Anda di halaman 1dari 49

Rangkuman Materi Kimia

Nama : Ni Kadek Viara Dwi Septia

Kelas : XI MIPA 3

No.Absen : 33
Bab 1 Materi Larutan Asam Basa

A. Pengertian Asam Basa

Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari
bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa
Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama
diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam ditemukan dalam
buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk berfungsi untuk memberi rasa
limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat, dan asam tanak dari kulit pohon
digunakan untuk menyamak kulit. Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat sejak
abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang digunakan
oleh para peneliti untuk memisahkan emas dan perak.

Pada tahun 1884, Svante Arrhenius (1859-1897) seorang ilmuwan Swedia yang
memenangkan hadiah nobel atas karyanya di bidang ionisasi, memperkenalkan
pemikiran tentang senyawa yang terpisah atau terurai menjadi bagian ion-ion dalam
larutan. Dia menjelaskan bagaimana kekuatan asam dalam larutan aqua (air)
tergantung pada konsentrai ion-ion hidrogen di dalamnya.
Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air melepakan ion H+, sedangkan
basa adalah zat yang dalam air melepaskan ion OH–. Jadi pembawa sifat asam
adalah ion H+, sedangkan pembawa sifat basa adalah ion OH–. Asam Arrhenius
dirumuskan sebagai HxZ, yang dalam air mengalami ionisasi sebagai berikut.
HxZ ⎯⎯→ x H+ + Zx–
Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh 1 molekul asam disebut valensi asam,
sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepaskan ion H+ disebut
ion sisa asam. Beberapa contoh asam dapat dilihat pada tabel 5.1.

Basa
Arrhenius adalah hidroksida logam, M(OH)x, yang dalam air terurai sebagai berikut.
M(OH)x ⎯⎯→ Mx+ + x OH–
Jumlah ion OH– yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi basa.
Beberapa contoh basa diberikan pada tabel 5.2.
Asam sulfat dan magnesium hidroksida dalam air mengion sebagai berikut.

H2SO4 ⎯⎯→ 2 H+ + SO42–


Mg(OH)2 ⎯⎯→ Mg+ + 2 OH–

 Persamaan
ionisasi air dapat ditulis sebagai:

H2O(l) ←⎯⎯⎯⎯→ H+(aq) + OH–(aq)

 Harga tetapan air adalah:

 Konsentrasi H2O yang terionisasi menjadi H+ dan OH– sangat kecil


dibandingkan dengan konsentrasi H2O mula-mula, sehingga konsentrasi H2O
dapat dianggap tetap, maka harga K[H2O] juga tetap, yang disebut tetapan
kesetimbangan air atau ditulis Kw.

 Jadi,
 Pada suhu 25 °C, Kw yang didapat dari percobaan adalah 1,0 × 10–14.
 Harga Kw ini tergantung pada suhu, tetapi untuk percobaan yang suhunya
tidak terlalu menyimpang jauh dari 25 °C, harga Kw itu dapat dianggap tetap.
 Harga Kw pada berbagai suhu dapat dilihat pada tabel berikut.
Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion – ion H+ yang dihasilkan
oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+
yang dihasilkan, larutan asam dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.

1. Asam Kuat
Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion seluruhnya
menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan reaksi
berkesudahan. Secara umum, ionisasi asam kuat dirumuskan sebagai berikut.
HA(aq) ⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)

2. Asam Lemah
Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah merupakan reaksi
kesetimbangan.
Secara umum, ionisasi asam lemah valensi satu dapat dirumuskan
sebagai berikut.
HA(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)

Makin kuat asam maka reaksi kesetimbangan asam makin condong ke


kanan, akibatnya Ka bertambah besar. Oleh karena itu, harga Ka merupakan
ukuran kekuatan asam, makin besar Ka makin kuat asam.
Berdasarkan persamaan di atas, karena pada asam lemah [H+] = [A–],
maka persamaan di atas dapat diubah menjadi:
 Kekuatan basa dipengaruhi oleh banyaknya ion – ion OH– yang dihasilkan oleh
senyawa basa dalam larutannya.
 Berdasarkan banyak sedikitnya ion OH yang dihasilkan, larutan basa juga
dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.

1. Basa Kuat
 Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion seluruhnya
menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi basa kuat merupakan reaksi berkesudahan.
 Secara umum, ionisasi basa kuat dirumuskan sebagai berikut.

M(OH)x(aq) ⎯⎯→ Mx+(aq) + x OH–(aq)

dengan: x = valensi basa


M = konsentrasi basa

2. Basa Lemah

 Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya.
 Reaksi ionisasi basa lemah juga merupakan reaksi kesetimbangan.
 Secara umum, ionisasi basa lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai
berikut.

M(OH)(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ M+(aq) + OH–(aq)

 Makin kuat basa maka reaksi kesetimbangan basa makin condong ke kanan,
akibatnya Kb bertambah besar.
 Oleh karena itu, harga Kb merupakan ukuran kekuatan basa, makin besar Kb
makin kuat basa.
 Berdasarkan persamaan di atas, karena pada basa lemah [M+] = [OH–], maka
persamaan di atas dapat diubah menjadi:
 Untuk menyatakan tingkat atau derajat keasaman suatu larutan, pada tahun
1910, seorang ahli dari Denmark, Soren Lautiz Sorensen memperkenalkan
suatu bilangan yang sederhana.
 Bilangan ini diperoleh dari hasil logaritma konsentrasi H+.
 Bilangan ini kita kenal dengan skala pH. Harga pH berkisar antara 1 – 14 dan
ditulis:

 Dari uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa:

a. Larutan bersifat netral jika [H+] = [OH–] atau pH = pOH = 7.


b. Larutan bersifat asam jika [H+] > [OH–] atau pH < 7.
c. Larutan bersifat basa jika [H+] < [OH–] atau pH > 7.

 Karena pH dan konsentrasi ion H+ dihubungkan dengan tanda negatif, maka


makin besar konsentrasi ion H+ makin kecil pH, dan karena bilangan dasar
logaritma adalah 10, maka larutan yang nilai pH-nya berbeda sebesar n
mempunyai perbedaan ion H+ sebesar 10n.
 Perhatikan contoh di bawah ini.
 Jika konsentrasi ion H+ = 0,01 M, maka pH = – log 0,01 = 2
 Jika konsentrasi ion H+ = 0,001 M (10 kali lebih kecil) maka pH = – log 0,001 =
3 (naik 1 satuan)
 Jadi dapat disimpulkan:

• Makin besar konsentrasi ion H+ makin kecil pH


• Larutan dengan pH = 1 adalah 10 kali lebih asam daripada larutan dengan pH = 2.

