Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


 Masalah HAM adalah sesuatu hal yang sering kali dibicarakan dan dibahas terutama
dalam era reformasi ini. Penegakan Hak asasi manusia merupakan sebuah keharusan yang
ada pada setiap negara. Hak asasi manusia merupakan salah satu bentuk rasa hormat antara
sesama manusia. Pada hakikatnya manusia merupakan makhluk sosial yang selalu
membutuhkan orang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Akan tetapi manusia juga
mempunyai hak untuk dirinya sendiri yang harus dihormati manusia lainnya.
Di Indonesia pemerintah sudah mengatur hukum-hukum mengenai hak asasi manusia.
Namun dalam penegakan hak asasi manusia tersebut tidak berjalan mulus. Hal ini yang
menjadi suatu permasalahan Indonesia saat ini. Pembunuhan,penganiyayaan maupun
pencurian semakin banyak terjadi dewasa ini. Yang semua itu merupakan pelanggaran HAM
yang salah satunya mengganggu seseorang dalam memperoleh hak hidup nyaman.
Penegakan Ham di Indonesia sekarang ini disebabkan dari berbagai faktor. Mengingat
bahwa Indonesia terbagi dari banyak pulau dan juga masih banyaknya kemiskinan yang
mengakibatkan perkembangan pengetahuan hak asasi manusia terhambat. sehingga
masyarakatnya banyak yang belum paham mengenai hak asasi manusia tersebut dan
akibatnya timbul berbagai pelanggaran. Selain masalah tersebut masih banyak lagi masalah-
masalah lain yang menghambat penegakan hak asasi manusia di Indonesia. Masalah-masalah
tersebut penting demi evaluasi penegakan HAM agar lebih baik kedepannya. Oleh karena itu
hal tersebut perlu untuk dibahas.

1.2. Rumusan Masalah


Mengingat bahwa penegakan HAM di Indonesia ini jauh dari kata sempurna maka
penulis merumuskan masalah tentang apa saja faktor penghambat penegakan HAM di
Indonesia, agar masalah tersebut dapat dijadikan evaluasi kedepannya.

1
1.3. Tujuan Pembahasan
Tujuan pembahasan Masalah tersebut yaitu untuk menambah wawasan para pembaca dan
juga bertujuan untuk membangun hak asasi manusia melalui evaluasi-evaluasi masalah
yang dialami sekarang ini.

1.4. Manfaat Pembahasan


Manfaat dari pembahasan ini yaitu pembaca dapat mengetahui masalah-masalah yang
dialami dalam upaya penegakan HAM di Indonesia sehingga masyarakat mampu
mengevaluasi kesalahan maupun kekurangan penegakan HAM di Indonesia sekarang ini.
Dengan wawasan tersebut masyarakat dapat memperbaiki HAM Indonesia dimasa yang
akan datang.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Sejarah Hak Asasi Manusia


Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan kumpulan hak-hak dasar yang dimiliki
manusia. Hak-hak ini inheren dalam kedirian manusia dan dimiliki sejak lahir. Seseorang
mendapat hak-hak dasar ini karena dia manusia. Sehingga, HAM juga sering disebut
sebagai negative rights atau hak-hak yang pada dasarnya tidak membutuhkan pengakuan
hukum tentang keberadaannya. Tanpa diatur dalam sebuah perundang-undangan atau
perjanjian internasional-pun, HAM memang sudah ada. Jenis hak ini pada awalnya muncul
karena maraknya berbagai tindakan yang merendahkan harkat dan martabat manusia.
Berbagai tindakan tidak berprikemanusiaan seperti pembunuhan, genoside, perbudakan,
penjajahan, dan lain-lain telah mewarnai sejarah manusia. Maka, kemunculan HAM pada
dasarnya sangat terkait dengan semangat pembelaan terhadap harkat dan martabat manusia.
HAM muncul untuk mengembalikan hak-hak dasar manusia yang saat itu telah banyak
tercerabut.

