Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori Pengetahuan

1. Pengertian

Menurut Notoatmodjo tahun (2003), mengatakan dalam buku titik

lestari pengetahuan merupakan hasil tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap obyek tertentu. Pengindraan panca

indera manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa

dan raba. Sebagian besar manusia pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga, yaitu proses melihat dan mendengar, selain itu mata dan

telinga yaitu proses melihat dan mendengar. Selain itu proses pengalaman

dan proses belajar.

Kemudian menurut Soekanto tahun (2002), dalam buku titik lestari

juga mengatakan pengetahuan merupakan hasil dari tahu, merupakan

domain yang penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt

behavior). Proses kognitif meliputi ingatan, pikiran, persepsi, simbol-

simbol, penalaran dan pemecahan masalah. Dalam bidang kamus umum

bahasa Indonesia, pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui yang

berkenaan dengan sesuatu hal. Yang dimaksud dengan penelitian ini

adalah pengetahuan perawat tentang “patient safety” .

Sedangkan pengertian Pengetahuan dalam kamus besar Bahasa

Indonesia (1999), dalam buku titik lestari pengetahuan diartikan segala

6
7

sesuatu yang diketahui atau segala sesuatu yang berkenaan dengan hal

mata pelajaran. Kategori pengetahuan meliputi kemampuan untuk

mengatakan kembali dari ingatan hal-hal khusus dan umum, metode dan

proses mengingat sesuatu pola, susunan, gejala atau peristiwa. Ssoekanto

(2002) menjelaskan bahwa pengetahuan (Knowledge) adalah kemampuan

seseorang tentang Sesuatu. Kemampuan paling rendah tetapi paling dasar

dalam kawasan kognitif.

Kemampuan untuk mengetahui adalah kemampuan untuk mengenal

atau mengingat kembali suatu objek, ide, prosedur, prinsip atau teori yang

pernah ditemukan dengan pengalaman tanpa memanipulasinya.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (overt behavior) , dari pengelaman dan

penelitian terbukti perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih

langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.

Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan adalah suatu proses mengingat dan mengenal kembali obyek

yang telah dipelajari melalui panca indra pada suatu bidang tertntu secara

baik.

2. Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan adalah tingkat seberapa kedalaman seseorang

dapat menghadapi, mendalami, memperdalam perhatian seperti

sebagaimana manusia menyelesaikan masalah tentang konsep-konsep baru


8

dan kemampuan dalam belajar dikelas. Untuk mengukur tingkat

pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam tingkatan:

a. Tahu (know)

Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang dipelajari sebelumnya.

Termasuk dalam kedalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali

(recall) sesuatu spesifik dari suatu bahan yang diterima atau dipelajari.

Kata kerja yang dipelajari antara lain : menyebutkan, menguraikan,

mendefenisikan, menyatakan dan sebagainya.

b. Memahami (comprehension)

Kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang telah diketahui

dan mengiterprestasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi merupakan sesuatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada suatu kondisiatau situasi nyata.

d. Analisis (analysis)

Kemampuan untuk menjabarkan materi kedalam komponen-

komponen, tapi masih dalam suatu struktur tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

e. Sintesi (synthesis)

Kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian didalam

suatu bentuk keseluruhan yang baru. Atau menyusun formulasi baru

dari formulasi yang ada.


9

f. Evaluasi (evaluation)

Evaluasi ini kemampuan yang berkaitan untuk melakukan

justifikasi/penilaian terhadap suatu materi atau obyek. (Lestari Titik,

2015)

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara lain yaitu:

a. Tingkat pendidikan, yakni upaya untuk memberikan pengetahuan

sehingga terjadi perubahan perilaku positif yang meningkat.

b. Informasi, seseorang yang mendapakan informasi lebih banyak akan

menambah pengetahuan yang lebih luas.

c. Pengalaman, yakni sesuatu yang pernah dilakukan sesorang menambah

pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informal.

d. Budaya, tingkah laku manusia dalam memenuhi kebutuhan yang

meliputi sikap dan kepercayaan,

e. Social ekonomi yakni kemampuan seseorang memnuhi kebutuhan

hidupnya

Sedangkan menurut Maliono dkk (2007), faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan adalah:

a. Sosial ekonomi

Lingkungan sosial akan mendukung tingginya pengetahuan seseorang

bila ekonomi baik, tingkat pendidikan tinggi maka tingkat pengetahuan

akan tinggi pula.


