Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN FIELDTRIP MK.

STUDI KELAYAKAN BISNIS


“PT PULUS WANGI NUSANTARA”

Oleh :
1. Tia Oktaviana H34080013
2. Syajaroh Duri H34080094
3. Dian Puspitasari H34080095

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor agribisnis merupakan lahan yang sangat potensial bagi
pertumbuhan perekonomian nasional. Akan tetapi, sektor agribisnis selama ini
terpinggirkan oleh sektor industri karena dianggap tidak komersial dan kurang
produkstif. Sehubungan dengan hal tersebut maka langkah-langkah yang dapat
ditempuh untuk meyakinkan apakah kegiatan bisnis pada sektor agribisnis
memberikan keuntungan yaitu dengan melakukan studi kelayakan bisnis. Studi
kelayakan bisnis merupakan dasar untuk menilai apakah kegiatan investasi atau
suatu bisnis layak untuk dijalankan. Salah satu perusahaan di Kabupaten Garut
yang bergerak dalam sektor agribisnis yaitu PT Pulus Wangi Nusantara yang
mengusahakan komoditi akar wangi. Akar Wangi (Vetiveria zizanioides) adalah
sejenis rumput yang berasal dari India. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya,
sebagai bahan minyak dan kerajinan. Di Kecamatan Samarang Kabupaten Garut,
yang merupakan sentra terbesar, sudah dilakukan pengembangan akar wangi
untuk menjadi minyak dan kerajinan (handycraft), termasuk limbahnya sebagai
bahan kerajinan. Area tanam akar wangi di Kecamatan Samarang sekitar 400
hektar, 5%-nya dimanfaatkan sebagai bahan dasar untuk kerajinan.
Pengolahan akar wangi menjadi minyak (penyulingan) terdapat di dua
desa yaitu Sukakarya dan Tanjung Karya. Sedangkan produk kerajinan yang
berasal dari akar wangi dihasilkan oleh dua desa yaitu Sukakarya dan
Sukalaksana. Khusus produk kerajinan akar wangi masih relatif baru di
kecamatan Samarang (2009). Inisiasi awal diarahkan dengan mendorong Koperasi
Warga Desa (Kowades) Binalaksana (Desa Sukalaksana) dan Kowades Karya
Mandiri (Desa Sukakarya) untuk memunculkan produk kerajinan berbasis
komunitas yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal. Studi kelayakan bisnis
sangat penting dilakukan baik dalam aspek finansial maupun nonfinansial.
1.2 Tujuan
Tujuan dalam melakukan kunjungan lapang ke PT Pulus Wangi Nusantara
adalah:
1. Menganalisis kelayakan usaha dari aspek non finansial maupun
finansial.
2. Mengetahui prospek usaha.
3. Mengetahui pemanfaatan limbah akar wangi.
4. Mengetahui biaya-biaya yang ada di perusahaan.
5. Mengidentifikasi manfaat tangible dan manfaat intangible.
6. Mengetahui stuktur biaya untuk manajemen SDM perusahaan.
7. Menganalisis kelayakan usaha jika ada rencana pengembangan.
II. PEMBAHASAN

