kiri
pada dilakukan pada sendi dan otot pada wajah dan daerah kepala.
-        Temporalis muscle, yang terbagi atas 3 segmen yaitu anterior, media, dan posterior.
-        Zygomatic arch (arkus zigomatikus).
-        Masseter muscle
-        Digastric muscle
-        Sternocleidomastoid muscle
-        Cervical spine
-        Trapezeus muscle, merupakan Muscular trigger point serta menjalarkan nyeri ke dasar
tengkorang dan bagian temporal
-        Lateral pterygoid muscle
-        Medial pterygoid muscle
-        Coronoid process
 
 Muscular Resistance Testing: Tes ini penting dalam membantu mencari lokasi nyeri
dan tes terbagi atas 5, yaitu :
-        Resistive opening (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada ruang inferior m.pterigoideus
lateral)
-        Resistive closing (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. temporalis, m. masseter, dan
m. pterigoideus medial)
-        Resistive lateral movement (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral
dan medial yang kontralateral)
-        Resistive protrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada m. pterigoideus lateral)
-        Resistive retrusion (sensitive untuk mendeteksi rasa nyeri pada bagian posterior m.
temporalis)

 Pemeriksaan tulang belakang dan cervical : Dornan dkk memperkirakan bahwa


pasien

dengan masalah TMJ juga memperlihatkan gejala pada cervikal. Pada kecelakaan kendaraan
bermotor kenyataannya menunjukkan kelainan pada cervikal maupun TMJ.

Evaluasi pada cervikal dilakukan dengan cara :

-        Menyuruh pasien berdiri pada posisi yang relaks, kemudian dokter menilai apakah terdapat
asimetris kedua bahu atau deviasi leher

-        Menyuruh pasien untuk menghadap kesamping untuk melihat postur leher yang terlalu ke
depan
-        Menyuruh pasien untuk memutar (rotasi) kepalanya ke setiap sisi, dimana pasien seharusnya
mampu untuk memutar kepala sekitar 80 derajat ke setiap sisi.

-        Menyuruh pasien mengangkat kepala ke atas (ekstensi) dan ke bawah (fleksi), normalnya
pergerakan ini sekitar 60 derajat

-        Menyuruh pasien menekuk kepala kesamping kiri dan kanan, normalnya pergerakan ini 45
derajat

3. Auskultasi : Joint sounds


Bunyi sendi TMJ terdiri dari “clicking” dan ‘krepitus’. “Clicking” adalah bunyi singkat yang terjadi
pada saat membuka atau menutup mulut, bahkan keduanya. “Krepitus” adalah bersifat difus, yang
biasanya berupa suara yang dirasakan menyeluruh pada saat membuka atau menutup mulut bahkan
keduanya. “Krepitus” menandakan perubahan dari kontur tulang seperti pada osteoartrosis.
“Clicking” dapat terjadi pada awal, pertengahan, dan akhir membuka dan menutup mulut.
Bunyi “click” yang terjadi pada akhir membuka mulut menandakan adanya suatu pergeseran yang
berat. TMJ ‘clicking’sulit didengar karena bunyinya halus, maka dapat didengar dengan
menggunakan stetoskop.

4. Range of motion:
Pemeriksaan pergerakan ”Range of Motion” dilakukan dengan pembukaan mulut secara maksimal,
pergerakan dari TMJ normalnya lembut tanpa bunyi atau nyeri. Mandibular range of
motion diukur dengan :
-        Maximal interticisal opening (active and passive range of motion)
-        Lateral movement
-        Protrusio movement
-         
5. Pemeriksaan lain (penunjang)
 Transcranial radiografi :

Menggunakan sinar X, untuk dapat menilai kelainan, yang harus diperhatikan antara lain:

-        Condyle pada TMJ dan bagian pinggir kortex harus diperhatikan

-        Garis kortex dari fossa glenoid dan sendi harus dilihat.

-        Struktur condyle mulus, rata, dan bulat, pinggiran kortex rata.
-        Persendian tidak terlihat karena bersifat radiolusen.

-        Perubahan patologis yang dapat terlihat pada condyle diantaranya flattening, lipping.


 Panoramik Radiografi :

Menggunakan sinar X, dapat digunakan untuk melihat hampir seluruh regio maxilomandibular dan
TMJ. Kelemahan dari pemeriksaan ini antara lain :

-        Terdapatnya bayangan atau struktur lain pada foto X ray.

-        Fenomena distorsi, dimana terjadi penyimpangan bentuk yang sebenarnya yang terjadi akibat
goyang saat pengambilan gambar.

-        Gambar yang kurang tajam.

Kelainan yang dapat dilihat antara lain fraktur, dislokasi, osteoatritis, neoplasma, kelainan
pertumbuhan pada TMJ.

 CT Scan :

Menggunakan sinar X, merupakan pemeriksaan yang akurat untuk melihat kelainan tulang pada
TMJ.

6. PENATALAKSANAAN

Dalam penatalaksaan TMD di lakukan secara bedah dan non bedah, sesuai dengan

indikasi.

