Nim : 2004109008
MK : Ibadah akhlak
Puasa yang dilakukan umat Islam digaris bawahi oleh Al-Qur’an sebagai “bertujuan untuk
memperoleh taqwa” Puasa berasal dari kata al-shaum (bentuk tunggal), al-syiam (bentuk
jamak). Secara etimologi bermakna menahan diri dari sesuatu, baik dalam bentuk perkataan
maupun perbuatan
a. Tujuan Puasa
Secara jelas Al-Qur’an menyatakan bahwa tujuan puasa yang hendaknya diperjuangkan adalah
untuk mencapai ketakwa’an atau la’allakum tattaquun. Sementara pakar ada yang menegaskan
bahwa puasa dilakukan manusia dengan berbagai motif, misalnya, protes, turut belasungkawa,
penyucian diri, kesehatan dan sebagainya. Tetapi seorang yang Berpuasa Ramadhan dengan
benar , sesuai dengan cara yang dituntut oleh Al-Quran, maka pastilah ia akan melakukannya
karena Allah semata
Ibadah puasa memilki keutamaan tersendiri, dimana puasa merupakan bentuk ibadah yang
khususnya ditujukan kepada Allah, berbeda dengan ibadah-ibadah lainnya seperti shalat dan
sedekah (zakat). Maksudnya, mungkin saja ada kecendrungan hati ketika melakukan shalat
zakat karena termotivasi seseorang. Misalnya ingin mendapat pujian. Namun ibadah puasa
tidak karena yang lain, kecuali hanya untuk Allah.
Ibadah puasa dilakukan secara diam-diam, tidak terlihat, berbeda dengan ibadah yang
lain, yang tampak perwujudannya. Ibadah puasa juga merupakan bentuk ibadah yang
dirahasiakan. Oleh karenanya, hanya Allah yang mengetahui dan melihat amalan itu, dan
Dialah yang akan membalasnya.
Puasa juga merupakan salah satu rukun islam yang ke lima. Bagi orang yang berpuasa
karena mengharapa ridho Allah dan menjaga diri dari segala yang patut dijaga, ia akan peroleh
ampunan dari Allah atas segala dosa-dosanya dimasa lalu. Puasa merupakan wahana latihan
mengendalikan hawa nafsu dan menahan keinginan untuk melakukan perbuatan yang dilarang
Allah SWT.
Ibadah puasa menguji kekuatan imam seseorang sejauh mana imannya mampu
membendung keinginan-keinginan dan dorongan-dorongan nafsu yang mengajak untuk
melakukan perbuatan yang dilarang Allah, berfungsi pula sebagai wahana memupuk dan
melatih rasa kepedulian dan perhatian terhadap sesama. Selain itu dapat memberikan kesehatan
(baik jasmani maupun rohani), Berpuasa juga akan dapat melatih kejujuran. Kesabaran dan
ketaqwaan (tabah) dalam menghadapi berbagai cobaan hidup. Selanjutnya, yang terpenting
dengan melakukan puasa seorang muslim mewujudkan rasa syukur kepada Allah atas segala
nikmat yang telah diberikan kepada hamba-hamba-Nya.
esoteris selalu melihat ibadah dari perspektif kedalaman isi atau makna
spiritualitasnya. esoteris lebih berkepentingan terhadap dimensi dalam interior ketimbang
permukaan eksterior sebuah ibadah. Sebaliknya, lebih dari sekadar menjalankan kewajiban
Melalui rasa cinta dan peduli terhadap sesama manusia, akan menghindarkan kita dari
konflik horizontal, menguatkan kesatuan, dan mengefektifkan kerjasama antar kelompok
masyarakat untuk mencapai cita-cita bersama. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman dalam
Surat Al-Maaidah ayat 2 : ... “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan
dan takwa,....” Allah subhanahu wa ta'ala menentukan bahwa memberi makan fakir miskin
sebagai suatu jenis kafarat pelanggaran atas ibadah puasa. Allah subhanahu wa ta'ala
menentukan pembayaran fidyah untuk mustahiq bagi hamba-Nya yang karena alasan tertentu
tidak bisa melakukan puasa.
Metode yang dimaksud adalah menekan sekuat mungkin penyakit hati, menghalangi &
memboikot sikap dan perilaku buruk, serta pada saat yang sama menyuarakan nilai-nilai
ketakwaan yang mulia. Mengapa hal tersebut perlu dilakukan ? Sebab kita diciptakan dengan
jiwa kefasikan dan jiwa ketakwaan sekaligus. Tidak dapat dipungkiri bahwa kita sebagai
manusia di samping memiliki jiwa ketakwaan, ada jiwa kefasikan yang bersemayam dalam diri
kita. Tabi’at buruk berasal dari Jiwa kefasikan. Ia ibarat 'Benalu' dalam kebaikan yang
bersumber dari jiwa ketakwaan. Tabi’at buruk yang merusak, akan tumbuh walau tanpa
dipupuk, karena dia akan tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya kebaikan. Bagaimana caranya
untuk menutup dan mengunci rapat tabiat buruk tadi ? Salah satu cara yang paling mudah yang
dapat kita semua lakukan adalah dengan Tajdiidul Niyyat / memperbaharui niat dengan
berulang-ulang. Kita niatkan segala aktifitas dalam hidup kita hanya untuk mencari keridhoan
Allah subhanahu wa ta'ala. Bekerja kita karena Allah, Belajar kita karena Allah, Berumah
tangga kita karena Allah, Bertetangga & Bermasyarakat kita karena Allah, Membenci kita
karena Allah, Mencintai kita karena Allah, Bersedekah kita karena Allah, Berdakwah kita
karena Allah, dan perbuatan-perbuatan lainya dalam kehidupan kita sehari hari, mari senantiasa
kita nisbatkan kepada Allah subhanahu wa ta'ala.
Komitmen pertama inilah yang menjadi dasar diperolehnya keselamatan dan kebahagiaan
hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana doa yang selalu kita panjatkan kepada Allah, rabbana
atina fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qina ‘adzaabannar. Dari komitmen ini,
setiap muslim dituntut harus mampu menjaga keseimbangan dunia dan akhiratnya.