2.1 Analisis Kelayakan Usaha


2.1.1 Aspek Non Finansial
a) Aspek Pasar
Aspek pasar dan pemasaran menempati urutan pertama dalam studi
kelayakan bisnis. Analisis aspek pasar mengkaji tentang permintaan, penawaran,
harga, program pemasaran, dan market share.
Permintaan
Permintaan untuk ekspor umumnya merupakan permintaan terhadap minyak akar
wangi. Pasar luar negeri yang menyerap produk minyak akarwangi Garut adalah
para pengusaha dari kawasan Asia, Eropa dan Amerika khususnya negara-negara
seperti Singapura, India, Jepang, Hongkong, Inggris, Belanda, Jerman, Italia,
Swiss, dan Amerika Serikat. Permintaan dunia terhadap minyak akar wangi yaitu
sebanyak 250 ton, tetapi Indonesia sendiri baru dapat memenuhi 25% sampai 35%
kebutuhan dunia. Selain itu permintaan yang datang dari pasar lokal yaitu
permintaan produk kerajinan dari akar wangi yang cukup tinggi.
Penawaran
PT Pulus Wangi Nusantara mensupply 90% minyak akar wangi untuk pasar luar
negeri karena di Indonesia sendiri penggunaan minyak akar wangi masih terbatas
untuk industri. Sementara untuk pasar lokal PT Pulus Wangi Nusantara
mensupply hasil kerajinan akar wangi sebesar 1%.
Harga
Untuk bahan baku yang diambil dari kebun dijual dengan harga yang bervariasi,
tergantung dari kualitas, biasanya berkisar antara Rp 2.000,00 sampai Rp 3.000,00
per kg. Produksi minyak Akarwangi Garut sesuai dengan kapasitas yang
dimilikinya semuanya terserap pasar dengan harga yang memadai (harga sesuai
dengan harga yang berlaku). Meskipun demikian, sebenarnya harga tersebut
masih bisa dioptimalkan lagi, jika kualitasnya pun dioptimalkan. Harga minyak
akar wangi tergantung dari kualitasnya, untuk kualitas premium harganya
mencapai Rp 1,6 juta sampai Rp 1,7 juta.
Program Pemasaran
Pemasaran yang dilakukan oleh PT Pulus Nusantara dilakukan di luar maupun
dalam negeri. Pemasaran di luar guna meningkatkan permintaan ekspor minyak
akar wangi dengan menggunakan merek “Java Vetiver Oil”. Sementara
pemasaran di dalam negeri guna meningktkan permintaan kerajinan akar wangi.
Promosi kerajianan yang dilakukan yaitu dengan menggunakan brosur serta
dengan mengikuti berbagai pameran, salah satunya yaitu pameran Inacraft.
Market Share
Saat ini hanya negara Tahitti dan Borbon yang mengbangkan jenis komoditi yang
sama. Akan tetapi Indonesia lah yang saat ini menguasai pangsa pasar minyak
akar wangi karena dapat mensupply sampai 35% kebutuhan dunia. Dan sebagai
sentra akar wangi terbesar di Indonesia, maka PT Pulus Wangi Nusantara pun
memegang pangsa terbesar.

b) Aspek Teknis
Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses
pembangunan bisnis secara teknis dan pengoperasiannya setelah bisnis selesai
dibangun. Aspek teknis mengkaji tentang lokasi bisnis, luas produksi, proses
produksi, layout, dan pemilihan teknologi.
Lokasi Bisnis
PT Pulus Wangi Nusantara terletak di Kecamatan Samarang, Kabupaten Garut,
Jawa Barat. Lokasi ini merupakan sentra akar wangi terbesar, dimana akar wangi
dibudidayakan di daerah dengan ketinggian yang sesuai. Di lokasi industri dan
pusat kerajinan juga dekat dengan sumber bahan baku, karena jarak antara
perkebunan akar wangi dengan tempat pengolahan dan kerajinan tidak terlalu
jauh. Kebutuhan akan air, listrik, dan tenaga kerja juga mudah didapatkan di
daerah ini. Meskipun letak pasar yang dituju tidak dekat dengan lokasi produksi
tetapi sarana transportasi mencukupi untuk memasarkan produk.
Luas Produksi
Produksi minyak akar wangi PT Pulus Nusantara untuk pasar luar negeri terbilang
tinggi, karena Indonesia sendiri menguasai pangsa pasar dunia. Akan tetapi untuk
produksi kerajinan untuk pasar lokal, PT Pulus Wangi Nusantara belum dapat
memenuhi permintaan yang tinggi karena beberapa kendala. Selain itu hasil
kerajinan akar wangi Garut juga masih kalah bersaing dengan produk kerajian
serupa dari Yogyakarta, Pekalongan, dan Tegal.
Proses Produksi
Proses produksi yang dilakukan PT Pulus Wangi Nusantara merupakan jenis
produksi kontinu. Budidaya akar wangi dimulai dengan penanaman bonggol.
Dalam setahun dilakukan 3 kali penyiangan yaitu pada usia 1,5-2 bulan 3-4 bulan,
dan 4-5 bulan. Setelah penyiangan biasanya dilanjutkan dengan pemberian pupuk.
Akar wangi akan dipanen setelah berusia 12 bulan ke atas, tetapi ada pula yang
memanen saat usia baru 10 bulan. Untuk proses produksi minyak akar wangi
pertama-tama bahan baku (akar wangi basah) diambil dari kebun, kemudian
dikeringakan terlebih dahulu dengan cara dijemur, setelah itu baru dilakukan
penyulingan (destilasi). Terdapat dua sistem penyulingan yaitu direct system
(sistem kukus) dan sistem boiler. Sekitar 95% digunakan sistem kukus yaitu
dengan cara mengukus akar wangi sehngga menghasilkan uap, uap tersebut
kemudian didinginkan sehingga terbentuk minyak dan air yang selanjutnya akan
dipisahkan antara ar dan minyak. Sementara sistem boiler masih dalam tahap
pengenalan.
Layout
Tata letaknya sudah cukup baik karena antara lokasi perkebunan dan tempat
produksi minyak akar wangi dan tempat kerajinan tidak terlalu jauh, sehingga
tidak meyulitkan dalam proses produksi.
Pemilihan Teknologi
Teknologi yang digunakan terkait dengan proses produksi minyak akar wangi.
Teknologi tersebut antara lain ketel, kondensor, separator, dan boiler.

