Anda di halaman 1dari 91

Makalah Keperawatan Bencana

“PENGURANGAN RESIKO,PENCEGAHAN PENYAKIT DAN


PROMOSI KESEHATAN “

Dosen Pengampuh : Ns.Pipin Yunus,M.Kep

Di Susun Oleh Kelompok 2 :

DEBY LESTIANI RAHMAT

MOH.YUSRAN BASRI

RISKA SIONE

SRI YURNANINGSIH BELENETI

SITI SINTIYA PALOWA

ZILFAWATY ANTON GINO

PRODI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH GORONTALO

T.A.2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Persiapan dan Mitigasi Bencana ini tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
Ujian Akhir Smester pada dosen Keperawatan Bencana. Selain itu, makalah ini
juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang persiapan dan mitigasi bencana
bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bapak Ns, Pipin Yunus, M.Kep
selaku dosen Keperawatan Bencana yang telah memberikan tugas ini sehingga
dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi
kesempurnaan makalah ini

i
Gorontalo, Minggu 24 januri 2021

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................................3
BAB I.................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Tujuan................................................................................................................5
BAB II...............................................................................................................................6
PEMBAHASAN................................................................................................................6
2.1 Definisi Bencana................................................................................................6
2.2 Jenis – jenis Bencana..........................................................................................7
2.1.1 Gempa Bumi..............................................................................................7
2.1.2 Tanah longsor.............................................................................................8
2.1.3 Letusan Gunung Api...................................................................................8
2.1.4 Tsunami......................................................................................................8
2.1.5 Banjir..........................................................................................................8
2.1.6 Kebakaran..................................................................................................8
2.3 Pengurangan Resiko Bencana............................................................................9
2.4 Pencegahan Penyakit........................................................................................10
2.5 Promosi Kesehatan...........................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kondisi Indonesia yang berada di garis katulistiwa pada posisi silang


antara dua benua dan dua samudra, berada dalam wilayah yang memiliki
kondisi geografis, biologis, hidrologis, demografis, dan terletak diatas lempeng
benua yang dijejeri deretan gunung berapi yang sangat aktif yang disebut
dengan lingkaran api (Ring of Fire). Dan selain itu indonesia memiliki
penduduk dengan keaneka ragaman suku, bahasa, adat istiadat dan agama.
Dengan kondisi demikian dimiliki oleh Indonesia mendadak adanya karyawan
terhadap semua kejadian jenis kasus gawat darurat bagi itu kasus gawat darurat
sehari-hari (Silent Disaster) maupun gawat darurat korban massal atau bencana
(Disaster).

Kejadian bencana demi bencana terus terjadi di Indonesia dan


menimbulkan korban jiwa serta harta benda yang besar. Berdasarkan data
statistik BNPB (2019), jumlah kejadian bencana dalam satu tahun terakhir
mencapai 3.466 dengan jumlah korban 10.2 juta orang. dan Jawa Tengah
menduduki peringkat teratas yaitu 304 kejadian bencana. Selain itu, kabupaten
kebumen menduduki peringkat ke-5 untuk jumlah korban bencana sebanyak
135.069 orang. Manajemen bencana yang baik tidak hanya berfokus pada
penanggulangan ketika terjadi bencana. Pada tahap pra bencana seperti mitigasi
dan preparedness perlu dilakukan untuk pengurangan risiko bencana (Suwaryo
& Yuwono, 2017).

1
Indonesia tercatat menduduki peringkat kelima dunia untuk angka
kematian paling tinggi yang disebabkan oleh bencana alam. Hal ini menjadi
“alarm” bagi masyarakat untuk dapat bersahabat dengan bencana dengan mulai
berperilaku tanggap bencana. Kejadian bencana alam tidak dapatdicegah dan
ditentukan kapan dan dimana lokasinya, akan tetapi pencegahan mengurangi
resiko akibat bencana ini dapat dilakukan jika terdapat pengetahuan yang
cukup mengenai pencegahan atau penanggulangan bencana.

Dari data yang di dapat Indonesia rawan akan bencana sehingga


pentingnya kita untuk mengetahui pengurangan resiko bencana, pencegahan
penyakit, dan promosi kesehatan

1.2 Rumusan Masalah


 Apa yang dimaksud dengan Bencana?
 Apa saja bencana yang terjadi?
 Apa yang dimaksud dengan pengurangan Resiko bencana?
 Apa yang dimaksud dengan pencegahan penyakit?
 Apa yang dimaksud dengan promosi kesehatan?

1.3 Tujuan
 Untuk memenuhi tugas Makalah UAS matakuliah keperawatan
Bencana
 Mengetahui pengertian, jenis-jenis, dan fungsi pegurangan resiko,
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
 Menambah wawasan mengenai arti penting dari pengurangan resiko,
pencegahan penyakit dan promosi kesehatan
 Memahami tentang bagaimana tindakan yang kita lakukan apa bila
terjadi suatu bencana

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Definisi Bencana


Bencana merupakan kerusakan fungsi komunitas atau sosial yang
serius yang menyebabkan kerugian secara luas pada manusia, material atau
lingkungan. Kerusakan ini melebihi kemampuan dari komunitas atau
masyarakat untuk mengatasi atau menangani masalah tersebut dengan
kemampuannya sendiri. Dari penjelasan tersebut di atas dapat disimpulkan
bahwa bencana dapat didefinisikan sebagai kondisi yang berbahaya atau
peristiwa yang mengancam atau memiliki potensi menyebabkan cedera
atau kerusakan hidup atau lingkungan Hal tersebut merupakan peristiwa
luar biasa dan terjadi secara tiba-tiba dapat terjadi dalam lingkup daerah
yang kecil atau dalam rumah tangga bahkan dalam area yang lebih luas
baik nasional ataupun internasional.

Bencana atau disaster adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis dan
terjadi secara tiba-tiba. Bencana menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 pasal 1 Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis.

3
Bencana atau disaster adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat
yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun
faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis dan
terjadi secara tiba-tiba. Bencana menurut Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 24 pasal 1 Tahun 2007 adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non
alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak
psikologis.

2.2 Jenis – jenis Bencana

Ada beberapa bencana alam yang sering terjadi seperti sebagai berikut

2.1.1 Gempa Bumi


Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di
permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng
bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.
Gempa bumi merupakan gejala alam berupa goncangan atau
getaran tanah yang timbul akibat terjadinya patahan atau sesar
karena aktivitas tektonik. Selain itu, gempa bumi juga disebabkan
aktivitas vulkanik, hantaman benda langit (misalnya, meteor dan
asteroid), atau ledakan bom. Dalam situasi gempa bumi yang
terjadi tiba-tiba, seseorang biasanya sulit bergerak dan harus
mengambil keputusan. Untuk selamat dari bencana ini, yang
terpenting adalah memahami pengetahuan dan keterampilan
sebelum bencana terjadi, saat harus melaksanakan evakuasi mandiri
dan setelah kejadian bencana

4
2.1.2 Tanah longsor
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah
atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar
lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng.

2.1.3 Letusan Gunung Api


Letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material
(pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

2.1.4 Tsunami
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang
ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang
ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut
raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat
gempa bumi.

2.1.5 Banjir
Banjir adalah bencana yang paling sering dan rutin melanda
Indonesia. Penyebab utama bencana ini adalah curah hujan tinggi
dan air laut yang pasang. Penyebab lainnya adalah permukaan
tanah yang lebih rendah dari laut, atau letak wilayah berada pada
cekungan yang dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air keluar
yang sempit. Selain itu, ulah manusia juga berperan pada terjadinya
banjir. Misalnya, penggunaan lahan yang tidak tepat, membuang
sampah ke sungai, pemukiman di daerah bantaran sungai, dan
sebagainya. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana
terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang
meningkat.

2.1.6 Kebakaran
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat
seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain
dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.

5
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat
seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain
dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.

2.3 Pengurangan Resiko Bencana

"Pengurangan Risiko Bencana" (PRB) secara lebih luas dapat


didefinisikan sebagai suatu pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi,
menilai dan mengurangi risiko bencana . Dengan demikian, pengurangan
resiko bencana bertujuan untuk meminimalkan kerentanan dan resiko
bencana dalam masyarakat yang menghindari (mencegah) atau membatasi
(memitigasi dan mempersiapkan dampak buruk dari bahaya alam, serta
memfasilitasi pembangunan yang berkelanjutan.

Pengurangan resiko bencana gempa bumi dperlu dilakukan untuk


menekan korban jiwa dan harta benda serta membangun ketahanan
masyarakat serta kota. Berbagai upaya pengurangan resiko bencana telah
dilaporkan oleh para peneliti seperti mberikan pengetahuan tentang
bencana membangun strategi ketahanan terhadap bencana
mengembangkan teknologi. termasuk inovasi material bahkan penemuan
baru yang dapat mencegah manusia dan hartanya dari dampak bencana,
mempersiapkan pemukiman ekonomis serta aman dan ramah lingkungan ,
menciptakan teknik dan metode baru untuk mendukung upaya mitigasi
bencana

Upaya mitigasi bencana telah dilakukan pemerintah melalui UU no.


24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, namun pengurangan
resiko bencana gempa dan tsunami merupakan satu langkah lagi ke depan
menuju ketahanan dan keberlanjutan kota dan masyarakat seperti yang
dituju oleh SDGs pada tahun 2030. Untuk itu, perlu adanya partisipasi
masyarakat dalam mencapai strategi ketahanan terhadap bencana seperti

6
yang diatur dalam Perka BNPB No. 11/2014 tentang Peran Serta
Masyarakat dalam Penanggulangan Bencana.

2.4 Pencegahan Penyakit

Dalam kasus kebencanaan, setiap setelah bencana biasanya akan


menimbulkan wabah penyakit seperti contohnya pada bencana banjir.
Pencegahan penyakit menular yang terjadi setelah bencana banjir melanda
tentunya harus didukung oleh pengetahuan sikap dan tindakan masyarakat
yang baik terkait dengan hal yang harus dilakukan untuk mencegah hal
tersebut World Health Organization (WHO) (2006, 1.7.0) menyebutkan
bahwa terdapat lima hal yang harus dipahami dan dhlaksanakan oleh
masyarakat untuk mencegah penyakit menular akibat bencana termasuk
banjir yaitu: menjaga kebersihan air, sanitasi dan p rencana tempat
pengungsian pelayanan kesehatan primer sistem peringatan dini imunisasi
pencegahan penyakit Demain Berdarah Dengue (DBD) dan malaria

Dalam situasi bencana banjir dengan segala keterbatasan fasilitas dan


ancaman berbagai macam penyakit mendorong seseorang untuk memiliki
sikap yang positif untuk mencapai keinginan agar tetap sehat. Hal ini
tentunya dipengaruhi oleh pengetahuan yang telah dimiliki dan kemudian
dituangkan dalam bentuk tindakan yang nyata

Sikap mengenai pencegahan penyakit menular sangat penting untuk


dimiliki oleh setiap orang karena hal tersebut akan menentukan perilaku
untuk melaksanakan suatu tindakan, namun harus sesuai dengan
pengetahuan yang benar. Hal ini dibutuhkan untuk menghindari kesalahan
ketika mengambil sikap dan melaksanakan tindakan untuk mencegah
penyakit menular yang terjadi setelah bencana banjir.

Sebagai contoh yang konkrit pada keadaan masyarakat Gampong Lon


Asan yang mengalami bencana banjir dengan melakukan upayaupaya
pencegahan terjangkitnya penyakit menular setelah bencana itu terjadi.

7
Artinya masyarakat melakukan tindakan tersebut untuk melindungi diri
mereka dari berbagai ancaman penyakit setelah terjadi bencana banjir.

2.5 Promosi Kesehatan

Promosi Kesehatan adalah upaya yang dilakukan terhadap masyarakat


sehingga mereka mau dan mampu untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan mereka sendiri. Batasan promosi kesehatan ini mencakup 2
dimensi yaitu kemauan dan kemampuan. Sehingga tujuan dari Promosi
Kesehatan itu sendiri adalah memampukan masyarakat dalam memelihara
dan meningkatkan kesehatan mereka dan menciptakan suatu keadaan, yakni
perilaku dan lingkungan yang kondusif bagi kesehatan. Dengan demikian
penggunaan istilah Promosi Kesehatan di Indonesia tersebut dipicu oleh
perkembangan dunia Internasional. Nama unit Health Education di WHO
baik di Hoodquarter, Geneva maupun di SEARO India, juga sudah berubah
menjadi unit Health Promotion. Nama organisasi profesi Internasional juga
mengalami perubahan menjadi International Union For Health Promotion
and Education (IUHPE). Istilah Promosi Kesehatan tersebut juga ternyata
sesuai dengan perkembangan pembangunan kesehatan di Indonesia sendiri
yang mengacu pada paradigma sehat.

Definisi dari depkes tersebut lebih menggambarkan bahwa promosi


kesehatan adalah gabungan antara pendidikan kesehatan yang didukung oleh
kebijakan publik berwawasan kesehatan, karena disadari bahwa gabungan
kedua upaya ini akan memberdayakan masyarakat sehingga mampu
mengontrol determinan-determinan kesehatan.

