Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Anak Usia Prasekolah (3-6 Tahun)


1. Pengertian
Anak prasekolah adalah mereka yang berusia antara 3-6 tahun.
Mereka biasanya mengikuti program prasekolah. Sedangkan di
Indonesia, umumnya mereka mengikuti program tempat penitipan
anak (3 bulan – 5 tahun) dan kelompok bermain (usia 3 tahun),
sedangkan pada usia 4-6 tahun biasanya mereka mengikuti program
taman kanak-kanak (DeLaune & Ladner, 2011).
Anak adalah individu yang rentan karena perkembangan kompleks
yang terjadi di setiap tahap masa kanak- kanak dan masa remaja. Lebih
jauh, anak juga secara fisiologis lebih rentan dibandingkan orang
dewasa, dan memiliki pengalaman yang terbatas, yang memengaruhi
pemahaman dan persepsi mereka mengenai dunia (Slepin, 2010).
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 tahun, termasuk
anak yang masih dalam kandungan terdapat dalam Undang-undang
No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Pasal tersebut
menjelaskan bahwa, anak adalah siapa saja yang belum berusia 18
tahun dan termasuk anak yang masih didalam kandungan, yang berarti
segala kepentingan akan pengupayaan perlindungan terhadap anak
sudah dimulai sejak anak tersebut berada didalam kandungan hingga
berusia 18 tahun (Damayanti, 2012).

2. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak


Aspek tumbuh kembang pada anak dewasa ini adalah salah satu
aspek yang diperhatikan secara serius oleh para pakar, karena hal
tersebut merupakan aspek yang menjelaskan mengenai proses
pembentukan seseorang, baik secara fisik maupun psikososial. Namun,
sebagian orang tua belum memahami hal ini, terutama orang tua yang
mempunyai tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang relatif rendah.
Mereka menganggap bahwa selama anak tidak sakit, berarti anak tidak
mengalami masalah kesehatan termasuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Sering kali para orang tua mempunyai pemahaman
bahwa pertumbuhan dan perkembangan mempunyai pengertian yang
sama ( Nursalam, 2012).

a. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik dan struktur tubuh
dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiflikasi sel-sel
tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel. Adanya multiflikasi
dan pertambahan ukuran sel berarti ada pertambahan secara kuantitatif
dan hal tersebut terjadi sejak terjadinya konsepsi, yaitu bertemunya sel
telur dan sperma hingga dewasa (IDAI, 2011). Jadi, pertumbuhan lebih
ditekankan pada bertambahnya ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi
lebih besar atau lebih matang bentuknya, seperti bertambahnya ukuran
berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala.
Pertumbuhan pada masa anak-anak mengalami perbedaan yang
bervariasisesuai dengan bertambahnya usia anak. Secara umum,
pertumbuhan fisik dimulai dari arah kepala ke kaki. Kematangan
pertumbuhan tubuh pada bagian kepala berlangsung lebih dahulu,
kemudian secara berangsur-angsur diikuti oleh tubuh bagian bawah.
Pada masa fetal pertumbuhan kepala lebih cepat dibandingkan dengan
masa setelah lahir, yaitu merupakan 50 % dari total panjang badan.
Selanjutnya, pertumbuhan bagian bawah akan bertambah secara
teratur. Pada usia dua tahun, besar kepala kurang dari seperempat
panjang badan keseluruhan, sedangkan ukuran ekstremitas bawah lebih
dari seperempatnya.
b. Perkembangan
Perkembangan adalah bertambahnya kemampuan dan struktur
fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur, dapat
diperkirakan, dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensiasi sel,
jaringan tubuh, organ-organ, dan sistemnya yang terorganisasi (IDAI,
2000). Dengan demikian, aspek perkembangan ini bersifat kualitatif,
yaitu pertambahan kematangan fungsi dari masing-masing bagian
tubuh. Hal ini diawali dengan berfungsinya jantung untuk
memompakan darah, kemampuan untuk bernafas, sampai kemampuan
anak untuk tengkurap, duduk, berjalan, memungut benda-benda di
sekelilingnya serta kematangan emosi dan sosial anak.

3. Tugas Perkembangan Anak


Tugas perkembangan menurut teori Havighurst (1961) adalah
tugas yang harus dilakukan dan dikuasai individu pada tiap tahap
perkembangannya. Tugas perkembangan bayi 0-2 adalah berjalan,
berbicara,makan makanan padat, kestabilan jasmani. Tugas
perkembangan anak usia 3-5 tahun adalah mendapat kesempatan
bermain, berkesperimen dan berekplorasi, meniru, mengenal jenis
kelamin, membentuk pengertian sederhana mengenai kenyataan social
dan alam, belajar mengadakan hubungan emosional, belajar
membedakan salah dan benar serta mengembangkan kata hati juga
proses sosialisasi. Tugas perkembangan usia 6-12 tahun adalah belajar
menguasai keterampilan fisik dan motorik, membentuk sikap yang
sehat mengenai diri sendiri, belajar bergaul dengan teman sebaya,
memainkan peranan sesuai dengan jenis kelamin, mengembangkan
konsep yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari,
mengembangkan keterampilan yang fundamental, mengembangkan
pembentukan kata hati, moral dan sekala nilai, mengembangkan sikap
yang sehat terhadap kelompok sosial dan lembaga. Tugas
perkembangan anak usia 13-18 tahun adalah menerima keadaan
fisiknya dan menerima peranannya sebagai perempuan dan laki-laki,
menyadari hubungan-hubungan baru dengan teman sebaya dan kedua
jenis kelamin, menemukan diri sendiri berkat refleksi dan kritik
terhadap diri sendiri, serta mengembangkan nilai-nilai hidup.