10

b. Kultur (budaya dan agama)

Budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang

karena informasi yang baru akan disaring sesuai atau tidaknya dengan

budaya yang ada apapun agama yang dianut

c. Pendidikan

Semakin tinggi pendidikan maka akan mudah menerima hal baru dan

akan mudah menyesuaikan dengan hal yang baru tersebut

d. Pengalaman

Pengalaman disini berkaitan dengan umur dan pendidikan individu.

Pendidikan yang tinggi, maka pengalaman akan lebih luas, sedangkan

semakin tua umur seseorang maka pengalamannya aakan semakin

banyak

4. Cara memperoleh pengetahuan

Ada pun cara untuk memperoleh pengetahuan adalah sebagai berikut:

a. Cara kuno untuk memperoleh pengetahuan

1) Cara coba salah (trial dan error)

Cara ini telah dipakai orang sebelum kebudayaan, bahkan mungkin

sebelum adanya peradaban. Cara coba salah ini dilakukan dalam

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan

apabila kemungkinan itu tidak berhasil maka dicoba. Kemungkinan

yang lain sampai masalah tersebut dapat dipecahkan.


11

2) Cara kekuasaan atau otoritas

Sumber pengetahuan cara ini dapat berupa pemimpin-pimpinan

masyarakat baik formal atau informal, ahli agama, pemegang

pemerintah, dan berbagai prinsip orang lain yang menerima,

mempunyai yang dikemukakan oleh orang yang mempunyai

otoritas, tanpa menguji terlebih dahulu atau membuktikan

kebenarannya baik berdasarkan fakta empiris maupun penalaran

sendiri

3) Berdasarkan pengalaman sendiri

Pengalaman pribadipun dapat digunakan sebagai upaya

memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali

pengalaman yang pernah diperoleh dalam memecahkan

permasalahan yang dihadapi masa lalu.

b. Cara modern dalam memperoleh pengetahuan

Cara ini disebut metode penelitian ilmiah atau lebih popular atau

disebut metodologi penelitian. Cara ini mula-mula dikembangkan oleh

francis bacon (1561-1626), kemudian dikembangkan oleh Deobold

Van Daven. Akhirnya lahir suatu cara untuk melakukan penelitian

yang dewasa ini kita dengan penelitian ilmiah.

c. Sumber pengetahuan

Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh manusia untuk memperoleh

pengetahuan. Upaya-upaya serta cara-cara tersebut dipergunaan dalam

memperoleh pengetahuan yaitu:


12

1) Orang yang memiliki otoritas

Salah satu upaya seseorang mendapatkan pengetahuan yaitu

dengan bertanya pada orang yang memiliki otoritas atau yang

dianggapnya lebih tahu. Pada zaman modern ini, orang yang

ditempatkan memiliki otoritas, misalnya dengan pengakuan

melalui gelar, termasuk juga dalam hal ini misalnya, hasil

publikasi resmi mengenai kesaksian otoritas tersebut, seperti buku-

buku atau publikasi resmi pengetahuan lainnya.

2) Indra

Indra adalah peralatan pada diri manusia sebagai salah satu sumber

internal pengetahuan. Dalam filsafat science modern menyatakan

bahwa pengetahuan pada dasarnya adalah hanyalah pengalaman-

pengalaman konkrit kita yang terbentuk karena persepsi indra,

seperti persepsi penglihatan, pendengaraan,perabaaan, penciuman

dan pencicipan dengan lidah.

3) Akal

Dalam kenyataannya ada pengetahuan tertentu yang bias dibangun

oleh manusia tanpa harus atau tidak bias mempersepsinya dengan

indra terlebih dahulu. Pengetahuan dapat diketahui dengan pasti

dan dengan sendirinya karena potensi akal.

