Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN PERIOPERATIF 1

Dengan :

FRAKTUR CRURIS

Oleh
Wahyu Artyningsih
( 1601460035)

KELOMPOK 3
KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG
JURUSAN KEPERAWATAN
PROGRAM STUDI DIV KEPERAWATAN MALANG
2020
LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR CRURIS

A. PENGERTIAN

Fraktur cruris adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya,
terjadi pada tulang tibia dan fibula. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari
yang dapat diabsorbsinya (Brunner & Suddart, 2000).
Fraktur Cruris adalah adalah suatu keadaan dikontinuitas jaringan struktural pada tulang tibia dan
fibula (Silvia Anderson Price, 1995).
B. KLASIFIKASI
Ada 2 tipe dari fraktur cruris yaitu :
1) Fraktur intra capsuler, yaitu terjadi dalam tulang sendi panggul dan captula
a. Melalui kapital fraktur
b. Hanya dibawah kepala femur
c. Melalui leher dari femur
2) Fraktur ekstra kapsuler
a. Terjadi diluar sendi dan kapsul melalui trokanter cruris yang lebih besar atau yang
lebih kecil pada daerah intertrokanter.
b. Terjadi di bagian distal menuju leher cruris tetapi tidak lebih dari 2 inci di bawah
trokanter terkecil.
Selain 2 tipe di atas ada lebih dari 150 klasifikasi fraktur diantaranya yang utama adalah :
a) Incomplete
Fraktur yang hanya melibatkan bagian potongan menyilang tulang satu sisi patah yang
lain biasanya hanya bengkok (green stick).
b) Complete
Garis fraktur melibatkan seluruh potongan menyilang dari tulang dan fragmen tulang
biasanya berupa tempat.
c) tertutup (simple)
Fraktur tidak meluas melewati kulit.
d) Terbuka (complete)
Fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit dimana potensial untuk terjadi infeksi.
e) Patologis
Fraktur terjadi pada penyakit tulang (seperti kanker, osteoforosis) dengan tak ada trauma
hanya minimal.
C. ETIOLOGI
1) Trauma langsung menyebabkan fraktur pada titik terjadinya trauma itu, misalnya tulang kaki
terbentur bumper mobil maka tulang akan patah, tepat ditempat benturan.
2) Trauma tidak langsung menyebabkan fraktur di tempat yang jatuh dari tempat terjadinya
trauma.
3) Truma akibat tarikan otot, jarang terjadi.
4) Adanya metastase kanker tulang dapat melunakkan struktur tulang dan menyebabkan fraktur
5) Adanya penyakit primer seperti osteoporosis (E.Oerswari, 1989: 147)

D. ANATOMI FISIOLOGI

(Gambar : Struktur Anatomi Tulang Cruris)

Sistem muskuloskeletal merupakan sistem yang kompleks dan tersusun atas tulang, sendi, otot
ligamen, tendon, serta jaringan lain yang menghasilkan struktur dan bentuk tulang. Sistem ini
juga melindungi organ-organ vital, memungkinkan terjadinya gerakan, menyimpan kalsium serta
mineral lain di dalam matriks tulang yang dapat dimobilisasi bila terjadi difesiensi, dan tempat
berlangsungnya hematopoiesis (produksi sel darah merah) di dalam sum-sum tulang. Rangka
manusia memiliki 206 tulang yang tersusun atas garam-garam anorganik (terutama kalsium serta
fosfat), yang terbenam di dalam kerangka serabut kolagen.(Jeniver P.Kowlak, Wiliam Welsh,
Brenna Mayer, 2003).

Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK 2010 susunan tulang secara garis besar meliputi :
1. Tulang panjang.
Di tengahnya terdapat diafise dan kedua ujungnya disebut epifise. Ujung tulang
dilapisi oleh tulang rawan yang memudahkan gerakan. Sendi rawan ini disebut
kartilago artikulasio (rawan sendi). Permukaan luar tulang dibungkus oleh selaput
tulang yang disebut periosteum yang sifatnya menyerupai jaringan ikat. Jika tulang
dibelah secara memanjang, pada bagian diefise terdapat lubang yang meneyerupai
pipa, dinding bagian dalam pipa dilapisi olehsubstansi yang padat atau rapat, dan
bagian ujung tulang substansia makin tipis. Pada bagian epifise tulang ini terdapat
banyak lubang kecil yang menyerupai bunga karang yang disebut spongeosa. Pada
lubang bagian dalam diafise terdapat ruang yang disebut kavum medula yang berisi
sumsum tulang kuning (medula osseum palva) dan pada lubang substansia
spongeosa terdapat sumsum merah (medula osseum rubra) permukaan dalam
substansia kompakta diliputioleh selaput tipis yang disebut endosteum.
2. Tulang atap kepala
Teriri dari dua lapisan yaitu substansi kompakta tubula eksterna (lapisan luar) dan
substansia kompakta tubula interna (lapisan dalam). Diantara kedua lapisan ini
terdapat substansia spongosa. Substansi kompakta dan spongosa termasuk jaringan
penunjang, jaringan antar-sel (substansia interselularis) banyak mengandung
kalisum (zat kapur), fosfat, kalsium karbonat, dan rangkaian organisasi sehingga
sifatnya keras sekali. Pada anak-anak, zat-zat organis lebih banayak terdapat dalam
tulang daripada orang tua sehingga tulangnya lebih lentur (bingkas). Dalam
substansia kompakta terdapat saluran yang dikelilingi beberapa lapisan yang disebut
lamella havers (keping tulang yang membentuk saluran), di bawah periosteum dan
di sekitar endosteum terdapat lapisan tulang.
Fungsi tulang secara umum Menurut Drs. H. Syaifuddin, AMK 2010 :
1. Formasi kerangka: tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan
bentuk dan ukuran tubuh. Tulang-tulang menyokong struktur tubuh yang
lain.
2. formasi sendi: tulang-tualng membentuk persendian yang bergerak atau yang
tidak bergerak bergantung pada kebutuhan fungsional. sendi yang bergerak
menghasilkan bermacam-macam pergerakan.
3. perlekatan otot : Tulang- tulang menyediakan permukaan untuk tempat
melekatnya otot, tendon, dan ligamentum.
4. sebagai pengungkit untuk bermacam-macam aktivitas pergerakan
5. menyokong berat badan : Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan
menahan gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang sehingga
dapat menjadi kaku dan lentur.
6. Proteksi : tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi
struktur-struktur yang halus seperti otak, medula spinalis, jantung, paru, alat-
alat dalam perut dan panggul.
7. Hemopoiesis : Sumsum tulang tempat pembentukan sel darah.
8. Fungsi imunologi : Limfosit “B” dan makrofag-makrofag dibentuk dalam
sistem retikuloendotel sumsum tulang. Limfosit B diubah dalam sel-sel
plasma membentuk antibodi guna kekebalan kimiawi, sedangkan makrofag
merupakan fagositotik.
9. Penyimpanan kalsium : Tulang mengandung 97% kalsium yang terdapat
dalam tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam-garam terutama
kalsium fosfat. Sebagian besar fosfor disimpan dalam tulang dan kalsium
dilepas dalam darah bila dibutuhkan.
E. PATOFISIOLOGI
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak
disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi apakah itu lengkap atau
tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada
fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang. Klasifikasi Fraktur
terbagi atas :
1) Sudut patah
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap
sumbu panjang tulang. Terhadap fraktur semacam ini segmen-segmen tulang
yang patah direposisi atau direduksi kembali ke tempatnya semula, maka
segmen-segmen itu akan stabil, dan biasanya mudah dikontrol dengan bidai gips.
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap
tulang. Fraktur ini ttidak stabil dan sulit diperbaiki. Fraktur spiral timbul akibat
torsi pada ekstrimitas. Fraktur-frakur ini khas pada cedera main ski, dimana
ujung ski terbenam pada tumpukan salju dan ski terputar sampai tulang patah.
Yang menarik adalah bahwa jenis fraktur rendah energi ini hanya menimbulkan
sedikit kerusakan jaringan lunak, dan fraktur semacam ini cenderung cepat