Promosi kesehatan sebagai bagian dari program kesehatan masyarakat


di Indonesia harus mengambil bagian dalam mewujudkan visi pembangunan
kesehatan di Indonesia. Dalam Undang-Undang Kesehatan RI no 36 tahun
2009, disebutkan bahwa visi pembangunan kesehatan adalah
“Meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi

8
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang
setinggitingginya, sebagai investasi sumber daya manusia yang produktif
secara sosial dan ekonomi”. Promosi kesehatan sebagai bagian dari program
kesehatan masyarakat di Indonesia harus mengambil bagian dalam
mewujudkan visi pembangunan kesehatan di Indonesia.

Sosialisasi melalui lembaga pendidikan tentang resiko bencana dan


keselamatan di sekolah merupakan dua prioritas utama untuk dilakukan. Hal
ini termaktub dalam Kerangka Kerja Aksi Hyogo (Hyogo Frame Works)
yang telah diadopsi oleh 168 negara, termasuk Indonesia. Pengintegrasian
PRB ke dalam kurikulum pendidikan secara nasional dan penyediaan
fasilitas sekolah yang aman dan menyelamatkan juga merupakan dua
prioritas yang memberikan kontribusi terhadap kemajuan suatu negara
menuju tujuan pembangunan milenium (millenium development goal).13
Sasaran utama kampanye ini adalah mempromosikan integrasi resiko
bencana dalam kurikulum sekolah di negara-negara yang rawan bencana
alam. Selain itu juga mempromosikan konstruksi yang aman dan
penyesuaian gedung sekolah yang mampu menahan bahaya. Untuk
mencapai sasaran tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan
cara mempromosikan praktek terbaik, bagaimana bermanfaatnya pendidikan
dalam mengurangi resiko bencana dan keselamatan di sekolah bagi
masyarakat yang rentan.

Berdasarkan teori Strategi Promosi Kesehatan oleh WHO, Tim


SIBAT merupakan bentuk pemberdayaan sebagai salah satu strategi untuk
mencapai atau mewujudkan visi dan misi promosi kesehatan secara berhasil
guna dan berdaya guna Pemberdayaan adalah strategi promosi kesehatan
yang ditujukan kepada masyarakat langsung Tujuan utama pemberdayaan
adalah mewujudkan kemampuan masyarakat dalam memelihara dan
meningkatkan kesehatan mereka sendiri Pemberdayaan juga merupakan
salah satu prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan UU Nomor 7
Tahun 2004 Penanggulangan Bencana.

9
DAFTAR PUSTAKA

Istihora, S. N. (2020). BUKU AJARAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT "KESIAPSIAGAAN


BENCANA BANJIR". Surabaya: CV. Jakad Media Publishing.

Maiyudi, R. (2019). PKM Pelatihan Mitigasi Bencana Alam bagi Siswa SMAN 3 Solok. Bina
Tambang, 386-360.

Nusdin, S. N. (2020). KEPERAWATAN GAWAT DARURAT. Surabaya: CV. Jakad Media


Publishing.

Parahita. (2016). Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT)


dalamKesiapsiagaan Bencana di Kecamatan SumberjambeKabupaten Jember.
Pustaka Kesehatan, 346.

Rahmawati, T. A. (2016). PENGURANGAN RESIKO BENCANA BERBASIS TATA RUANG.


Malang: TIM UB PRESS.

Rubaidi. (2018). Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB) Berbasis


Kurikulum Pendidikan Agama Islam. Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN,
273.

Susanti, E. (2017). PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT TERHADAP


PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR AKIBAT BANJIR. JURNAL ILMIAH
MAHASISWA FAKULTAS KEPERAWATAN ISSN, 2-7.

susilorini, R. (2020). PENGURANGAN RESIKO BENCANA GEMPA DAN TSUNAMI BERBASIS


PARTISIPASI MASYARAKAT. Semarang: Universitas Katolik Soegijapranata.

Susilowati, D. (2016). PROMOSI KESEHATAN. Jakarta: Pusdik SDM Kesehatan.


PENGETAHUAN, SIKAP DAN TINDAKAN MASYARAKAT
TERHADAP PENCEGAHAN PENYAKIT MENULAR AKIBAT
BANJIR

KNOWLEDGE, ATTITUDE, AND ACTIONS OF LOCAL COMMUNITY TO


PREVENT INFECTIOUS DISEASES CAUSED BY FLOOD

Epi Susanti1; Cut Husna2


1
Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

2
Bagian Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Syiah
Kuala Banda Aceh

e-mail: episusanti331@yahoo.com; husna_psik_usk@yahoo.com

ABSTRAK
Aceh merupakan salah satu provinsi yang sangat rawan terjadi bencana alam, khususnya
bencana banjir. Banjir memberikan berbagai macam dampak bagi masyarakat, diantaranya
muncul berbagai macam penyakit seperti infeksi pernapasan akut, demam berdarah,
malaria, diare, penyakit kulit, dan lainnya. Pengetahuan masyarakat berpengaruh terhadap
sikap dan tindakan yang dilakukan untuk mencegah penyakit menular akibat banjir. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui gambaran pengetahuan, sikap dan tindakan masyarakat
terhadap pencegahan penyakit menular akibat banjir di Gampong Lon Asan Kecamatan
Lembah Seulawah Aceh Besar. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif eksploratif
melalui desain cross sectional study. Pengambilan sampel menggunakan teknik purposive
sampling. Alat pengumpulan data menggunakan kuesioner dalam bentuk skala Guttman
dan skala Likert. Hasil penelitian diperoleh pengetahuan masyarakat terhadap pencegahan
penyakit menular akibat banjir berada pada kategori baik (96,5%), sikap masyarakat
terhadap pencegahan penyakit menular akibat banjir termasuk berada pada kategori baik
(97,6%), tindakan masyarakat terhadap pencegahan penyakit menular akibat banjir berada
pada kategori benar (97,6%). Diharapkan masyarakat dapat mempertahankan pengetahuan,
sikap dan perilakunya dalam upaya pencegahan penyakit menular akibat banjir. Penelitian
ini juga mengharapkan agar pemerintah terkait dapat membuat program-program seperti
promosi kesehatan yang dapat mempertahankan pengetahuan, sikap serta perilaku
masyarakat untuk terus termotivasi dalam mencegah penyakit menular akibat banjir melalui
program kerja Puskesmas.

Kata Kunci : Pengetahuan, sikap, tindakan, banjir, penyakit menular

ABSTRACT
Aceh is one of the provinces that are very vulnerable to natural disasters, especially flood
disaster. Flood carries various impact for the community, including various diseases such as
acut respiratory infections, dengue fever, malaria, diarrhea, skin diseases, ect. Community
knowledge affects the attitudes and actions taken to control enfectious diseases caused by
floods. This study aimed at finding out description of knowledge, attitude and actions of the
community against the prevention of infectious diseases caused by floods in Gampong Lon
Asan, Lembah Seulawah sub-district, Great Aceh regency. This study was an explorative
descriptive research through cross sectional study design. The sample were chosen by
means of purposive sampling technique. The data collections tool used was questionnaires
in designed with Guttman scale and Likert scale. The result of this research showed that the
knowledge of the society towards the prevention of infectious diseases caused by the flood
was in good category (96.5%), community attitude toward the prevention of infectious
deseases caused by floods including was in good category (97.6%), and community action
toward prevention of infectious deseases caused by flood was in the right category (97.6%).
It is suggested that the community maintain their knowledge, attitude and behaviour in
preventing infectious diseases caused by flood. It was also suggested that the government
concerning this subject matter can make programs such as health promotion that can
maintain the knowledge, attitude and behavior of the community in order to make sure that
society are motivated in doing preventive efforts to prevent infectious diseases caused by
flood through public health service programs.

Keywords : Knowledge, attitude, action, flood, infectious disease


Sementara itu, di Kabupaten Aceh Besar

PENDAHULUAN
Banjir adalah salah satu bencana
alam yang paling sering terjadi dan
membuat kesulitan bagi masyarakat serta
kerugian ekonomi. Banjir dapat merusak
dan menghancurkan rumah-rumah dan
peternakan, menggusur keluarga, hewan
peliharaan dan ternak, kerusakan tanaman,
dan mengganggu pertanian dan bisnis
(Sayed & Gonzalez, 2014, p. 145). Banjir
merupakan bencana yang selalu terjadi
setiap tahun di Indonesia terutama pada
musim hujan. Berdasarkan kondisi
morfologinya, bencana banjir disebabkan
oleh relief bentang alam Indonesia yang
sangat bervariasi dan banyaknya sungai
yang mengalir diantaranya. Banjir pada
umumnya terjadi di wilayah Indonesia
bagian Barat yang menerima curah hujan
lebih banyak dibandingkan dengan wilayah
Indonesia bagian timur (BAPPENAS, 2006,
p. II-6).
Selama tahun 2016 dari Januari
sampai dengan November telah terjadi
bencana banjir di Indonesia sebanyak 713
kejadian atau 32,8% dari sejumlah bencana
yang terjadi, korban meninggal dan hilang
sebanyak 140 orang, luka-luka 104 orang,
mengalami banjir dan mengungsi sebanyak
2.555.750 orang, rumah yang rusak berat
2.259 unit, rusak sedang 1.538 unit, rusak
ringan 6.751 unit, dan terendam 270.474
unit serta fasilitas kesehatan yang rusak
sebanyak 16 unit, fasilitas peribadatan 199
unit dan fasilitas kesehatan 1.016 unit.
Provinsi Aceh pada bulan Januari sampai
November tahun 2016 telah terjadi banjir
sebanyak 30 kejadian, dengan korban
meninggal sebanyak 6 orang, terluka 2
orang, mengalami banjir 277.401 orang,
mengungsi 158.326 orang, rumah yang
rusak berat 111 unit, rusak sedang 224 unit,
dan rusak ringan 1689 unit serta fasilitas
peribadatan 15 unit, fasilitas kesehatan 1
unit dan fasilitas pendidikan 19 unit.
Gunung Biram, Kecamatan Lembah
telah terjadi banjir sebanyak 3 kejadian, Seulawah, Kabupaten Aceh Besar.
tidak ada korban meninggal dan terluka, Gampong tersebut memiliki Kepala
mengalami banjir 578 orang, mengungsi Keluarga (KK) sebanyak 156 dengan total
110 orang, rumah yang rusak berat 5 unit, masyarakatnya 611 jiwa, yang terdiri dari
rusak sedang 4 unit, dan rusak ringan 14 284 laki-laki dan 327 perempuan. Selain
unit serta fasilitas peribadatan 1 unit, itu, lebih dari sebagian rumah masyarakat
fasilitas kesehatan dan fasilitas sudah bermaterial beton, namun terlalu
pendidikan tidak ada (BNPB, 2016, p.1). rendah dengan tanah. Hal ini memiliki
Berdasarkan kejadian di resiko yang lebih tinggi untuk masuknya air
Kabupaten Aceh Besar, terdapat ke dalam rumah pada saat banjir terjadi.
Gampong Lon Asan yang menjadi salah Terlebih air yang meluap dari sungai dapat
satu gampong yang mengalami bencana mencapai satu meter lebih (Profil Desa Lon
banjir setiap tahun. Hasil pengambilan Asan, 2017).
data awal didapatkan minimal dalam Dampak lanjutan banjir ialah
setahun Gampong tersebut pasti muncul dan meningkatnya penyakit
mengalami banjir satu kali, bahkan pada menular, bahkan sampai menimbulkan
tahun 2016 lalu terjadi dua kali banjir wabah. Penyakit menular menyebar melalui
yaitu pada bulan Januari dan Desember. air (water borne disease), melalui udara
Gampong ini juga dikelilingi oleh tiga (crowding borne disease) dan timbul akibat
sungai yang ketika memasuki musim lingkungan yang tidak bersih (vector borne
penghujan airnya dapat meluap ke disease). Menurut Kementerian Kesehatan
pemukiman masyarakat. Gampong Lon RI, ada tujuh penyakit yang sering muncul
Asan terletak di Kemukiman Mukim akibat banjir, yaitu diare, leptospirosis,
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA), sikap dan tindakan masayarakat yang baik
penyakit kulit, penyakit saluran pencernaan, terkait dengan hal yang harus dilakukan untuk
tifoid, dan demam berdarah atau malaria mencegah hal tersebut. World Health
(Promkes Kemenkes RI, 2013, p.1). Organization (WHO) (2006, p.7-9)
Keadaan ini dibuktikan dari hasil menyebutkan bahwa terdapat lima hal yang
wawancara dengan Bidan Gampong Lon harus dipahami dan dilaksanakan oleh
Asan juga mengatakan pasca banjir Januari masyarakat untuk mencegah penyakit
dan Desember 2016 lalu sangat banyak menular akibat bencana termasuk banjir yaitu:
masyarakat yang terkena penyakit menular menjaga kebersihan air, sanitasi dan rencana
seperti demam malaria, demam tifoid, diare, tempat pengungsian; pelayanan kesehatan
batuk dan penyakit kulit. Bidan Gampong primer; sistem peringatan dini; imunisasi;
juga menyebutkan proses penyebaran pencegahan penyakit Demam Berdarah
penyakit yang umum terjadi misalnya tidur Dengue (DBD) dan malaria.
malam jarang yang menggunakan kelambu,
ketika batuk tidak menggunakan masker
atau menutup mulut, turun ke air banjir METODE
tanpa alas kaki, masih ada masyarakat yang Tujuan penelitian ini untuk
buang air besar secara sembarangan, dan mendeskripsikan pengetahuan, sikap dan
lain sebagainya. tindakan masyarakat terhadap pencegahan
Pencegahan penyakit menular yang penyakit menular akibat banjir.
terjadi setelah bencana banjir melanda Penelitian ini menggunakan metode
tentunya harus didukung oleh pengetahuan, deskriptif eksploratif melalui desain cross
sectional study. Penelitian telah orang dari 156 total populasi yang terdapat
dilaksanakan di Gampong Lon Asan di Gampong tersebut. Responden diambil
Kecamatan Lembah Seulawah Kabupaten berdasarkan Kepala Keluarga (KK), dimana
Aceh Besar pada tanggal 6 s.d 7 Mei 2017. satu KK untuk satu orang responden.
Respoden yang dilibatkan berjumlah 85 Alat yang digunakan untuk
pengumpulan data dalam penelitian ini
merupakan kuesioner dalam bentuk skala
Guttman terdiri dari 14 item pernyataan dan
skala Likert terdiri dari 24 item pernyataan.
Data dikumpulkan dengan melibatkan
responden yang memenuhi kriteria inklusi
yang telah ditetapkan oleh penulis.
Kemudian data diolah melalui tahap
cleaning, coding, skoring, entering, dan
tabulating.
Proses penelitian atau
pengumpulan data dilaksakan setelah
mendapat surat persetujuan etik dari
Fakultas Keperawatan Universitas Syiah
Kuala. Prinsip etik yang yang dijadikan
acuan dalam penelitian ini adalah respect
for human dignity, respect for privacy and
confidentiality, respect for justice an
inclusiveness, dan balancing harms and
benefits Milton (1999) dan Loiselle,
Profetto-McGgrath, Polit dan Beck (2004)
dalam Dharma (2011, p.237).