4) Intuisi

Salah satu sumber pengetahuan yang mungkin adalah intuisi atau

pengalaman yang langsung tentang pengetahuan yang tidak


13

merupakan hasil pemikiran yang sadar atau persepsi rasa yang

langsung. Intuisi dapat berarti kesadaran tentang data-data yang

langsung dirasakan

d. Pengukuran pengetahuan

Dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan

tentang isi materi yang akan diukur dari subyek penelitian kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat disesuaikan

dengan tingkat domain diatas pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang berisi pertanyaaan

sesuai materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau respoden

yang disesuaikan dengan tingkat pengetahuan yang diukur.

B. Konsep Teori Patient Safety

1. Pengertian

Menurut (Kemenkes, 2015) mengatakan bahwa Keselamatan pasien

adalah suatu sistem rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.

Sestem tersebut meliputi asessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal

yang berhubungan denga risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,

kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi

solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan

dapatmencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat

melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang

seharusnya dilakukan.
14

Kemudian menurut (Nursalam, 2016). Keselamatan pasien (patient

safety) merupakan suatu variable untuk mengukur dan mengevaluasi

kualitas pelayanan keperawatan yang berdampak terhadap pelayanan

kesehatan . sejak mal praktik menggema diseluruh belahan bumi melalui

berbagai media baik cetak maupun elektronik hingga kejurnal-jurnal

ilmiah ternama, dunia kesehatan mulai menaruh kepedulian yang tinggi

terhadap isu keselamatan pasien.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 / Menkes / Per /

VII / 2011, keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana

rumah sakit membuat asuhan pasien menjadi lebih aman yang meliputi

assesmen resiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan

dengan dengan resiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan

belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk

meminimalkan risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan

oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil

tindakan yang seharusnya diambil (Permenkes, 2011).

Program WHO dalam keselamatan pasien adalah “WHO Patient

Safety” dimulai tahun 2004 mendefinisikan : Pasient Safety is the absence

of preventable harm to a patient during the process of health care

(Kemenkes, 2015).

2. Alasan Adanya Keselamatan Pasien

Sejak awal tahun 1900 Institusi rumah sakit selalu meningkatkan

mutu pada 3 elemen yaitu struktur, proses dan outcome dengan bermacam-
15

macam konsep dasar dan regulasi, misalnya antara lain penerapan Standar

Pelayanan Rumah Sakit, Quality Assurance, Total Quality Management,

Continuous Quality Improvement, ISO, dan lain sebagainya. Harus diakui

program-program tersebut telah meningkatkan mutu pelayanan rumah

sakit baik pada aspek struktur, proses maupun output an outcome. Namun

harus diakui, pada pelayanan yang telah berkualitas tersebut masih terjadi

kesalahan pada asuhan pasien yaitu insiden keselamatan pasien (IKP)

antara lain kejadian tidak diharapkan (KTD), yang tidak jarang berakhir

dengan tuntutan hukum. Oleh sebab itu perlu program untuk lebih

memperbaii proses pelayanan, karena KTD dalam proses pelayanan

sebetulnya dapat dicegah melalui rencana pelayanan yang kompehensif

dengan melibatkan pasien berdasarkan haknya. Program tersebut yang

kemudian dikenal dengan istilah “Patient Safety” (Kemenkes, 2015).

WHO menjelaskan secara singkat apa itu “Keselamatan pasien”

yaitu Patient Safety is the absence of preventable harm to a patient during

the process of health care. The discipline of patient safety is the

coordinated efforts to prevent harm, caused by proces of health care it

self, from occurring to patients. Over the past ten years, patient safety has

been increasingly recognized as an issue of global importanc, but muc

work remains to be done. Dari penjelasan tersebut perlu digaris bawahi

bahwa intinya keselamatan pasien terkait dengan asuhan pasien, insiden

yang dapat dicegah atau yang seharusnya tidak terjadi, dan sudah

dikategorikan sebagai suatu disiplin (Kemenkes, 2015).


16

Dengan meningkatnya keselamatan pasien rumah sakit diharapkan

kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit dapat meningkat.

Selain itu keselamatanpasien dapat mengurangi IKP, yang selain

berdampak terhadap peningkatan biaya pelayanan juga dapat membawa

rumah sakit ke arena blamming, menimbulkan konflik antar

dokter/petugas kesehatan dan pasien, menimbulkan sengketa medis,

tuntutan dan proses hukum, tuduhan malpraktek, blow-up ke media yang

akhirnya menimbulkan opini negatif terhadap pelayanan rumah sakit,

selain itu rumah sakit dan dokter bersusah payah melindungi dirinya denga

asuransi, pengacara dsb. Tetapi pada akhirnya tidak ada pihak yang

menang, bahkan menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap pelayanan

rumah sakit.