4. Prinsip-prinsip Keperawatan Anak


Terdapat prinsip atau dasar dalam keperawatan anak yang
dijadikan sebagai pedoman dalam memahami filosofi keperawatan
anak. Perawat harus memahaminya, mengingat ada beberapa prinsip
yang berbeda dalam penerapan asuhan. Di antara prinsip dalam asuhan
keperawatan anak tersebut adalah:
a. Anak bukan miniature orang dewasa tetapi sebagai individu yang
unik. Prinsip dan pandangan ini mengandung arti bahwa tidak
boleh memandang anak dari ukuran fisik saja sebagaimana orang
dewasa melainkan anak sebagai individu yang unik yang
mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan menuju proses
kematangan. Pola-pola inilah yang harus dijadikan ukuran, bukan
hanya bentuk fisiknya saja tetapi kemampuan dan kematangannya..
b. Anak adalah sebagai individu yang unik dan mempunyai
kebutuhan sesuai dengan tahap perkembangan. Sebagai individu
yang unik anak memiliki berbagai kebutuhan yang berbeda satu
dengan yang lain sesuai dengan usia tumbuh kembang. Kebutuhan
tersebut dapat meliputi kebutuhan fisiologis seperti kebutuhan
nutrisi dan cairan, aktivitas, eliminasi, istirahat, tidur, dan lain-lain.
Selain kebutuhan fisiologis tersebut, anak juga sebagai individu
yang juga membutuhkan kebutuhan psikologis, sosial, dan
spiritual. Hal tersebut dapat terlihat pada tahap usia tumbuh
kembang anak. Pada saat yang bersamaan perlu memandang
tingkat kebutuhan khusus yang dialami oleh anak.
c. Pelayanan keperawatan anak berorientasi pada upaya pencegahan
penyakit dan peningkatan derajat kesehatan, bukan hanya
mengobati anak yang sakit. Upaya pencegahan penyakit dan
peningkatan derajat kesehatan bertujuan untuk menurunkan angka
kesakitan dan kematian pada anak, mengingat anak adalah generasi
penerus bangsa.
d. Keperawatan anak merupakan disiplin ilmu kesehatan yang
berfokus pada kesejahteraan anak sehingga perawat bertanggung
jawab secara komprehensif dalam memberikan asuhan
keperawatan anak.
e. Praktik keperawatan anak mencakup kontrak dengan anak dan
keluarga untuk mencegah, mengkaji, mengintervensi, dan
meningkatkan kesejahteraan hidup, dengan menggunakan proses
keperawatan yang sesuai dengan aspek moral (etik) dan aspek
hukum (legal).
f. Tujuan keperawatan anak dan remaja adalah untuk meningkatkan
maturasi atau kematangan yang sehat bagi anak dan remaja sebagai
mahluk biopsikososial dan spiritual dalam konteks keluarga dan
masyarakat.
g. Pada masa yang akan datang kecenderungan keperawatan anak
berfokus pada ilmu tumbuh kembang sebab ilmu tumbuh kembang
ini yang akan mempelajari aspek kehidupan anak (Azis, 2005).

5. Peran Perawat
Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan oleh
masyarakat yang sesuai dengan fungsi yang ada dalam masyarakat atau
suatu pola sikap, perilaku, nilai dan tujuan yang diharapkan diri
seseorang berdasarkan posisinya dimasyarakat (Hidayat, 2011).
Sedangkan menurut Mubarak (2012), mendefinisikan peran adalah
seperangkat tingkah laku yang diharapkan oleh orang lain terhadap
seseorang sesuai kedudukannya dalam suatu system.Peran dipengaruhi
oleh keadaan social dari dalam maupun dari luar dan bersifat
stabil.Peran adalah bentuk dari perilaku yang diharapkan dari
seseorang pada situasi social tertentu (Mubarak, 2012).
Peran perawat adalah cara untuk mengatasi aktifitas perawat dalam
praktik,dimana telah menyelesaikan pendidiksan formalnya yang
diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah untuk menjalankan
tugas dan tanggung jawab keperawatan secara professional sesuai
dengan kode etik profesionalnya. Dimana setiap peran yang
dinyatakan sebagai ciri terpisah demi untuk kejelasan (Mubarak,
2012).

