Anda di halaman 1dari 11

“Kartu Pos dari Surga”

Naskah drama ini dikonversi oleh Bernadette Petria Pinasthika dari cerpen
Kartu Pos dari Surga karya Agus Noor
Pemain:
A. Beningnya : Anak perempuan yang beruasia 5 tahun, ia berbadan kecil seperti anak
seusianya. Ia seorang yang periang dan suka bermain, memiliki rasa
penasaran yang tinggi.
B. Marwan : Seorang laki-laki yang juga seorang ayah. Berusia kurang lebih 30an tahun,
yang pekerja kantoran yang ulet untuk menghidupi anak semata wayangnya.
Ia adalah ayah dari Beningnya, dan suami dari Ren.
C. Ren : Seorang wanita yang berumur 30an tahun, merupakan istri dari Marwan.
Seorang wanita pekerja keras yang sering pergi ke luar kota hingga sebulan,
memiliki kebiasan suka mengirim kartu pos.
D. Pak Sapir : Seorang laki-laki berumur 50 tahuan yang baik dan memiliki sifat
kebapakkan yang bekerja sebagai tukang kebun di rumah Marwan.
E. Bi Sari : Seorang wanita berumur 50 tahunan yang baik dan memiliki sifat keibuan
yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga di rumah Marwan. Ia seorang
yang perhatian dalam menjaga Beningnya.
F. Ita : Seorang wanita muda yang berusia dibawah 30 tahun yang bekerja di kantor
yang sama dengan Marwan. Seorang wanita yang muda, berpenampilan
menarik.
Babak 1
Adegan I
No Tokoh Dialog
Panggung disetting di teras halaman depan.
1 Pak Supir : (sambil memegang gagang sapu) “Hati-hati, Non!”
2 Beningnya : (berlari menuju halaman rumah kemudian menoleh ke belakang sambil
menunjukkan jempolnya ke Pak Sapir)
3 : (melihat ke arah kartu pos, dan tidak menemukan yang dia cari)
“Bibikkkkkkk.... Bibiiiikkk...”
4 Bi Sari : (wajahnya terkejut sambil memegang tongkat pel) “ Ada apa, Non?”
5 Beningnya : (nafasnya tersengal-sengal) “Kartu posnya udah diambil Bibik, ya?”
6 Bi Sari : (ekspresi menyembunyikan wajah sedih) “Coba tanya Papa dulu, Non.”

Adegan II
No Tokoh Dialog
Panggung disetting di ruang keluarga.
7 Beningnya : (sambil berlari memeluk Papanya) “Papa sudah pulang? Beningnya mau
tanya...”
8 Marwan : (sebelum Beningnya melanjutkan kata-kata, Marwan langsung menyahut
sambil mengarahkan anaknya ke kamar) “Beningnya sayang, ganti baju
dulu yuk. Udah bau keringet nih.”
9 Beningnya : (sambil menyium bajunya) “Eh iya, bau ya, Pa.”
(Berlari ke kamarnya).
10 Bi Sari : (wajahnya sedih, berjalan menuju Marwan) “Sekarang, setiap pulang,
Beningnya selalu nanya kartu pos…”
11 : (sambil melihat wajah Marwan) “Saya ndak tahu mesti jawab apa…
Sekarang, setiap pulang, Beningnya selalu nanya kartu pos”
12 Marwan : (sambil menghembuskan nafas dengan berat) “Saya juga bingung, Bi.
Sudah terlalu banyak alasan yang saya buat.”
13 (sambil memegang kepalanya) “Alasan apa lagi untuk hari ini..”
14 Beningnya : (sambil berlari kegirangan menuju Marwan) “Kok kartu pos Mama
belum datang ya, Pa?”
15 Marwan : (sambil mengelus kepala anaknya) “Mungkin Pak Posnya lagi sakit. Jadi
belum sempet ngater kemari…”