 Untuk menentukan pH suatu larutan dapat dilakukan dengan beberapa cara,


antara lain sebagai berikut.

1. Menggunakan Beberapa Indikator

 Indikator adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dapat
berubah warna pada rentang harga pH tertentu (James E. Brady, 1990).
 Harga pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan trayek pH
indikator.
 Indikator memiliki trayek perubahan warna yang berbeda-beda.
 Dengan demikian dari uji larutan dengan beberapa indikator akan diperoleh
daerah irisan pH larutan.
 Contoh, suatu larutan dengan brom timol biru (6,0– 7,6) berwarna biru dan
dengan fenolftalein (8,3–10,0) tidak berwarna, maka pH larutan itu adalah
7,6–8,3.
 Hal ini disebabkan jika brom timol biru berwarna biru, berarti pH larutan
lebih besar dari 7,6 dan jika dengan fenolftalein tidak berwarna, berarti pH
larutan kurang dari 8,3.
Konsep Asam-Basa Bronsted dan Lowry

 Menurut Bronsted dan Lowry, asam adalah spesi yang memberi proton,
sedangkan basa adalah spesi yang menerima proton pada suatu reaksi
pemindahan proton.
 

  Perhatikan contoh berikut.

NH4 +
(aq)   +  H2O(l)  ⎯→  NH3(aq) + H3O+(aq)

asam                basa

H2O(l)  + NH3(aq) ⎯⎯→  NH4+(aq)  +  OH–(aq)

asam          basa

  Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (donor
proton) dan sebagai basa (akseptor proton).
 Zat seperti itu bersifat amfiprotik (amfoter).

 Konsep asam-basa dari Bronsted-Lowry ini lebih luas daripada konsep asam-
basa Arrhenius karena hal-hal berikut :

1. Konsep asam-basa Bronsted-Lowry tidak terbatas dalam pelarut air, tetapi


juga menjelaskan reaksi asam-basa dalam pelarut lain atau bahkan reaksi
tanpa pelarut.
2. Asam-basa Bronsted-Lowry tidak hanya berupa molekul, tetapi juga dapat
berupa kation atau anion. Konsep asam-basa ronsted-Lowry dapat
menjelaskan sifat asam dari NH4Cl. Dalam NH4Cl, yang bersifat asam adalah
ion NH4+ karena dalam air dapat melepas proton.

Asam dan Basa Konjugasi

 Suatu asam setelah melepas satu proton akan membentuk spesi yang disebut
basa konjugasi dari asam tersebut.
 Sedangkan basa yang telah menerima proton menjadi asam konjugasi.
 Perhatikan tabel berikut.
 Pasangan asam-basa setelah terjadi serah-terima proton dinamakan asam-
basa konjugasi.

Konsep Asam-Basa LEWIS

 Teori asam basa Lewis

Asam menurut Lewis adalah zat yang dapat menerima pasangan electron (akseptor
pasangan electron)

Basa menurut Lewis adalah zat yang dapat memberikan pasangan electron (donor
pasangan electron).

Lewis mengamati bahwa molekul BF3 juga dapat berperilaku seperti halnya asam (H+)
sewaktu bereaksi dengan NH3. Molekul BF3 dapat menerima sepasang elektron dari
molekul NH3 untuk membentuk ikatan kovalen antara B dan H.

Teori asam basa Lewis lebih luas dibandingkan Arhenius dan Bronsted Lowry ,
karena :
 Teori Lewis dapat menjelaskan reaksi asam basa yang berlangsung dalam
pelarut air, pelarut bukan air, dan tanpa pelarut sama sekali.
 Teori Lewis dapat menjelaskan reaksi asam basa yang tidak melibatkan
transfer proton (H+), seperti reaksi antara BF3 dan NH3.

Contoh :

Tunjukkan bagaimana reaksi asam basa antara larutan HCl dan NaOH menurut teori
Arhenius dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Lewis

Reaksi antara larutan HCl dan NaOH ;

HCl(aq) + NaOH(aq)  ↔ NaCl(aq) + H2O(l)

Untuk menjelaskan reaksi ini menggunakan teori Lewis, nyatakan reaksi sebagai
reaksi ion:

HCl ↔ H+ + Cl–                      NaOH ↔ Na+ + OH–

NaCl ↔ Na+  + Cl–                  H2O

Reaksi ion bersihnya adalah :

H+ + OH–↔ H2O(l)

Ikatan kovalen koordinasi antara H dan O yang terbentuk akibat transfer sepasang
elektron dari OH– ke H+
Bab 2 Hidrolisis Garam

Apakah garam itu? Apakah hidrolisis garam itu? Hidrolisis garam adalah penguraian
garam oleh air atau reaksi ion-ion garam oleh air. Garam-garam yang mengalami
hidrolisis adalah garam yang mengandung ion dari asam lemah atau basa lemah.
Sedangkan garam yang berasal dari asam kuat atau basa kuat tidak bisa mengalami
reaksi hidrolisis.

Hidrolisis garam di bedakan menjadi 2, yaitu sebagai berikut:


=> Hidrolisis garam sebagian (parsial)
Hidrolisis garam sebagian adalah reaksi garam dengan air dimana yang bisa bereaksi
hanya anion nya saja atau kation nya saja. Garam yang mengalami hidrolisis sebagian
yaitu:
 a. Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat
 b. Garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa lemah.

=> Hidrolisis garam total


Hidrolisis garam total adalah reaksi garam dengan air dimana semua ion garam
dapat bereaksi dengan air, baik kation maupun anion nya. Garam yang mengalami
hidrolisis total, yaitu garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa lemah.