Analisa data dalam penelitian ini


adalah univariat, dimana hal ini sesuai
dengan jenis penelitian yaitu deskripstif
ekploratif yang bertujuan untuk
mendeskripsikan tentang pengetahuan,
sikap dan tindakan masyarakat terhadap
pencegahan penyakit menular akibat banjir.
Hasil analisa kemudian dilakukan
pengkategorian menggunakan rumus Cut of
Point (Tam & Tummala, 2001).

HASIL
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dilakukan terhadap 85 responden,
didapatkan hasil sebagai berikut:
Tabel 1. Karakteristik responden
No. Kategori f %
1 Usia
Remaja Akhir 15 17,6
Dewasa Awal 26 30,6
Dewasa Akhir 28 32,9
Lansia Awal 14 16,5
No. Kategori f %
Lansia Akhir 2 2,4
No. Kategori f %
2 Jenis Kelamin
Sumber: Data Primer (diolah Tahun2,4
2016 2
Laki-laki 26 30,6
Tidak Ada 82 96,5
Perempuan 59 69,4 2017)

3 Pendidikan Berdasarkan tabel yang telah


Pendidikan dasar 46 54,1 dipaparkan di atas menyatakan bahwa: jenis
Pendidikan kategori usia distribusi frekuensi yang
Menengah 35 41,2
4 4,7 paling banyak adalah dewasa akhir dengan
Pendidikan Tinggi
rentang umur 36-45 tahun yang berjumlah
4 Pekerjaan
3 3,5 28 orang (32,6%). Didapatkan mayoritas
PNS Swasta
6 7,1 kategori jenis kelamin adalah perempuan
Petani IRT
43 50,6 sebanyak 59 orang (69,4%). Pendidikan
Tidak bekerja
29 34,1 masyarakat yang didominasi oleh tingkat
5 Penghasilan 4 4,7
/ bulan Pendidikan dasar/rendah sebanyak 46 orang
≤UMP (≤Rp.2,5 (54,1%). Tabel di atas juga menunjukkan
juta) 46 54,1 lebih dari sebagian masyarakat memiliki
>UMP (>Rp.2,5 pekerjaan sebagai petani yaitu sebanyak 43
39 45,9 orang (50,6%). Penghasilan masyarakat
juta) mayoritasnya ialah yang kurang atau sama
6 Pengalaman dengan Upah Minimum Provinsi sebanyak
pencegahan 46 orang (54,1%). Masyarakat yang tidak
penyakit
menular
Ada 20 2,5 pernah melakukan pencegahan penyakit
Tidak Ada 65 menular sebanyak 65 orang (76,5%).
Jenis pengalaman 76,5 Sedangkan yang tidak pernah mengikuti
pencegahan penyakit pelatihan terkait dengan pencegahan
menular
penyakit menular 82 orang (96,5%).
Filariasis 20
Tidak Ada 65 23,5
Tahun pengalaman Tabel 2. Pengetahuan Pencegahan Penyakit
76,5
pencegahan penyakit Menular Akibat Banjir
menular No. Pengetahuan f %
2015 1 1 Baik 82 96,5
2016 19 1,2 2 Kurang 3 3,5
Tidak Ada 65 22,4 Total 85 100
7 Pelatihan yang 76,5 Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2017)
pernah diikuti Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
terkait pencegahan bahwa sebagian besar pengetahuan
penyakit menular masyarakat terhadap pencegahan penyakit
Ada 3
menular akibat banjir sudah baik yaitu
Tidak Ada 82 3,5
Jenis pelatihan 96,5 sebanyak 82 orang (96,5%).
pencegahan penyakit
menular Tabel 3. Sikap Pencegahan Penyakit
Filariasis 2 2,4 Menular Akibat Banjir
Malaria 1 1,2
No. Sikap f %
Tidak Ada 82 96,5
1 Baik 83 97,6
Tahun pelatihan
2 Kurang 2 2,4
pencegahan penyakit
Total 85 100
menular
2014 1 1,2
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2017)

Berdasarkan tabel di atas menunjukkan otomatis akan menjadi proses untuk bertukar
bahwa sebagian besar sikap yang dimiliki informasi. Kedua, dipengaruhi oleh usia
oleh masyarakat terhadap pencegahan dimana tabel satu menunjukkan bahwa usia
penyakit menular akibat banjir sudah baik responden yang paling dominan
yaitu sebanyak 83 orang (97,6%).

Tabel 4. Tindakan Pencegahan Penyakit


Menular Akibat Banjir
No. Tindakan f %
1 Benar 83 97,6
2 Kurang 2 2,4
Total 85 100
Sumber: Data Primer (diolah Tahun 2017)
Berdasarkan tabel di atas menunjukkan
bahwa sebagian besar tindakan yang
dilakukan oleh masyarakat terhadap
pencegahan penyakit menular akibat banjir
sudah benar yaitu sebanyak 83 orang
(97,6%).

PEMBAHASAN
Pengetahuan masyarakat terhadap
pencegahan penyakit menular akibat
banjir

Berdasarkan hasil penelitian yang


telah dikemukakan pada tabel dua dapat
diketahui bahwa pengetahuan masyarakat
terhadap pencegahan penyakit menular
akibat banjir berada dalam kategori baik
yaitu 96,5% dan 3,5% kurang baik. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat secara
mayoritas sudah mengetahui dengan baik
tentang pencegahan penyakit menular
akibat banjir.
Pengetahuan masyarakat yang baik
didukung oleh beberapa faktor, diantaranya
pengalaman dalam bertukar pikiran dan
informasi tentang penanganan penyakit
menular akibat banjir. Hasil wawancara
dengan Geuchik mengatakan bahwa
masyarakat Gampong Lon Asan masih
memegang erat hubungan komunikasi
antara sesamanya. Masyarakat yang
berinteraksi dan berkomunikasi secara
adalah kategori dewasa akhir (35-45) Berdarah Dengue (DBD) ditujukan untuk
sebanyak 28 orang (32,6%). Menurut mencegah penyakit menular akibat bencana
Hanifah (2010, p.77) dalam hasil alam termasuk banjir. WHO menyebutkan
penelitiannya mengatakan bahwa terdapat delapan penyakit setelah terjadi
seseorang yang semakin cukup umur, banjir, yaitu diare, hepatitis A dan E,
maka tingkat kematangannya dalam leptospirosis, campak, meningitis, Infeksi
berpikir juga semakin baik. Saluran Pernapasan Akut (ISPA), malaria
Herman, Dirawan, Yahya dan dan DBD. Kemudian berdasarkan hasil
Taiyeb (2015, p.111) dalam penelitiannya penelitian Kusumaratna (2003) dalam jurnal
tentang perilaku pencegahan penyakit Kedokteran Trisakti dengan judul artikel
pada masyarakat Sulawesi Selatan “Profil Penanganan Kesehatan Selama dan
menyatakan bahwa pengetahuan Sesudah Banjir di Jakarta” menjelaskan
masyarakat tentang pencegahan penyakit bahwa terdapat penyakit utama yang
menular yang termasuk ke dalam kategori diderita oleh masyarakat pasca banjir yaitu
baik 178 responden (89,0%), sehingga ISPA (47,4%), penyakit kulit (22,5) dan
dinyatakan secara mayoritas diare (6,5%).
pengetahuannya sudah baik. Hal ini didukung oleh penelitian
World Health Organization yang dilakukan oleh Malikhah, Fatimah dan
(WHO) (2006, p.7-9) menjelaskan bahwa Simangunsong (2012, p.7) tentang
lima aspek pencegahan penyakit menular pengetahuan dan sikap ibu dalam
yaitu: kebersihan air, sanitasi dan rencana pencegahan dan penanggulangan secara
tempat pengungsian; pelayanan kesehatan dini kejadian diare menyatakan bahwa
primer; sistem peringatan dini; imunisasi; tingkat pengetahuan ibu dalam hal
pencegahan malaria dan Demam mencegah diare 71 orang (80,68%)
termasuk kategori baik. Selain itu, Sikap masyarakat terhadap
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh pencegahan penyakit menular
Kumar, Hashmi, Soomro dan Ghauri (2012,
p.2) tentang pengetahuan sikap dan praktik
akibat banjir
Berdasarkan hasil penelitian yang
terkait infeksi saluran pernapasan akut
telah dikemukakan pada tabel tiga dapat
mendapatkan hasil 72% ibu memiliki
diketahui bahwa sikap masyarakat terhadap
pengetahuan yang baik.
pencegahan penyakit menular akibat banjir
Berdasarkan tabel satu
berada dalam kategori baik yaitu 83 orang
menunjukkan tingkat pendidikan yang
responden (97,6%). Hal ini menunjukkan
dimiliki oleh masyarakat Gampong Lon
bahwa masyarakat sudah memiliki sikap yang
Asan bahwa 46 orang (54,1%) tergolong ke
baik terhadap pencegahan penyakit menular
dalam tingkat pendidikan yang rendah.
akibat banjir.
Shridevi, Subudhi, Madhavi, Kokiwar dan
Sikap baik terhadap pencegahan
Shastri (2015, p.63) dalam artikel
penyakit menular akibat banjir dipengaruhi
pengetahuan sikap dan tindakan masyarakat
oleh banyaknya perempuan yang terlibat
terhadap pencegahan diare berbasis rumah
dalam penelitian ini. Hal ini dapat dilihat dari
menjelaskan bahwa informasi atau
tabel satu menunjukkan presentase
pengetahuan yang didapatkan tidak hanya
perempuan sebanyak 69,4% (59 orang).
melalui suatu pendidikan formal atau
Seperti kita tahu bahwa perempuan memiliki
pelatihan tertentu akan tetapi juga bisa
rasa emosional yang lebih tinggi
melalui tempat pelayanan kesehatan, teman,
dibandingkan dengan laki-laki.
televisi dan juga media lainnya.
Notoatmodjo (2010, p.14) menjelaskan
seseorang yang telah memiliki pengetahuan
maka kemudian ia akan mengolah pertimbangannya. Sebagai contoh
menggunakan aspek emosionalnya. Hasil masyarakat tahu bahwa dengan tidur
yang didapatkan adalah suatu penilaian dan menggunakan kelambu dapat mencegah
penyakit malaria dan demam berdarah
maka kemudian ia akan menilai dan
mempertimbangkan apakah hal tersebut
benar adanya atau tidak.
Menurut Notoatmodjo (2010, p.79
& p.14) bahwa sikap merupakan gambaran
suka atau tidaknya seseorang terhadap
objek tertentu. Sikap juga memiliki daya
pendorong atau motivasi tersendiri bagi
setiap orang. Motivasi yang dimaksud
adalah bagaimana ia menggabungkan antara
keinginannya terhadap situasi tertentu yang
dialami. Dalam situasi bencana banjir
dengan segala keterbatasan fasilitas dan
ancaman berbagai macam penyakit
mendorong seseorang untuk memiliki sikap
yang positif untuk mencapai keinginan agar
tetap sehat. Hal ini tentunya dipengaruhi
oleh pengetahuan yang telah dimiliki dan
kemudian dituangkan dalam bentuk
tindakan yang nyata.
Menurut Herman, Dirawan, Yahya
dan Taiyeb (2015, p.111) dalam penelitian
tentang perilaku pencegahan penyakit di
masyarakat Sulawesi Selatan menyatakan
bahwa sikap yang dimiliki oleh masyarakat
terhadap pencegahan penyakit menular
berada dalam kategori baik sebanyak 68,5%
(137 responden dari 200 total responden)
dan kategori sangat baik sebanyak 18,0%
(36 responden). Jadi, dapat disimpulkan
bahwa sikap pencegahan penyakit menular
secara mayoritas adalah baik.
Hal ini juga turut didukung oleh
hasil penelitian Astuti dan Shafiq (2010,
p.3) tentang hubungan tingkat pengetahuan
ibu dan sikap pencegahan diare pada anak
menyatakan bahwa 80,4% atau 119
responden memiliki sikap yang baik dalam
mencegah diare pada anak. Astuti dan
Shafiq juga menjelaskan hasil dari
penelitiannya bahwa terdapat hubungan
yang positif antara pengetahuan dan sikap
yang dimiliki oleh ibu, dengan kata lain
semakin baik tingkat pengetahuan maka pencegahan diare berbasis rumah
semakin baik pula sikap seseorang.
Sikap mengenai pencegahan
penyakit menular sangat penting untuk
dimiliki oleh setiap orang karena hal
tersebut akan menentukan perilaku untuk
melaksanakan suatu tindakan, namun harus
sesuai dengan pengetahuan yang benar. Hal
ini dibutuhkan untuk menghindari
kesalahan ketika mengambil sikap dan
melaksanakan tindakan untuk mencegah
penyakit menular yang terjadi setelah
bencana banjir.