B. Konsep Kecemasan
1. Pengertian
Kecemasan atau ansietas merupakan penilaian dan respon
emosional terhadap sesuatu yang berbahaya. Kecemasan sangat berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Kondisi dialami secara
subjektif dan dikomunikasikan dalam hubungan interpersonal. Kecemasan
merupakan suatu perasaan yang berlebihan terhadap kondisi ketakutan,
kegelisahan, bencana yang akan datang, kekhawatiran atau ketakutan
terhadap ancaman nyata atau yang dirasakan (Heri Saputro, Intan Fazrin,
2017:6).

2. Tingkat Kecemasan
Menurut Stuart (2010:144), kecemasan berbeda dengan rasa takut
yang merupakan penilaian intelektual terhadap bahaya. Berbeda dengan
Videbeck, yang menyatakan bahwa takut tidak dapat dibedakan dengan
cemas, karena individu yang merasa takut dan cemas mengalami pola
respon perilaku, fisiologis, emosional dalam waktu yang sama.
a. Tingkat kecemasan menurut (Heri Saputro, Intan Fazrin, 2017:7).
dibedakan menjadi tiga yaitu:
1) Kecemasan ringan
Pada tingkat kecemasan ringan seseorang mengalami
ketegangan yang dirasakan setiap hari sehingga menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Seseorang akan lebih tanggap dan bersikap positif terhadap
peningkatan minat dan motivasi. Tanda-tanda kecemasan ringan
berupa gelisah, mudah marah dan perilaku mencari perhatian.
2) Kecemasan sedang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk
memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan yang
lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif,
namun dapat melakukan sesuatu yang lebih terarah. Pada
kecemasan sedang, seseorang akan kelihatan serius dalam
memperhatikan sesuatu. Tanda-tanda kecemasan sedang
berupasuara bergetar, perubahan dalam nada suara takikardi,
gemetaran, peningkatan ketegangan otot.
3) Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi,
cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang rinci dan
spesifik serta tidak dapat berpikir tentang hal lain. Semua perilaku
ditunjukkan untuk mengurangi menurunkan kecemasan dan fokus
pada kegiatan lain berkurang. Orang tersebut memerlukan banyak
pengarahan untuk dapat memusatkan pada suatu daerah lain.
Tanda-tanda kecemasan berat berupa perasaan terancam,
ketegangan otot berlebihan, perubahan pernapasan, perubahan
gastrointestinal (mual, muntah, rasa terbakar pada ulu hati,
sendawa, anoreksia dan diare), perubahan kardiovaskuler dan
ketidakmampuan untuk berkonsentrasi.
3. Gejala Kecemasan
Gejala klinis kecemasan menurut Nursalam (2011:18), adalah :
a. Fase protes (phase ofprotest)
Tahap ini dimanifestasikan dengan menangis kuat,
menjerit, dan memanggil ibunya atau menggunakan tingkah
laku agresif, seperti menendang, menggigit, memukul,
mencubit, mencoba untuk membuat orang tuanya tetap tinggal,
dan menolak perhatian orang lain. Secara verbal, anak
menyerang dengan rasa marah, seperti mengatakan “pergi!”.
Perilaku tersebut dapat berlangsung dari beberapa jam sampai
beberapa hari.
b. Fase putus asa (Phase ofDespair)
Tahap ini dimanifestasikan dengan anak tampak tegang,
tangisnya berkurang, tidak aktif, kurang berminat untuk
bermain, tidak ada nafsu makan, menarik diri, tidak mau
berkomunikasi, sedih, apatis, dan regresi misalnya mengompol
atau mengisap jari. Kondisi anak mengkhawatirkan karena
menolak untuk makan atau bergerak.
c. Fase menolak (Phase of Denial)
Tahap ini ditandai dengan anak secara samar-samar
menerima perpisahan, mulai tertarik pada apa yang ada di
sekitarnya, dan membina hubungan dangkal dengan orang lain.
Anak mulai kelihatan gembira. Fase ini biasanya terjadi
setelah perpisahan yang lama dengan orangtua.