Ada macam-macam garam yang di hasilkan dari reaksi asam dan basa, yaitu sebagai
berikut:
1. Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat
Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat dalam air mengalami hidrolisis
sebagian. Komponen garam (anion asam lemah) mengalami hidrolisis menghasilkan ion
OH-, maka pH > 7 sehingga larutan garam bersifat basa. Contoh CH3COOK,
CH3COONa, KCN, CaS, dan sebagainya.
Reaksi ionisasi   : CH3COOK(aq) → K+(aq) + CH3COO-(aq)

Reaksi hidrolisis : K+(aq) + H2O(l) -/-> (tidak terhidrolisis)


                             CH3COO-(aq) + H2O(l) → CH3COOH(aq) + OH-(aq) bersifat basa

Rumus :

Keterangan :
Kh = konstanta hidrolisis
Kw = konstanta air
Ka = konstanta asam
[G] = konsentrasi garam
h    = derajat hidrolisis

Untuk menentukan besarnya derajat hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah
dan basa kuat di gunakan rumus berikut:

Contoh: Jika 50 mL larutan KOH 0,5 M di campur dengan 50 mL larutan CH3COOH


0,5 M, maka hitung pH campuran yang terjadi (Ka = 10-6)!
Jawab:
         KOH       + CH3COOH => CH3COOK + H2O
M :  25 mmol        25  mmol          0 mmol        0 mmol
R :  25 mmol         25 mmol       25 mmol      25 mmol-
S :    0 mmol           0 mmol       25 mmol      25 mmol

pOH = - log 5 . 10-5  = 5 – log 5


pH = 14 – (5 – log 5) = 9 + log 5

2. Garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa lemah


Garam yang berasal dari asam kuat dan basa lemah dalam air mengalami hidrolisis
sebagian karena salah satu komponen garam (kation basa lemah) mengalami
hidrolisis menghasilkan ion H+,maka pH < 7 sehingga larutan garam bersifat asam.
Contoh (NH4)2SO4, AgNO3, NH4CI, CuSO4 dan sebagainya.
Rumus:

Keterangan:
Kh = konstanta hidrolisis
Kw = konstanta air
Kb = konstanta basa
[G] = konsentrasi garam
h    = derajat hidrolisis
Untuk menentukan besarnya derajat hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat
dan basa lemah digunakan rumus:

Contoh: Diketahui 250 mL larutan (NH4)2SO4 0,1 M, Kb = 2 x 10-5. tentukan pH


larutan tersebut!
Jawab:

pH = - log 10-5 = 5
Jadi pH larutan tersebut adalah 5.

3. Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa lemah


Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah dalam air mengalami hidrolisis
total, karena kedua komponen garam (anion asam lemah dan kation basa lemah)
terhidrolisis menghasilkan ion H+ dan ion OH-, sehingga harga pH larutan ini
tergantung harga Ka dan Kb. 
Contoh: NH4CN, (NH4)2S, CH3COONH4, dan sebagainya.

Rumus:
Keterangan:
Kw = konstanta air
Ka = konstanta asam
Kb = konstanta basa
Kh = konstanta hidrolisis
Harga pH dari garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa lemah tergantung
harga Ka dan Kb.
a. Jika Ka = Kb, maka larutan akan bersifat netral (pH = 7)
b. Jika Ka > Kb, maka larutan akan bersifat asam (pH < 7)
c. Jika Ka < Kb, maka larutan akan bersifat basa (pH > 7)
Contoh: Hitunglah pH larutan CH3COONH4  0,1 M. Jika di ketahui Ka CH3COOH
= 10-10 !
Jawab:

4. Garam yang terbentuk dari asam kuat dan basa kuat


Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat dalam air tidak mengalami
hidrolisis. Karena kedua komponen garam tidak terhidrolisis sehingga pH larutan
sama dengan air, yaitu pH = 7 bersifat netral.
Contoh: NaCI, Na2SO4, NaNO3, KCI, K2SO4, Ba(NO3)2, dan sebagaimana:

Bab 3 Larutan Penyangga

Larutan penyangga adalah suatu sistem larutan yang dapat mempertahankan nilai
pH larutan agar tidak terjadi perubahan pH yang berarti oleh karena penambahan
asam atau basa maupun pengenceran. Larutan ini disebut juga dengan larutan buffer
atau dapar.

Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat berbagai reaksi kimia yang merupakan reaksi
asam basa. Sebagai contoh, reaksi beberapa enzim pencernaan dalam sistem
biologis. Enzim pepsin yang berfungsi memecah protein dalam lambung hanya dapat
bekerja optimal dalam suasana asam, yakni pada sekitar pH 2. Dengan kata lain, jika
enzim berada pada kondisi pH yang jauh berbeda dari pH optimal tersebut, maka
enzim dapat menjadi tidak aktif bahkan rusak. Oleh karena itu, perlu ada suatu
sistem yang menjaga nilai pH di mana enzim tersebut bekerja. Sistem untuk
mempertahankan nilai pH inilah yang disebut dengan larutan penyangga. Hal ini
terjadi sebagaimana dalam larutan ini terdapat zat-zat terlarut bersifat “penahan”
yang terdiri dari komponen asam dan basa. Komponen asam akan menahan kenaikan
pH sedangkan komponen basa akan menahan penurunan pH.

Lihat juga materi lainnya:


Sifat Koligatif Larutan
Reaksi Redoks

Fungsi Larutan Penyangga

Larutan penyangga banyak digunakan dalam analisis kimia, biokimia dan mikrobiologi.
Selain itu, dalam bidang industri, juga banyak digunakan pada proses seperti
fotografi, electroplating (penyepuhan), pembuatan bir, penyamakan kulit, sintesis
zat warna, sintesis obat-obatan, maupun penanganan limbah.

Di dalam tubuh makhluk hidup juga terdapat larutan penyangga yang sangat
berperan penting. Dalam keadaan normal, pH darah manusia yaitu 7,4. pH darah
tidak boleh turun di bawah 7,0 ataupun naik di atas 7,8 karena akan berakibat fatal
bagi tubuh. pH darah dipertahankan pada 7,4 oleh larutan penyangga karbonat-
bikarbonat (H2CO3/HCO3−) dengan menjaga perbandingan konsentrasi [H2CO3] :
[HCO3−] sama dengan 1 : 20. Selain itu, dalam cairan intra sel juga terdapat larutan
penyangga dihidrogenfosfat-monohidrogenfosfat (H2PO4−/HPO42−). Larutan
penyangga H2PO4−/HPO42− juga terdapat dalam air ludah, yang berfungsi untuk
menjaga pH mulut sekitar 6,8 dengan menetralisir asam yang dihasilkan dari
fermentasi sisa-sisa makanan yang dapat merusak gigi.
Komponen Larutan Penyangga

Larutan penyangga asam

Larutan buffer asam mempertahankan pH pada suasana asam (pH < 7). Larutan
buffer asam terdiri dari komponen asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (A −).
Larutan seperti ini dapat diperoleh dengan:

1. mencampurkan asam lemah (HA) dengan garam basa konjugasinya (LA, yang
dapat terionisasi menghasilkan ion A−)
2. mencampurkan suatu asam lemah dalam jumlah berlebih dengan suatu basa
kuat sehingga bereaksi menghasilkan garam basa konjugasi dari asam lemah
tersebut.