Tindakan Masyarakat terhadap


pencegahan penyakit menular
akibat banjir
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah dikemukakan pada tabel empat dapat
diketahui bahwa tindakan yang dilakukan
oleh masyarakat untuk mencegah penyakit
menular akibat banjir berada dalam kategori
benar yaitu 97,6% dan yang kurang benar
2,4%. Hal ini menunjukkan bahwa
masyarakat sudah melakukan tindakan
dengan benar terhadap pencegahan penyakit
menular akibat banjir.
Perilaku masyarakat dapat
dipengaruhi oleh kebiasaan. Notoatmodjo
(2010, p.16) menjelaskan bahwa kebiasaan
merupakan perilaku yang sudah menetap
atau sudah melekat pada diri seseorang
sehingga sulit untuk diubah. Selain itu
tindakan masyarakat yang sudah benar turut
dipengaruhi oleh pekerjaan responden yaitu
Ibu Rumah Tangga (IRT) sebanyak 29
orang (34,1%). Seorang IRT memiliki
waktu yang lebih banyak untuk menetap di
rumah cenderung lebih besar
kesempatannya untuk melakukan
bermacam hal termasuk mencegah
penyakit pada anggota keluarganya, apalagi
pengetahuan yang dimiliki sudah berada
pada kategori baik.
Hasil penelitian Shridevi, Subudhi,
Madhavi, Kokiwar dan Shastri (2015, p.63)
tentang pengetahuan sikap dan tindakan
menyatakan bahwa tindakan pencegahan masyarakat sudah melakukan praktik yang
diare sudah baik seperti mencuci tangan baik terhadap hal tersebut yaitu 64% dari
sebelum makan dan setelah buang air keseluruhan jumlah responden.
besar. Perilaku atau tindakan yang Menurut Notoatmodjo (2010, p.32
dilakukan oleh seseorang berfungsi & p.47) menyebutkan bahwa perilaku
sebagai pertahanan diri untuk seseorang dapat dipengaruhi oleh
menghadapi lingkungannya pengalaman dan lingkungan tempat ia
(Notoatmodjo, 2010, p.86). Sebagai berada. Keadaan seperti ini kemudian
contoh yang konkrit pada keadaan dipersepsikan oleh masyarakat atau yang
masyarakat Gampong Lon Asan yang disebut sikap dan turut didukung oleh
mengalami bencana banjir dengan motivasi yang menjadi penggerak dalam
melakukan upaya- upaya pencegahan bertindak dan akhirnya terwujudlah suatu
terjangkitnya penyakit menular setelah perilaku. selain dari itu, perilaku juga turut
bencana itu terjadi. Artinya masyarakat dipengaruhi oleh emosi. Emosi atau
melakukan tindakan tersebut untuk perasaan tertentu dapat mengendalikan
melindungi diri mereka dari berbagai tindakan atau perilaku seseorang. Perasaan
ancaman penyakit setelah terjadi bencana harus dapat dikontrol untuk menghindari
banjir. keadaan fluktuasi agar dapat menghasilkan
Hasil penelitian Cheraghi, perilaku yang terkendali.
Okhovat, Irani, Talaei, Ahmadnezhad,
Gooya, Soroush, Asl dan Naeni (2014,
p.3) terkait pengetahuan sikap dan KESIMPULAN
tindakan tentang makanan dan penyakit Berdasarkan hasil penelitian maka
yang ditularkan melalui air setelah dapat ditarik kesimpulan bahwa
terjadinya wabah diare pada musim panas pengetahuan dan sikap masyarakat berada
2013 di Iran menyatakan bahwa pada kategori baik dengan masing-masing
presentase sebanyak 96,5% dan 97,6% serta Balita 1-5 Tahun di Puskesmas
tindakan masyarakat berada pada kategori Ngampilan Yogyakarta Tahun 2010.
benar dengan presentase 97,6%. Yogyakarta: STIKES
Diharapkan kepada masyarakat untuk dapat
terus mempertahankan pengetahuan, sikap Aisyiyah. Diakses 13 Mei 2017
dan perilakunya dalam upaya pencegahan 9.35 pm.
penyakit menular akibat banjir. Selain itu,
BAPPENAS. (2006). Rencana Aksi Nasional
penelitian ini juga mengharapkan agar
pemerintah terkait dapat membuat program- Pengurangan Resiko Bencana 2006-
program seperti promosi kesehatan yang 2009. Diakses 1
dapat mempertahankan pengetahuan, sikap
Desember 2016 07:22 pm Retrieved
serta perilaku masyarakat untuk terus
from www.bappenas.go.id.
termotivasi dalam mencegah penyakit
menular akibat banjir melalui program kerja BNPB. (2016). Data dan Informasi Bencana
Puskesmas.
Indonesia. Diakses 05.45 pm 06
Desember 2016 Retrieved from
REFERENSI dibi.bnpb.go.id

Astuti, T.W., & Shafiq. (2010). Hubungan Cheraghi, Z., Okhovat, B., Irani, A.D., Talaei,
Tingkat Pengetahuan Ibu dengan M., Ahmadnezhad, E., Soroush, M.,
Sikap Pencegahan Diare pada et al. (2014). Knowledge, Attitude
and Practice Regarding Food and Dharma, K.K. (2011). Metodelogi Penelitian
Waterborne Outbreak After Keperawatan (Pedoman
Massive Diarrhoea Outbreak in
Melaksanakan dan Menerapkan
Yazd Province, Iran, Summer 2013.
Hasil Penelitian). Jakarta Timur: CV
International Scholarly Reasearch
Trans Info Media.
Notices. Doi: 10.1155/2014/405038
. Hanifah, M. (2010). Hubungan Usia dan
Tingkat Pendidikan dengan
Pengetahuan Wanita Usia 20-50
Tahun Tentang Periksa Payudara
Sendiri (SADARI). Retrieved from
repository.uinjkt.ac.id.

Herman., Dirawan, G.D., Yahya, M., &


Taiyeb, M. (2015). The Community
Disease Prevention Behaviour in
the District Maros South Sulawesi
Province. Journal International
Education Studies, 8(11) ISSN
1913-9020 E-ISSN 1913-9039.
Doi: 10.5539/ies.v8n11p104.

Kemenkes. (2012). Antisipasi Penyakit


Menular Saat Banjir. Retrieved
from www.depkes.go.id. Diakses 3
desember 2016 5:28 pm

Kumar, R., Hashmi, A., Soomro, J.A., &


Ghouri, A. (2012). Knowledge
Attitude and Practice About Acute
Respiratory Infection Among the
Mothers of Under Five Children
Attending Civil Hospital Mithi
Tharparkar Desert. Journal Primary
Health Care, 2(1). ISSN: 2167-
1079. Doi: 10.4172/2167-
1079.1000108. Diakses 13 Mei
2017 11.15 pm

Kusumaratna, R.K. (2003). Profil


Penanganan Kesehatan Selama dan
sesudah Banjir di Jakarta Jurnal
Kedoktean Trisakti, 22(3).
Retrieved from Diakses 12 Mei
2017 7:43 am.

Malikhah, L., Fatimah, S., & Simangunsong,


B. (2012). Gambaran Pengetahuan
dan Sikap Ibu Dalam
Pencegahan dan
Penanggulangan Secara Dini
Kejadian Diare pada Balita di Desa
Hegarmanah Jatinangor. Bandung:
Universitas Padjajaran. Diakses 13
Mei 2017: 10.30 pm

Notoatmodjo, S. (2010). Promosi


Kesehatan dan Aplikasinya (ed.
Revisi). Jakarta: Rineka Cipta

. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan.

Jakarta: Rineka Cipta

Profil Gampong Lon Asan. (2017).

Sayeed, S.A., & Gonzalez, P.A. (2014) Flood


Disaster Profile of Pakistan : A
Review. Science Journal of Public
health 2(3). Doi:
10.11648/j.sjph.20140203.11.

Shridevi, K., Subudhi, S., Madhavi, P.,


Kokiwar, P.R., & Shastri, VV.
(2015). Knowledge, Attitude and
Practices Regarding Home Based
Management of Diarrhoea: A
Comparative Study. Journal of
Health Sciences, 3(1). Diakses 13
Mei 2017 11:09 pm

Tam, M.C.Y., & Tummala, V.M.R. (2001).


An Application oh the AHP in
Vendor Selection of a
Telecommunications System. The
International Journal
of
Management Science Omega
29(2001) 171-182.

WHO. (2006). Communicable Diseases


Following Natural Disaster Risk
Assassment and Priority
Interventions. Retrieved from
www.who.int. Diakses pada 02
Desember 2016 09:22 pm
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana (PRB)

Berbasis Kurikulum Pendidikan Agama Islam

Rubaidi

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya

robertmugabe@yahoo.com

Abstract

This paper thoroughly discusses the role of Islamic education institutions in Disaster Risk
Reduction (DRR). This field-based research paper takes the locus of MIN Jejeran, Pleret, Bantul,
Yogyakarta. The program adapted from Kemendiknas policies takes “Sekolah Siaga Bencana” as
the theme. In the midst of disaster phenomena in various regions in Indonesia, MIN Jejeran not
only plays an active role in DRR conceptually in the form of integration of Islamic Religious
Education (PAI) curriculum, but also increases the level of action in the field. This paper limits
only photographing the Earthquake of PRB integration effort into the PAI curriculum to
international recognition. This reseach contributes the role of Islamic educational institution to the
disaster risk reduction.

Keywords: affirmative action; disaster risk reduction; Islamic education teaching

Abstrak

Tulisan ini menelaah peran lembaga pendidikan Islam dalam Pengurangan Resiko Bencana
(PRB). Tulisan yang didasarkan riset lapangan ini mengambil lokus MIN Jejeran, Pleret, Bantul,
Yogyakarta. Program yang mengadaptasi kebijakan Kemendiknas mengambil tema besar
“Sekolah Siga Bencana.” Di tengah fenomena bencana di berbagai daerah di Indonesia, MIN
Jejeran tidak hanya berperan aktif dalam PRB secara konseptual dalam bentuk integrasi
kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI), melainkan juga tataran aksi di lapangan. Tulisan ini
membatasi hanya memotret upaya integrasi PRB Gempa Bumi ke dalam kurikulum PAI hingga
mendapat pengakuan dunia internasional. Riset ini memberi kontribusi terhadap peran penting
lembaga pendidikan (Islam) dalam konteks edukasi disaster risk reduction (DRR).

Kata kunci: pendidikan Agama Islam; pengurangan resiko bencana


A. Pengantar

Studi tentang peran lembaga pendidikan dalam kaitannya dengan pengurangan resiko
bencana (PRB) telah banyak memberi kontribusi konkrit dalam kehidupan nyata. Tidak hanya
berbasis lembaga pendidikan saja. Lebih dari itu, peran dunia pendidikan dalam konteks
kebencanaan telah masuk hingga ke dalam berbagai disiplin ilmu seperti IPA, IPS,
1
Matematika, Bahasa Indonesia, dan seterusnya. Bahkan, isu tentang bencana telah masuk
2
(mainstreaming) ke dalam kurikulum pendidikan di beberapa sekolah. Pengarusutamaan
bencana ke dalam kurikulum dengan mata pelajaran IPA, IPS, dan seterusnya ini telah
dilakukan di salah satu SMP di Panti, Jember, sebagai daerah yang pernah mengalami
3
bencana banjir bandang dan tanah longsor. Di antara studi-studi kebencanaan dalam relasi
dengan lembaga pendidikan di atas, belum banyak yang terkait dengan lembaga pendidikan
Islam maupun materi keislaman.

1 Leli Honesty dan Nazwar Djali, “Pendidikan Kebencanaan Di Sekolah – Sekolah Di


Indonesia Berdasarkan Beberapa Sudut Pandang Disiplin Ilmu Pengetahuan”, Jurnal Momentum,
Vol. 12, No. 01, (Pebruari 2012): 52-55.
2
Mirza Desfandi, “Urgensi Kurikulum Pendidikan Kebencanaan Berbasis Kearifan Lokal
di Indonesia”, Jurnal Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 2 (Desember 2014): 192-197.