sembuh dengan imobilisasi luar.
2) Fraktur multipel pada satu tulang
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu tulang yang
menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai darahnya. Fraktur semacam
ini sulit ditangani. Biasanya satu ujung yang tidak mempunyai pembuluh darah
menjadi sulit untuk menyembuh, dan keadaan ini mungkin memerlukan
pengobatan secara bedah. Comminuted fracture adalah serpihan-serpihan atau
terputusnya keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari dua fragmen tulang..
3) Fraktur Impaksi
Fraktur kompresi terjadi ketika dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada
diantaranya, seperti fraktur vetebra lainya. Fraktur pada korpus vertebra ini dapat
di diagnosis dengan radiogram. Pandangan lateral dari tulang punggung
menunjukan pengurangan tinggi vertikal dan sedikit membentuk sudut pada satu
atau beberapa vertebra. Pada orang muda, fraktur kompresi dapat disertai
perdarahan retroperitoneal yang cukup berat. Seperti pada fraktur pelvis,
penderita dapat secara cepat menjadi syok hipovolemik dan meninggal jika tidak
dilakukan pemeriksaan denyut nadi, tekanan darah dan pernavasan secara akurat
dan berulang dalam 24 sampai 48 jam pertama setelah cedera. Ileus dan retensi
kemih juga terjadi pada cedera ini.
4) Fraktur Patologik
Terjadi pada daerah-daerah tulang yang telah menjadi lemaholeh karena tumor
atau proses patologik lainnya. Tulang seringkali menunjukan penurunan densitas.
Penyebab sering dari fraktur-fraktur semacam ini adalah tumor baik primer atau
tumor metastasis.
5) Fraktur beban lainnya
Fraktur beban terjadi pada orang-orang yang baru saja menambah tingkat
aktivitas mereka baru diterima untuk berlatih dalam angkat bersenjata atau orang-
orang yang akan memulai latihan lari. Pada saat awitan gejala timbul, radiogram
mungkin tidak menunjukan adanya fraktur. Tetapi, biasanya setelah 2 minggu,
timbul garis-garis radio-opak linear tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Fraktur semacam ini akan sembuh dengan baik jika tulang itu di imobilisasi
selama beberapa minggu. Tetapi jika terdiagnosis, tulang-tulang itu dapat bergesr
dari tempat asalnya dan tidak menyembuh dengan seharusnya. Jadi setiap pasien
yang mengalami nyeri berat stelah meningkatkan aktivitas kerja tubuh, mungkin
mengalami fraktur. Penderita semacam ini harus dianjurkan untuk memakai alat
proteksi seperti tongkat, bidai, gips yang tepat. Setelah 2 minggu, harus
dilakukan pemeriksaan radiografi.
6) Fraktur grenstick
Fraktur grenstic adalah fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak-
anak. Korteks tulangnya sebagian masih utuh, demikian juga periosteum.
Fraktur-fraktur ini akan segera sembuh dan segera mengalami re-modeling ke
bentuk dan fungsi normal.
7) Fraktur avulsi
Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon
ataupun ligamen. Biasanya tidak ada pengobatan yang spesifik yang diperlukan.
Namun, bila di duga akan terjadi ketidakstabilan sendi atau hal- hal lain yang
menyebabkan kecacatan, maka perlu dilakukan pembedahan untuk membuang
atau meletakan kembali fragmen tulang tersebut.
8) Fraktur sendi
Catatan khusus harus dibuat untuk fraktur yang melibatkan sendi, terutama
apabila geometri sendi terganggu secara bermakna. Jika tidak ditangani secara
tepat, cedera semacam ini dapat menyebabkan osteoartritis pasca trauma yang
progresif pada sendi yang cedera tersebut.
Tahapan penyembuhan tulang terdiri atas 5 yaitu (Lukman dan, Nurna, 2009 ; 8):
1) Tahap inflamasi
Tahap inflamasi berlangsung dan akan hilang dengan berkurangnya
pembengkakan dan nyeri.
2) Tahap poliferasi sel
Kira-kira 5 hari hematoma akan mengalami organisasi, terbentuknya benang-
benang fibrin dalam jendalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi,
dan invasi vibroblas dan osteoblas.
3) Tahap pembentukan kalus
Hari ke 10 hingga sebelum minggu ke 7. Aktivitas osteoblas-osteoclas muncul,
hingga terbentuk kalus.
4) Tahap penulangan kalus (osifikasi)
Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu
patah tulang. Mulai proses penulangan endokondral.
5) Tahap menjadi tulang dewasa (remodeling)
Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan
reorgenasi tulang baru kesusunan struktural ssebelumnya.
Deskripsi Fraktur Angulasi dan oposisi dua istilah yang sering sering dipakai
untuk menjelaskan fraktur tulang panjang. Derajat dan arah angulasi dari posisi normal