Contoh: larutan penyangga yang mengandung CH3COOH dan CH3COO−

Dalam larutan tersebut, terdapat kesetimbangan kimia:

CH3COOH(aq) ⇌ CH3COO−(aq) + H+(aq)

Pada penambahan asam (H+), kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga
reaksi mengarah pada pembentukan CH3COOH. Dengan kata lain, asam yang
ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen basa konjugasi (CH 3COO−).

Pada penambahan basa (OH−), kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan, yakni
reaksi pembentukan CH3COO− dan H+, sebagaimana untuk mempertahankan
konsentrasi ion H+ yang menjadi berkurang karena OH− yang ditambahkan bereaksi
dengan H+ membentuk H2O. Dengan kata lain, basa yang ditambahkan akan
dinetralisasi oleh komponen asam lemah (CH 3COOH).

Larutan penyangga basa

Larutan buffer basa mempertahankan pH pada suasana basa (pH > 7). Larutan
buffer basa terdiri dari komponen basa lemah (B) dan basa konjugasinya (BH +).
Larutan seperti ini dapat diperoleh dengan:

1. mencampurkan basa lemah (B) dengan garam asam konjugasinya (BHX, yang
dapat terionisasi menghasilkan ion BH+)
2. mencampurkan suatu basa lemah dalam jumlah berlebih dengan suatu asam
kuat sehingga bereaksi menghasilkan garam asam konjugasi dari basa lemah
tersebut.

Contoh: larutan penyangga yang mengandung NH3 dan NH4+

Dalam larutan tersebut, terdapat kesetimbangan:

NH3(aq) + H2O(l) ⇌ NH4+(aq) + OH−(aq)

Pada penambahan asam (H+), kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan, yakni
reaksi pembentukan NH4+ dan OH−, sebagaimana untuk mempertahankan konsentrasi
ion OH− yang menjadi berkurang karena H+ yang ditambahkan bereaksi dengan OH−
membentuk H2O. Dengan kata lain, asam yang ditambahkan akan dinetralisasi oleh
komponen basa lemah (NH3).

Pada penambahan basa (OH−), kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga
reaksi mengarah pada pembentukan NH3 dan air. Dengan kata lain, basa yang
ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen asam konjugasi (NH 4+).

pH Larutan Penyangga

Larutan penyangga asam

Dalam larutan buffer asam yang mengandung CH 3COOH dan CH3COO−, terdapat
kesetimbangan:

CH3COOH(aq) ⇌ CH3COO−(aq) + H+(aq)


Setelah disusun ulang, persamaan pH larutan di atas akan menjadi persamaan
larutan penyangga yang dikenal sebagai persamaan Henderson – Hasselbalch
sebagaimana persamaan berikut ini:

Jika a = jumlah mol asam lemah, g = jumlah mol basa konjugasi, dan V = volum
larutan penyangga,

Larutan penyangga basa

Dalam larutan buffer basa yang mengandung NH3 dan NH4+, terdapat
kesetimbangan:

NH3(aq) + H2O(l) ⇌ NH4+(aq) + OH−(aq)

Group Facebook Studio Belajar

Dian Sinaga
2 weeks ago

Selamat datang di group ini.


Yuk diskusi belajar bareng biar makin pintar...

Lihat di Facebook

·Share

Jika b = jumlah mol basa lemah, g = jumlah mol asam konjugasi, dan V = volum
larutan penyangga,

Contoh Soal Larutan Penyangga

Tentukan pH larutan penyangga yang dibuat dengan mencampurkan:

a. 10 mL larutan CH3COOH 0,1 M dengan 10 mL larutan CH3COONa 1 M


b. 20 mL larutan CH3COOH 0,1 M dengan 10 mL larutan KOH 0,1 M

c. 40 mL larutan NH3 0,1 M dengan 4 mL larutan NH4Cl 0,1 M

Ka CH3COOH = 1 × 10−5; Kb NH3 = 1 × 10−5

Jawab:

a. Larutan penyangga dengan CH3COOH sebagai asam lemah dan CH3COONa sebagai
garam basa konjugasi

a = mol CH3COOH = 10 mL × 0,1 mmol/mL = 1 mmol

g = mol CH3COO− = mol CH3COONa = 10 mL × 1 mmol/mL = 10 mmol

b. 10 mL larutan basa kuat KOH 0,1 M (1 mmol KOH) akan bereaksi dengan 20 mL
larutan asam lemah CH3COOH 0,1 M (2 mmol CH3COOH) menghasilkan air dan garam
basa konjugasi CH3COOK.

CH3COOH(aq) + OH−(aq)  ⇌  CH3COO−(aq) + H2O(l)

c. Larutan penyangga dengan NH3 sebagai basa lemah dan NH4Cl sebagai garam
asam konjugasi

b = mol NH3 = 40 mL × 0,1 mmol/mL = 4 mmol


g = mol NH4+ = mol NH4Cl = 4 mL × 0,1 mmol/mL = 0,4 mmol

Referensi:

Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13 th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Lew, Kristi. 2009. Essential Chemistry: Acids and Bases. New York: Chelsea House.
McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7 th edition).
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern
Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Retnowati, Priscilla. 2005. SeribuPena Kimia SMA Kelas XI Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.

Kontributor: Nirwan Susianto


Alumni Kimia FMIPA UI

Materi lainnya selain larutan penyangga:

1. Laju Reaksi
2. Struktur Atom
3. Konfigurasi Elektron

Bab 4 Titrasi Asam Basa

Titrasi adalah prosedur menetapkan kadar suatu larutan dengan mereaksikan


sejumlah larutan tersebut yang volumenya terukur dengan suatu larutan lain yang
telah diketahui kadarnya (larutan standar) secara bertahap. Berdasarkan jenis
reaksi yang terjadi, titrasi dibedakan menjadi titrasi asam basa, titrasi
pengendapan, dan titrasi redoks. Dalam artikel ini, yang akan dibahas lebih lanjut
hanya titrasi asam basa saja.
Pada label yang tertera pada botol cuka makan umumnya terdapat informasi kadar
cuka tersebut. Misalkan, pada suatu botol cuka tertulis 25% asam cuka, bagaimana
cara memastikan kebenaran dari kadar tersebut? Penentuan kadar asam cuka dapat
dilakukan dengan prosedur eksperimen menggunakan metode titrasi.