c) Aspek Manajemen dan Hukum


Budidaya Akarwangi di Kabupaten Garut didasarkan pada keputusan
Bupati Kabupaten Garut Nomor : 520/SK.196-HUK/96 tanggal 6 Agustus 1996,
yang diantaranya menetapkan luas areal perkebunan Akarwangi dan
pengembangannya oleh masyarakat seluas 2.400 Ha (kenyataannya hanya 1000
Ha) dan tersebar di lima kecamatan , yaitu kecamatan Samarang seluas 400 ha,
Kecamatan Leles seluas 100 Ha, Kecamatan Pasirwangi seluas 75 ha, Kecamatan
Bayongbong seluas 150 ha, dan Kecamatan Cilawu seluas 200 ha. Untuk minyak
akar wangi sudah dapat sertifikasi dari Sucofindo, LIPI, dan BALITRO.
Kegiatan pengembangan Akarwangi melibatkan 4.027 orang anggota
masyarakat (Kepala Keluarga) yang terdiri dari 1.964 orang sebagai pemilik dan
2063 orang sebagai petani/penggarap. Mereka tergabung dalam 28 Kelompok
Tani yang tersebar di Kecamatan Samarang dan Pasirwangi 18 Kelompok Tani,
Leles 5 Kelompok Tani, Cilawu 4 Kelompok Tani dan Bayongbong 1 Kelompok
Tani. Jumlah pengolah atau penyuling sebanyak 33 unit yang tersebar di
Kecamatan Samarang dan Pasirwangi 21 unit, Leles 9 unit, Bayongbong 1 unit
dan Cilawu 2 unit.

d) Aspek Sosial, Ekonomi, dan Budaya


Inisiasi pemberdayaan ekonomi diarahkan untuk meningkatkan daya saing
(competitiveness) produk, UMKM serta daerahnya dengan beberapa pendekatan
yang sinergi, kolaboratif multi-stakeholder dengan platform Klaster Industri,
perkuatan Value Chain Development, dan Gerakan OVOP (One Village One
Product). Program Pengembangan Ekonomi Lokal (Local Economic
Development) ini dikawal melalui prakarsa Chevron Geothermal Ltd, Kabupaten
Garut dalam Program CSR (Corporate Social Responsibility) berkolaborasi
dengan NGO PUPUK Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil) Bandung.
Selain itu beberapa stakeholder termasuk pemerintah juga terlibat dalam
implementasinya.

