Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
RADIOFARMAKA
TUBULAR AGEN
a. Glomerular Agent
Yang termasuk golongan radiofarmaka
glomerular agent adalah 99mTc-
diethylenetetraaminepenta acetic acid ( DTPA )
dan 51Cr- ethylenediaminetetraacetic acid (
EDTA ).
b. Tubular Agent
Yang termasuk dalam golongan radiofarmaka
tubular agent adalah Iodine-131
orthoiodohippurate (131I-OIH) namun sekarang
sudah banyak digantikan dengan 99mTc-MAG3 (
mercaptoacetyltriglycine ).
Disebut juga pemeriksaan radionuklida ginjal
dinamik, dengan prinsip pemeriksaan dengan
menilai penangkapan radionuklida oleh ginjal
yang dialirkan melalui nephron dan
dieksresikan ke dalam pelvis ginjal dan
kemudian melalui ureter sampai dengan
kandung kemih. Kurva hasil pemeriksaannya
menunjukkan perubahan aktivitas ginjal
terhadap waktu yang menggambarkan
fisiologis ginjal seperti fungsi penangkapan,
waktu transit dan efisiensi outflow
Indikasi
◦ Obstruktif Uropati
◦ Transplantasi Ginjal
◦ Kelainan kongenital pada ginjal
◦ Evaluasi trauma saluran kemih
◦ Gagal ginjal akut dan kronis
◦ Uji saring hipertensi renovaskular
Peralatan
◦ Kamera gamma dengan kolimator jenis general –
purpose atau high sensitivity
◦ Matriks 64 x 64 pixels
◦ Akusisi frame 10 – 20 detik
◦ Lama pemeriksaan 30 – 40 menit
Radiofarmaka
◦ Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
◦ Tc– 99m DTPA dengan dosis5 mCi
◦ Tc– 99m EC dengan dosis2,5 mCi
◦ I– 123 Hippuran dengan dosis2 mCi
Persiapan Pasien
◦ Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan.
◦ Penderita dewasa : minum 400 ml air 20-30 menit
sebelum pemeriksaan.
◦ Penderita anak-anak : diberikan volume cairan
sesuai dengan berat badan.
◦ Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan renogram
bersamaan dengan pemeriksaan IVP.
◦ Penderita harus mengosongkan vesika urinaria
sebelum pemeriksaan.
◦ Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran,
penderita sebelumnya diberikan larutan lugol 10
tetes untuk memblok jaringan tiroid agar tidak
menangkap I-131.
Prosedur Pemeriksaan
◦ Pasien supine atau tidur terlentang dengan kamera
gamma berada di posterior atau punggung pasien.
◦ Duduk atau setengah duduk agar lebih fisiologis.
◦ Radiofarmaka disuntikkan pada vena mediana kubiti
secara bolus.
◦ Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal
dan kandung kemih berada dalam lapang pandang
pencitraan
• Pemrosesan Data
◦ Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat ROI
pada kedua ginjal serta di bawah kedua ginjal untuk
substraksi latar belakang untuk membuat kurva
aktivitas vs waktu
◦ Fase Initial
Terjadi peningkatan secara cepat segera setelah
penyuntikan radiofarmaka yang menunjukkan
kecepatan injeksi dan aliran darah vaskular ke dalam
ginjal.
Menunjukkan teknik penyuntikan radiofarmaka,
apakah bolus atau tidak.
Terjadi kurang dari 2 menit.
◦ Fase Sekresi
Menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan meningkat
secara bertahap.
Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka
oleh dan di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel
tubuli ke dalam lumen tubulus.
Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam
waktu 2 – 5 menit.
◦ Fase Ekskresi
Tampak kurva menurun dengan cepat setelah mencapai
puncak kurva yang menunjukkan keseimbangan antara
radioaktivitas yang masuk dan meninggalkan ginjal.
Menggambarkan pola urodinamik dari ginjal dan pola
eliminasi melalui sistem pelvikalises menuju ke ureter dan
vesika urinaria, sehingga fase ini sangat sensitif untuk
kelainan pada saluran kemih.
Fase Penilaian Kurva Abnormal
- Jika ginjal tidak berfungsi maka penangkapan
radioaktivitas akan minimum atau tidak ada sama
sekali.
◦ Kurva akan berjalan datar/tidak beraturan karena
pada kurva tersebut hanya menggambarkan
aktivitas background saja.
◦ Pada kasus obstruksi total, vesika urinaria tidak
tampak. Fase kedua akan tampak naik terus dan
tidak terlihat adanya fase ketiga.
Parameter Tambahan Pada Penilaian Hasil
Renogram
◦ Waktu Transit Seluruh Ginjal (Whole Kidney Transit
Time/WKTT) Adalah waktu total yang dibutuhkan
radiofarmaka untuk transit melalui parenkim ginjal dan
pelvis atau jumlah antara waktu transit parenkim rata-
rata (Mean Parenchyma Transit Time/MPTT) dan Waktu
transit pelvis (Pelvic Transit Time/PvTT). Nilai normal
MPTT adalah 100 – 200 detik.