Secara umum, HAM dapat didefinisikan sebagai hak-hak yang diklaim dimiliki oleh
semua orang tanpa memperhatikan negara, ras, suku, budaya, umur, jenis kelamin dan lain-
lain. Hak-hak ini bersifat universal dan dapat diterapkan pada siapapun dan dimanapun.
Namun, tidak semua klaim tentang hak, terutama dari kelompok atau orang tertentu dapat
disebut HAM. Sebagai contoh, tuntutan seorang dosen atas tambahan gaji atau perbaikan
fasilitas kantornya tidak dapat disebut ‘hak’ atau HAM jika tuntutan tersebut mereduksi
tingkat kualitas pendidikan mahasiswa. Dalam kasus ini, maka pendidikan yang diklaim
sebagai HAM, yaitu bahwa hak mahasiswa atas pendidikan memiliki prioritas yang lebih
tinggi ketimbang tuntutan dosen tersebut. Dengan demikian, jika terjadi konflik yang
diakibatkan oleh adanya klaim hak dari orang atau kelompok tertentu maka HAM
diprioritaskan dan mengatasi setiap klaim yang ada. Sebuah klaim hak untuk kepentingan
orang atau kelompok tertentu tidak boleh bertentangan dengan hak-hak fundamental yang
dimiliki oleh setiap orang.

3
Adapun, ciri-ciri HAM, sebagaimana diungkapkan oleh Mansour Fakih, dkk,
adalah; Pertama,HAM tidak perlu diberikan, dibeli atau diwarisi. Hak asasi patut dimiliki
karena kemanusiaan.Kedua, HAM berlaku untuk semua orang, tanpa memandang jenis
kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik, asal usul sosial bangsa, Ketiga, HAM tidak
bisa dilanggar. Tidak seorangpun mempunyai hak untuk melanggar atau membatasi hak asasi
orang lain. Orang tetap memiliki HAM meskipun sebuah negara membuat hukum yang tidak
melindungi atau melanggarnya.

Dalam sejarah Barat, HAM berupa pengakuan terhadap hak-hak moral dasar tentang
harkat dan martabat manusia telah berkembang sejak zaman Yunani Kuno (khususnya Stoa),
Romawi Kuno, abad pertengahan Kristen, sampai zaman modern. Pada perkembangan
selanjutnya, tepatnya di Inggris pada abad 17, HAM telah dikodifikasi dalam berbagai
dokumen, seperti Magna Charta Libertatum, 1215, Habeas Corpus, 1679, Bill of
Right,  1689, yang kemudian sangat berpengaruh bagi munculnya United State
Constitution di Amerika, 1789. Sementara di Prancis, muncul Declaration of the Rights of
Man and Citizen. Contoh-contoh yang diberikan Inggris, Amerika dan Prancis ini kemudian
banyak mempengaruhi konstitusi tertulis berbagai negara di Benua Eropa seperti Belanda
(1798), Swedia (1809), Spanyol (1812), Norwegia (1814), Belgia (1831), Liberia (1847),
Sardinia (1848), Denmark (1848) dan Prusia (1850).

Pada perkembangan berikutnya, sejarah modern HAM muncul dalam berbagai upaya
politik dan hukum dalam skala yang lebih besar atau internasional. Pada abad 19, lahir upaya-
upaya untuk menghapus perbudakan dan melindungi hak kaum buruh. Upaya ini terus
berlanjut sampai pada akhirnya Liga Bangsa-Bangsa tahun 1926 mengkodifikasikan The
League of Nations Conventions to Suppress the Slave Trade and Slavery (Konvensi Liga
Bangsa-Bangsa untuk Menghapus Perbudakan dan Perdagangan Budak). Keprihatinan
terhadap HAM juga muncul dengan dibentuknya International Labour
Organization  (Organisasi Buruh Internasional) pada 1919 serta International Committee of
the Red Cross (Komite Palang Merah Internasional) pada saat Konferensi Internasional di
Jenewa tahun 1863.

Meletusnya Perang Dunia II pada 1939 menjadi titik balik bagi HAM. Bebagai
pengalaman Perang Dunia II mencapai titik klimaksnya berupa pembunuhan massal umat
Yahudi oleh NAZI dan membiarkan pemenang perang menghilangkan jalan bagi jaminan
HAM dan kebebasan. Hal ini memunculkan kesadaran akan pentingnya menciptakan struktur
4
yang menegakkan perdamaian antar negara di garis akhir. Selama priode ini pula, Presiden
Amerika, Roosevelt memberkan pidatonya yang terkenal dengan “Pesan 6 Januari 1941”
yang menegaskan empat kebebasan berdemokrasi. Selanjutnya pada 1944 lahir Deklarasi
Philadelphia yang diadopsi dari konferensi ILO yang diadakan pada Mei 1944. Deklarasi
tersebut menegaskan pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial
dan perlindungan seluruh umat manusia dalam mengejar perkembangan material dan spiritual
mereka secara bebas, bermartabat, aman secara ekonomi dan kesamaan kesempatan.