3
Iswatul Hasanah, Sri Wahyuni, Rayendra Wahyu Bachtiar,”Pengembangan Model
Mitigasi Bencana berbasis Potensi Lokal yang Terintegrasikan ke dalam Kurikulum IPA di
SMP”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 5, No. 3 (Desember 2016): 226-231.

272
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Tulisan ini secara khusus akan menelaah peran lembaga pendidikan Islam maupun Islam
sebagai doktrin di Yogjakarta.

Bencana Gempa Bumi di Yogyakarta, 27 Mei 2006 menyadarkan para pihak.


Meskipun kekuatan Gempa Bumi tercatat hanya 5,9 skala richter, tetapi gempa tersebut
sebagai gempa terhebat yang pernah menimpa Yogyakarta. Peristiwa Gempa Bumi
Yogyakarta menjadi “laboratorium” bencana bagi para pihak (stakeholder) terkait dengan isu
bencana. Pusat studi kebencanaan lahir di berbagai perguruan tinggi di Yogyakarta. UGM
sebagai PTN tertua akhirnya melahirkan jurusan magister (S2) khusus dengan konsentrasi
kebencanaan. Gunung Merapi, sebagai gunung teraktif di dunia juga menjadi salah satu pusat
4
studi kegunung-apian di Indonesia.

Selain pusat-pusat studi kebencanaan, beberapa lembaga pendidikan di Yogyakarta


juga mengambil kebijakan strategis dalam upaya Pengurangan Resiko Bencana (PRB) bagi
para siswa. Langkah strategis ini penting bagi upaya preventif mengurangi tingkat kerentanan
(vulnerability) masyarakat (siswa) dalam menghadapi bahaya (hazard) di masa mendatang.
Kebijakan strategis PRB bagi lembaga pendidikan ini sangat penting merujuk beberapa
peristiwa bencana yang terjadi di jam efektif kerja. Gempa bumi di Pakistan pada bulan
Oktober 2005 merenggut lebih dari 16 ribu anak-anak meninggal akibat runtuhnya gedung
5
sekolah. Longsor lahan di Leyte, Philipina menewaskan lebih dari 200 anak sekolah. Akan
halnya gempa di Yogyakarta, gempa ini terjadi pada pukul 05.54 pagi, saat kegiatan belajar
mengajar belum berlangsung. Padahal jumlah sekolah di seluruh DIY yang roboh mencapai
6
277, terdiri dari; 101 TK, 148 SD, 16 SMP, dan 12 SMA/SMK/MAN.

Tulisan ini merujuk kepada pengalaman lembaga pendidikan (sekolah) MIN Jejeran,
Pleret, Bantul, Yogyakarta yang mengintegrasikan PRB ke dalam kurikulum Pendidikan
Agama Islam (PAI). PRB berbasis kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) MIN Jejeran ini
sebagai bentuk respons terhadap kebijakan PRB Kementerian Pendidikan Nasional yang
7
mengadaptasi UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Konsep PRB di
MIN Jejeran dimaksud mencakup kebijakan, kerangka, strategi, perencanaan, pembelajaran
pada peserta didik; atau pun menyusun dan mengembangkan kegiatan-kegiatan pencegahan,
8
mitigasi bencana dan kesiapsiagaan bencana dalam kurikulum pendidikan. Kebijakan
Kemendiknas dalam upaya PRB dikenal luas salah satunya dengan program “Sekolah Siaga
Bencana.”

Secara faktual, MIN Jejeran, Pleret, Bantul, Yogyakarta merupakan fenomena menarik
terkait PRB. Upaya PRB yang dilakukan oleh MIN Jejeran mendapat justifikasi pada acara
“Asian Ministerial Conference on Disaster Risk Reduction (AMCDRR) ke-5 yang

4 Meskipun Gempa Bumi hanya 5,9 skala richter, menurut data Departemen Sosial, korban
meninggal sebanyak 4.983 jiwa meninggal. 1 jam paska gempa beredar isu tsunami. Jalan-jalan macet
akibat warga berhamburan keluar rumah untuk menyelamatkan diri. Para warga mencari tempat yang
tinggi. Bahkan para korban yang dirawat di rumah sakit berhamburan keluar dengan membawa infus
di tangannya. Selain itu, ribuan rumah, gedung perkantoran, dan Mall rusak para seta roboh. Lihat:
IDN Times, 5 Hal Mengenai Gempa Bumi
Yogyakarta Pada Tahun 2006. http://www.rappler.com/indonesia/134463. Diunduh pada tanggal 15
Mei 2017. 5 Krisna S Pribadi, “Konsep Pengelolaan Bencana”, Makalah TOT Pengelolaan
Resiko Bencana Berbasis
Pesantren Nahdlatul Ulama, Pusat Mitigasi Bencana ITB Bandung, 2007, h. 2
6
Krisna S Pribadi, Konsep Pengelolaan Bencana, Makalah TOT Pengelolaan ….., h. 3
7
Secara tegas Kemendiknas melalui Direktoral Jenderal Management Pendidikan Dasar dan
Menengah merumuskan kebijakan PRB dengan beberapa tujuan pokok, di antaranya adalah; (a)
Menumbuhkembangkan nilai dan skip kemanusiaan; (b) Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian
terhadap resiko bencana; (c) Mengembangkan pemahaman tentang resiko bencana, kerentanan sosial,
fisik, perilaku dan motivasi; (d) Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan
pengurangan resiko bencana;….. Lihat: Direktorat Jenderal Management Pendidikan Dasar &
Menengah, Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah, (Jakarta:
Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), h. 14-15.

8
Direktorat Jenderal Management Pendidikan Dasar & Menengah, Strategi Pengarusutamaan
Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah, (Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional, 2010), h. 14-
15.

273
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

diselenggarakan di Jogja Expo Center (JEC), Yogyakarta, 22-25 Oktober 2012 yang dihadiri
oleh menteri-menteri se-Asia-Pasifik. Di sela-sela kesibukan delegasi para menteri se-Asia
Pasific dalam konferensi dimaksud, MIN Jejeran menjadi salah satu lokasi yang mereka
kunjungi untuk menyaksikan simulasi tanggap bencana. Bahkan, MIN Jejeran juga berhasil
9
menjuarai perlombaan mitigasi bencana se-Asia Pasifik. Keberhasilan MIN Jejeran dalam
PRB ini memang tidak berdiri sendiri. Selain pihak Kemendiknas, terdapat lembaga donor
international yang memiliki andil besar bagi prestasi MIN Jejeran, yakni Plan Internasional.

Praktek kebijakan PRB berbasis kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) MIN Jejeran
memiliki justifikasi kuat baik secara konsep maupun praktek. Dasar legitimasinya tidak lain
10
adalah secara geografis, posisi Indonesia yang dikelilingi oleh ring of fire (cincin api)
sehingga memiliki ancaman besar dengan banyaknya gunung berapi dan potensi gempa bumi.
Gempa bumi misalnya, sejauh ini belum ada teknologi yang mampu memprediksi kapan dan
dimana gempa akan terjadi. Dengan memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang
kebencanaan kepada siswa, resiko timbulnya korban dalam jumlah besar saat jam belajar-
mengajar bisa dihindari. Karena itulah pengalaman PRB di MIN Jejeran memiliki makna
strategis untuk ditulis agar bisa ditransformasikan kepada para pihak.

B. Pengarusutamaan PRB dalam Kurikulum Nasional

Pemerintah, melalui Menteri Pendidikan Nasional sejak 2010 telah memberi


perhatian serius terhadap isu bencana. Dalam Surat Edaran (SE) Menteri Pendidikan Nasional
No.70a/SE/ MPN-/2010 tentang Pengarusutamaan Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah,
Mendiknas menghimbau kepada seluruh Gubernur, Bupati dan Walikota di Indonesia untuk
menyelenggarakan penanggulangan bencana di sekolah melalui 3 hal yaitu: (1) Pemberdayaan
peran kelembagaan dan kemampuan komunitas sekolah, (2) Pengintegrasian PRB ke dalam
Kurikulum Satuan Pendidikan Formal, baik intra maupun ekstra kurikuler, (3) Membangun
11
kemitraan dan jaringan antar pihak untuk mendukung pelaksanaan PRB di sekolah.

Sikap pemerintah ini dapat dimaknai sebagai follow up dari berbagai keputusan dunia
internasional. Upaya ini merupakan wujud nyata dari dukungan United Nations Development
Programme (UNDP), Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Konsorsium
Pendidikan Bencana (KPB) kepada Kementerian Pendidikan Nasional yang telah dimulai
sejak tahun 2008. Bentuk kepedulian terlihat melalui penyusunan Strategi Pengarusutamaan
Pengurangan Resiko Bencana di sekolah yang menjadi lampiran beserta modul ajar
pengintegrasian PRB yang disusun oleh Pusat Kurikulum sebagai pedoman dalam
penyelenggaraan PRB di sekolah.

Pengarusutamaan PRB ke dalam kurikulum sekolah memiliki tujuan jangka pendek dan
panjang. Tujuan jangka pendek untuk membuat anak-anak lebih aman saat terjadi bencana dan
menjadikan mereka sebagai agen perubahan yang dapat menyebarkan pengetahuan kepada
kalangan yang lebih luas terutama keluarga mereka sendiri. Tujuan jangka panjang untuk
9 Harian Kedaulatan Rakyat, “Delegasi Kementerian se-Asia Pasifik ke MIN Jejeran”,
terbit tanggal 23 Oktober 2012, h. 4.
10
Ring of fire adalah daerah yang sering mengalami gempa bumi dan letusan gunung berapi
yang mengelilingi cekungan Samudera Pasifik. Daerah ini berbentuk seperti tapal kuda dan mencakup
wilayah sepanjang 40.000 km. Daerah ini juga sering disebut sebagai sabuk gempa Pasifik. Lihat
Fakhri, Fakhrizal. “Berada di Ring of Fire, ESDM Sebut Seluruh Wilayah Indonesia Rawan Gempa”.
OKEZONE NEWS, Rabu 03 Oktober 2018.Diunduh tanggal 5 Oktober 2018.

11
Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No.70a/SE/ MPN-/2010 ini merupakan tindak
lanjut dari amanat UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah
No. 21 Tahun 2008 tentang penyelenggaraan penanggulangan bencana serta arahan Presiden kepada
Menteri Pendidikan Nasional dan Menteri dalam Negeri untuk mendorong daerah untuk memasukkan
pendidikan kebencanaan ke dalam kegiatan intra dan ektra kurikuler.

274
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

mempersiapkan anak-anak sebagai generasi masa depan dengan pengetahuan pencegahan,


mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap bencana.

Para pakar bencana berpendapat bahwa anak-anak adalah aset negara yang perlu
dilindungi sebagai investasi bagi generasi masa depan. Sekolah merupakan tempat dimana
anak-anak menghabiskan sebagian besar waktunya. Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendiknas Dr. Sutanto, S.H., M.A. juga menyatakan,
perlu menjadikan sekolah sebagai tempat yang aman terhadap bencana sekaligus tempat anak-
anak mempelajari pengetahuan tentang cara penyelamatan diri dan mengurangi resiko
bencana di lingkungannya. Hal ini penting karena seringkali bencana terjadi pada saat jam
belajar ketika anak-anak berada di sekolah.

Kebijakan PRB di sekolah dasar dan menengah membantu anak-anak memainkan


peranan penting dalam penyelamatan hidup dan perlindungan anggota masyarakat pada saat
12
kejadian bencana . Menyelenggarakan pendidikan tentang resiko bencana ke dalam
kurikulum sekolah sangat membantu dalam membangun kesadaran akan isu tersebut di
lingkungan masyarakat. Sebagai tambahan terhadap peran penting mereka di dalam
pendidikan formal, sekolah juga harus mampu melindungi anak-anak dari suatu kejadian
bencana alam. Investasi dalam memperkuat struktur gedung sekolah sebelum suatu bencana
terjadi, akan mengurangi biaya/anggaran jangka panjang, melindungi generasi muda penerus
bangsa, dan memastikan kelangsungan kegiatan belajar-mengajar setelah kejadian bencana.

Sosialisasi melalui lembaga pendidikan tentang resiko bencana dan keselamatan di


sekolah merupakan dua prioritas utama untuk dilakukan. Hal ini termaktub dalam Kerangka Kerja
Aksi Hyogo (Hyogo Frame Works) yang telah diadopsi oleh 168 negara, termasuk Indonesia.
Pengintegrasian PRB ke dalam kurikulum pendidikan secara nasional dan penyediaan fasilitas
sekolah yang aman dan menyelamatkan juga merupakan dua prioritas yang memberikan
kontribusi terhadap kemajuan suatu negara menuju tujuan pembangunan milenium (millenium
13
development goal). Sasaran utama kampanye ini adalah mempromosikan integrasi resiko
bencana dalam kurikulum sekolah di negara-negara yang rawan bencana alam. Selain itu juga
mempromosikan konstruksi yang aman dan penyesuaian gedung sekolah yang mampu menahan
bahaya. Untuk mencapai sasaran tersebut diperlukan langkah-langkah yang tepat dengan cara
mempromosikan praktek terbaik, bagaimana bermanfaatnya pendidikan dalam mengurangi resiko
bencana dan keselamatan di sekolah bagi masyarakat yang rentan.

