Kelas : XI MIPA 3
No.Absen : 33
Bab 1 Materi Larutan Asam Basa
A. Pengertian Asam Basa
Asam dan basa sudah dikenal sejak zaman dulu. Istilah asam (acid) berasal dari
bahasa Latin acetum yang berarti cuka. Istilah basa (alkali) berasal dari bahasa
Arab yang berarti abu. Basa digunakan dalam pembuatan sabun. Juga sudah lama
diketahui bahwa asam dan basa saling menetralkan. Di alam, asam ditemukan dalam
buah-buahan, misalnya asam sitrat dalam buah jeruk berfungsi untuk memberi rasa
limun yang tajam. Cuka mengandung asam asetat, dan asam tanak dari kulit pohon
digunakan untuk menyamak kulit. Asam mineral yang lebih kuat telah dibuat sejak
abad pertengahan, salah satunya adalah aqua forti (asam nitrat) yang digunakan
oleh para peneliti untuk memisahkan emas dan perak.
Pada tahun 1884, Svante Arrhenius (1859-1897) seorang ilmuwan Swedia yang
memenangkan hadiah nobel atas karyanya di bidang ionisasi, memperkenalkan
pemikiran tentang senyawa yang terpisah atau terurai menjadi bagian ion-ion dalam
larutan. Dia menjelaskan bagaimana kekuatan asam dalam larutan aqua (air)
tergantung pada konsentrai ion-ion hidrogen di dalamnya.
Menurut Arrhenius, asam adalah zat yang dalam air melepakan ion H+, sedangkan
basa adalah zat yang dalam air melepaskan ion OH–. Jadi pembawa sifat asam
adalah ion H+, sedangkan pembawa sifat basa adalah ion OH–. Asam Arrhenius
dirumuskan sebagai HxZ, yang dalam air mengalami ionisasi sebagai berikut.
HxZ ⎯⎯→ x H+ + Zx–
Jumlah ion H+ yang dapat dihasilkan oleh 1 molekul asam disebut valensi asam,
sedangkan ion negatif yang terbentuk dari asam setelah melepaskan ion H+ disebut
ion sisa asam. Beberapa contoh asam dapat dilihat pada tabel 5.1.
Basa
Arrhenius adalah hidroksida logam, M(OH)x, yang dalam air terurai sebagai berikut.
M(OH)x ⎯⎯→ Mx+ + x OH–
Jumlah ion OH– yang dapat dilepaskan oleh satu molekul basa disebut valensi basa.
Beberapa contoh basa diberikan pada tabel 5.2.
Asam sulfat dan magnesium hidroksida dalam air mengion sebagai berikut.
Persamaan
ionisasi air dapat ditulis sebagai:
Jadi,
Pada suhu 25 °C, Kw yang didapat dari percobaan adalah 1,0 × 10–14.
Harga Kw ini tergantung pada suhu, tetapi untuk percobaan yang suhunya
tidak terlalu menyimpang jauh dari 25 °C, harga Kw itu dapat dianggap tetap.
Harga Kw pada berbagai suhu dapat dilihat pada tabel berikut.
Kekuatan asam dipengaruhi oleh banyaknya ion – ion H+ yang dihasilkan
oleh senyawa asam dalam larutannya. Berdasarkan banyak sedikitnya ion H+
yang dihasilkan, larutan asam dibedakan menjadi dua macam sebagai berikut.
1. Asam Kuat
Asam kuat yaitu senyawa asam yang dalam larutannya terion seluruhnya
menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam kuat merupakan reaksi
berkesudahan. Secara umum, ionisasi asam kuat dirumuskan sebagai berikut.
HA(aq) ⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)
2. Asam Lemah
Asam lemah yaitu senyawa asam yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi asam lemah merupakan reaksi
kesetimbangan.
Secara umum, ionisasi asam lemah valensi satu dapat dirumuskan
sebagai berikut.
HA(aq) ←⎯⎯⎯⎯→ H+(aq) + A–(aq)
1. Basa Kuat
Basa kuat yaitu senyawa basa yang dalam larutannya terion seluruhnya
menjadi ion-ionnya. Reaksi ionisasi basa kuat merupakan reaksi berkesudahan.
Secara umum, ionisasi basa kuat dirumuskan sebagai berikut.
2. Basa Lemah
Basa lemah yaitu senyawa basa yang dalam larutannya hanya sedikit
terionisasi menjadi ion-ionnya.
Reaksi ionisasi basa lemah juga merupakan reaksi kesetimbangan.