Perkembangan selanjutnya dari HAM tidak bisa dilepaskan dari keberadaan dan peran
PBB. PBB lahir di tengah pencarian upaya untuk membangun aliansi antar negara untuk
memastikan perdamaian dunia. Pada 26 Juni 1945 lahirlah Piagam PBB yang pada intinya
memiliki tiga gagasan dasar, yakni, pertama, keterkaitan antara perdamaian, keamanan
internasional dan kondisi yang lebih baik bagi kesejahteraan ekonomi dan sosial di satu sisi
dengan perhatian terhadap HAM di sisi yang lain. Kedua, perlindungan internasional
terhadap HAM disebutkan sebagai salah satu tujuan utama PBB. Ketiga, negara-negara
anggota anggota diberikan tugas legal untuk memastikan bahwa hak-hak dan kebebasan yang
ada ditegakkan secara luas dan efektif.

Rentang sejarah HAM kemudian ditandai dengan terbentuknya Komisi HAM PBB
pada 16 Februari 1946. Komisi ini mengajukan usulan kepada Dewan Umum PBB tentang
pentingnya suatu Deklarasi Universal HAM, Konvensi tentang kebebasan sipil, status
perempuan, kebebasan informasi, perlindungan warga minoritas dan pencegahan
diskriminasi. Sebagai hasilnya, pada 1948, lahirlah Universal Declaration of Human
Rights (UDHR) yang merupakan tonggak paling penting bagi pengakuan dan perlindungan
HAM internasional. UDHR diyakini mampu memberikan definisi paling sahih mengenai
kewajiban menghormati HAM bagi sebuah negara yang ingin bergabung dengan PBB.

Menyusul disetujuinya UDHR, PBB kemudian mengundangkan International


Covenan on Civil and Political Rights (ICCPR) dan International Covenan on Economic,
Social and Cultural Rights (ICESCR) pada 1966, yang kemudian diikuti dengan dua
Protokol Fakultatif pada Hak Sipil dan Politik. UDHR dan dua Kovenan ini kemudian lazim
disebut sebagai International Bill of Rights  (Undang-undang HAM Internasional). Ditinjau
dari perspektif hukum, dengan adanyaInternational Bill of Rights ini, maka HAM memiliki
kekuatan hukum mengikat, khususnya bagi negara-negara penanda tangan.

5
Berbagai peraturan tentang HAM internasional baik berupa Deklarasi, Kovenan,
Traktat, Perjanjian, kemudian lazim disebut sebagai Konvensi. Saat ini, PBB telah
menghasilkan banyak sekali Konvensi yang mengatur berbagai hak dasar manusia, mulai dari
ICCPR dan ICESCR, perlindungan terhadap anak, wanita, golongan minoritas, buruh,
ketentuan hukuman mati, dan lain-lain. Saat ini, tercatat 90 lebih Konvensi yang telah
dihasilkan PBB.

Dalam perdebatan tentang HAM, hak-hak yang tercantum dalam berbagai Konvensi
PBB di atas mengkerucut pada pengelompokan HAM yang dibagi ke dalam tiga generasi.
Generasi HAM menggambarkan isi dan ruang lingkup serta jenis HAM. Pembagian HAM
menjadi tiga generasi pada awalnya dikemukakan oleh Karel Vasak, yaitu generasi pertama
yang terdiri dari hak-hak sipil dan politik (liberte), generasi kedua, terdiri dari hak-hak
ekonomi, sosial dan budaya (egalite) dan generasi ketiga, terdiri dari hak-hak solidaritas
(fraternite).