Sosialisasi, edukasi, serta kampanye ditujukan kepada para pihak (stakeholder)


sekolah. Para pihak ini meliputi murid, guru, pembuat kebijakan pendidikan, orangtua,
insinyiur, ahli bangunan, dan sebagainya. Selain itu juga ditujukan kepada lembaga
pemerintah yang bertanggung jawab atas isu manajemen bencana, Mendiknas, para pemimpin
politik di tingkat nasional, pembuat keputusan di masyarakat, dan otoritas lokal. Pesan yang
bisa disampaikan antara lain: (1) pendidikan tentang resiko bencana dapat menguatkan anak-
anak dan membantu membangun kesadaran yang lebih besar dalam masyarakat; (2) fasilitas
bangunan sekolah yang bisa menyelamatkan hidup dan melindungi anak-anak sebagai
generasi penerus bangsa dari suatu kejadian bencana alam; dan (3) pendidikan tentang resiko
bencana dan fasilitas keselamatan di sekolah akan membantu negara-negara menuju ke arah
14
pencapaian tujuan pembangunan millenium.
Berbagai upaya pemerintah lambat laun membuahkan hasil menggembirakan.
Masyarakat, khususnya dalam hal ini para peserta didik di lembaga pendidikan formal

12 Aldila Rahma, “Implementasi Program Pengurangan Risiko Bencana (Prb) Melalui Pendidikan
Formal”, Jurnal Varia Pendidikan, Vol. 30, No. 1, (Juli 2018): 1-11

13 www.id.wikipedia.org/wiki/Tujuan_Pembangunan_Milenium. Diakses pada tanggal, 26


November

2016.

14 Keterangan selengkapnya mengenai Tujuan Pembangunan Milenium lihat: MDGs


Support Unit, Millenium Development Goals, (Jakarta: UNDP, t.t.).

275
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

mendapat manfaat secara langsung. Hasil yang diharapkan antara lain; (1) pemerintah pusat
dan daerah menanamkan investasinya dalam fasilitas bangunan sekolah tahan bencana dan
mengarahkan kurikulum pendidikan tentang resiko bencana secara nasional; (2)
meningkatkan kesadaran sebagai dampak positif adanya pendidikan tentang resiko bencana
dan keselamatan di sekolah; dan (3) peningkatan aksi dan penggunaan praktek-praktek yang
baik untuk mengerahkan koalisi dan kemitraan, membangun kapasitas sumberdaya yang ada
untuk mengadakan pelatihan pendidikan tentang resiko bencana dan keselamatan di sekolah.

Pendidikan PRB sendiri memuat dua tema besar. Pertama, adalah pendidikan PRB
Dalam konteks bencana alam. Kedua, pendidikan PRB dalam konteks bencana sosial, yakni
15
konflik kekerasan. Bencana tidak selalu identik dengan bencana alam (natural disaster)
tetapi juga bencana buatan manusia (man-made disaster) dalam hal ini konflik sosial dan
16 17 18
terorisme. Namun, dalam perkembangannya, konflik sosial dan terorisme dikeluarkan
dalam jenis bencana setelah lahirnya Undang-Undang (UU) baru tentang penangan konflik
sosial dan terorisme yang berdiri sendiri. Karena itu, edukasi kepada peserta didik dirasa
mendesak dilakukan oleh pemerintah.

Pendidikan PRB dimaknai sebagai peningkatan kapasitas siswa dalam memahamai


kebencanaan. Pra-syarat menjadi Sekolah Siaga Bencana harus memenuhi beberapa parameter
pengurangan resiko berbasis sekolah yang digunakan antara lain: (1) kebijakan pendidikan
untuk mempromosikan pengurangan resiko, (2) pengurangan resiko dengan pendekatan
remaja sebaya, (3) lingkungan sekolah yang sehat dan aman, (4) rencana kontingensi
pengurangan resiko di sekolah dan upaya pengurangan resiko berbasis sekolah yang
19
mendukung peningkatan kesehatan dan kesiapsiagaan masyarakat.

Integrasi PRB dalam kurikulum nasional diterapkan mulai jenjang pendidikan SD/MI
hingga SMA/MA. Dalam penerapannya integrasi PRB tidak dijadikan sebagai mata pelajaran
tersendiri, tetapi diintegrasikan ke dalam mata pelajaran yang memuat materi yang terkait
dengan PRB, antara lain mata pelajaran Agama, IPA, IPS, Sains, Bahasa Indonesia,
Matematika, dan mata pelajaran yang lain. Untuk merealisasikan visi di atas, perlu dilakukan
prinsip-prinsip dasar, yaitu; (1) Mendukung prioritas dan program pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dalam PRB, (2) Menggunakan prinsip-prinsip desentralisasi pendidikan,
(3) Memperhitungkan perspektif gender dalam perencanaan dan pelaksanaan program, (4)
Meningkatkan kapasitas/kemampuan sumber daya di tingkat sekolah, tingkat gugus sekolah
maupun tingkat pemerintah kabupaten/kota dalam pelaksanaan misi PRB, (5) Menjalin
kerjasama dan melibatkan pemerintah secara aktif, dan terakhir (6) Menjalin kerjasama
20
dengan LSM, institusi pendidikan dan penelitian, dan media, serta sektor swasta.

15 Pada awalnya jenis bencana secara keseluruhan sebanyak 14 bencana. Ke-14 jenis
bencana dimaksud meliputi; (1) Volcano (gunung merapi), (2) Earthquake (gempa bumi), (3) Flood
(Banjir), (4) Hurricane (angin topan/badai), (5) Conflict (konflik horisontal/sosial), (6) Terrorism
(terorisme), (7) Enviroment polution (polusi lingkungan), (8) Drought (kekeringan), (9) Industrial
accident (bencana industri), (10) Tsunami, dan (11) Transportation accident (bencana transportasi),
(12) Kekeringan, (13) Tanah longsor, (14) Kebakaran. Lihat: Undang-Undang Nomer 24 tahun 2007
tentang Penanggulangan Bencana.
16 Seefudin Amsa, “sekolah-berbasis-pengurangan-resiko-bencana mungkin- kah”
www.umum.kompasiana.com/2009/05/25/ -6223.html. Diakses tanggal, 28 Desember 2016.

17 Lihat Undang-undang (UU) Nomer 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial.
Dengan lahirnya UU No 7 tahun 2012 ini, bencana sosial tidak lagi dimasukkan ke dalam jenis
bencana seperti sebelum lahirnya UU ini.

18 Lihat: Undang-undang (UU) Nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan


Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme.

19 Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia, Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana,


(Jakarta: KPB, 2011), h. 30.

20 Ariantoni, dkk., Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Resiko Bencana (PRB)


ke Dalam Sistem Pendidikan, (Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, 2009), h. 53-54.

276
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Prioritas pilihan yang akan diberikan adalah sebagai berikut; (1) Mengintegrasikan
PRB ke dalam mata pelajaran dari kurikulum yang berjalan, (2) Mengintegrasikan PRB ke
dalam muatan lokal dari kurikulum yang berjalan, (3) Mengintegrasikan PRB ke dalam
kegiatan ekstra kurikuler dari kurikulum yang berjalan, (4) Menyelenggarakan mata pelajaran
yang telah terintegrasi PRB untuk muatan lokal dibawah kurikulum baru berbasis PRB, serta

21
(5) Membuat kegiatan ekstra kurikuler PRB di bawah kurikulum baru berbasis PRB.
Lembaga pendidikan sebagai stakeholder PRB merespon positif terhadap kebijakan
pemerintah ini. Tercatat, sejak 2010 banyak instistusi sekolah, mulai mengadopsi kebijakan
PRB ke dalam institusi sekolah. Tercatat sekitar 28 sekolah siaga bencana yang didirikan di
Aceh, sekolah siaga bencana Pertiwi I dan 12 sekolah siaga bencana lainnya di Padang, dan
22
sekolah siaga bencana MIN Jejeran Bantul di Yogyakarta.

C. Integrasi PRB Gempa Bumi dalam Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI)
Integrasi PRB Gempa Bumi ke dalam kurikulum dimaksud memang belum mengacu

kepada Kurrikulum 2013 yang terkenal dengan istilah K13. Integrasi dimaksud masih mengacu
kepada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
merupakan sebuah perwujudan dari amanat Undang-undang RI No. 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Sebagaimana dijelaskan dalam pasalnya yang ke-1 ayat 11,
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran serta cara
23
yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar. Dengan kata lain,
kurikulum pendidikan merupakan suatu perangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai kompetensi dasar dan tujuan
24
pembelajaran. Adapun kurikulum Pendidikan agama Islam, merupakan sebuah usaha sadar dan
terencana dalam menyiapkan peserta didik dalam meyakini, memahami, menghayati, dan
25
mengamalkan ajaran Islam melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan pelatihan.

Keberadaan kurikulum PAI mempunyai fungsi dan peran signifikan yang mungkin tidak
dimiliki oleh kurikulum lain. Fungsi dimaksud antara lain; Pertama, sebagai fungsi
pengembangan. Kurikulum PAI berupaya mengembangkan dan meningkatkan keimanan dan
ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT. yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
Kedua, fungsi penyaluran. Kurikulum PAI berfungsi menyalurkan peserta didik yang mempunyai
bakat-bakat khusus bidang keagamaan, agar berkembang secara wajar dan optimal, bahkan
diharapkan dapat dikembangkan lebih jauh sehingga menjadi hobi yang akan mendatangkan
manfaat kepada dirinya dan banyak orang. Ketiga, fungsi perbaikan. Kurikulum PAI berfungsi
untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, kelemahan peserta didik terhadap keyakinan,
pemahaman, dan pengamalan ajaran agama islam dalam kehidupan sehari-hari, terutama dari segi
keyakinan (akidah) dan ibadah. Keempat, fungsi pencegahan. Kurikulum PAI berfungsi untuk
menangkal hal-hal negatif baik yang berasal dari lingkungan tempat

21 Tim Gugus Tugas, Pengarusutamaan PRB, Strategi Pengarusutamaan Pengurangan


Resiko Bencana di Sekolah, (Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemendiknas, 2010), h. 23-27.
22 TDMRC, “Walikota Banda Aceh, Buka Festival Sekolah Siaga Bencana”,
http://www.tdmrc.org/id/walikota-banda-aceh-buka-festival-sekolah-siaga- bencana.jsp; lihat pula
DetikNews, “12 Sekolah di Padang Jadi Pilot Project Kurikulum Siaga Bencana”,
http://news.detik.com/read/2008/12/17/132427/1055104/10/12. Diakses pada tanggal 7 November
2016.

23 Syaifuddin Sabda, Model Kurikulum Terpadu IPTEK dan IMTAQ, (Ciputat: Ciputat
Press Group, 2006), h. 2.

24 E Mulyasa, Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru


dan Kepala Sekolah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 22.

25 Nazarudin, Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik dan


Metodologi Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum, (Yogyakarta: Teras, 2007), h. 12.

277
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

tinggalnya, maupun dari budaya luar yang dapat membahayakan dirinya sehingga menghambat
perkembangannya menjadi manusia Indonesia seutuhnya. Kelima, Fungsi penyesuaian.
Kurikulum PAI berupaya menyesuaikan dire dengan lingkungan baik lingkungan fisik maupun
26
sosial dan pelan-pelan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran Islam.

Berangkat dari temuan di lapangan, MIN Jejeran terkait kebijakan PRB, telah
diintegrasikan secara signifikan melalui kurikulum maupun praksis dan teknis jangka panjang
ke dalam desain PRB. PRB adalah usaha sadar dan terencana dalam proses pembelajaran
untuk memberdayakan peserta didik dalam upaya pengurangan resiko bencana dan
27
membangun budaya aman serta tangguh terhadap bencana. Tindakan dan kebijakan yang
diambil oleh stakeholder sekolah tersebut sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang bersifat
nasional dan internasional, di antaranya adalah The Hyogo Framework for Action (HFA)
2005-2015. Seperti dijelaskan di awal, HFA ini berisi tiga tujuan strategi dan lima prioritas
28
kegiatan untuk periode 2005-2015 kebijakan Aksi Reaksi Nasional Pengurangan Resiko
Bencana (RAN PRB) 2006-2009 yang dikeluarkan oleh Bapennas, Peraturan Presiden No. 8
Tahun 2008 tentang Badan Nasional Penanggulangan Bencana, dan lain sebagainya.

Kebijakan pengintegrasian PRB melalui kurikulum ini merupakan bentuk pengamalan


atas UU No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 38 Ayat (2), dimana
dinyatakan di dalamnya bahwa, kurikulum pendidikan dasar dan menengah dikembangkan
sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan dan komite
sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor departemen
29
agama kabupaten/kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.

Diantara sekolah di Indonesia yang telah mengadaptasi kebijakan pemerintah dalam


PRB adalah MIN Jejeran, Pleret, Yogyakarta. MIN Jejeran telah mengintegrasikan PRB
Gempa Bumi dalam kurikulum pendidikan ke dalam beberapa mata pelajaran, termasuk mata
pelajaran pendidikan agama Islam. Di madrasah tersebut, kurikulum PAI yang relevan dengan
PRB ada tiga mata pelajaran, yaitu al-Qur’an-Hadist, Aqidah-Akhlaq, dan Fiqih.