Secara umum, ionisasi basa lemah valensi satu dapat dirumuskan sebagai
berikut.
Makin kuat basa maka reaksi kesetimbangan basa makin condong ke kanan,
akibatnya Kb bertambah besar.
Oleh karena itu, harga Kb merupakan ukuran kekuatan basa, makin besar Kb
makin kuat basa.
Berdasarkan persamaan di atas, karena pada basa lemah [M+] = [OH–], maka
persamaan di atas dapat diubah menjadi:
Untuk menyatakan tingkat atau derajat keasaman suatu larutan, pada tahun
1910, seorang ahli dari Denmark, Soren Lautiz Sorensen memperkenalkan
suatu bilangan yang sederhana.
Bilangan ini diperoleh dari hasil logaritma konsentrasi H+.
Bilangan ini kita kenal dengan skala pH. Harga pH berkisar antara 1 – 14 dan
ditulis:
Indikator adalah asam organik lemah atau basa organik lemah yang dapat
berubah warna pada rentang harga pH tertentu (James E. Brady, 1990).
Harga pH suatu larutan dapat diperkirakan dengan menggunakan trayek pH
indikator.
Indikator memiliki trayek perubahan warna yang berbeda-beda.
Dengan demikian dari uji larutan dengan beberapa indikator akan diperoleh
daerah irisan pH larutan.
Contoh, suatu larutan dengan brom timol biru (6,0– 7,6) berwarna biru dan
dengan fenolftalein (8,3–10,0) tidak berwarna, maka pH larutan itu adalah
7,6–8,3.
Hal ini disebabkan jika brom timol biru berwarna biru, berarti pH larutan
lebih besar dari 7,6 dan jika dengan fenolftalein tidak berwarna, berarti pH
larutan kurang dari 8,3.
Konsep Asam-Basa Bronsted dan Lowry
Menurut Bronsted dan Lowry, asam adalah spesi yang memberi proton,
sedangkan basa adalah spesi yang menerima proton pada suatu reaksi
pemindahan proton.
NH4 +
(aq) + H2O(l) ⎯→ NH3(aq) + H3O+(aq)
asam basa
asam basa
Pada contoh di atas terlihat bahwa air dapat bersifat sebagai asam (donor
proton) dan sebagai basa (akseptor proton).
Zat seperti itu bersifat amfiprotik (amfoter).
Konsep asam-basa dari Bronsted-Lowry ini lebih luas daripada konsep asam-
basa Arrhenius karena hal-hal berikut :
Suatu asam setelah melepas satu proton akan membentuk spesi yang disebut
basa konjugasi dari asam tersebut.
Sedangkan basa yang telah menerima proton menjadi asam konjugasi.
Perhatikan tabel berikut.
Pasangan asam-basa setelah terjadi serah-terima proton dinamakan asam-
basa konjugasi.
Asam menurut Lewis adalah zat yang dapat menerima pasangan electron (akseptor
pasangan electron)
Basa menurut Lewis adalah zat yang dapat memberikan pasangan electron (donor
pasangan electron).
Lewis mengamati bahwa molekul BF3 juga dapat berperilaku seperti halnya asam (H+)
sewaktu bereaksi dengan NH3. Molekul BF3 dapat menerima sepasang elektron dari
molekul NH3 untuk membentuk ikatan kovalen antara B dan H.
Teori asam basa Lewis lebih luas dibandingkan Arhenius dan Bronsted Lowry ,
karena :
Teori Lewis dapat menjelaskan reaksi asam basa yang berlangsung dalam
pelarut air, pelarut bukan air, dan tanpa pelarut sama sekali.
Teori Lewis dapat menjelaskan reaksi asam basa yang tidak melibatkan
transfer proton (H+), seperti reaksi antara BF3 dan NH3.
Contoh :
Tunjukkan bagaimana reaksi asam basa antara larutan HCl dan NaOH menurut teori
Arhenius dapat dijelaskan dengan menggunakan teori Lewis
Untuk menjelaskan reaksi ini menggunakan teori Lewis, nyatakan reaksi sebagai
reaksi ion:
H+ + OH–↔ H2O(l)
Ikatan kovalen koordinasi antara H dan O yang terbentuk akibat transfer sepasang
elektron dari OH– ke H+
Bab 2 Hidrolisis Garam
Apakah garam itu? Apakah hidrolisis garam itu? Hidrolisis garam adalah penguraian
garam oleh air atau reaksi ion-ion garam oleh air. Garam-garam yang mengalami
hidrolisis adalah garam yang mengandung ion dari asam lemah atau basa lemah.