Generasi pertama HAM yang terdiri dari hak-hak sipil dan politik berasal dari tradisi
intelektual Abad 18 yang diwarnai oleh semangat Enlightment dan perkembangan filsafat
politik liberal. Sebagai pengaruh dari faham liberal dan doktrin sosial ekonomi laissez
faire, generasi ini meletakkan posisi HAM pada terminologi yang negatif. Generasi ini
menghargai ketiadaan intervensi negara dalam HAM. Hak-hak dari generasi pertama juga
sering disebut sebagainegative rights  dimana langkah yang lebih 3diperlukan adalah proteksi
daripada realisasi. Hak-hak dari generasi ini tertuang dalam pasal-pasal 2-21 UDHR dan
ICCPR.

Sementara generasi kedua yang terdiri dari hak-hak ekonomi, sosial dan budaya
berakar pada tradisi Sosialis, khususnya Saint Simon pada awal Abad 19 di Prancis dan
diperkenalkan melalui perjuangan revolusioner. Hak-hak dari generasi ini merupakan respon
terhadap pelanggaran dan penyelewengan dari perkembangan kapitalis. Generasi kedua
sering juga disebut sebagai positive rights, karena menuntut peran yang lebih aktif dan
intervensi dari negara. Hak-hak ini dapat ditemukan pada pasal 22-27 UDHR dan ICESCR.

Adapun generasi ketiga mencakup hak-hak solidaritas dan merupakan


rekonseptualisasi dari dua generasi sebelumnya. Generasi ini juga sering didefiniskan sebagai
hak kolektif karena hak-hak yang diperjuangkan lebih merupakan hak-hak yang dimiliki oleh
suatu komunitas, populasi, masyarakat atau negara ketimbang hak-hak perorangan.

6
Kemunculan generasi ini dapat difahami sebagai produk dari proses kebangkitan dan
kejatuhan negara-negara pada abad 20. Pasal 28 UDHR, mencantumkan hak dari generasi ini.

Sejarah mutakhir perkembangan HAM menunjukkan tingkat penerimaan yang tinggi


terhadap ide ini di berbagai belahan dunia, baik Barat maupun non Barat. Berbagai organisasi
regional seperti di Eropa Barat, Amerika, Afrika dan Asia juga membuat berbagai peraturan
dan perjanjian HAM. Langkah ini kemudian menghasilkan berbagai instrumen regional
HAM, diantaranya, European Convention on Human Rights (ECHR) 1952, American
Convention on Human Rights (ACHR) 1969, African (Banjul) Charter on Human and
People’s Rights, 1981,Bangkok Declaration 1993, Asian Human Rights Charter, 1997
dan Cairo Declaration on Human Rights in Islam, 1990.Sementara di tingkat nasional,
sebagian besar Konvensi PBB mendapat persetujuan mayoritas negara anggota. Dukungan ini
terlihat dari tingginya jumlah penandatangan berbagai Konvensi yang telah dihasilkan PBB.

Saat ini, HAM, menurut Rhoda E. Howard mengutip pendapat Durkheim, telah
menjadi fakta sosial, dimana cara bertindak, berfikir dan merasa yang berada di luar individu
dan mendapat kekuatan koersif, yang menjadi alasan mengendalikan manusia. Sebagai fakta
sosial, HAM mempengaruhi kebijakan publik, membantu kelompok dan individu
mendapatkan keadilan dan membangkitkan perasaan malu di kalangan yang menikmati HAM
dan mengetahui bahwa orang lain tidak demikian. Konsensus tentang jenis keadilan seperti
HAM ini berpengaruh pada tindakan sosial di seluruh dunia. Dalam pengertian ini, konsensus
ini (HAM) menjadi ideologi sosial universal. Singkatnya, HAM telah menjadi kenyataan
objektif perkembangan sosial masyarakat dan dapat dikatakan menjadi ide yang paling
mendapat penerimaan dan pengakuan dari sebagian besar negara di dunia.