1. PRB Berbasis Mata Pelajaran al-Qur’an dan Hadis

Tema PRB Gempa Bumi terintegrasi dalam materi al-Qur‟an dan Hadis terutama
diambil dari QS. al-Zalzalah dan al-Qari‘ah. Metode yang digunakan dalam kegiatan
pembelajaran antara lain adalah, ceramah interaktif, drill, tanya jawab interaktif, dan lain-lain.
Metode ini dijelaskan Suratman:

Di antaranya Aqidah Akhlak, dengan al-Qur‘an-Hadis tapi yang lebih menonjol


yang berhubungan dengan gempa itu pelajaran al-Qur‘an- Hadis. Materi dalam al-
Qur‘an-Hadis yang berhubungan dengan gempa bumi ada al-Qur‘an tapi lebih
30
ditekankan pada surat az-Zalzalah

Menurutnya, dalam surat al-Zalzalah, yang secara bahasa berarti goncangan yang sangat dahsyat.
Dalam konteks pendidikan bencana, anak-anak diajak membayangkan tentang kondisi ketika
terjadi gempa. Dalam kegiatan tersebut, bencana yang pernah mereka alami dibayangkan selama
beberapa saat. Hal ini ditujukan agar anak-anak lebih siap dan waspada, serta banyak berdoa
memohon kepada Allah agar diberi ketenangan dan keselamatan. Sebelum melaksanakan
pengajaran, Suratman menganalisis beberapa KD yang bisa diintegrasi dalam Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP). Metode yang digunakan adalah ceramah interaktif,

26 Ramayulis, Metodologi Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2005), h. 21.
27 Ariantoni, dkk, Modul Pelatihan..., Ibid, Hal. 28.

28 Mengenai butir-butir kesepakatan dalam Hyogo Framework for Action (HFA).

29 Lihat: UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional ……

30 Wawancara dengan Suratman, Guru MIN Jejeran Bantul, Sleman, pada tanggal 9 November 2016.

278
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

yang menghasilkan umpan balik, dan tanya jawab mengenai segala permasalahan yang
31
berkaitan dengan PRB secara menyeluruh. Dalam RPP materi al-Qur’an-Hadist ini berisi
perintah tersirat agar manusia senantiasa berusaha mengurangi resiko ancaman bencana.
Manusia diminta selalu berbuat baik dengan sesama sebagaimana Allah berbuat baik terhadap
mereka serta larangan untuk berbuat kerusakan di muka bumi.

Dalam beberapa ayat al-Qur’an mengajarkan kepada manusia agar tidak menggunakan
sumber daya alam secara berlebihan. Hukum Islam tidak menyalahkan fungsionalisasi sumber
daya alam untuk kepentingan pribadi dan kolektif warga negara. Namun Islam melarang
eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam. Eksploitasi berlebihan akan berdampak pada
terjadinya bencana. Sebagaimana firman Allah dalam QS an-Nahl: 112 Pada bagian lain terdapat
ayat yang secara gamblang menekankan pentingnya merawat serta menjaga lingkungan, baik
melalui penghijauan, konservasi hutan dan segala upaya yang memungkinkan terpeliharanya
lingkungan hidup dan sumber daya alam. Perintah tentang perlunya menjaga alam dan lingkungan
hidup dalam al- Qur‟an dilandasi argumentasi teologis yang logis. Pertama, bahwa semua
makhluk, baik yang hidup maupun benda mati, bertasbih kepada Allah swt. Hal ini sebagaimana
firman Allah dalam QS al-Isra‘:44 yang artinya:

Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. dan tak
ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak
mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha
Pengampun.

Kedua, alam memiliki kehidupan. Ia mempunyai perasaan dan terpengaruh oleh sikap
makhluk hidup di sekelilingnya. Misalnya, gunung mematuhi perintah Allah untuk tunduk;
burung patuh kepada-Nya; langit dan bumi menangis akibat kedzaliman yang dibuat oleh
manusia. Hal ini digambarkan Allah dalam QS. al-Saba‟ 10 yang artinya:

Dan sesungguhnya telah Kami berikan kepada Daud kurnia dari kami. (kami berfirman):
"Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud",
dan Kami telah melunakkan besi untuknya.

Demikian juga dalam QS ad-Dukhan: 29

Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh .

Selain mengajarkan manusia untuk melakukan ikhtiar fisik, al-Qur‘an juga memerintahkan
manusia untuk melaksanakan ikhtiar spriritual, sebagaimana terdapat dalam QS. al-Anbiya:
83. Hadis sebagai fungsi penjelas (mubayyin) terhadap al-Qur‟an juga memuat banyak
perintah untuk menempuh berbagai tindakan preventif terhadap ancaman bencana. Di antara
hadis masyhur yang terdapat dalam Shahih Bukhari ‫ ﺭﺍ‬W‫ ﺍﺭﺍ‬W‫ ﺽﻻﻭﺍ‬W‫ ﺭﺍ‬W‫ ﺭﺍ‬W‫ ﺽﺍ‬W‫( ﻻ‬Tidak boleh ada
bahaya yang menimpa diri sendiri maupun orang lain).

Selain mengajarkan tindakan preventif sebelum bencana terjadi, hadis juga memberikan
bagaimana seseorang muslim harus bertindak pasca terjadinya gempa bumi. Di antara Hadis yang
relevan tengan isu bencana adalah diriwayatkan oleh Ibnu Abbas RA sebagai berikut:

Ibnu Abbas berkata: Tidak berhembus angin sedikitpun kecuali Nabi SAW berlutut di atas
kedua

lututnya, seraya berdoa: "Ya Allah jadikan ia rahmat dan mangan jadikan ia siksa." Riwayat
Syafi'i

dan Thabrani. Dari Beliau: Bahwa beliau sholat dengan enam ruku' dan empat sujud ketika
terjadi

gempa bumi, dan beliau bersabda: "Beginilah cara sholat (jika terlihat) tanda kekuasaan Allah."

31 Wawancara dengan Suratman, ……


279
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Diriwayatkan oleh Baihaqi. Syafi'i juga menyebut hadits seperti itu dari Ali Ibnu Abu
Thalib namun tanpa kalimat akhirnya.32

Hadis di atas secara jelas memaparkan bagaimana Nabi memberikan teladan agar bagaimana
seorang muslim bertindak ketika terjadi bencana gempa bumi.

2. PRB berbasis Mata Pelajaran Aqidah Akhlak

Materi Aqidah Akhlak yang diajarkan MIN Jejeran lebih ditekankan pada pengajaran
sikap optimis dalam kehidupan sehari-hari. Bagian dari sikap ini adalah memperbanyak
kalimat thayyibah serta iman pada hari akhir. Metode yang digunakan hampir sama dengan
metode kegiatan pembelajaran al-Qur‘an-Hadis. Dalam hal ini, Suratman menegaskan:

Pada Aqidah Akhlak banyak materi yang relevan dengan PRB namun pada
keoptimisan, iman pada hari akhir, dan memperbanyak kalimah thayyibah, lebih
33
ditekankan.

MIN Jejeran dalam RPP materi Aqidah Akhlaq memuat PRB tentang Gempa Bumi
terintegrasi dalam mata pelajaran tersebut. Kompetensi tersebut dicapai melalui indikator yang
menjelaskan pengertian optimis, praktek optimis, hikmah berlaku optimis dalam menghadapi
bencana, termasuk gempa bumi, dan mengenal cara-cara penyelamatan diri dalam bencana.

Fungsi dan manfaat dari pengajaran Aqidah Akhlak ini berdampak langsung terhadap
pola fikir dan tindakan siswa yang terlihat semakin optimis menghadapi bencana. Sebagian
besar siswa terlihat semangat saat peneliti berbincang dengan mereka. Selain itu, para siswa
menjawab dengan antusias saat ditanya berbagai hal terkait dengan PRB, khususnya isu
gempa bumi. Tidak hanya semangat diwawancarai, bahkan para siswa dengan sigap
mempraktekkan cara menyelamatkan diri di bawah meja. Selain itu, beberapa siswa tanpa
34
dikomando juga menunjukkan denah maupun peta evakuasi saat terjadi bencana. Rifki,
salah seorang murid megatakan:

Teman-teman banyak diajari ayat-ayat al-Qur’an-Hadist mengenai itu loh bahaya


gempa bumi. Kita mendengarkan dan akhirnya faham… oh Allah sebenarnya
35
sudah mengingatkan hamba-Nya tentang Gempa Bumi….

Kebijkan PRB ke dalam kurrikulum dapat dirasakan secara langsung manfaatnya oleh
para siswa. Pengajaran Aqidah Akhlak terhadap anak-anak merupakan pengajaran yang
mempunyai nilai lebih. Masa kanak-kanak merupakan saat seseorang membentuk karakter
dalam mencoba hal-hal baru. Karena itu, berbagai kebijakan sekolah secara konseptual
(kurrikulum PRB) diikuti dengan langkah konkrit di lapangan mendapat respon positif para
siswa. Dinamika antusiasme para guru maupun siswa tergambar dengan jelas di MIN Jejeran,
baik dalam mengikuti pelajaran terkait dengan PRB Gempa Bumi maupun pada saat mereka
36
diajari praktek pencegahan bencana ini.

32 Ibn Hajar al-Asqalani, Bulugh al-Maram min Adilat al-Ahkam, (Surabaya: Maktabah
Balai Buku, 1996), h. 63.
33 Wawancara dengan Surahmat….. .
34 MIN Jejeran tidak hanya melakukan PRB dalam kurrikulum saja. Kebijakan PRB yang dilakukan oleh
sekolah juga dibarengi dengan tindakan (action) konkrit yang menggambarkan sekolah tersebut betul-betul sebagai
sekolah siaga bencana. Selain denah evakuasi yang terpampang di setiap sudut sekolah juga dijumpai di banyak hal
lain. Di setiap sudut ruang kelas, mulai dari penataan meja-kursi, almari, hingga papan tulis disesuaikan dengan
standar gempa bumi. Artinya, jika tiba-tiba terjadi gempa bumi tidak berbahaya terhadap keselamatan murid. Bahkan
penataan parkir sepeda maupun motor juga disesuaikan dengan standar pengamanan gempa bumi.

35 Wawancara dengan Muhammad Rifki, siswa kelas VI MIN, Jejeran, tanggal 28


November 2016.

36 Wawancara penulis dengan Suratman di MIN Jejeran pada tanggal 29 November 2016.

280
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Pada mata pelajaran Aqidah Akhlak memiliki arti penting lain terkait dengan PRB
berbasis gempa bumi. Stressing point pada materi ini mengajarkan agar peserta didik senantiasa
menganut aqidah yang lurus dan akhlak yang mulia. Beberapa point penting yang terkandung
dalam buku ajar mata pelajaran Aqidah-Akhlaq berisi pesan penting peran manusia sebagai
khalifah di bumi. Alam beserta isinya adalah tanggung jawab manusia sebagai khalifah di muka
bumi. Pesan moral lainnya, manusia diharapkan mencintai alam dan selalu berusaha merawatnya,
menjaga keselamatan diri, menolong sesama, bahkan mementingkan orang lain atas dirinya
37
sendiri. Pesan moral berbasis spiritual Islam ini menjadi basis teologis para guru dalam proses
indoktrinasi PRB Gemba Bumi bagi para siswa di MIN Jejeran.

Dalam salah satu bagian penting dalam buku ajar tersebut ditegaskan makna penting
peran manusia sebagai khalifah. Kekhalifahan manusia di muka bumi dijelaskan, bahwa Allah
menciptakan manusia dari Adam sampai hari akhir nanti adalah agar manusia tidak hanya
mengemban misi penghambaan kepada Allah, namun juga merawat alam dan tidak membuat
38
kerusakan di dalamnya, karena alam beserta isinya diciptakan untuk kebutuhan mereka.
Manusia diharuskan melakukan pekerjaan yang dapat menjamin berlangsungnya kelestarian
alam dan setiap tindakan yang merusak alam dan berpotensi menimbulkan bahaya (hazard)
bencana di dalamnya harus dihindari. Bentuk-bentuk tindakan hazard seperti eksploitasi
gunung yang tidak proporsional dapat merusak ekosistem kestabilan bumi.

3. PRB berbasis Mata Pelajaran Fiqh

Dimensi fiqh dalam keseluruhan ajaran Islam menempati posisi penting. Jika dimensi
ajaran tasawuf lebih menekankan aspek batin (esoteris), tetapi fiqh lebih menekankan dimensi
dhohir (eksoteris). Fiqh lebih banvak berurusan dengan persoalan kehidupan sehari-hari umat
Islam. Karena itu, dimensi ajaran fiqh dalam keseluruhan konstruksi ajaran Islam lebih
menekankan aspek tatanan sosial-kemasyarakatan, bahkan kenegaraan. Karena itu, dimensi
fiqh ini dikenal dengan ranah hukum positif. Ia mengatur kehidupan formal umat Islam secara
horisontal (manusia dengan manusia dan manusia dengan alam) dan vertikal (manusia dengan
Tuhan).