Adegan III
No Tokoh Dialog
Tetap di ruang keluarga. Suasana sedih. Lampu meredup. Marwan sedang membaca sebuah
kartu pos lama. Ren muncul sebagai sosok bayangan.
16 Marwan : (dengan nada meledek) “Hari gini masih pake kartu pos?”
17 Ren : (dengan angkuh) “Kau memang tak pernah merasakan bagaimana
bahagianya dapat kartu pos…”
18 Marwan : (diam sambil merenung) “Aku memang tak pernah menerima kartu pos
ataupun surat.”
19 Ren : (bercerita dengan semangat) “Setiap kali menerima kartu pos darinya,
aku selalu merasa Ayahku muncul dari negeri-negeri yang jauh. Negeri
yang gambarnya ada dalam kartu pos itu…”
20 Marwan : “Ayahmu? ”
21 Ren : (bercerita dengan lembut) “Itulah saat-saat menyenangkan dan
membanggakan punya Ayah pelaut.”
(diam sejenak) “Mungkin aku memang jadul. Aku hanya ingin Beningnya
punya kebahagiaan yang aku rasakan…”
22 Marwan : (diam, dan merasa aneh dan lucu).
Babak II
Adegan I

No Tokoh Dialog
Kamar tidur Marwan. Suasana sepi. Latar waktu malam hari.
23 Beningnya : (mengetuk kamar Marwan dengan perlahan) “Papa..Papa..”
24 (karena tidak ada sahutan, Beningnya mengetuk lebih keras sambil
mengerutkan keningnya) “Papa..Papa.. Papa sudah tidur?”
25 Marwan : (terkejut, ekspresi wajah bingung) “Iya sayang. Papa belum tidur.”
26 Marwan : (berjalan membuka pintu kamarnya, sambil menggandeng tangan
Beningnya) “Enggak bisa tidur, ya? Mo tidur di kamar Papa?”
27 Beningnya : (menganggukan kepalanya sambil meraih tangan papanya)
28 : (sambil menatap papanya) “Besok Papa bisa anter Beningnya enggak?”
29 Marwan : “Nganter ke mana? Pizza Hut?”
30 Beningnya : (menggelengkan kepala) “Mau ke rumah Pak Pos. Mau ngambil kartu
posnya mama.”
31 Marwan : (Marwan terdiam, sambil mengelus rambut anaknya).
32 Beningnya : (melompat dari kasur, berjalan keluar) “Papa tunggu sini.”
33 Marwan : (wajah terheran-heran) “Iya sayang.”
34 Beningnya : (membawa sebuah kotak tua dan membukanya, dengan wajah berseri
menunjukkan isinya ke Papanya) “Papa ini kartu pos dari mama.”
35 Marwan : (kembali diam, sambil mengelus rambut anaknya)
36 Beningnya : (membuka satu per satu kartu posnya) “Papa ini gambar kota tua”.
“Ini bayangan menara sama burung-burung”.
“Ini gambar sepeda, sepedanya banyak”.
“Kalau yang ini, Beningnya gak tau ini apa, tapi ini tulisannya Pagoda,
Pa”.
“Ini banyak payung”.
“Ini tempatnya kapal istirahat, Papa”.
“Kalau ini, Pa, air mancur, nah itu ada patung anak kecil. Lucu ya, Pa.”
(diam sejenak, lalu melihat Papanya) “Semuanya bagus ya, Pa. Apa
mama jalan-jalan kesana ya?”