2.2. Upayah Pemerintah dalam Penegakan HAM


Hak asasi manusia tidak lagi dipandang sekadar sebagai perwujudan faham individualisme
dan liberalisme. Hak asasi manusia lebih dipahami secara humanistis sebagai hak-hak yang
inheren dengan harkat dan martabat kemanusiaan, apapun latar belakang ras, etnik, agama,
warna kulit, jenis kelamin dan pekerjaannya. Dewasa ini pula banyak kalangan yang
berasumsi negatif terhadap pemerintah dalam menegakkan HAM. Sangat perlu diketahui
bahwa pemerintah Indonesia sudah sangat serius dalam menegakkan HAM. Hal ini dapat kita
lihat dari upaya pemerintah sebagai berikut;

7
1. Indonesia menyambut baik kerja sama internasional dalam upaya menegakkan HAM di
seluruh dunia atau di setiap negara dan Indonesia sangat merespons terhadap pelanggaran
HAM internasional hal ini dapat dibuktikan dengan kecaman Presiden atas beberapa agresi
militer di beberapa daerah akhir-akhir ini contoh; Irak, Afghanistan, dan baru-baru ini
Indonesia juga memaksa PBB untuk bertindak tegas kepada Israel yang telah menginvasi
Palestina dan menimbulkan banyak korban sipil, wanita dan anak-anak.

2. Komitmen Pemerintah Indonesia dalam mewujudkan penegakan HAM, antara lain telah
ditunjukkan dalam prioritas pembangunan Nasional tahun 2000-2004 (Propenas) dengan
pembentukan kelembagaan yang berkaitan dengan HAM. Dalam hal kelembagaan telah
dibentuk Komisi Nasional Hak Asasi Manusia dengan kepres nomor 50 tahun 1993, serta
pembentukan Komisi Anti Kekerasan terhadap perempuan

3. Pengeluaran Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia , Undang-
undang nomor 26 tahun 2000 tentang pengadilan HAM, serta masih banyak UU yang lain
yang belum tersebutkan menyangkut penegakan hak asasi manusia.

Menjadi titik berat adalah hal-hal yang tercantum dalam UU nomor 39 tahun 1999 tentang
hak asasi manusia adalah sebagai berikut;
1. Hak untuk hidup.
2. Hak berkeluarga.
3. Hak memperoleh keadilan.
4. Hak atas kebebasan pribadi.
5. Hak kebebasan pribadi
6. Hak atas rasa aman.
7. Hak atas kesejahteraan.
8. Hak turut serta dalam pemerintahan.
9. Hak wanita
10. Hak anak
Ha-hal tersebut sebagai bukti konkret bahwa Indonesia tidak main-main dalam penegakan
HAM.

8
2.3  Upaya Pencegahan Pelanggaran Hak Asasi Manusia di Indonesia
Pendekatan keamanan yang terjadi di era Orde Baru dengan mengedepankan upaya
represif tidak boleh terulang kembali. Untuk itu, supremasi hukum dan demokrasi harus
ditegakkan. Pendekatan hukum dan pendekatan dialogis harus dikemukakan dalam rangka
melibatkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pejabat
penegak hukum harus memenuhi kewajiban dengan memberikan pelayanan yang baik dan
adil kepada masyarakat, memberikan perlindungan kepada setiap orang dari perbuatan
melawan hukum, dan menghindari tindakan kekerasan yang melawan hukum dalam rangka
menegakkan hukum.

Sentralisasi kekuasaan yang terjadi selama ini perlu dibatasi. Desentralisasi melalui
otonomi daerah dengan penyerahan berbagai kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah perlu dilanjutkan. Otonomi daerah sebagai jawaban untuk mengatasi
ketidakadilan tidak boleh berhenti, melainkan harus ditindaklanjuti dan dilakukan
pembenahan atas kekurangan yang selama ini masih terjadi.

Reformasi aparat pemerintah dengan merubah paradigma penguasa menjadi pelayan


masyarakat dengan cara melakukan reformasi struktural, infromental, dan kultural mutlak
dilakukan dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk mencegah terjadinya
berbagai bentuk pelanggaran HAM oleh pemerintah. Kemudian, perlu juga dilakukan
penyelesaian terhadap berbagai konflik horizontal dan konflik vertikal di tanah air yang telah
melahirkan berbagai tindak kekerasan yang melanggar HAM dengan cara menyelesaikan
akar permasalahan secara terencana, adil, dan menyeluruh.