4. Faktor Kecemasan
Faktor- faktor yang mempengaruhi kecemasan
a. Faktor predisposisi kecemasan
Faktor predisposisi kecemasan dijelaskan oleh beberapa teori yang
telah dikembangkan untuk menjelaskan asal kecemasan, yaitu:
1) Biologi
Model biologis menjelaskan bahwa ekpresi emosi melibatkan
struktur anatomi di dalam otak. Aspek biologis yang menjelaskan
gangguan ansietas adalah adanya pengaruh system saraf otonom.
Hiperaktivitas sistem saraf otonom akan mempengaruhi berbagai
sistem organ dan menyebabkan gejala tertentu, misalnya:
kardiovaskuler (contohnya: takikardi), muskuler (contohnya: nyeri
kepala), gastrointestinal (contohnya: diare), dan pernafasan
(contohnya: nafascepat).
2) Psikologis
Dalam pandangan ini dijelaskan bahwa kecemasan adalah
konflik emosional yang terjadi antara dua elemen kepribadian,
yaitu id dan superego. Id mewakili dorongan insting danimplus
primitif, sedangkan super ego mencerminkan hati nurani dan
dikendalikan oleh norma budaya. Ego atau keakutan, berfungsi
menengahi tuntutan dari dua elemen yang bertentangan tersebut,
dan fungsi kecemasan adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya
(Stuart, 2007:146).
3) Stimulus
Kecemasan juga berhubungan dengan stimulus atau
rangsangan, jika anak kurang stimulasi akan mengalami hambatan
perkembangan dan pertumbuhan serta kesulitan berinteraksi
dengan orang lain. Stimulasi yang diberikan pada anak selama tiga
tahun pertama (golden age) akan memberikan pengaruh yang
sangat besar bagi perkembangan otaknya. Stimulasi kecerdasan
multiple merupakan berbagai jenis kecerdasan yang dapat
dikembangkan pada anak, antara lain verbal-linguistic dan logical-
mathematical menyusun balok, merangkai, menghitung mainan,
bermain puzzle, dan bermain komputer (Stuart,2010).
b. Faktor presipitasi kecemasan
Faktor presipitasi adalah faktor-faktor yang dapat menjadi
pencetus terjadinya kecemasan (Stuart, 2012:147). Faktor
pencetus tersebut adalah:
1) Faktor Genetik
Biasanya faktor genetik pada wanita lebih banyak dari pada
pria dan lebih dari satu keluarga yang terkena. Gangguan panik
memiliki komponen genetik yang sama dan terdapat lebih banyak
dari pada wanita (Hurlock, 2011).
2) Faktor sifat
Kecemasan merupakan hasil frustasi yaitu segala sesuatu
yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Para ahli perilaku menganggap ansietas
merupakan sesuatu dorongan yang dipelajari berdasarkan
keinginan untuk menghindarkan rasa sakit. Teori ini meyakini
bahwa manusia yang pada awal kehidupannya dihadapkan pada
rasa takut yang berlebihan akan menunjukkan kemungkinan
ansietas yang berat pada kehidupan masa dewasanya (Smeltzer &
Bare, 2012).
3) Jumlah stimulus
Intensitas cemas yang dialami setiap individu kemungkinan
memiliki jumlah stimulus yang berbeda sesuai dengan genetik.
Orang tua yang memiliki jumlah stimulus dangangguan kecemasan
akan beresiko tinggi untuk memiliki anak dengan gangguan
kecemasan.
5. Penilaian Terhadap Stressor
1) Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik
proses piker maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya
lapang persepsi, dan bingung.
2) Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk
kebingungan dan curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap
kecemasan.
3)Psikologi
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek interpersonal
maupun personal. Kecemasan tinggi akan mempengaruhi
koordinasi dan gerak refleks. Kesulitan mendengarkan akan
mengganggu hubungan dengan orang lain. Kecemasan dapat
membuat individu menarik diri dan menurunkan keterlibatan
dengan orang lain (Muscari, 2005).
4) Sosial budaya
Seseorang yang mempunyai falsafah hidup yang jelas dan
keyakinan agama yang kuat umumnya lebih sukar mengalami stres.

6. Respon Terhadap Kecemasan


Kecemasan dapat mempengaruhi kondisi tubuh seseorang, respon
kecemasan menurut Heri Saputro, Intan Fazrin (2017:7) antara lain:
a. Respon Fisiologis terhadap kecemasan
Secara fisiologis respon tubuh terhadap kecemasan adalah
dengan mengaktifkan sistem saraf otonom (simpatis maupun
parasimpatis). Serabut saraf simpatis mengaktifkan tanda-tanda vital
pada setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh.
Anak yang mengalami gangguan kecemasan akibat perpisahan akan
menunjukkan sakit perut, sakit kepala, mual, muntah, demam ringan,
gelisah, kelelahan, sulit berkonsentrasi, dan mudah marah.
b. Respon Psikologis terhadap kecemasan
Respon perilaku akibat kecemasan adalah tampak gelisah,
terdapat ketegangan fisik, tremor, reaksi terkejut, bicara cepat,
kurang koordinasi, menarik diri dari hubungan interpersonal,
melarikan diri dari masalah, menghindar, dan sangat waspada.
c. Respon Kognitif
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik
proses pikir maupun isi pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunnya
lapang persepsi, bingung, sangat waspada, kehilangan objektivitas,
takut kehilangan kendali, takut pada gambaran visual, takut pada
cedera atau kematian dan mimpi buruk.

d. Respon Afektif
Secara afektif klien akan mengekspresikan dalam bentuk
kebingungan, gelisah, tegang, gugup, ketakutan, waspada, khawatir,
mati rasa, rasa bersalah atau malu, dan curiga berlebihan sebagai
reaksi emosi terhadap kecemasan.