e) Aspek Lingkungan
Selain memiliki nilai ekonomis, akar wangi juga memiliki manfaat lain
bagi lingkungan. Karena media tanamnya yang berupa tanah berpasir sehingg
akar wangi sering dimanfaatkan untuk menahan abrasi dan longsor serta untuk
konservasi lahan atau rehabilitasi lahan karena akarnya yang kuat. Selain itu
limbah akar wangi juga dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan (handycraft).
2.1.2 Aspek Finansial
Dari hasil kunjungan lapang yang dilakukan pada tanggal 25
januari 2011, narasumber tidak menjelaskan berapa besar jumlah permodalan
yang dibutuhkan untuk menekuni usaha ini. Namun, pada subsistem pengolahan
pascapanen, dana modal kerja yang dibutuhkan untuk membangun satu ketel
komplit yang terdiri atas kondensor+separator, boiler, dan tanah yaitu Rp.
100.000.000, Rp. 1.000.000.000, dan Rp. 3.000.000.000. Umur bisnis pada usaha
akar wangi ini didasarkan pada alat pengolahan selama 20 tahun. Namun seiring
perjalanan usaha, dibutuhkan pula biaya re-investasi pada peralatan setiap
tahunnya.
Karena minimnya data yang didapatkan dari narasumber, maka kami
mencari data sekunder yang ada di internet. Hasil penyulingan akar wangi yang
telah dihasilkan dihargai oleh pedagang sebesar Rp. 30.000.000. untuk
menghindari kerugian, biasanya penyuling melakukan ikatan perjanjian kerja
dengan pedagang. Namun, narasumber yang bernama haji Agan tidak melakukan
perjanjian apapun dengan pihak lain.
Dana yang diperlukan dalam membangun pabrik pengolahan akar wangi
sebesar tiga milliar dengan biaya peralatan kondensor, separator, dan, boiler untuk
satu unitnya sebesar 1,1 milliar. Dana yang butuhkan bukanlah sedikit jumlahnya,
oleh sebab itu diperlukan perencanaan dan pengolahan yang efisien agar dana
yang telah dipergunakan menghasilkan benefit dikemudian hari.
Sumber pembiayaan usaha ini berasal dari modal swadaya dari para pelaku
usaha yang terlibat. Sehingga tidak adanya beban bunga dan adanya kewajiban
untuk mengembalikan modal pinjaman.

2.2 Prospek Usaha


Minyak Akarwangi mempunyai prospek yang cerah untuk terus
dikembangkan karena mempunyai keunggulan komparatif dan kompetitif serta
masih terbukanya pangsa pasar, baik pasar domestik maupun pasar luar negeri.
Sebagai salah satu bahan dasar untuk pembuatan parfum dan kosmetika lainnya,
pemasaran minyak akarwangi sampai saat ini tidak mengalami hambatan yang
berarti. Sampai saat ini sesuai dengan data yang ada, pasar luar negeri yang
menyerap produk Minyak Akarwangi Garut adalah para pengusaha dari kawasan
Asia, Eropa dan Amerika khususnya negara-negara seperti Singapura, India,
Jepang, Hongkong, Inggris, Belanda, Jerman, Italia, Swiss, dan Amerika Serikat.
Peluang ekspor untuk pemasaran minyak Akarwangi yang juga masih cukup
terbuka khususnya ekspor untuk kawasan Asia Selatan dan Asia Timur, Eropa
Timur dan Amerika Selatan. Apalagi jika diingat bahwa jumlah produsen atau
negara pesaing di pasaran internasional masih sangat terbatas. Saat ini hanya
negara Tahitti dan Borbon yang mengbangkan jenis komoditi yang sama. Hasil
produksi Minyak Akarwangi asal Kabupaten Garut termasuk nominatif dunia,
tetapi produksinya masih sangat terbatas baik dalam teknologi maupun
permodalannya. Pada tahun 2004 nilai penjualan ekspor komoditas minyak
akarwangi adalah sebesar 29.100kg senilai 1.175.920,0 US$.

2.3 Pemanfaatan Limbah


Limbah yang berasal dari akar wangi tidak dibuang begitu saja tetapi
dimanfaatkan untuk pembuatan berbagai macam kerajinan. Saat ini PT Pulus
Wangi Nusantara telah melakukan program yang bernama zero waste vetiver
program untuk pengembangan limbah akar wangi. Dengan adanya program ini
maka semua bagian dari akar wangi dapat dimanfaatkan. Produk-produk yang
dihasilkan dari limbah akar wangi antara lain tas, peci, taplak meja, penutup
galon, sajadah lipat, lukisan, dan kap lampu. Untuk membuat kerajinan tersebut
biasanya akar wangi dijadikan kain yang dianyam terlebih dahulu. Dalam
pembuatan kain tersebut sepanjang 1 meter dibutuhkan waktu 1 hari.
Produk kerajinan akar wangi masih relatif baru di kecamatan Samarang
(2009). Inisiasi awal diarahkan dengan mendorong Koperasi Warga Desa
(Kowades) Binalaksana (Desa Sukalaksana) dan Kowades Karya Mandiri (Desa
Sukakarya) untuk memunculkan produk kerajinan berbasis komunitas yang sesuai
dengan potensi sumber daya lokal. Saat ini jumlah pengrajin di dua desa tersebut
sekitar 15 orang yang terdiri dari pelukis, penenun dan penjahit. Terdapat dua
merk lokal untuk kerajinan yaitu Hebat Craft dan Pulus Wangi Nusantara, dengan
karakteristik lokal namun dapat diserap secara global, serta ramah lingkungan
(eco-friendly craft).
Kendala yang dihadapi oleh PT Pulus Wangi Nusantara yaitu produksi
kain tenun akar wangi yang tidak terlalu tinggi karena membutuhkan waktu yang
lama dalam memproduksinya. Akibatnya pengrajin belum dapat memenuhi
permintaan yang tinggi.