Kaum perempuan berhak untuk menikmati dan mendapatkan perlindungan yang sama
di semua bidang. Anak-anak sebagai generasi muda penerus bangsa harus mendapatkan
manfaat dari semua jaminan HAM yang tersedia bagi orang dewasa. Anak-anak harus
diperlakukan dengan cara yang memajukan martabat dan harga dirinya, yang memudahkan
mereka berinteraksi dalam masyarakat. Anak-anak harus mendapatkan perlindungan hukum
dalam rangka menumbuhkan suasana fisik dan psikologis yang memungkinkan mereka
berkembang secara normal dan baik. Untuk itu perlu dibuat aturan hukum yang memberikan
perlindungan hak asasi anak.
Selain hal-hal tersebut, perlu adanya social control (pengawasan dari masyarakat) dan
pengawasan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga politik terhadap setiap upaya penegakan

9
HAM yang dilakukan oleh pemerintah. Diperlukan pula sikap proaktif DPR untuk turut serta
dalam upaya perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan HAM sesuai yang
ditetapkan dalam Tap MPR No. XVII/MPR/1998.

Dalam bidang penyebarluasan prinsip-prinsip dan nilai-nilai HAM, perlu diintensifkan


pemanfaatan jalur pendidikan dan pelatihan dengan, antara lain, pemuatan HAM dalam
kurikulum pendidikan umum, dalam pelatihan pegawai dan aparat penegak hukum, dan pada
pelatihan kalangan profesi hukum.

Mengingat bahwa dewasa ini bangsa Indonesia masih berada dalam masa transisi dari
rezim otoriter dan represif ke rezim demokratis, namun menyadari masih lemahnya
penguasaan masalah dan kesadaran bahwa penegakan HAM merupakan kewajiban seluruh
bangsa tanpa kecuali, perlu diterapkan keadilan yang bersifat transisional, yang
memungkinkan para korban pelanggaran HAM di masa lalu dapat memperoleh keadilannya
secara realistis.

Pelanggaran HAM tidak saja dapat dilakukan oleh negara (pemerintah), tetapi juga
oleh suatu kelompok, golongan, ataupun individu terhadap kelompok, golongan, atau
individu lainnya. Selama ini perhatian lebih banyak difokuskan pada pelanggaran HAM yang
dilakukan oleh negara, sedangkan pelanggaran HAM oleh warga sipil mungkin jauh lebih
banyak, tetapi kurang mendapatkan perhatian. Oleh sebab itu perlu ada kebijakan tegas yang
mampu menjamin dihormatinya HAM di Indonesia. Hal ini perlu dilakukan dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
1. Meningkatkan profesionalisme lembaga keamanan dan pertahanan negara.
2. Menegakkan hukum secara adil, konsekuen, dan tidak diskriminatif.
3. Meningkatkan kerja sama yang harmonis antarkelompok atau golongan dalam masyarakat
agar mampu saling memahami dan menghormati keyakinan dan pendapat masing-masing.
4. Memperkuat dan melakukan konsolidasi demokrasi.

10
2.4. Hambatan Penegakan Hak Asasi Manusia di Indonesia
Tentang berbagai hambatan dalam pelaksanaan dan penegakan hak asasi manusia di
Indonesia, dapat kita identifikasi sebagai berikut:
1. SECARA UMUM
A.Faktor Kondidisi Sosial-Budaya
1. Stratifikasi dan status sosial; yaitu tingkat pendidikan, usia, pekerjaan,
keturunan dan ekonomi masyarakat Indonesia yang multikompleks (heterogen)
2. Norma adat atau budaya lokal yang kadang bertentangan dengan HAM, terutama jika
sudah bersinggungan dengan kedudukan seseorang, upacara- upacara sakral, pergaulan dan
sebagainya.
3. Masih adanya konflik horizontal dikalangan masyarakat yang hanya disebabkan oleh hal-
hal sepele.
B.Faktor komunikasi dan Informasi
1. Letak geografis Indonesia yang luas dengan laut, sungai, hutan, dan gunung yang
membatasi komunikasi antar daerah.
2. Sarana dan prasarana komunikasi dan informasi yang belum terbangun secara baik yang
mencakup seluruh wilayah Indonesia.
3. Sistem informasi untuk kepentingan sosialisasi yang masih sangat terbatas baik sumber
daya manusianya maupun perangkat yang diperlukan.
C. Faktor kebijakkan pemerintah
1. Tidak semua penguasa memiliki kebijakkan yang sama tentang pentingnya jaminan hak
asasi manusia.
2. Adakalanya demi kepentingan stabilitas nasional, persoalan hak asasi manusia
sering diabaikan.
3. peran pengawasan legislatif dan kontrol sosial oleh masyarakat terhadap
pemerintah sering diartikan oleh penguasa sebagai tindakan “pembangkangan”
D.Faktor perangkat perundangan
1. Pemerintahan tidak segera meratifikasi hasil-hasil konvensi internasional tentang
hak asasi manusia.
2. Kalaupun ada, peraturan perundang-undangannya masih sulit untuk
diimplementasikan.
E. Faktor Aparat dan Penindakannya. (Law Enforcement)
1. Masih adanya oknum aparat yang secara institusi atau pribadi mengabaikan
prosedur kerja yang sesuai dengan hak asasi manusia.