7. Pengukuran Kecemasan Pada Anak

Kuesioner Penelitian

a. Identitas Responden
Nama :
Alamat :
b. Tingkat kecemasan Usia Prasekolah
Tabel 2.4 Tabel Pengukuran Tingkat Kecemasan

NO RESPON TERHADAP KECEMASAN 0 1

Dampak perpisahan

1. Anak menangis /merengek saat ditinggal oleh


orang tua atau orang yang biasa menunggu di
rumah sakit

2. Anak rewel minta pulang

3. Menolak perhatian dari petugas atau dari


orang yang tidak dikenal

Kehilangan konrol dan tingkat kooperatif

4. Saat dilakukan pemeriksaan dokter dan


tindakan keperawatan reaksi anak menolak

5. Menepiskan Tangan

6. Memalingkan muka/ membelakangi

7. Menghindar dengan menarik tangan/ kaki

8. Memalingkan muka/ membelakangi


pemeriksa

9. Melawan dengan kata-kata misal tidak mau


suster, dokter nakal, pergi sana!

10. Melawan dengan tindakan fisik: menggigit


atau mendorong

Pembahasan aktivitas

11. Anak tampak takut menggerakkan tangan dan


kaki yang terpasang infuse

12. Tampak bosan dan selalu ingin keluar

13. Selalu memerlukan bantuan orang tua dalam


melakukan aktivitas ringan di tempat tidur
14. Ketakutan terhadap perlakuan nyeri

15. Anak menolak setiap kali dilakukan tindakan


invasi (pengambilan sampel darah,
pemasangan jarum infuse, ganti balut)

16. Anak berusaha mencabut selang infuse/


selang oksigen yang terpasang ditubuhnya

Respons fisiologis terhadap kecemasana

17. Keluar keringat dingin

18. Berdebar-debar, frekuensi nafas meningkat

19. Kaki dan tangan bergemetar

20. Mimik/ ekspresi muka: alis terangkat

21. Mulut terkatup rapat

Perubahan pola makan, tidur dan eleminasi

22. Tidak menunjukan minat terhadap aktivitas:


menolak makan/ tidak menghabiskan makan

23. Sering bergerak dan berubah posisi saat tidur

24. Mengompol

Respons psikologis terhadap kecemasan

25. Tidak menunjukan minat terhadap aktivitas


(banyak diam dan tidur di siang hari)

26. Tampak melamun dan pandangan mata nanar,


sering menangis, rewel, merengek, tanpa
sebab yang jelas

27. Tidak mau menjawab atau memperhatikan


kontak mata saat diajak bicara perawat

Kemunuduran kemampuan (kognitif ,


motorik, verbal)

28. Mampu menghitung jumlah jari atau mainan


1-10
Mampu melakukan aktivitas sebelumnya
sudah dikuasai dengan baik misal: duduk,
makan, minum.

29. Mampu menyebutkan nama anggota keluarga

30. Mampu mengungkapkan keinginan secar


spesifik: haus, lapar

Sumber : Judha & Rahil (2011)


Keterangan:
Ceklis observasi respons-respons kecemasan dari 30 item
jawaban ya bernilai 1, jawaban tidak bernilai 0. Skor total pada semua
item pertanyaan jawaban 0-30.
Kategori kecemasan :
0-10 ringan
11-20 sedang
21-30 berat.