suatu tulang panjang dapat menunjukan derajat keparahan fraktur dan tipe
penatalaksanaan yang harus diberikan. Angulasi dijelaskan dengan memperkirakan
derajat deviasi fragmen distal dari sumbu longitudinal normal, menunjukan arah apeks
dari sudut tersebut. Oposisi menunjukan tingkat pergeseran fraktur dari permukaan
asalnya dan dipakai untuk menjelaskan seberapakah proporsi satu fragmen tulang yang
patah menyentuh permukaan fragmen tulang lainnya. Fraktur terbuka dan
tertutupTertutup (simple fracture) dan terbuka (compound fracture) adalah istilah yang
sering dipakai untuk menjelaskan fraktur. Fraktur tertutup ada lah fraktur dimana kulit
tidak ditembus oleh fragmen tulang, sehingga tempat fraktur tidak tercemar oleh
lingkungan. Secara teknik, fraktur terbuka adalah fraktur dimana kulit dari ekstrimitas
yang terlibat telah ditembus. Konsep penting yang perlu diperhatikan adalah apakah
terjadi kontaminasi oleh lingkungan pada tempat terjadinya fraktur tersebut. Fragmen
fraktur dapat menembus kulit pada saat terjadi cidera, terkontaminasi, kemudian hampir
kembali pada posisi semula. Pada keadaan semacam ini maka oprasi untuk irigasi dan
debridementdan pemberian antibiotika secara intravena mungkin diperlukan untuk
mencegah terjadinya osteomielitis. Pada umumnya oprasi irigasi dan debridement pada
fraktur terbuka dilakukan dalam waktu 6 jam setelah terjadinya cedera untuk
mengurangi kemungkinan infeksi.
Patah tulang biasanya terjadi karena benturan tubuh, jatuh atau trauma. Baik itu
karena trauma langsung misalnya: tulang kaki terbentur bemper mobil, atau tidak
langsung misalnya: seseorang yang jatuh dengan telapak tangan menyangga. Juga bisa
karena trauma akibat tarikan otot misalnya: patah tulang patela dan olekranon, karena
otot trisep dan bisep mendadak berkontraksi (Doenges, 2000:629). Sewaktu tulang
patah perdarahan biasanya terjadi di sekitar tempat patah dan ke dalam jaringan lunak
sekitar tulang tersebut, jaringan lunak juga biasanya mengalami kerusakan. Reaksi
peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-sel darah putih dan sel mast
berakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ketempat tersebut. Fagositosis
dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai. Di tempat patah terbentuk fibrin (hematoma
fraktur) dan berfungsi sebagai jala- jala untuk melekatkan sel-sel baru. Aktivitas
osteoblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur yang disebut callus. Bekuan
fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami remodeling untuk membentuk
tulang sejati Carpenito (2000:50). Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut
saraf yang berkaitan dengan pembengkakan yg tidak ditangani dapat menurunkan
asupan darah ke ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak
terkontrol pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi
darah total dapat berakibat anoksia jaringanyg mengakibatkan rusaknya serabut saraf
maupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner &
suddarth, 2002: 2387).
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari
yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke
bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari
proses penyembuhan tulang nantinya (Doenges, 2000:629).
F. TANDA DAN GEJALA
Menurut Mansjoer, Arif (2014) tanda dan gejala fraktur sebagai berikut:
o Deformitas (perubahan struktur dan bentuk) disebabkan oleh ketergantungan
fungsional otot pada kesetabilan otot.
o Bengkak atau penumpukan cairan/darah karena kerusakan pembuluh darah,
berasal dari proses vasodilatasi, eksudasi plasma dan adanya peningkatan
leukosit pada jaringan di sekitar tulang.
o Spasme otot karena tingkat kecacatan, kekuatan otot yang sering disebabkan
karena tulang menekan otot.
o Nyeri karena kerusakan jaringan dan perubahan struktur yang meningkat
karena penekanan sisi-sisi fraktur dan pergerakan bagian fraktur.
o Kurangnya sensasi yang dapat terjadi karena adanya gangguan saraf, dimana
saraf ini dapat terjepit atau terputus oleh fragmen tulang.
o Hilangnya atau berkurangnya fungsi normal karena ketidakstabilan tulang,
nyeri atau spasme otot.
o Pergerakan abnorrmal.
o Krepitasi, sering terjadi karena pergerakan bagian fraktur sehingga
menyebabkan kerusakan jaringan sekitarnya.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Pemeriksaan foto radiologi dari fraktur : menentukan lokasi, luasnya