37 Marwan : (diam, memeluk Beningnya. Ekspresinya menunjukkan bahwa dia


paham alasan mengapa istrinya gemar mengirim kartu pos)

Babak III

Adegan I
No Tokoh Dialog
Latar sebuah kantin sebuah kantor yang ramai.
38 Marwan : (ekspresinya lelah, sambil mengendorkan dasi) “Aku harus alasan apa
lagi untuk menutupi ini semua?”
39 Ita : (ekspresinya datar, sambil menaikkan sebelah kakinya) “Bilang saja
padanya, Mamanya pergi.”
40 Marwan : (meletakkan sendoknya) “Bagaimana kalau ia malah terus bertanya,
kapan pulangnya?”
41 Ita : (berusaha terlihat tegas) “Ceritakan padanya pelan-pelan apa yang
terjadi pada Mamanya.”
42 Marwan : (mengacak rambutnya frustrasi) “Ahh.. Tetap saja, aku masih bingung
harus kumulai dari mana.”
43 Ita : (sambi memajukan badannya, berbisik) “Lihat ke samping.”
44 Marwan : (menoleh ke samping) “Pasti mereka menggosipkan kita. Biarkan saja,
mungkin mereka kurang kerjaan.”
45 Ita : (sambil memainkan sendoknya) “Atau kamu bisa saja tulis kartu pos
buat dia. Seolah-olah itu dari Ren.”
46 Marwan : (tersenyum sedikit, ekspresi mengingat bagaimana dia dulu
menertawakan Ren karena gemar menulis kartu pos)

Babak IV

Adegan I

No Tokoh Dialog
Panggung dibagi dua. Ruang tamu dan Halaman. Suasana sepi, latar waktunya siang hari.
47 Marwan : (menutup lembaran koran yang dibaca) “Ah, ini waktunya Beningnya
pulang. Aku tidak sabar ingin melihat ekspresinya mendapat kartu pos
itu.”
48 : (berdiri mendekati jendela sambil menyibak gorden)
49 Pak Sapir : (memegang gagang sapu) “Pelan-pelan, Non Beningnya. Awas jatuh.”
50 Beningnya : (menaikkan tas kecil di pundaknya) “Tenang, Pak Sapir. Beningnya
tidak akan jatuh. Beningnya kuat nih (sambil mengepalkan tangannya).
51 : (berlari mendekati kotak surat, mengambilnya,membacanya sekilas,
ekspresinya berubah) “Ah..Ternyata....”
52 Marwan : (mendekati Beningnya) “Wah, udah datang ya kartu posnya?”
53 Beningnya : (memajukan bibirnya, matanya berkaca-kaca) : “Hmm.. Ini bukan
kartu pos dari Mama! Ini bukan tulisan Mama…”
54 Marwan :(berusaha membersihkan bulir-bulir air mata Beningnya)
“Beningnya...”
55 Beningnya : (berlari menuju kamarnya dan menutup pintunya).
56 Marwan : (merenung, sambil memegang kepalanya, mulai bermonolog) “Aku
bahkan tidak bisa membohonginya...”
“Mungkin lebih baik aku harus menceritakan semuanya.”
“Tapi bagaimana aku bisa menjelaskan sebuah kematian untuk anak
seusinya?”
“Rasanya akan lebih mudah jika jenazah Ren ada terbaring di rumah.”
“Aku akan membiarkan Beningnya melihat Mamanya terakhir kali.”
“Aku juga akan membiarkannya ikut ke pemakaman.”
“Mungkin awalnya ia akan terus-terusan menangis karena merasakan
kehilangan mamanya.”
“Namun, rasanya akan jauh lebih mudah menenangkan Beningnya dari
tangisnya ketimbang harus menjelaskan bahwa pesawat Ren jatuh ke laut
dan mayatnya tak pernah ditemukan.”
“Ahh. Hal ini membuatku frustasi....!!”
(membanting koran dan menuju ke kamarnya).