Sedangkan garam yang berasal dari asam kuat atau basa kuat tidak bisa mengalami
reaksi hidrolisis.
Ada macam-macam garam yang di hasilkan dari reaksi asam dan basa, yaitu sebagai
berikut:
1. Garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa kuat
Garam yang berasal dari asam lemah dan basa kuat dalam air mengalami hidrolisis
sebagian. Komponen garam (anion asam lemah) mengalami hidrolisis menghasilkan ion
OH-, maka pH > 7 sehingga larutan garam bersifat basa. Contoh CH3COOK,
CH3COONa, KCN, CaS, dan sebagainya.
Reaksi ionisasi : CH3COOK(aq) → K+(aq) + CH3COO-(aq)
Rumus :
Keterangan :
Kh = konstanta hidrolisis
Kw = konstanta air
Ka = konstanta asam
[G] = konsentrasi garam
h = derajat hidrolisis
Untuk menentukan besarnya derajat hidrolisis garam yang berasal dari asam lemah
dan basa kuat di gunakan rumus berikut:
Keterangan:
Kh = konstanta hidrolisis
Kw = konstanta air
Kb = konstanta basa
[G] = konsentrasi garam
h = derajat hidrolisis
Untuk menentukan besarnya derajat hidrolisis garam yang berasal dari asam kuat
dan basa lemah digunakan rumus:
pH = - log 10-5 = 5
Jadi pH larutan tersebut adalah 5.
Rumus:
Keterangan:
Kw = konstanta air
Ka = konstanta asam
Kb = konstanta basa
Kh = konstanta hidrolisis
Harga pH dari garam yang terbentuk dari asam lemah dan basa lemah tergantung
harga Ka dan Kb.
a. Jika Ka = Kb, maka larutan akan bersifat netral (pH = 7)
b. Jika Ka > Kb, maka larutan akan bersifat asam (pH < 7)
c. Jika Ka < Kb, maka larutan akan bersifat basa (pH > 7)
Contoh: Hitunglah pH larutan CH3COONH4 0,1 M. Jika di ketahui Ka CH3COOH
= 10-10 !
Jawab:
Larutan penyangga adalah suatu sistem larutan yang dapat mempertahankan nilai
pH larutan agar tidak terjadi perubahan pH yang berarti oleh karena penambahan
asam atau basa maupun pengenceran. Larutan ini disebut juga dengan larutan buffer
atau dapar.
Dalam kehidupan sehari-hari, terdapat berbagai reaksi kimia yang merupakan reaksi
asam basa. Sebagai contoh, reaksi beberapa enzim pencernaan dalam sistem
biologis. Enzim pepsin yang berfungsi memecah protein dalam lambung hanya dapat
bekerja optimal dalam suasana asam, yakni pada sekitar pH 2. Dengan kata lain, jika
enzim berada pada kondisi pH yang jauh berbeda dari pH optimal tersebut, maka
enzim dapat menjadi tidak aktif bahkan rusak. Oleh karena itu, perlu ada suatu
sistem yang menjaga nilai pH di mana enzim tersebut bekerja. Sistem untuk
mempertahankan nilai pH inilah yang disebut dengan larutan penyangga. Hal ini
terjadi sebagaimana dalam larutan ini terdapat zat-zat terlarut bersifat “penahan”
yang terdiri dari komponen asam dan basa. Komponen asam akan menahan kenaikan
pH sedangkan komponen basa akan menahan penurunan pH.
Larutan penyangga banyak digunakan dalam analisis kimia, biokimia dan mikrobiologi.
Selain itu, dalam bidang industri, juga banyak digunakan pada proses seperti
fotografi, electroplating (penyepuhan), pembuatan bir, penyamakan kulit, sintesis
zat warna, sintesis obat-obatan, maupun penanganan limbah.
Di dalam tubuh makhluk hidup juga terdapat larutan penyangga yang sangat
berperan penting. Dalam keadaan normal, pH darah manusia yaitu 7,4. pH darah
tidak boleh turun di bawah 7,0 ataupun naik di atas 7,8 karena akan berakibat fatal
bagi tubuh. pH darah dipertahankan pada 7,4 oleh larutan penyangga karbonat-
bikarbonat (H2CO3/HCO3−) dengan menjaga perbandingan konsentrasi [H2CO3] :
[HCO3−] sama dengan 1 : 20. Selain itu, dalam cairan intra sel juga terdapat larutan
penyangga dihidrogenfosfat-monohidrogenfosfat (H2PO4−/HPO42−). Larutan
penyangga H2PO4−/HPO42− juga terdapat dalam air ludah, yang berfungsi untuk
menjaga pH mulut sekitar 6,8 dengan menetralisir asam yang dihasilkan dari
fermentasi sisa-sisa makanan yang dapat merusak gigi.