3. Tujuan Keselamatan Pasien

Adapun tujuan dalam Patient Safety yaitu:

a. Terciptanya budaya keselamatan pasien dirumah sakit.

b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan

masyarakat.

c. Menurunnya angka insiden keselamatan pasien dirumah sakit.

d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi

pengulangan kejadian tidak diharapkan (Kemenkes, 2015).

4. Dasar Hukum Keselamatan Pasien

a. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit:


17

1) Pasal 2 : RS diselenggarakan berasaskan pancasila dan didasarkan

kepada nilai kemanusiaa, etika & profesionalitas, manfaat,

keadilan, persamaan hak & anti diskriminasi, pemerataan,

perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi

sosial.

2) Pasal 3 ayat b : memberikan perlindungan terhadap keselamatan

pasien masyaakat, lingkungan RS dan SDM di RS

3) Pasal 29 ayat b : memberi pelayanan kesehatan yang aman,

bermutu, anti diskriminasi & efektif dengan mengutamakan

kepentingan pasien sesuai standar pelayanan RS.

4) Pasal 43

a) Ayat 1 : RS wajib menerapkan Standar Keselamatan Pasien

b) Ayat 2 : Standar Keselamatan Pasien dilaksanakan melalui

pelaporan insiden, menganalisa & menetapkan pemecahan

masalah dalam rangka menurunkan angka KTD

c) Ayat 3 : RS melaporkan kegiatan ayat 2 kepada komite yang

membidangi keselamatan pasien yang ditetapkan menteri

d) Ayat 4 : pelaporan IKP pada ayat 2 dibuat secara anonim &

ditujukan untuk mengkoreksi sistem dalam rangka

meningkatkan keselamatan pasien Ketentuan lebih lanjut

mengenai keselamatan pasien ayat 1 dan ayat 2 tertuang dalam

menteri.
18

b. Permenkes 1691 / VIII / 2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah

Sakit

1) Pasal 5 : Rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja dirumah

sakit wajib melaksanakan program dengan mengecu pada

kebijakan nasional Komite KPRS.

2) Pasal 6 :

a) Ayat 1 : Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim

Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan

oleh kepala sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien.

b) Ayat 4 : TKPRS melaksanakan tugas:

1. Mengembangkan program keselamatan pasien dirumah

sakit sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut

2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program

keselamatan pasien rumah sakit

3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi,

konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian

(evaluasi) tentang terapan (implementasi), program

keselamatan pasien rumah sakit

4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan

rumah sakit untuk melakukan pelatihan internal

keselamatan pasien rumah sakit

5. Melakukan pe ncatatan, pelaporan insiden, analisa insiden,

serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran


19

6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala

rumah sakit dalam rangka mengambil kebijakan

keselamatan pasien rumah sakit

7. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit

c. Undang-Undang No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran

1) Pasal 2 : praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan

didasarkan pada nilai ilmiah, serta perlindungan dan keselamatan

pasien.

2) Penjelasan umum : asas dan tujuan penyelenggaraan praktik

kedokteran yang menjadi landasan yang didasarkan pada nilai

ilmiah , dan keselamatan pasien

3) Penjelasan pasal 2 ; perlindungan dan keselamatan pasien adalah

bahwa penyelenggaraan praktik kedokteran, dengan tetap

memperhatikan perlindungan dan keselamatan pasien.

5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1691 / Menkes / Per/ VIII / 2011

Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit:

a. Standar keselamatan pasien

Standar KPRS yang disusun ini mengacu pada “Hospital Patient

Safety Standards” yang dikeluarkan oleh Joint Commision on

Accreditation of Health Organizations, Illinois, USA, tahun2002, yang

disesuaikan dengan situasi dan kondisi perumah sakitan di Indonesia.

Standar keselamatan Pasien wajib diterapkan rumah sakit dan


20

penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen Akreditasi

Rumah Sakit:

1) Hak pasien.