2.4 Biaya-biaya di Perusahaan


Berdasarkan hasil kunjungan lapang, biaya-biaya yang kami dapatkan
hanya sebatas biaya budidaya dan biaya mesin atau teknologi. Biaya budidaya per
hektar sekitar Rp 20 juta dalam setahun. Sementara untuk biaya mesin seperti satu
unit ketel komplit (ketel, kondensor, dan separator) adalah sebesar Rp 100 juta.
Untuk harga satu unit boiler adalah sebesar 1 Milyar. Umur ekonomis mesin satu
ketel komplit sekitar 20 tahun.

2.5 Identifikasi Manfaat


a. Manfaat Tangible
Manfaat tangible adalah manfaat yang dapat diukur. Biasanya
disebabkan oleh adanya peningkatan produksi, perbaikan kualitas produk,
perubahan lokasi penjualan, dan perubahan bentuk produk. Pada usaha
akar wangi ini, peningkatan produksi akar wangi dapat dilihat pada
penggunaan bibit unggul yang telah bersertifikat dan teknologi modern
yang lebih efisien. Untuk perbaikan kualitas produk, hasil pengolahan
akar wangi harus melalui uji lab untuk menjaga kualitas minyak.

b. Manfaat Intangible
Manfaat intangible adalah manfaat yang riil ada tapi sulit diukur.
Manfaat yang dapat dirasakan oleh adanya usaha ini yaitu pemandangan
hamparan tananaman akar wangi yang hijau-kuning yang dapat dijadikan
sarana refreshing pikiran. Keindahan dan kesegaran ditampilkan dengan
adanya usaha akar wangi yang terdapat di Kabupaten Garut.
2.6 Struktur Biaya untuk Manajemen SDM perusahaan
Tenaga kerja yang digunakan pada pembudidayaan akar wangi berjumlah
100 pekerja. Upah yang diberikan untuk pekerja wanita sebesar Rp. 13.000 dan
untuk pekerja pria sebesar Rp. 17.500. Pada pengolahan pascapanen dan
pembuatan kerajinan tangan, biaya tenaga kerja tidak dijelaskan secara detail.
Hanya saja jumlah pekerja yang dijelaskan.

2.7 Analisis Kelayakan (jika ada rencana pengembangan)

Dari data-data primer ataupun data sekunder yang didapatkan, bisnis akar
wangi sangat layak untuk dikembangkan khususnya di Kabupaten Garut, Jawa
Barat. Hal ini dikarenakan keadaan topografis yang mendukung. Pengembangan
usaha ini dapat dimulai dengan perluasan lahan tanam dan penggunaan teknologi
modern yang ramah lingkungan (eco-friendly).
III. PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Rita Nurmalina,dkk.2010. Studi Kelayakan Bisnis.Departemen Agribisnis,


Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor : Bogor.
[Anonim].http://peluangusaha.kontan.co.id/v2/read/peluangusaha/52145/Minyak-
akar-wangi-semerbak-hingga-pasar-luar-negeri [Diakses pada tanggal 28
januari 2011]
[Anonim]. http://www.bloggaul.com/olasolahudin/readblog/108729/minyak-akar-
wangi-from-garut [ Diakses pada tanggal 28 januari 2011]
[Anonim]. http://www.garutkab.go.id/pub/static_menu/detail/khas_ck_akarwangi
[Diakses pada tanggal 28 Januari 2011]

[Anonim].http://id.wikipedia.org/wiki/Akar_wangi [Diakses pada tanggal 28


Januari 2011]

[Anonim].http://berita.liputan6.com/daerah/200906/232701/class=%27vidico%27
[Diakses Pada tanggal 28 Januari 2011]
LAMPIRAN

Perkebunan akar wangi Pengeringan akar wangi

Mesin pengolah minyak akar wangi

Proses pengolahan akar wangi menjadi minyak

Hasil kerajinan akar wangi

Anda mungkin juga menyukai