C. Konsep Terapi Bermain


1. Pengertian
Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang menyenangkan dan
merupakan suatu metode bagaimana mereka mengenal dunia. Bagi anak bermain
tidak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan kebutuhan anak seperti halnya
makanan, perawatan, cinta kasih dan lain-lain. Anak-anak memerlukan berbagai
variasi permainan untuk kesehatan fisik, mental dan perkembangan emosinya
(Supartini, 2010: 125).
Terapi bermain adalah bagian perawatan pada anak yang merupakan
salah satu intervensi yang efektif bagi anak untuk menurunkan atau mencegah
kecemasan sebelum dan sesudah tindakan operatif. Dengan demikian dapat
dipahami bahwa didalam perawatan pasien anak, terapi bermain merupakan suatu
kegiatan didalam melakukan asuhan keperawatan yang sangat penting untuk
mengurangi efek hospitalisasi bagi pertumbuhan dan perkembangan anak
selanjutnya (Nursalam, 2010:74).
Dengan bermain anak dapat menstimulasi pertumbuhan otot-ototnya,
kognitifnya dan juga emosinya karena mereka bermain dengan seluruh emosinya,
perasaannya dan pikirannya. Elemen pokok dalam bermain adalah kesenangan
dimana dengan kesenangan ini mereka mengenal segala sesuatu yang ada
disekitarnya sehingga anak yang mendapat kesempatan cukup untuk bermain
juga akan mendapatkan kesempatan yang cukup untuk mengenal sekitarnya
sehingga ia akan menjadi orang dewasa yang lebih mudah berteman, kreatif dan
cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang mendapat
kesempatan bermain (Suyono, 2012: 213).
a. Fungsi Bermain
Fungsi bermain bagi anak terdiri dari : (Nursalam, 2010:75)
1) Perkembangan sensori dan motorik
Menurut Hartini fungsi bermain pada anak dapat
dikembangkan dengan melakukan rangsangan pada sensorik dan
motorik dalam mengekplorasikan alam disekitarnya.
2) Membantu perkembangan kognitif
Anak belajar mengenal warna, bentuk atau ukuran, tekstur
dari berbagai macam objek, angka, dan benda. Anak belajar untuk
merangkai kata, berpikir abstrak dan memahami hubungan ruang
seperti naik, turun, dibawah dan terbuka. Aktivitas bermain juga
dapat membantu perkembangan keterampilan dan mengenal dunia
nyata atau fantasi.
b. Meningkatkan kemampuan sosialisasi anak
Proses sosialisasi dapat terjadi melalui permainan, misalnya
pada saat anak akan merasakan kesenangan terhadap kehadiran orang
lain dan merasakan ada teman yang dunianya sama.
c. Meningkatkan kreativitas
Bermain juga dapat berfungsi dalam peningkatan kreativitas,
dimana anak mulai belajar menciptakan sesuatu dari permainan yang
ada dan mampu memodifikasi objek yang digunakan dalam permainan
sehingga anak akan lebih kreatif melalui model permainan ini, seperti
bermain bongkar pasang dan mobil-mobilan.
d. Meningkatkan kesadaran diri
Bermain pada anak dapat memberi kemampuan untuk
mengekplorasikan tubuh dan merasakan dirinya sadar dengan orang
lain yang merupakan bagian dari individu yang saling berhubungan,
anak mau belajar mengatur perilaku serta membandingkan perilaku
dengan orang lain.
e. Mempunyai nilai terapeutik
Bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang dan nyaman
sehingga adanya stress dan ketegangan dapat dihindari, mengingat
bermain dapat menghibur diri anak terhadap dunianya.
f. Mempunyai nilai moral pada anak
Bermain juga dapat memberikan nilai moral tersendiri pada
anak. Hal ini dapat dijumpai ketika anak sudah mampu belajar benar
atau salah dari budaya di rumah, di sekolah dan ketika berinteraksi
dengan temannya. Ada beberapa permainan yang memiliki aturan-
aturan yang harus dilakukan dan tidak boleh dilanggar.
g. Bermain Sebagai Terapi
Pada saat anak dirawat di rumah sakit, anak akan mengalami
berbagai perasaan yang sangat tidak menyenangkan seperti: marah, takut,
cemas, sedih dan nyeri. Perasaan tersebut merupakan dampak dari
hospitalisasi yang dialami anak karena menghadapi beberapa stressor yang
ada di lingkungan rumah sakit. Untuk itu, dengan melakukan permainan
anak akan terlepas dari ketegangan dan stress yang dialaminya karena
dengan melakukan permainan, anak akan dapat mengalihkan rasa sakitnya
pada permainannya (distraksi).

1. Prinsip Pelaksanaan Terapi Bermain


Agar anak dapat lebih efektif dalam bermain di rumah sakit, perlu
diperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut:
a. Permainan tidak banyak menggunakan energi, waktu bermain lebih singkat
untuk menghindari kelelahan dan alat-alat permainannya lebih sederhana.
b. Menurut Vanfeet, 2010, waktu yang diperlukan untuk terapi bermain pada
anak yang dirawat di rumah sakit adalah 15-20 menit. Waktu 15-20 menit
dapat membuat kedekatan antara orangtua dan anak serta tidak menyebabkan
anak kelelahan akibat bermain.
c. Mainan harus relatif aman dan terhindar dari infeksi silang. Permainan harus
memperhatikan keamanan dan kenyamanan. Anak kecil perlu rasa nyaman
dan yakin terhadap benda-benda yang dikenalnya, seperti boneka anak di
rumah sakit diharapkan dapat mengurangi dampak hospitalisasi. Keterlibatan
orangtua dan anggota keluarga tidak hanya mendorong perkembangan
kemampuan dan ketrampilan sosial anak, namun juga akan memberikan
dukungan bagi perkembangan emosi positif, kepribadian yang adekuat serta
kepedulian terhadap orang lain. Kondisi ini juga dapat membangun
kesadaran buat anggota keluarga lain untuk dapat menerima kondisi anak
sebagaimana adanya.
d. Pada rumah sakit yang mempunyai tempat bermain, hendaknya perlu
dibuatkan jadwal dan dikelompokkan sesuai usia karena kebutuhan bermain
berlainan antara usia yang lebih rendah dan yang lebih tinggi tidak
bertentangan dengan terapi.
e. Terapi bermain harus memperhatikan kondisi anak. Bila program terapi
mengharuskan anak harus istirahat, maka aktivitas bermain hendaknya
dilakukan ditempat tidur. Permainan tidak boleh bertentangan dengan
pengobatan yang sedang dijalankan anak. Apabila anak harus tirah baring,
harus dipilih permainan yang dapat dilakukan di tempat tidur, dan anak tidak
boleh diajak bermain dengan kelompoknya di tempat bermain khusus yang
ada di ruang rawat. Perlu keterlibatan orangtua dan keluarga