Komponen Larutan Penyangga
Larutan buffer asam mempertahankan pH pada suasana asam (pH < 7). Larutan
buffer asam terdiri dari komponen asam lemah (HA) dan basa konjugasinya (A −).
Larutan seperti ini dapat diperoleh dengan:
1. mencampurkan asam lemah (HA) dengan garam basa konjugasinya (LA, yang
dapat terionisasi menghasilkan ion A−)
2. mencampurkan suatu asam lemah dalam jumlah berlebih dengan suatu basa
kuat sehingga bereaksi menghasilkan garam basa konjugasi dari asam lemah
tersebut.
Pada penambahan asam (H+), kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga
reaksi mengarah pada pembentukan CH3COOH. Dengan kata lain, asam yang
ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen basa konjugasi (CH 3COO−).
Pada penambahan basa (OH−), kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan, yakni
reaksi pembentukan CH3COO− dan H+, sebagaimana untuk mempertahankan
konsentrasi ion H+ yang menjadi berkurang karena OH− yang ditambahkan bereaksi
dengan H+ membentuk H2O. Dengan kata lain, basa yang ditambahkan akan
dinetralisasi oleh komponen asam lemah (CH 3COOH).
Larutan buffer basa mempertahankan pH pada suasana basa (pH > 7). Larutan
buffer basa terdiri dari komponen basa lemah (B) dan basa konjugasinya (BH +).
Larutan seperti ini dapat diperoleh dengan:
1. mencampurkan basa lemah (B) dengan garam asam konjugasinya (BHX, yang
dapat terionisasi menghasilkan ion BH+)
2. mencampurkan suatu basa lemah dalam jumlah berlebih dengan suatu asam
kuat sehingga bereaksi menghasilkan garam asam konjugasi dari basa lemah
tersebut.
Pada penambahan asam (H+), kesetimbangan akan bergeser ke arah kanan, yakni
reaksi pembentukan NH4+ dan OH−, sebagaimana untuk mempertahankan konsentrasi
ion OH− yang menjadi berkurang karena H+ yang ditambahkan bereaksi dengan OH−
membentuk H2O. Dengan kata lain, asam yang ditambahkan akan dinetralisasi oleh
komponen basa lemah (NH3).
Pada penambahan basa (OH−), kesetimbangan akan bergeser ke arah kiri, sehingga
reaksi mengarah pada pembentukan NH3 dan air. Dengan kata lain, basa yang
ditambahkan akan dinetralisasi oleh komponen asam konjugasi (NH 4+).
pH Larutan Penyangga
Dalam larutan buffer asam yang mengandung CH 3COOH dan CH3COO−, terdapat
kesetimbangan:
Jika a = jumlah mol asam lemah, g = jumlah mol basa konjugasi, dan V = volum
larutan penyangga,
Dalam larutan buffer basa yang mengandung NH3 dan NH4+, terdapat
kesetimbangan:
Dian Sinaga
2 weeks ago
Lihat di Facebook
·Share
Jika b = jumlah mol basa lemah, g = jumlah mol asam konjugasi, dan V = volum
larutan penyangga,
Jawab:
a. Larutan penyangga dengan CH3COOH sebagai asam lemah dan CH3COONa sebagai
garam basa konjugasi
b. 10 mL larutan basa kuat KOH 0,1 M (1 mmol KOH) akan bereaksi dengan 20 mL
larutan asam lemah CH3COOH 0,1 M (2 mmol CH3COOH) menghasilkan air dan garam
basa konjugasi CH3COOK.
c. Larutan penyangga dengan NH3 sebagai basa lemah dan NH4Cl sebagai garam
asam konjugasi
Referensi:
Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13 th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Lew, Kristi. 2009. Essential Chemistry: Acids and Bases. New York: Chelsea House.
McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7 th edition).
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern
Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Retnowati, Priscilla. 2005. SeribuPena Kimia SMA Kelas XI Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
1. Laju Reaksi
2. Struktur Atom
3. Konfigurasi Elektron
Dalam menentukan kadar asam cuka, metode titrasi yang digunakan adalah titrasi
asam basa. Titrasi asam basa adalah penentuan kadar suatu larutan basa dengan
larutan asam yang diketahui kadarnya atau sebaliknya, kadar suatu larutan asam
dengan larutan basa yang diketahui, dengan didasarkan pada reaksi netralisasi.