Lihat juga materi lainnya:


Sifat Koligatif Larutan
Ikatan Kimia

Dalam menentukan kadar asam cuka, metode titrasi yang digunakan adalah titrasi
asam basa. Titrasi asam basa adalah penentuan kadar suatu larutan basa dengan
larutan asam yang diketahui kadarnya atau sebaliknya, kadar suatu larutan asam
dengan larutan basa yang diketahui, dengan didasarkan pada reaksi netralisasi.
Titrasi harus dilakukan hingga mencapai titik ekivalen, yaitu keadaan di mana asam
dan basa tepat habis bereaksi secara stoikiometri. Titik ekivalen umumnya dapat
ditandai dengan perubahan warna dari indikator. Keadaan di mana titrasi harus
dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan perubahan warna disebut titik
akhir titrasi. Jadi, untuk memperoleh hasil titrasi yang tepat, maka selisih antara
titik akhir titrasi dengan titik ekivalen harus diusahakan seminimal mungkin. Hal ini
dapat diupayakan dengan memilih indikator yang tepat pada saat titrasi, yakni
indikator yang mengalami perubahan warna di sekitar titik ekivalen.

Perubahan pH pada Titrasi Asam Basa

Pada saat larutan basa ditetesi dengan larutan asam, pH larutan akan turun.
Sebaliknya, jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa, maka pH larutan akan
naik. Jika pH larutan asam atau basa diplotkan sebagai fungsi dari volum larutan
basa atau asam yang diteteskan, maka akan diperoleh suatu grafik yang disebut
kurva titrasi. Kurva titrasi menunjukkan perubahan pH larutan selama proses titrasi
asam dengan basa atau sebaliknya. Bentuk kurva titrasi memiliki karakteristik
tertentu yang bergantung pada kekuatan dan konsentrasi asam dan basa yang
bereaksi.

Titrasi asam kuat dengan basa kuat

Sebagai contoh, 40 mL larutan HCl 0,1 M ditetesi dengan larutan NaOH 0,1 M
sedikit demi sedikit. Berikut kurva titrasi yang menggambarkan perubahan pH
selama titrasi tersebut.
Kurva titrasi asam basa: HCl dengan NaOH. Sumber: Silberberg, Martin S. &
Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change
(7th edition). New York: McGraw-Hill Education

Dari kurva tersebut dapat disimpulkan:

 Mula-mula pH larutan naik sedikit demi sedikit


 Perubahan pH drastis terjadi sekitar titik ekivalen
 pH titik ekivalen = 7 (netral)
 Indikator yang dapat digunakan: metil merah, bromtimol biru, atau fenolftalein.
Namun, yang lebih sering digunakan adalah fenolftalein karena perubahan warna
fenolftalein yang lebih mudah diamati.

Titrasi asam lemah dengan basa kuat

Sebagai contoh, 40 mL larutan CH3COOH 0,1 M ditetesi dengan larutan NaOH 0,1
M sedikit demi sedikit. Berikut kurva titrasi berwarna biru yang menggambarkan
perubahan pH selama titrasi tersebut dibandingkan dengan kurva titrasi HCl dengan
NaOH yang berwarna merah.
Kurva titrasi CH3COOH dengan NaOH dan titrasi HCl dengan NaOH
(Sumber: McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry
(7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)

Dari kurva tersebut dapat disimpulkan:

 Titik ekivalen berada di atas pH 7, yaitu antara 8 – 9


 Lonjakan perubahan pH pada sekitar titik ekivalen lebih kecil, hanya sekitar 3
satuan, yaitu dari pH ±7 hingga pH ±10
 Indikator yang digunakan: fenolftalein. Metil merah tidak dapat digunakan karena
perubahan warnanya terjadi jauh sebelum tercapai titik ekivalen.

Titrasi basa lemah dengan asam kuat

Sebagai contoh, 40 mL larutan NH3 0,1 M ditetesi dengan larutan HCl 0,1 M sedikit
demi sedikit. Berikut ditampilkan kurva titrasi yang menggambarkan perubahan pH
selama titrasi tersebut
Kurva titrasi NH3 dengan HCl
(Sumber: McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry
(7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)

Dari kurva tersebut dapat disimpulkan:

 Titik ekivalen berada di bawah pH 7, yaitu antara 5 – 6


 Lonjakan perubahan pH pada sekitar titik ekivalen hanya sedikit, sekitar 3 satuan,
yaitu dari pH ±7 hingga pH ±4
 Indikator yang digunakan: metil merah. Fenolftalein tidak dapat digunakan karena
perubahan warnanya terjadi jauh sebelum tercapai titik ekivalen.

Perhitungan Konsentrasi Larutan Asam/Basa pada Titrasi Asam Basa

Langkah-langkah menghitung konsentrasi larutan asam/basa pada titrasi asam basa:

1. Menuliskan persamaan reaksi netralisasi yang terjadi, misal antara larutan asam A
dengan larutan basa B

2. Menyatakan perbandingan jumlah mol asam A dan basa B yang bereaksi agar
tepat habis bereaksi
3. Menghitung konsentrasi larutan asam/basa dari persamaan perbandingan
tersebut

dengan, = jumlah mol asam A dan basa B

a, b = koefisien reaksi asam A dan basa B

MA, MB = molaritas asam A dan basa B

VA, VB = volum larutan asam A dan basa B

Group Facebook Studio Belajar

Dian Sinaga

2 weeks ago

Selamat datang di group ini.


Yuk diskusi belajar bareng biar makin pintar...

Lihat di Facebook

·Share

Jika valensi dari asam A dan basa B yang bereaksi diketahui, konsentrasi larutan
asam/basa juga dapat dicari dengan rumus:
Contoh Soal Titrasi Asam Basa

Contoh Soal 1

Berapa konsentrasi dari larutan asam asetat CH3COOH jika diketahui untuk titrasi
25 mL larutan CH3COOH tersebut diperlukan 15 mL larutan NaOH 0,05 M agar
mencapai titik ekivalen?

