Anda di halaman 1dari 2

1.

Respiratory Support
Kegagalan nafas karena hipoksemia harus segera ditangani dengan oksigen supplemental
melalui O2 aliran rendah seperti nasal kanul (1-6L/menit untuk FiO2 0,24-0,45), simple
face mask (5-8L/menit untuk FiO2 0,50-0,60), nonrebreather mask (10-15L/menit untuk
FiO2 > 0,85). Masker venture dan masker diffuser disarankan dihindari. FiO2 > 0,60
selama >6 jam dapat menyebabkan toksisitas O2 sehingga harus berhati-hati dalam
penggunaannya.
Pada kegagalan nafas hipoksemia tertentu, dapat digunakan HFNO atau NIMV dengan
pengamanan karena risiko aerosol generation. NIMV tidak boleh diberikan pada pasien
yang sekresinya tidak dapat dikontrol, risiko aspirasi tinggi, gangguan mental, penyakit
jantung, gangguan organ multiple, dan yang hemodinamiknya tidak stabil. Nafas spontan
yang memanjang mungkin menyebabkan tekanan negatif intrathoraks yang tidak
terkontol dan menyebabkan lung injury seperti yang diakibatkan ventilator, hal ini
dicegah dengan penggunaan intubasi secepatnya.
Hampir 10% pasien memerlukan ventilasi mekanik. Preoksigenasi dilakukan dengan
nonbreather mask, bag-mask harus dihindari, apabila terpaksa bisa digunakan filter.
Ventilasi tekanan positif tidak boleh dimulai sebelum endotracheal cuff menggembung
dan pasien harus dihubungkan dengan ventilator mekanik secara langsung. Metered dose
inhaler (MDI) lebih direkomendasikan daripada nebulasi untuk bronkodilator, namun
active heated humidifier (HH) lebih direkomendasikan terkait sumbatan mukus dan
meningkatnya deadspace.
Pada pasien dengan ARDS, tekanan tidal rendah (4-6mL/kg) dan tekanan inspirasi rendah
harus diaplikasikan, sedasi mungkin dibutuhkan untuk mencapai target, pada kondisi
pH<7,5 volume tidal dapat meningkat sampai 8 mL/kg. Pada pasien ARDS sedang
(PaO2/FiO2 < 200) dan berat (PaO2/ FiO2 < 100), PEEP direkomendasikan. Meskipun
agen neuromuscular blocking tidak direkomendasikan secara rutin, namun dapat
diterapkan pada pasien dengan hipoksemia dan hiperkapnia persisten, ARDS sedang-
berat, dan pada 24-48 jam pertama penggunaan ventilator mekanik. Pada pasien dengan
PaO2/FiO2 < 150, pasien diposisikan pronasi > 12 jam per hari untuk membantu
bernapas spontan. Inhalasi nitrit oksida (NO) dapat digunakan untuk meningkatkan
ventilasi dan perfusi.
Gagal nafas pada pasien COVID-19 memiliki dua fenotip yang ditandai dengan low
elastance (high compliance) disebut tipe L, dengan rasio perfusi ventilator rendah, lung
weight rendah, dan perekrutan rendah. Sedangkan tipe H ditandai dengan high elastance
(low compliance), RL shunt, lung weight tinggi, dan perekrutan tinggi. Hipoksemia berat
pada tipe L disebabkan hilangnya regulasi perfusi paru dan vasokonstriksi. Intubasi awal
mungkin menyebabkan transisi ke fenotip H. Pada pasien tipe L, ventilasi >9 mL/kg tidak
berisiko menyebabkan kerusakan paru karena memiliki komplians tinggi. Tipe H
memiliki karakteristik ARDS berat sehingga membutuhkan PEEP tinggi dan posisi
pronasi, intubasi awal pada pasien yang tidak merespon O2 konvensional dan intervensi
NIMV serta HFNO direkomendasikan.
Dalam masa persiapan pelepasan ventilasi, pasien dengan sedasi rendah atau tanpa sedasi
harus dievaluasi kesiapannya, penurunan kebutuhan O2 (FiO2 < 0.40, PEEP < 8 cm
H2O), stabilitas hemodinamik, kesadaran, dan reflex batuk. Pasien dengan rasio laju
pernapasan per volume tidal < 100 memiliki kemungkinan sukses dilepas ventilasi.
NIMV atau HFNO diberikan pada pasien kegagalan nafas post-ekstubasi, apabila terdapat
stridor maka dilakukan intubasi. Pada pasien yang mengalami kegagalan pelepasan
ventilasi, maka diindikasikan trakeostomi dengan risiko tinggi pembentukan aerosol.
2. Managemen Sepsis dan Syok
Sepsis adalah gagal organ karena disregulasi respon host terhadap infeksi, tandanya
adalah: penurunan kesadaran, susah bernapas, penurunan saturasi oksigen, penurunan
urin, kenaikan kreatinin dan nadi, pancaran nadi lemah, akral dingin, hipotensi,
koagulopati, trombositopenia, asidosis, peningkatan laktat, dan hiperbilirubinemia.
Syok sepsis adalah keadaan hipotensi yang resistan terapi cairan, membutuhkan
vasopressor, dan laktat >2mmol/L. Suhu kulit, capillary refilling time, dan serum laktat
digunakan sebagai parameter respon cairan. Penggunaan cairan yang direkomendasikan
adalah kristaloid 30mL/kg. Norepinefrin adalah lini pertama agen vasoaktif, diikuti
dengan vasopressin dan adrenalin jika MAP tidak mencapai 60-65 mmHg. Apabila
pasien memiliki disfungsi jantung, dobutamin dapat ditambahkan. Pada pasien kritis,
profilaksis thromboembolism vena harus diberikan terkait imobilitas pasien. Mekanisme
hiperkoagulopati pada pasien COVID-19 masih dalam tahapan hipotesis, namun
antikoagulan dan antiaggregant harus diberikan pada pasien tanpa indikasi, terutama
pasien dengan D-dimer tinggi.
Satu jam pertama sepsis harus dilakukan pengukuran laktat dan diulang apabila > 2
mmol/L, kultur darah harus dilakukan sebelum pemberian antibiotic dalam waktu 1 jam
agar terapi antibiotic dapat segera dimulai. Pada pasien dengan intubasi, PCR memiliki
sensitivitas lebih tinggi apabila dilakukan aspirasi trakea daripada specimen oro-nasal.
3. Cardiopulmonary resuscitation (CPR)
Prosedur CPR harus dilakukan dengan APD lengkap. CPR dapat dimulai dengan
kompresi dada yang bisa dilakukan dengan resuscitator otomatis dan preoksigenasi
dilakukan menggunakan masker nonbreather dengan reservoir untuk mencegah
kontaminasi aerosol.

Anda mungkin juga menyukai