Titrasi harus dilakukan hingga mencapai titik ekivalen, yaitu keadaan di mana asam
dan basa tepat habis bereaksi secara stoikiometri. Titik ekivalen umumnya dapat
ditandai dengan perubahan warna dari indikator. Keadaan di mana titrasi harus
dihentikan tepat pada saat indikator menunjukkan perubahan warna disebut titik
akhir titrasi. Jadi, untuk memperoleh hasil titrasi yang tepat, maka selisih antara
titik akhir titrasi dengan titik ekivalen harus diusahakan seminimal mungkin. Hal ini
dapat diupayakan dengan memilih indikator yang tepat pada saat titrasi, yakni
indikator yang mengalami perubahan warna di sekitar titik ekivalen.
Pada saat larutan basa ditetesi dengan larutan asam, pH larutan akan turun.
Sebaliknya, jika larutan asam ditetesi dengan larutan basa, maka pH larutan akan
naik. Jika pH larutan asam atau basa diplotkan sebagai fungsi dari volum larutan
basa atau asam yang diteteskan, maka akan diperoleh suatu grafik yang disebut
kurva titrasi. Kurva titrasi menunjukkan perubahan pH larutan selama proses titrasi
asam dengan basa atau sebaliknya. Bentuk kurva titrasi memiliki karakteristik
tertentu yang bergantung pada kekuatan dan konsentrasi asam dan basa yang
bereaksi.
Sebagai contoh, 40 mL larutan HCl 0,1 M ditetesi dengan larutan NaOH 0,1 M
sedikit demi sedikit. Berikut kurva titrasi yang menggambarkan perubahan pH
selama titrasi tersebut.
Kurva titrasi asam basa: HCl dengan NaOH. Sumber: Silberberg, Martin S. &
Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature of Matter and Change
(7th edition). New York: McGraw-Hill Education
Sebagai contoh, 40 mL larutan CH3COOH 0,1 M ditetesi dengan larutan NaOH 0,1
M sedikit demi sedikit. Berikut kurva titrasi berwarna biru yang menggambarkan
perubahan pH selama titrasi tersebut dibandingkan dengan kurva titrasi HCl dengan
NaOH yang berwarna merah.
Kurva titrasi CH3COOH dengan NaOH dan titrasi HCl dengan NaOH
(Sumber: McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry
(7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)
Sebagai contoh, 40 mL larutan NH3 0,1 M ditetesi dengan larutan HCl 0,1 M sedikit
demi sedikit. Berikut ditampilkan kurva titrasi yang menggambarkan perubahan pH
selama titrasi tersebut
Kurva titrasi NH3 dengan HCl
(Sumber: McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry
(7th edition). New Jersey: Pearson Education, Inc.)
1. Menuliskan persamaan reaksi netralisasi yang terjadi, misal antara larutan asam A
dengan larutan basa B
2. Menyatakan perbandingan jumlah mol asam A dan basa B yang bereaksi agar
tepat habis bereaksi
3. Menghitung konsentrasi larutan asam/basa dari persamaan perbandingan
tersebut
Dian Sinaga
2 weeks ago
Lihat di Facebook
·Share
Jika valensi dari asam A dan basa B yang bereaksi diketahui, konsentrasi larutan
asam/basa juga dapat dicari dengan rumus:
Contoh Soal Titrasi Asam Basa
Contoh Soal 1
Berapa konsentrasi dari larutan asam asetat CH3COOH jika diketahui untuk titrasi
25 mL larutan CH3COOH tersebut diperlukan 15 mL larutan NaOH 0,05 M agar
mencapai titik ekivalen?
Jawab:
Contoh Soal 2
Sebanyak 40 mL larutan asam sulfat 0,25 M dititrasi dengan suatu basa bervalensi
satu, dan ternyata dibutuhkan 57 mL basa tersebut. Berapakah kemolaran basa
yang digunakan tersebut?
Jawab:
Reaksi netralisasi terjadi antara asam sulfat H2SO4 (asam kuat bervalensi dua)
dengan suatu basa bervalensi satu.
Referensi
Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13 th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Johari, J.M.C. & Rachmawati, M. 2009. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XI Jilid 2.
Jakarta: Esis.
McMurry, John E., Fay, Robert C., & Robinson, Jill K. 2016. Chemistry (7 th edition).
New Jersey: Pearson Education, Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga.
Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature
of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education.