Jawab:

Persamaan reaksi netralisasi CH3COOH dengan NaOH:

CH3COOH(aq) + NaOH(aq) → CH3COONa(aq) + H2O(l)

Dari persamaan reaksi, diperoleh: 1 mol CH3COOH 1 mol NaOH

Contoh Soal 2

Sebanyak 40 mL larutan asam sulfat 0,25 M dititrasi dengan suatu basa bervalensi
satu, dan ternyata dibutuhkan 57 mL basa tersebut. Berapakah kemolaran basa
yang digunakan tersebut?

Jawab:

Reaksi netralisasi terjadi antara asam sulfat H2SO4 (asam kuat bervalensi dua)
dengan suatu basa bervalensi satu.
Referensi

Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13 th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.

Johari, J.M.C. & Rachmawati, M. 2009. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XI Jilid 2.
Jakarta: Esis.

McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7 th edition).
New Jersey: Pearson Education, Inc.

Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern


Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.

Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.

Retnowati, Priscilla. 2005. SeribuPena Kimia SMA Kelas XI Jilid 2. Jakarta:


Erlangga.

Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature
of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education.

Materi: Titrasi Asam Basa


Kontributor: Nirwan Susianto
Alumni Kimia FMIPA UI

Materi lainnya:

1. Larutan Penyangga
2. Stoikiometri
3. Struktur Atom
Bab 5 Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN

A. PENGERTIAN KELARUTAN

Kemampuan garam-garam larut dalam air tidaklah sama, ada garam yang mudah larut dalam air
seperti natrium klorida dan ada pula garam yang sukar larut dalam air seperti perak kloida (AgCl).
Apabila natrium klorida dilarutkan ke dalam air, mula-mula akan larut. Semakin banyak natrium
klorida ditambahkan ke dalam air, semakin banyak endapan yang diperoleh. Larutan yang demikian itu
disebut larutan jenuh artinya pelarut tidak dapat lagi melarutkan natrium klorida. Perak klorida
sukar larut dalam air, tetapi dari hasil percobaan ternyata jika perak klorida dilarutkan dalam air
diperoleh kelarutan sebanyak  mol dalam setiap liter larutan.

Berdasarkan contoh diatas dapat diketahui bahwa selalu ada sejumlah garam yang dapat larut
didalam air. Bagi garam yang sukar larut dalam air, larutan akan jenuh walau hanya sedikit zat
terlarut dimasukkan, sebaliknya bagi garam yang mudah larut dalam air, larutan akan jenuh setelah
banyak zat terlarut dilarutkan. Ada sejumlah maksimum garam sebagai zat terlarut yang selalu dapat
dilarutkan kedalam air. Jumlah maksimum zat terlarut dalam pelarut disebut kelarutan.

B. PENGERTIAN HASIL KALI LARUTAN

          Hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar
larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien menurut
persamaan ionisasinya.

Garam-garam yang sukar larut seperti  , AgCl , HgF2. Jika dimasukkan dalam air murni lalu diaduk,
akan terlarut juga walaupun hanya sedikit sekali. Karena garam-garam ini adalah elektrolit, maka
garam yang terlarut akan terionisasi, sehingga dalam larutan akan terbentuk suatu kesetimbangan.

C. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelarutan


1.    Jenis Pelarut

Pernahkan kalian mencampurkan minyak dengan air? Jika pernah, pasti kalian telah mengetahui
bahwa minyak dan air tidak dapat bercampur. Sebab, minyak merupakan senyawa non-polar,
sedangkan air merupakan senyawa polar. Senyawa non-polar tidak dapat larut dalam senyawa polar,
begitu juga sebaliknya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa kedua zat bisa bercampur, asalkan keduanya
memiliki jenis yang sama.

2.     Suhu

Kalian sudah mengetahui bahwa gula lebih cepat larut dalam air panas daripada dalam air dingin,
bukan? Kelarutan suatu zat berwujud padat semakin tinggi, jika suhunya dinaikkan. Dengan naiknya
suhu larutan, jarak antarmolekul zat padat menjadi renggang. Hal ini  menyebabkan ikatan antarzat
padat mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air, sehingga zat tersebut mudah larut.

3.    Pengadukan

Dari pengalaman sehari-hari, kita tahu bahwa gula lebih cepat larut dalam air jika diaduk. Dengan
diaduk, tumbukan antarpartikel gula dengan pelarut akan semakin cepat, sehingga gula mudah larut
dalam air.

2.  Kesetimbangan Kelarutan

3.  Hasil Kali Kelarutan (Ksp)

·       Adalah nilai tetapan kesetimbangan garam atau basa yang sukar larut dalam larutan jenuh

·       Dapat dikaitkan dengan kelarutan sesuai dengan stokiometri reaksi

Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara ion-ion dengan zat yang tidak larut. Proses ini
terjadi dengan laju reaksi yang sama sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Contohnya reaksi
kesetimbangan pada larutan jenuh CaC2O4 dalam air adalah:

CaC2O4(s) ↔ Ca2+ (aq) + C2O4(aq)

Konstanta kesetimbangan:

Oleh karena CaC2O4 yang larut dalam air sangat kecil maka konsentrasi CaC2O4dianggap tetap. Sesuai
dengan harga K untuk kesetimbangan heterogen, konstanta reaksi ini dapat ditulis:

Ksp = [Ca2+] [C2O42-]


Ksp atau konstanta hasil kali kelarutan adalah hasil kali konsentrasi ion-ion dalam larutan jenuh,
dipangkatkan masing-masing koefisien reaksinya.

Rumus dan harga Ksp  beberapa senyawa dapat dilihat pada Tabel 

4.  Pengaruh Ion Senama

·       Ion senama memperkecil kelarutan

·       Ion senama dari elektrolit yang sukar larut dapat diabaikan
  
Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4 padat dengan ion Ag+ dan ion
CrO42–.

Apa yang terjadi jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan larutan AgNO 3 atau
larutan K2CrO4? Penambahan larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi ion
Ag+ atau ion CrO42– dalam larutan.

Sesuai asas Le Chatelier tentang pergeseran kesetimbangan, penambahan konsentrasi ion


Ag+ atau ion CrO42– akan menggeser kesetimbangan ke kiri. Akibatnya jumlah Ag 2CrO4 yang
larut menjadi berkurang. Jadi dapat disimpulkan bahwa ion senama memperkecil kelarutan
(Keenan, 1992).