1. Jaw Rest (Istirahat Rahang): Sangat menguntungkan jika membiarkan gigi-gigi terpisah


sebanyak mungkin. Adalah juga sangat penting mengenali jika kertak gigi (grinding) terjadi dan
menggunakan metode-metode untuk mengakhiri aktivitas-aktivitas ini. Pasien dianjurkan untuk
menghindari mengunyah permen karet atau makan makanan yang keras, kenyal (chewy) dan garing
(crunchy), seperti sayuran mentah, permen-permen atau kacang-kacangan. Makanan-makanan yang
memerlukan pembukaan mulut yang lebar, seperti hamburger, tidak dianjurkan.
2. Terapi Panas dan Dingin: Terapi ini membantu mengurangi tegangan dan spasme otot-otot.
Bagaimanapun, segera setelah suatu luka pada sendi rahang, perawatan dengan penggunaan dingin
adalah yang terbaik. Bungkusan dingin (cold packs) dapat membantu meringankan sakit.
3. Obat-obatan: Obat-obatan anti peradangan seperti aspirin, ibuprofen (Advil dan lainnya),
naproxen (Aleve dan lainnya), atau steroids dapat membantu mengontrol peradangan. Perelaksasi
otot seperti diazepam (Valium), membantu dalam mengurangi spasme-spasme otot.
4. Terapi Fisik: Pembukaan dan penutupan rahang secara pasiv, urut (massage) dan stimulasi
listrik membantu mengurangi sakit dan meningkatkan batasan pergerakan dan kekuatan dari
rahang.
5. Managemen stres: Kelompok-kelompok penunjang stres, konsultasi psikologi, dan obat-obatan
juga dapat membantu mengurangi tegangan otot. Umpanbalikbio (biofeedback) membantu pasien
mengenali waktu-waktu dari aktivitas otot yang meningkat dan spasme dan menyediakan metode-
metode untuk membantu mengontrol mereka.
6. Terapi Occlusal: Pada umumnya suatu alat acrylic yang dibuat sesuai pesanan dipasang pada
gigi-gigi, ditetapkan untuk malam hari namun mungkin diperlukan sepanjang hari. Ia bertindak
untuk mengimbangi gigitan dan mengurangi atau mengeliminasi kertakan gigi (grinding) atau
bruxism.
7. Koreksi Kelainan Gigitan: Terapi koreksi gigi, seperti orthodontics, mungkin diperlukan
untuk mengkoreksi gigitan yang abnormal. Restorasi gigi membantu menciptakan suatu gigitan yang
lebih stabil. Penyesuaian dari bridges atau crowns bertindak untuk memastikan kesejajaran yang
tepat dari gigi-gigi.
8. Operasi: Operasi diindikasikan pada kasus-kasus dimana terapi medis gagal. Ini dilakukan
sebagai jalan terakhir. TMJ arthroscopy, ligament tightening, restrukturisasi rahang (joint
restructuring), dan penggantian rahang (joint replacement) dipertimbangkan pada kebanyakan
kasus yang berat dari kerusakan rahang atau perburukan rahang.
 BAB III
KESIMPULAN

Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa Kelainan pada sendi temporomandibula ini diantaranya
adalah ankilosis, dislokasi mandibula, hiperplasia kondiloideus, hipoplasia kondiloideus dan fraktur
mandibula. Tanda-tanda yang ditimbulkan pada setiap kelainan berbeda, misalnya pada ankilosis
penderita tidak dapat menggerakkan mandibulanya, dislokasi mandibula penderita akan merasa
giginya tidak dapat beroklusi sempurna, pada hyperplasia dan hipoplasia kondiloideus penderita
akan mengalami wajah yang asimetri, sedangkan fraktur mandibula biasanya penderita akan
mengalami pembengkakan disekitar wajah jika faktor penyebabnya adalah trauma. Kondisi ini dapat
langsung kita ketahui melalui pemeriksaan secara klinis, akan tetapi untuk mengetahui secara pasti
harus dilakukan pemeriksaan radiografi.

DAFTAR PUSTAKA
1. Wong ME, Butler D, Ried R, Gateno J. Advance oral and maxillofacial surgery. Houston : The
University of Dental Branch at Houston, 2007 : 6-9.
2. Nayak PK, Nair SC, Krishnan DG, Perciaccante VJ. Ankylosis of the temporomandibular joint. In :
Booth PW, Schendel SA, Jarg_Erich H. Maxillofacial surgery. 2nd Ed.St. Louis : Churchill
Livingstone, 2007 : 1522-36.
3. Ramezanian M, Yavary T. Comparion of gap arthroplasty and interpositional gap arthroplasty
on the temporomandibular joint ankylosis. Acta Medica Iranica 2006:44(6):391-4.
4. Suryonegoro H. Pencitraan temporomandibular discorder: clicking. <http://www.pdgi-
online.com&gt; ( 1 Oktober 2009).
5. Das UM, Keerthi R, Ashwin DP, Venkata RS, Reddy D, Shiggaon N. Ankylosis of
temporomandibular joint in children. J Indian Soc Pedod Prevent Dent 2009:27(2):116-20.
6. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery.2nd Ed. New Delhi: Jaypee Brothers
Medical Publisher (P) Ltd, 2008 : 226,229-33,237-39.

7. Vasconcelos BCE, Porto GG, Bessa-nogueira RV. Temporomandibular joint ankylosis. Rev Bras
Otorrinolsringol 2008:74(1):34-8.

8. Vasconcelos BCE, Bessa-nogueira RV,Cyproano RV. Treatment of temporomandibular joint


ankylosis by gap arthroplasty. Med Oral Patol Oral Cir Bucal 2006:11:66-9.

Anda mungkin juga menyukai