Materi lainnya:
1. Larutan Penyangga
2. Stoikiometri
3. Struktur Atom
Bab 5 Kelarutan dan Hasil Kali Kelarutan
KELARUTAN DAN HASIL KALI KELARUTAN
A. PENGERTIAN KELARUTAN
Kemampuan garam-garam larut dalam air tidaklah sama, ada garam yang mudah larut dalam air
seperti natrium klorida dan ada pula garam yang sukar larut dalam air seperti perak kloida (AgCl).
Apabila natrium klorida dilarutkan ke dalam air, mula-mula akan larut. Semakin banyak natrium
klorida ditambahkan ke dalam air, semakin banyak endapan yang diperoleh. Larutan yang demikian itu
disebut larutan jenuh artinya pelarut tidak dapat lagi melarutkan natrium klorida. Perak klorida
sukar larut dalam air, tetapi dari hasil percobaan ternyata jika perak klorida dilarutkan dalam air
diperoleh kelarutan sebanyak mol dalam setiap liter larutan.
Berdasarkan contoh diatas dapat diketahui bahwa selalu ada sejumlah garam yang dapat larut
didalam air. Bagi garam yang sukar larut dalam air, larutan akan jenuh walau hanya sedikit zat
terlarut dimasukkan, sebaliknya bagi garam yang mudah larut dalam air, larutan akan jenuh setelah
banyak zat terlarut dilarutkan. Ada sejumlah maksimum garam sebagai zat terlarut yang selalu dapat
dilarutkan kedalam air. Jumlah maksimum zat terlarut dalam pelarut disebut kelarutan.
Hasil kali kelarutan ialah hasil kali konsentrasi ion-ion dari larutan jenuh garam yang sukar
larut dalam air, setelah masing-masing konsentrasi dipangkatkan dengan koefisien menurut
persamaan ionisasinya.
Garam-garam yang sukar larut seperti , AgCl , HgF2. Jika dimasukkan dalam air murni lalu diaduk,
akan terlarut juga walaupun hanya sedikit sekali. Karena garam-garam ini adalah elektrolit, maka
garam yang terlarut akan terionisasi, sehingga dalam larutan akan terbentuk suatu kesetimbangan.
Pernahkan kalian mencampurkan minyak dengan air? Jika pernah, pasti kalian telah mengetahui
bahwa minyak dan air tidak dapat bercampur. Sebab, minyak merupakan senyawa non-polar,
sedangkan air merupakan senyawa polar. Senyawa non-polar tidak dapat larut dalam senyawa polar,
begitu juga sebaliknya. Jadi, bisa disimpulkan bahwa kedua zat bisa bercampur, asalkan keduanya
memiliki jenis yang sama.
2. Suhu
Kalian sudah mengetahui bahwa gula lebih cepat larut dalam air panas daripada dalam air dingin,
bukan? Kelarutan suatu zat berwujud padat semakin tinggi, jika suhunya dinaikkan. Dengan naiknya
suhu larutan, jarak antarmolekul zat padat menjadi renggang. Hal ini menyebabkan ikatan antarzat
padat mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air, sehingga zat tersebut mudah larut.
3. Pengadukan
Dari pengalaman sehari-hari, kita tahu bahwa gula lebih cepat larut dalam air jika diaduk. Dengan
diaduk, tumbukan antarpartikel gula dengan pelarut akan semakin cepat, sehingga gula mudah larut
dalam air.
2. Kesetimbangan Kelarutan
· Adalah nilai tetapan kesetimbangan garam atau basa yang sukar larut dalam larutan jenuh
Pada larutan jenuh terjadi kesetimbangan antara ion-ion dengan zat yang tidak larut. Proses ini
terjadi dengan laju reaksi yang sama sehingga terjadi reaksi kesetimbangan. Contohnya reaksi
kesetimbangan pada larutan jenuh CaC2O4 dalam air adalah:
Konstanta kesetimbangan:
Oleh karena CaC2O4 yang larut dalam air sangat kecil maka konsentrasi CaC2O4dianggap tetap. Sesuai
dengan harga K untuk kesetimbangan heterogen, konstanta reaksi ini dapat ditulis:
Rumus dan harga Ksp beberapa senyawa dapat dilihat pada Tabel
· Ion senama dari elektrolit yang sukar larut dapat diabaikan
Dalam larutan jenuh Ag2CrO4 terdapat kesetimbangan antara Ag2CrO4 padat dengan ion Ag+ dan ion
CrO42–.