 
5.  Reaksi Pengendapan

·       Qc < Ksp              : larutan belum jenuh

·       Qc = Ksp        : larutan tepat jenuh

·       Qc > Ksp              :  terjadi pengendapan

6. Hubungan Ksp dengan pH

 Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga
Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan (James E. Brady, 1990).

CONTOH SOAL:

1. Diketahui Ksp AgCl = 1,8 x 10 -10 .

Tentukan :

a. kelarutan AgCl dalam air!

b. kelarutan AgCl dalam HCl 0,01 M!

 
 2.100 ml larutan MgCl 2 0,01 M dicampurkan dengan 100 ml K 2 CO 3 0,001 M. Jika Ksp MgCO 3 = 3,5 x
10 -5, apakah MgCO 3 yang terbentuk sudah mengendap?

3. Diketahui Ksp Ag2CrO4 pada suhu 25C adalah 2,4 x 10–12. Tentukan kelarutan Ag2CrO4 dalam air
pada suhu 25C dan konsentrasi Ag+ dalam keadaan jenuh.
Jawab:
Ag2(CO3)2 —> 2Ag+ + CO3-
        s                    2s           s
Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2 [CO3-] 

       2,4 x 10–12 =   (2s)2      (s) 

      2,4 x 10–12 =   4s3 

                 s3 = 0,6 x 10–12 

                  s = 8,4 x 10–5 

 Konsentrasi [Ag+] = 2s = 2 (8,4 x 10–5) = 1,68 x 10–4 mol/L

4. Ke dalam 5000 ml air dilarutkan glukosa sampai jenuh. Ternyata massa glukosa yang terlarut
adalah 9 gram glukosa (Mr=180), tentukan kelarutan glukosa tersebut!
Jawab:
n = gr/Mr
n = 9/180
n = 0.05 mol

V = 5000 ml 

        = 5 L

s = n/v
s = 0.05/5
s = 0.01 mol/liter

65.  Apakah  terjadi  pengendapan  CaCO3.  jika  ke  dalam  1  liter  0.05  M Na2CO3 ditambahkan  1 
liter  0.02  M  CaCl2,  dan  diketahui  harga  Ksp untuk CaCO3 adalah 10-6.

     Jawab :

maka :

[Ca2+] x [CO32-] = 2.5 x 10-2 x 10-2

= 2.5 x 10-4

karena :

[Ca2+] x [CO32-] > Ksp CaCO3, maka akan terjadi endapan CaCO3 

 
Bab 7 Koloid

Pengertian koloid adalah campuran heterogen dari dua zat atau lebih di mana
partikel-partikel zat berukuran antara 1 hingga 1000 nm terdispersi (tersebar)
merata dalam medium zat lain. Zat yang terdispersi sebagai partikel disebut fase
terdispersi, sedangkan zat yang menjadi medium mendispersikan partikel disebut
medium pendispersi.

Secara makroskopis, koloid terlihat seperti larutan, di mana terbentuk campuran


homogen dari zat terlarut dan pelarut. Namun, secara mikroskopis, terlihat seperti
suspensi, yakni campuran heterogen di mana masing-masing komponen campuran
cenderung saling memisah.

Lihat juga materi lainnya:


Larutan Elektrolit dan Non Elektrolit
Senyawa Hidrokarbon

Warna pada cat berasal dari warna pigmen yang sebenarnya tidak larut dalam air
ataupun medium pelarut lainnya. Namun demikian, cat terlihat seperti campuran
yang homogen layaknya larutan garam dan bukan seperti campuran heterogen
layaknya campuran pasir dengan air. Hal ini terjadi sebagaimana cat merupakan
sistem koloid dengan pigmen terdispersi dalam air atau medium pelarut cat lainnya.

Jenis-jenis Koloid

Sistem koloid dapat dikelompokkan berdasarkan fase terdispersi dan fase


pendispersinya. Berdasarkan fase terdispersi, jenis koloid ada tiga, antara lain sol
(fase tersispersi padat), emulsi (fase terdispersi cair), dan buih (fase terdispersi
gas). Koloid dengan fase pendispersi gas disebut aerosol.

Berdasarkan fase terdispersi dan pendispersinya, jenis koloid dapat dibagi menjadi
8 golongan seperti pada tabel berikut.

Fase Terdispersi Fase Pendispersi Jenis Koloid Contoh Koloid

Cair Gas Aerosol Kabut, awan, hair spray

Padat Gas Aerosol Asa, debu di udara

Gas Cair Buih Buih sabun, krim kocok


Cair Cair Emulsi Susu, santan, mayonnaise

Padat Cair Sol Sol emas, tinta, cat, pasta gigi

Karet busa, Styrofoam, batu


Gas Padat Buih padat
apung

Cair Padat Emulsi padat (gel) Margarin, keju, jelly, mutiara

Padat Padat Sol padat Gelas berwarna, intan hitam

Sifat-sifat Koloid

1. Efek Tyndall

Ketika seberkas cahaya diarahkan kepada larutan, cahaya akan diteruskan. Namun,
ketika berkas cahaya diarahkan kepada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan.
Efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid ini disebut efek Tyndall. Efek
Tyndall dapat digunakan untuk membedakan sistem koloid dari larutan.
Penghamburan cahaya ini terjadi karena ukuran partikel koloid hampir sama dengan
panjang gelombang cahaya tampak (400 – 750 nm).

Eksperimen efek Tyndall: Cahaya diteruskan melalui larutan (kiri) tetapi


dihamburkan oleh sistem koloid Fe2O3 (kanan).
(Sumber: Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13th
edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)

2. Gerak Brown

Secara mikroskopis, partikel-partikel koloid bergerak secara acak dengan jalur


patah-patah (zig-zag) dalam medium pendispersi. Gerakan ini disebabkan oleh
terjadinya tumbukan antara partikel koloid dengan medium pendispersi. Gerakan
acak partikel ini disebut gerak Brown. Gerak Brown membantu menstabilkan partikel
koloid sehingga tidak terjadi pemisahan antara partikel terdispersi dan medium
pendispersi oleh pengaruh gaya gravitasi.