2) Mendidik pasien dan keluarga

3) Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan

4) Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan

evaluasi dan progam peningkatan keselamatan pasien

5) Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien

6) Mendidik staf tentang keselamatan pasien

7) Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai

keselamatan pasien

b. Penyelenggaraan atau Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah

Sakit

Dalam menerapkan Standar Keselamatan Pasien maka rumah sakit

harus melaksanakan Tujuh langkah keselamatan Pasien. Mengacuh

pada Standar Keselamatan Pasien, maka rumah sakit harus mendesain

(merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada,

memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data,

menganalisis setiap insiden, dan melakukan perubahan untuk

meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.

Uraian Tujuh Langkah Menuju keselamatan Pasien Rumah Sakit

adalah sebagai berikut :

1) Membangun kesadaran akan nilai keselamatan pasien


21

2) Memimpin dan mendukung staf

3) Mengintegrasikan aktifitas pengololaan risiko

4) Mengembangkan sistem pelaporan

5) Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien

6) Belajar dan berbagi pengalaman tentang keselamatan pasien

7) Mencegah cedera melalui implementasi sistem keselamatan pasien

c. Sasaran Keselamatan Pasien

Sasaran keselamatan pasien merupakan syarat untuk diterapkan

disemua rumah sakit yang diakreditasi oleh komisi akreditasi rumah

sakit.penyusunan sasaran ini mengacu kepada nine life-saving patient

safety solution dari WHO patient safety (2007) yang digunakan juga

oleh komite keselamatan pasien rumah sakit PERSI (KKPRS PERSI),

dan dari joint commission international (JCI).

Maksud dari sasaran keselamatan pasien adalah mendorong

perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti

bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan

menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan

keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain system yang baik

secara intrinsic adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang

aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum

difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran

keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal berikut :

1) Ketepatan identifikasi pasien


22

2) Peningkatan komunikasi yang efektif

3) Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai

4) Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, tepat pasien operasi

5) Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan

6) Pengurangan resiko pasien jatuh

C. Ketepatan identifikasi pasien

Pembahasan dalam penelitian ini adalah “Ketepatan identifikasi Pasien”

yang masuk dalam 6 sasaran keselamatan pasien rumah sakit. Rumah sakit

mengembangkan pendekatan untuk memperbaiki/ meningkatkan ketelitian

identifikasi pasien.

Maksud dan tujuan sasaran ketepatan identifikasi yaitu : Kesalahan karena

keliru dalam mengidentifikasi pasien dapat terjadi di hampir semua aspek/

tahapan diagnosis dan pengobatan, kesalahan identifikasi pasien bias terjadi

pada pasien dalam keadaan terbius/ tersedasi, mengalami disorientasi, tidak

sadar, bertukar tempat tidur / kamar/ lokasi dirumah sakit, adanya kelainan

sensori, atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan 2

kali pengecekan yaitu : pertama, untuk identifikasi pasien sebagai individu

yang akan menerima pelayanan atau pengobatan. dan kedua, untuk kesesuaian

pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan atau

prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk memperbaiki proses

identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika

pemberian obat, darah, atau produk darah, pengambilan darah atau specimen
23

lain untuk pemeriksaan klinis, atau pemberian pengobatan atau tindakan lain.

Kebijakan dan atau prosedur memerlukan dua cara untuk mengidentifikasi

seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang

identitas pasien dengan bar-code , dan lain-lain nomor kamar pasien atau

lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan prosedur juga

menjelaskan penggunaan 2 identitas berbeda dilokasi yang berbeda dirumah

sakit, seperti dipelayanan rawat jalan, unit gawat darurat atau ruang operasi

termasuk identifikasi pada pasien, tanpa identitas suatu proses kolaboratif

digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur agar dapat

memastikan semua kemungkinan situasi untuk dapat di identifikasi.