Apa yang terjadi jika ke dalam larutan jenuh tersebut ditambahkan larutan AgNO 3 atau
larutan K2CrO4? Penambahan larutan AgNO3 atau K2CrO4 akan memperbesar konsentrasi ion
Ag+ atau ion CrO42– dalam larutan.
5. Reaksi Pengendapan
Harga pH sering digunakan untuk menghitung Ksp suatu basa yang sukar larut. Sebaliknya, harga
Ksp suatu basa dapat digunakan untuk menentukan pH larutan (James E. Brady, 1990).
CONTOH SOAL:
Tentukan :
2.100 ml larutan MgCl 2 0,01 M dicampurkan dengan 100 ml K 2 CO 3 0,001 M. Jika Ksp MgCO 3 = 3,5 x
10 -5, apakah MgCO 3 yang terbentuk sudah mengendap?
3. Diketahui Ksp Ag2CrO4 pada suhu 25C adalah 2,4 x 10–12. Tentukan kelarutan Ag2CrO4 dalam air
pada suhu 25C dan konsentrasi Ag+ dalam keadaan jenuh.
Jawab:
Ag2(CO3)2 —> 2Ag+ + CO3-
s 2s s
Ksp Ag2CO3 = [Ag+]2 [CO3-]
4. Ke dalam 5000 ml air dilarutkan glukosa sampai jenuh. Ternyata massa glukosa yang terlarut
adalah 9 gram glukosa (Mr=180), tentukan kelarutan glukosa tersebut!
Jawab:
n = gr/Mr
n = 9/180
n = 0.05 mol
V = 5000 ml
= 5 L
s = n/v
s = 0.05/5
s = 0.01 mol/liter
65. Apakah terjadi pengendapan CaCO3. jika ke dalam 1 liter 0.05 M Na2CO3 ditambahkan 1
liter 0.02 M CaCl2, dan diketahui harga Ksp untuk CaCO3 adalah 10-6.
Jawab :
maka :
= 2.5 x 10-4
karena :
[Ca2+] x [CO32-] > Ksp CaCO3, maka akan terjadi endapan CaCO3
Bab 7 Koloid
Pengertian koloid adalah campuran heterogen dari dua zat atau lebih di mana
partikel-partikel zat berukuran antara 1 hingga 1000 nm terdispersi (tersebar)
merata dalam medium zat lain. Zat yang terdispersi sebagai partikel disebut fase
terdispersi, sedangkan zat yang menjadi medium mendispersikan partikel disebut
medium pendispersi.
Warna pada cat berasal dari warna pigmen yang sebenarnya tidak larut dalam air
ataupun medium pelarut lainnya. Namun demikian, cat terlihat seperti campuran
yang homogen layaknya larutan garam dan bukan seperti campuran heterogen
layaknya campuran pasir dengan air. Hal ini terjadi sebagaimana cat merupakan
sistem koloid dengan pigmen terdispersi dalam air atau medium pelarut cat lainnya.
Jenis-jenis Koloid
Berdasarkan fase terdispersi dan pendispersinya, jenis koloid dapat dibagi menjadi
8 golongan seperti pada tabel berikut.
Sifat-sifat Koloid
1. Efek Tyndall
Ketika seberkas cahaya diarahkan kepada larutan, cahaya akan diteruskan. Namun,
ketika berkas cahaya diarahkan kepada sistem koloid, cahaya akan dihamburkan.
Efek penghamburan cahaya oleh partikel koloid ini disebut efek Tyndall. Efek
Tyndall dapat digunakan untuk membedakan sistem koloid dari larutan.
Penghamburan cahaya ini terjadi karena ukuran partikel koloid hampir sama dengan
panjang gelombang cahaya tampak (400 – 750 nm).
2. Gerak Brown
Muatan koloid
a. Adsorpsi
Partikel koloid dapat menyerap partikel-partikel lain yang bermuatan maupun tidak
bermuatan pada bagian permukaannya. Peristiwa penyerapan partikel-partikel pada
permukaan zat ini disebut adsorpsi. Partikel koloid dapat mengadsorpsi ion-ion dari
medium pendispersinya sehingga partikel tersebut menjadi bermuatan listrik. Jenis
muatannya bergantung pada muatan ion-ion yang diserap. Sebagai contoh, sol
Fe(OH)3 dalam air bermuatan positif karena mengadsorpsi ion-ion positif,
sedangkan sol As2S3 bermuatan negatif karena mengadsorpsi ion-ion negatif.
b. Elektroforesis
Partikel koloid dapat bergerak dalam medan listrik. Hal ini menunjukkan bahwa
partikel koloid bermuatan listrik. Pergerakan partikel koloid dalam medan listrik di
mana partikel bermuatan bergerak ke arah elektrode dengan muatan berlawanan ini
disebut elektroforesis. Koloid bermuatan positif akan bergerak ke arah elektrode
negatif, sedangkan koloid bermuatan negatif akan bergerak ke arah elektrode
positif. Oleh karena itu, elektroforesis dapat digunakan untuk menentukan jenis
muatan koloid dan juga untuk memisahkan partikel-partikel koloid berdasarkan
ukuran partikel dan muatannya.