Muatan koloid

a. Adsorpsi

Partikel koloid dapat menyerap partikel-partikel lain yang bermuatan maupun tidak
bermuatan pada bagian permukaannya. Peristiwa penyerapan partikel-partikel pada
permukaan zat ini disebut adsorpsi. Partikel koloid dapat mengadsorpsi ion-ion dari
medium pendispersinya sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan listrik. Jenis
muatannya bergantung pada muatan ion-ion yang diserap. Sebagai contoh, sol
Fe(OH)3 dalam air bermuatan positif karena mengadsorpsi ion-ion positif,
sedangkan sol As2S3 bermuatan negatif karena mengadsorpsi ion-ion negatif.

b. Elektroforesis

Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa
partikel koloid bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik di
mana partikel bermuatan bergerak ke arah elektrode dengan muatan berlawanan ini
disebut elektroforesis. Koloid bermuatan positif akan bergerak ke arah elektrode
negatif, sedangkan koloid bermuatan negatif akan bergerak ke arah elektrode
positif. Oleh karena itu, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis
muatan koloid dan juga untuk memisahkan partikel-partikel koloid berdasarkan
ukuran partikel dan muatannya.

4. Koagulasi

Muatan listrik sejenis dari partikel-partikel koloid membantu menstabilkan sistem


koloid. Jika muatan listrik tersebut hilang, partikel-partikel koloid akan menjadi
tidak stabil dan bergabung membentuk gumpalan. Proses pembentukan gumpalan-
gumpalan partikel ini disebut koagulasi. Setelah gumpalan-gumpalan ini menjadi
cukup besar, gumpalan ini akhirnya akan mengendap akibat pengaruh gravitasi.
Koagulasi dapat dilakukan dengan empat cara, yaitu:

1. mekanik, yakni dengan pengadukan, pemanasan atau pendinginan;


2. menggunakan prinsip elektroforesis, di mana partikel-partikel koloid bermuatan
negatif akan digumpalkan di elektrode positif dan partikel-partikel koloid bermuatan
positif akan digumpalkan di elektrode negatif jika dialirkan arus listrik cukup lama;
3. menambahkan elektrolit, di mana ion positif dari elektrolit akan ditarik partikel
koloid bermuatan negatif dan ion negatif dari elektrolit akan ditarik partikel koloid
bermuatan positif sehingga partikel-partikel koloid dikelilingi oleh lapisan kedua
yang memiliki muatan berlawanan dengan lapisan pertama. Apabila jarak antara
kedua lapisan tersebut cukup dekat, muatan partikel koloid akan menjadi netral
sehingga terjadilah koagulasi. Semakin besar muatan ion dari elektrolit, proses
koagulasi semakin cepat dan efektif;
4. menambahkan koloid lain dengan muatan berlawanan, di mana kedua sistem koloid
dengan muatan berlawanan akan saling tarik-menarik dan saling mengadsorpsi
sehingga terjadi koagulasi.

Koagulasi dapat dicegah dengan penambahan koloid pelindung, yakni suatu koloid
yang berfungsi menstabilkan partikel koloid yang terdispersi dengan membungkus
partikel tersebut sehingga tidak dapat saling bergabung membentuk gumpalan.

Pembuatan Koloid

1. Pembuatan Koloid Dengan Cara Kondensasi

Pada cara ini, partikel-partikel kecil (partikel larutan) bergabung menjadi partikel-
partikel yang lebih besar (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:

1. Reaksi redoks

Contoh: pembuatan sol belerang

2H2S(g) + SO2(aq) → 3S(koloid) + 2H2O(l)

1. Hidrolisis
Contoh: pembuatan sol Fe(OH)3 dengan menambahkan larutan FeCl3 ke dalam air
mendidih

FeCl3(aq) + 3H2O(l) → Fe(OH)3(koloid) + 3HCl(aq)

1. Dekomposisi rangkap

Contoh: pembuatan sol AgCl

AgNO3(aq) + HCl(aq) → AgCl(koloid) + HNO3(aq)

Group Facebook Studio Belajar

Dian Sinaga

2 weeks ago

Selamat datang di group ini.


Yuk diskusi belajar bareng biar makin pintar...

Lihat di Facebook

·Share

1. Penggantian pelarut

Contoh: bila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk
suatu koloid berupa gel

2. Pembuatan Koloid Dengan Cara Dispersi

Pada cara ini, partikel-partikel besar (partikel suspensi) dipecah menjadi partikel-
partikel yang lebih kecil (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:

1. Cara mekanik
Pada cara ini, butiran-butiran kasar digerus ataupun digiling dengan penggiling
koloid hingga tingkat kehalusan tertentu lalu diaduk dalam medium pendispersi.
Contoh: sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-
sama dengan gula pasir, kemudian serbuk yang sudah halus tersebut dicampur
dengan air.

1. Cara peptisasi

Pada cara ini, partikel-partikel besar dipecah dengan bantuan zat pemeptisasi
(pemecah). Contoh: endapan Al(OH)3 dipeptisasi oleh AlCl3; endapan NiS oleh H2S;
dan agar-agar dipeptisasi oleh air.

1. Cara busur Bredig

Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Logam yang
akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam medium
pendispersi lalu kedua ujung elektroda diberi loncatan listrik.

Contoh Soal 1

Contoh Soal 1

Berikut ini yang termasuk sistem koloid, kecuali…

a. styrofoam
b. batu apung
c. tinta
d. alkohol 70%
e. margarin

Jawab:

d. alkohol 70%

Alkohol 70% merupakan larutan, bukan sistem koloid.

Contoh Soal 2

Dispersi zat padat dalam zat cair disebut…


a. sol
b. aerosol
c. emulsi
d. emulsi padat
e. buih padat

Jawab:

a. sol

Sol adalah koloid dengan fase terdispersi padat dan fase pendispersi cair.

Referensi

Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13 th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Johari, J.M.C. & Rachmawati, M. 2009. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XI Jilid 2.
Jakarta: Esis
Kotz, John C., Treichel, Paul M., & Townsend, John R. 2012. Chemistry & Chemical
Reactivity (8th edition). California: Brooks/Cole
Pashley, Richard M. & Karaman, Marilyn E. 2004. Applied Colloid and Surface
Chemistry. Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern
Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Retnowati, Priscilla. 2005. SeribuPena Kimia SMA Kelas XI Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature
of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education

Artikel: Sistem Koloid – Pengertian, Jenis, Contoh, Sifat, dan Pembuatan Koloid
Kontributor: Nirwan Susianto, S.Si.
Alumni Kimia FMIPA UI

Materi lainnya:

1. Teori Atom
2. Laju Reaksi
3. Larutan Penyangga

Anda mungkin juga menyukai