b. Pemeriksaan jumlah darah lengkap
c. Arteriografi : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai
d. Kreatinin : trauma otot meningkatkanbeban kreatinin untuk klirens ginjal

H. PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan menurut Muttaqin (2008) :


1.Penatalaksanaan Konservatif
a) Proteksi adalah proteksi fraktur terutama untuk mencegah trauma lebih lanjut dengan cara
memberikan sling (mitela) pada anggota gerak atas atau tongkat pada anggota gerak
bawah.
b) Imobilisasi dengan bidai eksterna. Imobilisasi pada fraktur dengan bidai
eksterna hannya memberikan imobilisasi. Biasanya menggunakan gips atau
macam-macam bidai dari plastik atau metal.
c) Reduksi tertutup dengan menggunakan manipulasi dan imobilisasi eksterna
dengan menggunakan gips. Reduksi tertutup yang diartikan manipulasi
dilakukan dengan pembiusan umum dan lokal.
d) Reduksi tertutup dengan traksi kontinu dan kounter traksi. Tindakan ini
mempunyai tujuan utama , yaitu beberapa reduksi yang bertahap dan
imobilisasi.
2.Penatalaksanaan pembedahan
Penatalaksanaan ini sangatlah penting diketahui oleh perawat, jika ada keputusan
klien diindikasikan untuk menjalani pembedahan, perawat mulai berperan dalam
asuhan keperawatan tersebut.
reduksi tertutup dengan fiksasi eksternal perkutan atau K-Wire.
reduksi terbuka dan fiksasi internal atau fiksasi ekternal tulang yaitu :
1. Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) atau reduksi terbuka dengan
fiksasi internal.Orif akan mengimobilisasi fraktur dengan melakukan
pembedahan untuk memasukan paku, scrup atau pen ke dalam tempat
fraktur untuk mengfiksasi bagian tulang pada fraktur secara bersamaan.
Fiksasi internal sering digunakan untuk merawat fraktur pada tulang pinggul
yang sering terjadi pada orang tua.
2. Open ReductionTerbuka dengan fiksasi eksternal. Tindakan ini merupakan
pilihan bagi sebagian besar fraktur. Fiksasi eksternal dapat menggunakan
konselosascrew atau dengan metilmetaklirat (akrilik gigi) atau fiksasi
eksterna dengan jenis-jenis lain seperti gips.
ASUHAN KEPERAWATAN