4. Koagulasi
Koagulasi dapat dicegah dengan penambahan koloid pelindung, yakni suatu koloid
yang berfungsi menstabilkan partikel koloid yang terdispersi dengan membungkus
partikel tersebut sehingga tidak dapat saling bergabung membentuk gumpalan.
Pembuatan Koloid
Pada cara ini, partikel-partikel kecil (partikel larutan) bergabung menjadi partikel-
partikel yang lebih besar (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:
1. Reaksi redoks
1. Hidrolisis
Contoh: pembuatan sol Fe(OH)3 dengan menambahkan larutan FeCl3 ke dalam air
mendidih
1. Dekomposisi rangkap
Dian Sinaga
2 weeks ago
Lihat di Facebook
·Share
1. Penggantian pelarut
Contoh: bila larutan jenuh kalsium asetat dicampur dengan alkohol akan terbentuk
suatu koloid berupa gel
Pada cara ini, partikel-partikel besar (partikel suspensi) dipecah menjadi partikel-
partikel yang lebih kecil (partikel koloid), yang dapat dilakukan melalui:
1. Cara mekanik
Pada cara ini, butiran-butiran kasar digerus ataupun digiling dengan penggiling
koloid hingga tingkat kehalusan tertentu lalu diaduk dalam medium pendispersi.
Contoh: sol belerang dapat dibuat dengan menggerus serbuk belerang bersama-
sama dengan gula pasir, kemudian serbuk yang sudah halus tersebut dicampur
dengan air.
1. Cara peptisasi
Pada cara ini, partikel-partikel besar dipecah dengan bantuan zat pemeptisasi
(pemecah). Contoh: endapan Al(OH)3 dipeptisasi oleh AlCl3; endapan NiS oleh H2S;
dan agar-agar dipeptisasi oleh air.
Cara ini digunakan untuk membuat sol-sol logam seperti Ag, Au, dan Pt. Logam yang
akan dijadikan koloid digunakan sebagai elektrode yang dicelupkan dalam medium
pendispersi lalu kedua ujung elektroda diberi loncatan listrik.
Contoh Soal 1
Contoh Soal 1
a. styrofoam
b. batu apung
c. tinta
d. alkohol 70%
e. margarin
Jawab:
d. alkohol 70%
Contoh Soal 2
Jawab:
a. sol
Sol adalah koloid dengan fase terdispersi padat dan fase pendispersi cair.
Referensi
Brown, Theodore L. et al. 2015. Chemistry: The Central Science (13 th edition). New
Jersey: Pearson Education, Inc.
Johari, J.M.C. & Rachmawati, M. 2009. Kimia SMA dan MA untuk Kelas XI Jilid 2.
Jakarta: Esis
Kotz, John C., Treichel, Paul M., & Townsend, John R. 2012. Chemistry & Chemical
Reactivity (8th edition). California: Brooks/Cole
Pashley, Richard M. & Karaman, Marilyn E. 2004. Applied Colloid and Surface
Chemistry. Chichester: John Wiley & Sons, Ltd.
Petrucci, Ralph H. et al. 2017. General Chemistry: Principles and Modern
Applications (11th edition). Toronto: Pearson Canada Inc.
Purba, Michael. 2006. Kimia 2B untuk SMA Kelas XI. Jakarta: Erlangga
Retnowati, Priscilla. 2005. SeribuPena Kimia SMA Kelas XI Jilid 2. Jakarta:
Erlangga
Silberberg, Martin S. & Amateis, Patricia. 2015. Chemistry: The Molecular Nature
of Matter and Change (7th edition). New York: McGraw-Hill Education
Artikel: Sistem Koloid – Pengertian, Jenis, Contoh, Sifat, dan Pembuatan Koloid
Kontributor: Nirwan Susianto, S.Si.
Alumni Kimia FMIPA UI
Materi lainnya:
1. Teori Atom
2. Laju Reaksi
3. Larutan Penyangga