◦ Indeks Waktu Transit Parenkim (Parenchymal Transit
Time Index / PTTI) dan Indeks Waktu Transit Seluruh
Ginjal (Whole Kidney Transit Time Index / WKTTI). PTTI
adalah MPTT dikurangi Waktu Transit Minimum (MinTT),
nilai normal PTTI adalah 10 – 156 detik. WKTTI adalah
WKTT dikurangi MinTT, nilai normal WKTTI adalah 20 –
170 detik.
HASIL DAN GRAFIK RENOGRAFI KONVENSIONAL
Merupakan salah satu metode pemeriksaan kedokteran nuklir pada pasien
dengan dilatasi saluran kemih bagian atas dan follow up pasien dengan
hidronephrosis.
Prinsip Pemeriksaan
◦ Menggunakan furosemide karena efeknya bersifat diuretik yang
menghambat reabsorpsi garam dan air di limb asenden ansa henle.
◦ Sifat diuretik tergantung pada fungsi ginjal.
Dosis Furosemide
Menurut Society of Nuclear Medicine & European Nuclear
Medicine Association adalah 1 mg/kg berat badan. Dosis
maksimum untuk anak – anak 20 mg dan dewasa 40 mg.
Indikasi
◦ Mengetahui lebih lanjut tingkat obstruksi apakah total
atau parsial
◦ Hidronephrosis
◦ Hidroureteronephrosis
Persiapan Pasien
◦ Penderita dewasa minum 400 ml air 20-30 menit
sebelum pemeriksaan.
◦ Penderita anak-anak diberikan volume cairan sesuai
dengan berat badan.
◦ Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan renogram
bersamaan dengan pemeriksaan IVP.
◦ Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum
pemeriksaan.
◦ Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, penderita
sebelumnya diberikan larutan lugol 10 tetes untuk
memblok jaringan tiroid agar tidak menangkap I-131.
◦ Sebelum pemeriksaan hendaknya pasien dilakukan USG
dengan tujuan melihat hidronephrosis bilateral atau
unilateral, dilatasi dari ureter, dan duplikasi ginjal.
◦ Disarankan sebaiknya pasien dalam status cukup
terhidrasi dengan volume urine yang cukup (tahan
miksi).
Radiofarmaka
◦ Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
◦ Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi
◦ Tc– 99m EC dengan dosis 2,5 mCi
◦ I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi
Protokol Pemilihan Waktu Penyuntikan Diuretik
Radiofarmaka + 20 (F+20)
Volume pelvis ginjal penuh pada 20 menit setelah radiofarmaka
disuntikkan (furosemide diberikan 20 menit setelah
radiofarmaka).
Radiofarmaka – 15 (F – 15)
Furosemide diberikan 15 menit sebelum radiofarmaka
disuntikkan. Pada menit 15 – 18 setelah penyuntikkan furosemide
volume urin tinggi, sehingga akan didapat nilai urine yang
maksimal pada saat penyuntikkan radiofarmaka.
Radiofarmaka + 0 (F – 0)
Furosemide disuntikkan secara intravena segera setelah
penyuntikkan radiofarmaka. Hasilnya tidak berbeda jauh dengan F
– 15. Dapat mengurangi frekuensi gangguan pada saat pencitraan
oleh pasien yang disebabkan keinginan pasien untuk miksi.
Metode ini nyaman digunakan pada pasien bayi dan anak-anak,
karena tidak perlu melakukan penyuntikkan sebanyak 2 kali.
Peralatan
◦ Kamera gamma, dengan kolimator LEHR untuk Tc– 99m MAG3
dan medium energy collimator untuk I-131 Hippuran
◦ Energy setting untuk low energy pada puncak 140 keV dan
medium energy pada puncak 364 keV
◦ Window width setting : 20 %
◦ Teknik pencitraan dinamik
◦ Matrix 128 x 128 pixels
◦ Protokol akusisi : Frame / time I = 6 frame / 10 detik selama 1
menit
◦ Protokol akusisi : Frame / time II = 25 frame / 1 menit selama 25
menit
Prosedur Pemeriksaan
◦ Posisi pasien supine atau tidur terlentang.
◦ Detektor ditempatkan sedemikian rupa sehingga ginjal dan vesica
urinaria berada dalam lapang pandang pencitraan dari proyeksi
posterior.
◦ Radiofarmaka disuntikkan pada vena mediana kubiti secara bolus
◦ Berikan radiofarmaka dan furosemide sesuai dengan protokol
pemilihan waktu penyuntikkan yang digunakan.
◦ Total waktu pemeriksaan adalah protokol pemilihan waktu
penyuntikan yang dipilih ditambah 10 menit.
Pemrosesan Data
Seluruh data kasar digabung, kemudian dibuat
ROI pada kedua ginjal serta dibawah kedua ginjal
untuk substraksi latar belakang yang kemudian
didapatkan kurva aktivitas terhadap waktu.