A) PENGKAJIAN
1. Pengkajian primer
- Airway
Adanya sumbatan/obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan sekret akibat
kelemahan reflek batuk
- Breathing
Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas, timbulnya pernapasan yang sulit
dan / atau tak teratur, suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
- Circulation
TD dapat normal atau meningkat , hipotensi terjadi pada tahap lanjut, takikardi, bunyi
jantung normal pada tahap dini, disritmia, kulit dan membran mukosa pucat, dingin,
sianosis pada tahap lanjut.
2. Pengkajian sekunder
a.Aktivitas/istirahat
 kehilangan fungsi pada bagian yangterkena
 Keterbatasan mobilitas
b. Sirkulasi
 Hipertensi ( kadang terlihat sebagai respon nyeri/ansietas)
 Hipotensi ( respon terhadap kehilangan darah)
 Tachikardi
 Penurunan nadi pada bagiian distal yang cidera
 Cailary refil melambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Masa hematoma pada sisi cedera
c. Neurosensori
 Kesemutan
 Deformitas, krepitasi, pemendekan
 kelemahan
d. Kenyamanan
 nyeri tiba-tiba saat cidera
 spasme/ kram otot
e. Keamanan
 laserasi kulit
 perdarahan
 perubahan warna
 pembengkakan lokal
B) DIAGNOSA KEPERAWATAN DAN INTERVENSI
1) Kerusakan mobilitas fisik b.d cedera jaringan sekitasr fraktur, kerusakan rangka
neuromuskuler
Tujuan : kerusakan mobilitas fisik dapat berkurang setelah dilakukan tindakan
keperaawatan
Kriteria hasil:
 Meningkatkan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin
 Mempertahankan posisi fungsinal
 Meningkaatkan kekuatan /fungsi yang sakit
 Menunjukkan tehnik mampu melakukan aktivitas
Intervensi:
a. Pertahankan tirah baring dalam posisi yang diprogramkan
b. Tinggikan ekstrimitas yang sakit
c. Instruksikan klien/bantu dalam latihan rentang gerak pada ekstrimitas yang sakit
dan tak sakit
d. Beri penyangga pada ekstrimitas yang sakit diatas dan dibawah fraktur ketika
bergerak
e. Jelaskan pandangan dan keterbatasan dalam aktivitas
f. Berikan dorongan ada pasien untuk melakukan AKS dalam lngkup keterbatasan
dan beri bantuan sesuai kebutuhan Awasi tekanan darah, nadi dengan melakukan
aktivitas
g. Ubah posisi secara periodic
h. Kolabirasi fisioterapi/okuasi terapi
2) Nyeri b.d spasme tot , pergeseran fragmen tulang
Tujuan: nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Klien menyatakan nyeri berkurang
 Tampak rileks, mampu berpartisipasi dalam aktivitas/tidur/istirahat dengan tepat
 Tekanan darah normal
 Tidak ada peningkatan nadi dan RR
Intervensi:
a. Kaji ulang lokasi, intensitas dan tipe nyeri
b. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring
c. Berikan lingkungan yang tenang dan berikan dorongan untuk melakukan
aktivitas hiburan
d. Ganti posisi dengan bantuan bila ditoleransi
e. Jelaskan prosedur sebelum memulai
f. Lakukan dan awasi latihan rentang gerak pasif/aktif
g. Dorong menggunakan tehnik manajemen stress, contoh : relasksasi, latihan nafas
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan.
h. Observasi tanda-tanda vital
i. Kolaborasi : pemberian analgetik
3) Kerusakan integritas jaringan b.d fraktur terbuka , bedah perbaikan
Tujuan: kerusakan integritas jaringan dapat diatasi setelah tindakan perawatan
Kriteria hasil:
 Penyembuhan luka sesuai waktu
 Tidak ada laserasi, integritas kulit baik
Intervensi:
a. Kaji ulang integritas luka dan observasi terhadap tanda infeksi atau drainae
b. Monitor suhu tubuh
c. Lakukan perawatan kulit, dengan sering pada patah tulang yang menonjol
d. Lakukan alihposisi dengan sering, pertahankan kesejajaran tubuh
e. Pertahankan sprei tempat tidur tetap kering dan bebas kerutan
f. Masage kulit ssekitar akhir gips dengan alkohol
g. Gunakan tempat tidur busa atau kasur udara sesuai indikasi
h. Kolaborasi pemberian antibiotik.
Daftar Pustaka

Tucker,Susan Martin. 1993. Standar Perawatan Pasien, Edisi V, Vol 3. EGC: Jakarta.
Donges Marilynn, E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, EGC: Jakarta.
Smeltzer Suzanne, C. 1997. Buku Ajar Medikal Bedah, Brunner & Suddart. Edisi 8. Vol 3. EGC:
Jakarta.
Price Sylvia, A. 1994.Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4. EGC:
Jakarta.
Price Sylvia, A. 1995. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jilid 2 . Edisi 4.
EGC: Jakarta.
Brunner dan Sudart. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Edisi 3. EGC: Jakarta.
Jeniver P.Kowlak, Wiliam Welsh, Brenna Mayer, 2003. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah.
Universitas Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Muttaqin. 2008. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Universitas Muhammadiyah Surakarta:
Surakarta
Drs. H. Syaifuddin, AMK. 2010. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Universitas
Muhammadiyah Surakarta: Surakarta.
Mansjoer, Arif. 2014. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Surakarta.
Lukman dan, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Universitas Muhammadiyah
Surakarta: Surakarta.

Anda mungkin juga menyukai