1. Elemen penilaian sasaran I

a. Pasien diidentifikasi mengggunakan 2 identitas pasien, tidak boleh

menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.

b. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk

darah

c. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan specimen lain

untuk pemeriksaan klinis.

d. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan atau prosedur

e. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang

konsisten pada semua situasi dan lokasi

2. Langkah penerapan :

a. Rumah sakit membuat kebijakan tentang Identifikasi Pasien


24

b. Rumah sakit membuat pedoman / panduan Identifikasi Pasien yang

dijadikan acuan seluruh unit

c. Rumah sakit merancang SPO Identifikasi Pasien melalui Pemasangan

Gelang Identitas (min. 2 identitas, kapan dipasang? Dimana

Dipasang?)

d. Rumah sakit mengemangkan SPO pemasangan dan pelepasan tanda

identitas risiko bagi pasien yang datang ke rumah sakit

e. Rumah sakit merancang SPO tentang Pemasangan dan pelepasan

gelang identitas (Kemenkes, 2015

D. Penelitian Terkait

Sebagai dasar untuk melakukan penelitian, maka peneliti memuat

penelitian sebelumnya yang menyangkut dengan Patient Safety penelitian

tersebut yaitu:

1. Penelitian Debbi Oktafia dengan judul : Hubungan supervise motivasi

kepala ruangan dengan identifikasi pasien dalam penerapan pasient

safety oleh perawat diruang rawat inap rumah sakit islam ibnu sina

padang, desain penelitian ini deskriptif analitik dengan cross sectional.

Populasi, populasi penelitian adalah perawat pelaksana di Ibnu sina

padang, sampel sebanyak 70 perawat dengan total sampling. Data

dikumpulkan dengan kuesioner pada tanggal 17 s/d 22 januari 2015.

Analisa univariat dengan statistic deskriptif berupa distribusi frekuensi

dan persentase serta analisis bivariat dengan pengujian chi-square. Hasil

penelitian menunjukkan lebih dari separuh perawat melakukan identifikasi


25

pasien dengan optimal, dan lebih dari dari separuh supervise dan motivasi

kepala ruangan baik. Terdapat hubungan supervisi dan motivasi kepala

ruangan baik. Terdapat hubungan supervise kepala ruangan dengan

identifikasi pasien dalam penerapan patient safety oleh perawat pelaksana

(p=0,000), dan terdapat hubungan motivasi kepala ruangan dengan

identifikasi pasien dalam penerapan pasient safety oleh perawat pelaksana

(p=0,000).

2. Sedangkan penelitian Ni Luh Ayu Widyana, dkk. Dengan judul :

Gambaran Pengetahuan Pasien Tentang Pemasangan Gelang Identifikasi

Pasien Di Instalasi Rawat Inap A BLU. RSUP. Prof. Dr. R. D . Kandou

Manado Tujuan penelitian : untuk mengetahui gambaran pengetahuan

pasien tentang pemasangan gelang identifikasi pasien di instalasi rawat

inap A BLU. RSUP. Prof. Dr. R. D . Kandou Manado . Desain penelitian :

survey deskriptif. Tehnik pengambilan yang digunakan adalah total

sampling dengan jumlah responden 90 pasien. Hasil penelitian :

menunjukkan bahwa pengetahuan pasien sebagian besar kurang tentang

pengertian (68,9%), kurang tentang tujuan (67,8%), baik tentang

pemakaian (53,3%), dan baik tentang karakteristik (61,1%), kesimpulan:

gambaran pengetahuan pasien tentang pemasangan gelang identifikasi

pasien meliputi pengertian, tujuan, pemakaian, dan karakteristik di

instalasi Rawat Inap A adalah dalam kategori baik

3. Sedangkan penelitian Anggriani bantu, dkk 2014 dengan judul : Hubunga

Pengetahuan Perawat Dengan Penerapan Identify Patient Correcly Di


26

RSUP Ratatotok Buyat Kabupaten Minahasa Tenggara Tujuan penelitian

untuk menganalisis hubungan pengetahuan perawat dengan penerapan

identify patient correctly di RSUP Ratatotok Buyat. Desain penelitian ini

adalah deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian

dilaksanakan pada bulan agustus 2014 di RSUP Ratatotok Buyat dengan

48 sampel.Hasil penelitian dihitung dengan menggunakan Uji Chi-square

dan diperoleh p = 0,012 (α 0,05), yang berarti H0 ditolak. Kesimpulan

terdapat hubungan antara pengetahuan perawat dengan penerapan identify

patient correctly di RSUP. Ratatotok Buyat Kabupaten Minahasa

Tenggara.

Anda mungkin juga menyukai