Indikasi
◦ Follow up pasien pasca operasi transplantasi ginjal
◦ Mendeteksi terjadinya resiko komplikasi pada pasien
◦ Menilai fungsi ginjal pada calon donor yang sehat
(memastikan bahwa ginjal yang akan didonorkan adalah
ginjal yang baik dan tidak akan membahayakan bagi
pasien penerimanya)
Peralatan
◦ Kamera gamma dengan kolimator jenis general –
purpose atau high sensitivity
◦ Matriks 64 x 64 pixels
◦ Akusisi frame 10 – 20 detik
◦ Lama pemeriksaan 30 – 40 menit
Radiofarmaka
◦ Tc– 99m MAG3 dengan dosis 2,5 mCi
◦ Tc– 99m DTPA dengan dosis 5 mCi
I– 123 Hippuran dengan dosis 2 mCi
Persiapan Pasien
◦ Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan.
◦ Penderita dewasa : minum 400 ml air 20-30 menit sebelum
pemeriksaan.
◦ Penderita anak-anak : diberikan volume cairan sesuai dengan berat
badan.
◦ Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan renogram bersamaan
dengan pemeriksaan IVP.
◦ Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum
pemeriksaan.
◦ Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, penderita
sebelumnya diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok
jaringan tiroid agar tidak menangkap I-131.
Prosedur Pemeeriksaan
◦ Pasien supine atau tidur terlentang dan kamera gamma berada di
anterior fossa illiaka di daerah abdomen bagian bawah dan pelvis.
◦ Radiofarmaka disuntikkan pada vena mediana kubiti secara bolus.
◦ Citra diambil pada interval 1 detik setelah radiofarmaka
disuntikkan selama 60 detik.
Parameter Penilaian
◦ Bladder Appearance Time
◦ Rasio ginjal-vesika urinaria
◦ Waktu puncak renografi
◦ Indeks akskresi
◦ Indeks perfusi
◦ Rasio ginjal aorta
Indikasi
Mendiagnosa awal dari follow up dari penyakit
genitor-urinary pada anak-anak seperi infeksi saluran kemih
(ISK), hidronephrosis neonatal, dan reflux vesikoureteral.
Kontra Indikasi
◦ Parameter fungsi ginjal seperti GFR dan aliran plasma ginjalnya
rendah.
◦ Perkembangan tubulus ginjal kurang sempurna dibanding dengan
glomerulus.
Radiofarmaka
Tc– 99m MAG3 pada usia 2-4 minggu setelah
lahir. Dosis yang digunakan menggunakan
parameter skala atau tergantung pada berat badan
bayi dan luas permukaan tubuh.
Persiapan Alat
◦ Kamera gamma dengan kolimator jenis general –
purpose atau high sensitivity
◦ Matriks 64 x 64 pixels
◦ Akusisi frame 10 – 20 detik
◦ Lama pemeriksaan 30 – 40 menit
Persiapan Pasien
◦ Menjaga status hidrasi pasien selama pemeriksaan.
◦ Penderita diberikan volume cairan sesuai dengan berat badan.
◦ Tidak dianjurkan melakukan pemeriksaan renogram bersamaan
dengan pemeriksaan IVP.
◦ Penderita harus mengosongkan vesika urinaria sebelum
pemeriksaan.
◦ Pasien telah dipasang kateter sebelum dilakukan renografi.
◦ Pada pemakaian radiofarmaka I-131 Hippuran, penderita
sebelumnya diberikan larutan lugol 10 tetes untuk memblok
jaringan tiroid agar tidak menangkap I-131.
Prosedur Pemeeriksaan
◦ Pasien supine atau tidur terlentang dengan kamera gamma berada
di posterior atau punggung pasien.
◦ Duduk atau setengah duduk agar lebih fisiologis.
◦ Radiofarmaka disuntikkan pada vena mediana kubiti secara bolus.
◦ Deteksi ditempatkan sedemikian rupa hingga ginjal dan kandung
kemih berada dalam lapang pandang pencitraan.
Fase Penilaian Kurva Normal
◦ Fase Initial
Terjadi peningkatan secara cepat segera setelah penyuntikan
radiofarmaka yang menunjukkan kecepatan injeksi dan aliran
darah vaskular ke dalam ginjal.
Menunjukkan teknik penyuntikan radiofarmaka, apakah
bolus atau tidak.
Terjadi kurang dari 2 menit.
◦ Fase Sekresi
Menunjukkan kenaikan yang lebih lamban dan meningkat
secara bertahap
Fase ini berkaitan dengan proses penangkapan radiofarmaka
oleh dan di dalam ginjal melalui proses difusi lewat sel-sel
tubuli ke dalam lumen tubulus
Dalam keadaan normal fase ini mencapai puncak dalam
waktu 2 – 5 menit
◦ Fase Ekskresi
Tampak kurva menurun dengan cepat setelah
mencapai puncak kurva yang menunjukkan
keseimbangan antara radioaktivitas yang masuk dan
meninggalkan ginjal.
Menggambarkan pola urodinamik dari ginjal dan pola
eliminasi melalui sistem pelvikalises menuju ke ureter
dan vesika urinaria, sehingga fase ini sangat sensitif
untuk kelainan pada saluran kemih