11
2. Tingkat pendidikan dan kesejahteraan sebagian aparat yang dinilai masih belum
layak sering membuka peluang (jalan pintas) untuk memperkaya diri.
3. Pelaksanaan tindakan pelanggaran oleh oknum aparat masih diskriminatif, tidak
konsekuen, dan tindakan penyimpangan berupa KKN.

2. MENURUT WILAYAHNYA
A. DARI DALAM NEGERI

 Kualitas peraturan perundang-undangan belum sesuai dengan harapan masyarakat. Ini


disebabkan oleh hal-hal berikut:
a. Adanya hukum, sebagai peninggalan atau warisan hukum kolonial.
b. Adanya peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh pemerintahan masa
lalu (ORLA) yang bersifat otoriter seperti UU No.11 PPNS/1963 tentang subversi.
Penegakan hukum yang tidak bijaksana karena bertentangan dengan aspirasi
masyarakat.
 Kesadaran hukum yang masih rendah sebagai akibat redahnya SDM Rendahnya
penguasaan hukum dari
sebahagian aparat penegak hukum.
 Mekanisme lembaga penegak hukum yang fragmentaris, sehingga sering timbul
disparitas penegak hukum dalam kasus yang sama.
 Budaya hukum dan HAM yang belum terpadu.
 Keadaan geografis Indonesia yang luas.

B. DARI LUAR NEGERI


 Penetrasi ideologi dan kekuatan komunisme.
 Penetrasi ideologi dan kekuatan liberalisme.

12
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Di Indonesia terdapat banyak sekali permasalahan atau hambatan mengenai


penegakan HAM. Hukum HAM di Indonesia saat ini sebenarnya sudah cukup baik, akan
tetapi penerapanya yang belum optimal. Masalah-masalah yang muncul dalam upaya
penegakan HAM di Indonesia ini bukan dari undang-undang yang mengaturnya melainkan
dari manusia yang menerapkanya. Kesadaran dari oknum maupun masyarakat masih sangat
kurang. Hal tersebut terjadi karena kurangnya pemahaman tentang HAM dan juga rasa saling
menghormati.salah satu cara untuk mengatasi masalah tersebut yaitu melalui pendidikan.
Dengan pendidikan seseorang diberikan wawasan atau pengetahuan mengenai pendidikan
karakter,masyarakat multikultural,ilmu pemerintahan dan ilmu-ilmu lainya yang dapat
memberi kesadaran tentang bagaimana hidup bermasyarakat dengan saling menghargai dan
bertanggungjawab.

3.2 Saran

Dari pembahasan diatas tentu masih banyak sekali kekurangan,oleh karena itu penulis
mengharapkan para pembaca menggali ilmu-ilmu mengenai HAM dari sumber-sumber lain.
Pahamilah setiap ilmu dalam kehidupan ini maka selanjutnya kita bisa mengevaluasi
kekurangan, setelah evaluasi maka kita bisa menemukan solusi.

13
DAFTAR PUSTAKA

http://ict2011matematika.blogspot.com/2012/06/makalah-kewarganegaraan-penegakan-
ham.html

http://gapurana2.blogspot.com/

http://catatanandromeda.blogspot.com/2014/09/hambatan-penegakan-ham-tentang-
berbagai.html

http://sman11mks.com/index.php?
option=com_kunena&func=view&catid=40&id=259012&Itemid=100042

14

Anda mungkin juga menyukai