Adegan II

No Tokoh Dialog
Kamar Marwan. Latar waktu tengah malam. Suasanya sepi.
57 Bi Sari : (mengetuk pelan pintu kamar Marwan) “Tuann..Tuann..Permisi.”
58 Marwan : (melihat ke jam dinding) “Ah sudah tengah malam. Kenapa Bi Sari
membangunku? (gumamnya pelan)
(bangun dari tempat tidur) “Iya Bik sebentar.”
59 Bi Sari : (wajahnya pucat, tubuhnya gemetar) “Tuan.. Non Beningnya..”
60 Marwan : (wajah bingung) “Ada apa Bik? Bening kenapa?”
61 Bi Sari : (menari tangan Marwan) “Lebih baik, Tuan ikut saya saja.”
Adegan III

No Tokoh Dialog
Kamar Beningnya. Suasana ketakutan.
62 Bi Sari : (menunjuk kamar Beningnya) “Itu Tuan. Dari tadi disini muncul cahaya
terang sekali. Tapi bukan cahaya lampu kamar Non Beningnya.”
63 Marwan : (melihat dari celah pintu) “Aduh, Bi. Cahayanya menyilaukan. Saya
sampai tidak bisa melihat apa-apa dari dalam.”
64 Bi Sari : (mulai ketakutan) “Tuan, saya mulai merinding. Ini hawanya kok
dingin banget, Tuan. Saya takut.”
65 Marwan : (merasakan hal yang sama, badannya bergetar) “Iya Bik. ini saya juga
merinding. Eh tapi tunggu, di dalem Beningnya kok ketawa-tawa?”
66 Bi Sari : (mengipas-ngipas hidungnya) “Anu Tuan. Ini kok tiba-tiba baunya
wangi sekali.”
67 Marwan : (menggedor pintu kamar Beningnya) “Beningnyaa.. Beningnya.. Buka
pintunya sayang ini Papa.”
68 Bi Sari : (ikut memanggil sambil melihat sekeliling) “Non Beningnya, buka
pintunya. Jangan ngomong sendiri, Non.”
“Tuan, kok Non Beningnya kok tambah keras ketawanya”
69 Marwan : (Ia menggedor pintu kamar dengan susah payah). “Beningnya!
Beningnya!”
“Bi, lihat ada asap keluar dari lubang kunci.”
(semakin kencang memanggil Beningnya) “Beningnyaa.. Beningnya..
Buka pintunya sayang.”
70 Bi Sari : “Hmm bau sangit Tuan. (terbatuk-batuk). Jangan-jangan di dalam ada
kebakaran Tuan.”
71 Marwan : (memanggil Beningnya dengan keras) “Beningnya sayang. Ayo dibuka
pintunya. Ini Papa. Jangan buat Papa sama Bi Sari khawatir”
72 Bi Sari : (berusaha memutar kenop pintu) “Ini kok susah sekali Tuan.”
73 Marwan : “Buka Beningnya. Cepat buka.”

Adegan IV

No Tokoh Dialog
Kamar Beningnya. Suasana tenang.
74 Beningnya : (membuka kenop pintu sambil tersenyum manis) “Papa..”
75 Marwan : (bergegas memluk anaknya) “Beningnya, kamu gak papa sayang?”
“Bi tolong ambilin minum buat Beningnya.”
(melihat sekeliling mengecek keadaan kamar dengan teliti).
76 Beningnya : (wajahnya bahagia) “Papa kenapa?”
“Barusan Bening ketemu Mama.”
77 Marwan : (wajahnya bingung) “Mama? Dimana?”
78 Beningnya : (wajahnya tersenyum) “Disini.” (sambil menunjuk tempat tidurnya)
“Tadi kata Mama, tukang pos yang biasa nganterin kartu pos memang
lagi sakit, jadi Mama nganter sendiri kartu posnya.”
(menunjukkan sebuah kain) “Ini dari mama.”
79 Marwan : (ia sadar bahwa itu bukan kartu pos) “Kartu pos Mama bentuknya
kayak kain dan warna nya coklat kayak habis dibakar ya?”
“Beningnya tahu ini apa?”
80 Beningnya : (menganggukan kepala) “Tahu. Ini kartu pos dari Mama, Pa.”
81 Marwan : (memeluk Beningnya dan menangis dalam diam)
82 Beningnya : (memainkan kain sambil memeluknya)

Anda mungkin juga menyukai