D. Konsep Menggambar
1. Pengertian
Menurut Soedarso (dalam Suwarna, 2010: 10) menggambar adalah
suatu pengucapan pengalaman artistik yang ditumpahkan dalam bidang
dua dimensional dengan garis warna. Dengan demikian menggambar
merupakan bahasa visual dan merupakan salah satu media komunikasi
yang diungkapkan melalui garis, bentuk, warna dan teksture. Dijelaskan
pula dalam Suwarna (2010: 10) bahwa menggambar juga merupakan
curahan isi jiwa seseorang yang bernuansa estetis, kreatif, harmonis, dan
ekspresif, yang tidak terlepas dari sensitivitas, mengandung pesan yang
ingin disampaikan kepada orang lain yang melihatnya, dan hal ini dapat
menimbulkan sesuatu.
Menurut Affandi (dalam Saiful Haq, 2012: 2) menggambar
merupakan perwujudan bayangan angan-angan ataupun suatu pernyataan
perasaan/ekspresi dan pikiran yang diinginkan. Perwujudan tersebut
dapat berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis,
bidang, warna, dan tekstur dengan sederhana. Berdasarkan pada
pengertian-pengertian tersebut di atas, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa menggambar adalah membuat gambar dengan cara menggoreskan
benda-benda tajam (seperti pensil atau pena) pada bidang datar (misalnya
permukaan papan tulis, kertas, atau dinding) yang merupakan
perwujudan bayangan angan-angan ataupun suatu pernyataan
perasaan/ekspresi dan pikiran yang diinginkan. Perwujudan tersebut
dapat berupa tiruan objek ataupun fantasi yang lengkap dengan garis,
bidang, warna, dan tekstur dengan sederhana.

2. Tujuan Dan Manfaat Menggambar Bagi Anak


Menurut Hajar Pamadhi (dalam Saiful Haq, 2010: 4) menyatakan
bahwa menggambar memiliki tujuan yang antara lain:
a. Alat untuk mengutarakan/ekspresi isi hati, pendapat maupun
gagasan.
b. Media fantasi, imajinasi, dan sekaligus sublimasi.
c. Stimulasi bentuk ketika lupa atau untuk menumbuhkan gagasan
baru.
d. Alat untuk menjelaskan bentuk serta situasi.
3. Manfaat Menggambar dan Mewarnai
As’adi Muhammad (2010: 15-27) mendeskripsikan bahwa kegiatan
menggambar dan mewarnai memberikan manfaat bagi anak, yakni :
a. Merangsang dan Membangkitkan otak kanan
Dengan memberikan pelajaran atau pelatihan mengenai
menggambar dan mewarnai, otak kanan akan terasah yang akhirya
akan membuatnya mempunyai kreativitas yang tinggi.
b. Menumbuhkan kreativitas
Lewat menggambar, anak bisa menuangkan beragam
imajinasi yang ada di kepala mereka. Lewat gambar yang dibuatnya,
anak bisa menuangkan segala gagasan dan pendapat-pendapat yang
terpendam. Dengan demikian, tidaklah keliru jika dikatakan bahwa
gambar dapat meningkatkan kreativitas anak.
b. Membuka wawasan
Sebagai contoh anak sedang belajar menggambar seekor
kuda yang tengah merumput di kehijauan padang lapang. Dalam
menggambar kuda tersebut, anak pasti akan banyak berusaha
mengetahui apa saja yang ada disekitar hewan tersebut.
c. Lukisan, cermin kreativitas dan kecerdasan anak
Apapun hasil lukisan yang tertuang, merupakan hasil gagasan
dan kemampuan anak. Jika anak mempunyai kreativitas dan
kecerdasan yang tinggi, maka lukisan yang dihasilkan akan baik.
Tetapi jika tidak, maka lukisan akan terlihat biasa-biasa saja, bahkan
kualitasnya akan cenderung di bawah standar lukisan anak pada
umumnya.

4. Fungsi Menggambar
Menurut Hajar Pamadhi, Evan Sukardi S, dan Azizah Muis
(2010:11) menjelaskan tentang fungsi menggambar bagi anak. Hal
tersebut diuraikan sebagai berikut:
a. Menggambar sebagai alat bercerita (bahasa visual/bentuk)
b. Menggambar sebagai media mencurahkan perasaan
c. Menggambar sebagai alat bermain
d. Menggambar melatih ingatan
e. Menggambar melatih berfikir komprehensif (menyeluruh)
f. Menggambar sebagai media sublimasi perasaan
g. Menggambar melatih keseimbangan
h. Menggambar mengembangkan kecakapan emosional
i. Menggambar melatih kreativitas anak
j. Menggambar melatih ketelitian melalui pengamatan langsung
Anak-anak sangat suka memberi warna melalui berbagai media
baik saat menggambar atau meletakkan warna saat mengisi
bidangbidang gambar yang harus diberi pewarna (Hajar Pamadhi dan
Evan Sukardi S, 2011: 7.4). Berdasarkan pernyataan tersebut maka
kegiatan mewarnai merupakan kegiatan yang menyenangkan untuk
anak. Menyenangkan yang dimaksud di sini terletak pada proses
memilih warna yang digunakan untuk mewarnai sebuah bidang
gambar kosong.
Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sumanto (2005: 65)
bahwa kreativitas yang dapat dikembangkan pada kegiatan mewarnai
bagi anak usia prasekolah adalah adanya kebebasan untuk memilih dan
mengkombinasikan unsur warna pada obyek yang diwarnainya sesuai
keinginan anak. Tujuan dari kegiatan mewarnai adalah melatih
menggerakkan pergelangan tangan (Sujiono, 2010: 2.12).
Mewarnai pada anak usia dini bertujuan untuk melatih
keterampilan, kerapian serta kesabaran (Hajar Pamadhi dan Evan
Sukardi, 2011: 728). Keterampilan diperoleh dari kemampuan anak
untuk mengolah tangan yang dilakukan secara berulang-ulang
sehingga semakin lama anak bisa mengendalikan serta mengarahkan
sesuai yang dikehendaki. Kerapian dilihat dari bagaimana anak
memberi warna pada tempat-tempat yang telah ditentukan semakin
lama anak akan semakin terampil untuk menggoreskan media
pewarnanya karena sudah terbiasa. Kesabaran diperoleh melalui
kegiatan memilih dan menentukan komposisi yang tepat sesuai
pendapatnya, seberapa banyak warna yang digunakan untuk
menentukan komposisi warnanya. Usaha yang dilakukan secara terus-
menerus akan melatih kesabaran anak.
Berdasarkan beberapa pendapat yang telah disampaikan di atas
dapat disimpulkan bahwa mewarnai merupakan kegiatan yang sangat
cocok diterapkan untuk anak usia taman kanak-kanak, karena
mewarnai merupakan kegiatan yang menyenangkan. Selain itu,
melalui kegiatan mewarnai dapat melatih keterampilan, kerapian dan
kesabaran serta mengekspresikan keinginannya untuk memberi atau
membuat warna pada obyek gambar menggunakan pewarna dan alat
yang digunakan untuk mewarnai.
5. Kegiatan Mewarnai
Anak prasekolah juga senang berpartisipasi dalam aktivitas
gerak ringan seperti menggambar, mewarnai, melukis, memotong, dan
menempel (Morrison, 2012: 221). Anak pra sekolah disini termasuk
anak kelompok B yaitu usia 5-6 tahun yang seharusnya menyukai
kegiatan mewarnai menggunakan bahan yang beraneka ragam.
Kegiatan mewarnai gambar merupakan kegiatan mewarnai yang
dilakukan menggunakan berbagai macam media seperti krayon, spidol,
pensil warna dan pewarna makanan. Dalam penelitian ini akan
digunakan media pewarna makanan. Gambar yang akan diwarnai
disesuaikan dengan tema yang sedang digunakan di taman kanak-
kanak.

6. Satuan Operasional Prosedur Terapi Bermain Menggambar


Tabel 2.5 SOP Terapi Mewarnai Gambar

Pengetian Bermain merupakan suatu aktivitas bagi anak yang


menyenangkan dan merupakan suatu metode bagaimana
mereka mengenal dunia.

(Supartini, 2004: 125).

Menggambar adalah suatu pengucapan pengalaman


artistik yang ditumpahkan dalam bidang dua
dimensional dengan garis warna,menurut Soedarso
(dalam Suwarna, 2007: 10)

Tujuan 1. Meminimalisir tindakan keperawatan yang traumatis


2. Mengurangi kecemasan
3. Membantu mempercepat penyembuhan
4. Sebagai fasilitas komunikasi
5. Persiapan hospitalisasi atau surgery
6. Sarana untuk mengekspresikan peasaan
Tempat Dilakukan di Ruang Samolo 3 RSUD Sayang Kabupaten
Cianjur

Petugas Perawat

waktu 15-30 menit

Persiapan 1. Informed consent


pasien 2. Jelaskan konsep tujuan tindakan terapi
3. Kontrak waktu
4. Anak dalam keadaan kondusif, tidak rewel.
Pesiapan alat 1. Buku mewarnai
2. Pencil warna
3. Papan alas
Prosedur A. Tahap Pra Interaksi (5 menit)
tindakan 1. Melakukan kontrak waktu
2. Mengecek kesiapan anak (keadaan umum baik,
tidak dalam keadaan mengantuk, tidak rewel,
tidak menangis)
3. Menyiapkan alat

B. Tahap Orientasi (5 menit)


1. Memeberikan salam kepada pasien dan menyapa
pasien
2. Menjelaskan tujuan prosedur tindakan
3. Menanyakan persetujuan dan kesiapan pasien
C. Tahap Kerja (15 menit)
1. Memberikan petunjuk cara bermain mewarnai
gambar pada anak
2. Melakukan tindakan mewarnai gambar
3. Motivasi keterlibatan anak dan orangtua
4. Memberi pujian kepada anak bila dapat
melakukan tindakan terapi mewarnai gambat
5. Mengobservasi emosi, hubungan inter-personal
psikomotor nak saat bermain
6. Menanyakan perasaan anak setelah bermain
7. Menanyakan perasaan dan pendapat orangtua
tentang permainan
D. Tahap terminasi (5 menit)
1. Melakukan evaluasi sesuai dengan tujuan
2. Membereskan alat
3. Bepamitan kepada anak dan keluarga
4. Mencuci tangan
5. Melakukan pendokumentasian dengan mencatat
hasil evaluasi

Anda mungkin juga menyukai