Dalam peran fiqh secara horisontal ini para ahli (ulama) melakukan upaya-upaya
rekonstruksi ajaran Islam untuk menjawab problem kontemporer, termasuk isu bencana.
Sebagian besar doktrin fiqh berisi tuntunan (tata cara) beribadah. Hal ini dengan mudah dapat
dilihat pada khazanah kitab (kuning) klasik yang menjadi referensi pengajaran di pondok
39
pesantren maupun lembaga pendidikan Islam lainnya. Tema-tema aktual sesuai dinamika
problematika umat kontemporer tentu saja belum terkodifikasi dalam hukum fiqh klasik,
40
termasuk isu tentang bencana (Gempa Bumi) ini. Pada awal terjadinya berbagai bencana di
Indonesia, berbagai ajaran Islam yang terkodifikasi baik fiqh, teologi maupun tasawuf tidak
serta merta dapat dicarikan referensinya di dalam ajaran Islam. Berbagai fenomena
problematika, termasuk isu bencana harus dicarikan dasar-dasar rujukan dalam ajaran Islam
untuk selanjutnya direkonstruksi ulang dalam menjawab sekaligus sebagai refensi umat Islam.
37 Secara lengkap dapat dilihat dalam materi ajar Aqidah-Akhlaq kelas VI di MIN Jejeran,
Pleret, Yogyakarta, h. 38.
38 Materi ajar Aqidah-Akhlaq kelas VI di MIN Jejeran, Pleret, Yogyakarta, …., h. 38-39.
39 Fiqh klasik yang terkodifikasi dalam banyak kitab-kitab kuning di pesantren diproduksi
pada abad ke-16 hingga 18. Sebagian besar muatan isi kitab-kitab dimaksud lebih menekankan tata
cara beribadah seperti hukum bersuci, tata cara shalat, puasa, haji, dan sebagainya. Menyebut di antara
kitab-kitab kuning tentang fiqh yang matig diajarkan secara kontinyu hingga saat ini di sebagian besar
pondok pesanten dan lembaga pendidikan Islam hingga kini adalah kitab al-Syakh Sulam al-Taufiq,
Fath al-Qorib, dan masih banyak lagi. Lihat: al-Sulam al-Taufiq, Muhammad Nawawi, Darul Ihya’ al-
Kutub al-Arabiyah, tt. Check juga: Fath al-Qorib al-Mujib, Muhammad Ibnu Qosim al-Ghazi, Darul
Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah al-Indonesia, tt.

40 Rubaidi, Islam, Kyai, dan Fenomena Bencana: Studi tentang Konstruksi Fiqh Kyai
tentang Bencana di Jember, Jawa Timur, Penelitian Individual, (Yogyakarta: CRCS-UGM, 2008).

281
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Mata pelajaran fiqh dalam konteks PRB gempa bumi di MIN Jejeran dijelaskan seperti
analisis di bawah ini. Fiqh merupakan suatu tuntunan bagi umat Islam dalam beribadah kepada
Allah dan muamalah (horisontal) dengan sesama manusia. Mata pelajaran fiqh mengandung
banyak materi yang sesungguhnya relevan dengan PRB. Bagian-bagian dari materi fiqh yang
dapat direkonstruksi kedalam PRB adalah bagian yang mengajarkan hubungan manusia dengan
sesama manusia (ibadah sosial). Cakupan materi ini dalam fiqh lebih besar dibanding bagian
materi yang mengajarkan hubungan manusia dengan Allah (ibadah mahdlah). Materi fiqh yang
relevan dengan PRB di antaranya adalah bahwa dalam kehidupan manusia harus senantiasa
menjaga kebersihan secara umum baik diri maupun lingkungan. Selain itu, dalam fiqh juga
terdapat bagian yang mengajarkan tentang muamalah. Pada bagian ini, manusia diharapkan agar
selalu menjaga batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam mengeksplorasi alam, dan tidak
41
melakukan perilaku isrof (berlebihan) maupun tabdzir (penghamburan).

Mata pelajaran fiqh mempunyai beberapa tujuan atau agenda besar, yaitu yang di dalam
fiqh disebut dengan maqashid al-syari’ah (tujuan syariat). Maqashid al-syari’ah mencakup lima
hal, yaitu menjaga agama (Hifdz al-Din), menjaga diri (Hifdz al-Nafs), menjaga akal (Hifdz
42
al-‘Aql), menjaga keturunan (Hifdz al-Nasl), dan menjaga harta (Hifdz al-Mal). Lima maqashid
di atas, dalam penerapannya banyak mempunyai kesamaan misi dengan PRB, di antaranya dalam
hifdz al-Nafs misalnya, segala potensi dan kemungkinan yang dapat membahayakan diri sendiri
maupun diri orang lain dan lain sebagainya harus dicegah. Prinsip ini sesuai dengan kaidah Usul
al-Fiqh yang berbunyi; Daf’ul mafassid muqaddam ala Jalbi al-Mashalih (mencegah kerusakan
43
lebih didahulukan daripada mengambil yang baik). Bahkan kelima maqashid di atas tidak
mungkin terwujud tanpa adanya sarana alam yang tersedia. Sedangkan alam sendiri
mengharuskan adanya perawatan agar tidak tertimpa bencana.

Pelajaran Fiqh terintegrasi dalam PRB tidak hanya berhubungan dengan bencana
gempa bumi saja. Namun juga terkait isu lingkungan yang lebih mendasar, misalnya
penggunaan dan pengelolaan air secara optimal. Dalam upaya mensosialisasikan mata
pelajaran Fiqh, Hanik mengatakan:

... nah, dari situ saya merasa lebih mudah mengintegrasikan PRB ke dalam pokok
bahasan yng pertama, mandi besar pasca haid. Karena ketika mandi besar itu
berhubungan dengan air, air itu adalah suatu benda yang bisa sangat bermanfaat
bagi kita, juga bisa menimbulkan bahaya bagi kita, untuk itu saya mudah
mengintgerasikan PRB ke dalam pokok bahasan tersebut secara tekstual,
44
maksudnya tekstual itu bisa saya perjelas ke dalam RPP.

Metode dan tahapan yang digunakan dalam mata pelajaran tersebut, Hanik menambahkan bahwa,
dalam pembelajaran selalu menggunakan multimetode, dalam arti guru tidak melulu ceramah,
tetapi guru hanya memberikan pesan-pesan pokok apa yang harus dikerjakan oleh siswa. Di sini
acuan yang dipakai adalah UU No. 20 Tahun 2003, bahwa dalam pembelajaran para guru harus
memprioritaskan dan mengutamakan agar siswa membaca materi sebelum pembelajaran dimulai.
Di MIN Jejeran sudah disediakan buku untuk siswa, satu banding satu, dan siswa mempunyai
45
buku pengayaan masing-masing dengan membeli satu persatu Dalam hal ini, guru meminta
siswa untuk memperdalam apa yang ada di dalam buku tersebut di kelas. Untuk itu dalam
pembelajaran di MIN Jejeran, siswa akan diminta untuk membaca materi
41 Lihat: Materi Bahan Ajar, Pelajaran Fiqih dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB),
MIN Jejeran, Pleret, Yogyakarta, 2014.
42 Abdul Wahab Khalaf, Ushul al-Fiqh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, (Beirut, Lebanon, 1997),
h. 31.

43 Abdul Wahab Khalaf, Usher al-Fiqh, ……. , h. 33.

44 Wancara dengan Hanik, Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), tanggal 29 November 2016.

45 Wawancara dengan Hanik, Guru Pendidikan Agama Islam (PAI), tanggal 29 November 2016.

282
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

terlebih dahulu, kemudian diberi tugas berupa mengambil poin-poin materi yang telah dibaca,
46
jadi semacam inquiry, dengan metode diskusi atau diskusi berpasangan.

Diskrispi di atas merupakan potret atau bentuk affirmative action secara nyata
lembaga pendidikan Islam ikut berperan dalam upaya pengurangan resiko bencana (PRB).
Bencana Gempa Bumi di Yogyakarta maupun di belahan Indonesia lainnya secara potensial
masih sangat mungkin terjadi. Baru saja, 28 September 2018, di Donggala, Palu, dikejutkan
dengan gempa bumi dengan kekuatan 7,4 skala richter yang diikuti gelombang tsunami
menyapu sebagian besar Donggala dan Ibu Kota Palu, Sulawesi Tengah. Puluhan ribu jiwa
melayang secara sia-sia. Hanya dalam hitungan bulan, sebelumnya selama beberapa bulan,
Lombok Utara juga digoncang berkali-kali gempa. Walaupun tidak diikuti tsunami, tetap saja
merenggut ratusan jiwa manusia dan puluhan ribu rumah penduduk hancur berantakan.

Upaya mitigasi maupun pengurangan resiko bencana yang dilakukan oleh MIN
Jejeran, Yogyakarta, menjadi model sikap kewaspadaan dalam menghadapi hazard (ancaman)
yang sewaktu-waktu dapat menghadirkan bencana bagi masyarakat. Edukasi kebencanaan
melalui stakeholder pendidikan, tidak hanya akan menyelamatkan ribuan peserta didik. Lebih
dari itu, para peserta didik dapat menjadi agent of transformation bagi keluarga maupun
masyarakat di setiap lingkungan peserta didik.

D. Penutup

Pengurangan Resiko Bencana (PRB) berbasis integrasi kurikulum pendidikan terbukti


secara signifikan bermanfaat dalam diseminasi, edukasi, bahkan tindakan praksis dalam
penanganan kebencanaan. PRB dalam konteks Gempa Bumi ke dalam kurikulum Pendidikan
Islam (PAI) di MIN Jejeran, Pleret, Bandul, Yogyakarta merupakan sedikit dari succes story
(cerita sukses) tentang peran-peran lembaga pendidikan dalam partisipasi terhadap PRB bagi
masyarakat melalui para siswa. Upaya yang dilakukan oleh MIN Jejeran ini melalui proses
panjang; dimulai dari kesadaran pihak internal (pemangku kepentingan sekolah), hadirnya
pihak ke-3 (Plann Internasional), hingga penyusunan kurrikulum dan diteruskan dengan
praktek nyata dalam bentuk simulasi maupun berbagai tindakan nyata lainnya.

Pendidikan Agama Islam (PAI) menjadi kata kunci sebagai identitas dari eksistensi
lembaga sekolah yang bernama MIN (Madrasah Ibtida’iyah Negeri) dalam partisipasi aktif
terhadap PRB, khususnya dalam hal bencana Gempa Bumi sebagai pengalaman empirik
masyarakat Yogyakarta paska peristiwa Gempa Bumi 27 Mei 2006, tepatnya di Bantul,
Yogyakarta yang dampaknya juga di daerah lain seperti Klaten, Temanggung, Magelang,
Semarang, dan sebagainya.

Materi (mata pelajaran) PAI terbukti dapat dielaborasi secara konseptual maupun
praksis dalam upaya-upaya pengurangan hazard (ancaman) maupun vulnerability
(kerentanan) masyarakat dalam menghadapi bencana (khsususnya Gempa Bumi). PAI secara
signifikan memiliki peran dalam jangka pendek, menengah, dan panjang bagi para siswa
dalam proses maupun tahapan penting terkait dengan diseminasi, edukasi, sosialisasi, bahkan
praksis kebencanaan.
Konseptualisasi PAI dalam PRB ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari upaya-upaya
sistemik-konseptual sebelumnya yang telah dirancang oleh para pihak. Berbagai upaya
dimaksud adalah lahirnya berbagai deklarasi, kesepakatan, maupun perundang-undangan,
bahkan keputusan terkait dengan fenomena kebencanaan. Lahirnya Hyogo Framework Action
(HFA), Rencana Aksi Nasional (RAN), UU No. 24 tahun 2007, hingga Keputusan
Kemendiknas dalam PRB menjadi landasan bagi lahirnya kebijakan MIN Jejeran PRB Gempa
Bumi berbasis kurrikulum PAI.

46 Wawancana dengan Hanik, …...


283
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Daftar Pustaka

Ariantoni, dkk. Modul Pelatihan Pengintegrasian Pengurangan Resiko Bencana (PRB) ke


Dalam Sistem Pendidikan. Jakarta: Pusat Kurikulum Balitbang Kemendiknas, 2009.

Direktorat Jenderal Management Pendidikan Dasar & Menengah. Strategi Pengarusutamaan


Pengurangan Resiko Bencana di Sekolah. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional,
2010.

Desfandi, Mirza. “Urgensi Kurikulum Pendidikan Kebencanaan Berbasis Kearifan Lokal di


Indonesia”. Jurnal Sosio Didaktika, Vol. 1, No. 2 (Desember 2014).

E Mulyasa. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan: Kemandirian Guru dan


Kepala Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.

Hasanah, Iswatul, Sri Wahyuni, Rayendra Wahyu Bachtiar. “Pengembangan Model Mitigasi
Bencana berbasis Potensi Lokal yang Terintegrasikan ke dalam Kurikulum IPA di
SMP”, Jurnal Pendidikan Fisika, Vol. 5, No. 3 (Desember 2016).

Honesty, Leli dan Nazwar Djali. “Pendidikan Kebencanaan Di Sekolah-Sekolah Di Indonesia


Berdasarkan Beberapa Sudut Pandang Disiplin Ilmu Pengetahuan”, Jurnal Momentum,
Vol. 12, No. 01 (Februari 2012).

Ibn Hajar al-Asqalani. Bulugh al-Maram min Adilat al-Ahkam. Surabaya: Maktabah Balai
Buku, 1996.

Khalaf, Abdul Wahab. Ushul al-Fiqh, Dar al-Kutub al-Ilmiyah, Beirut, Lebanon, 1997.

Konsorsium Pendidikan Bencana Indonesia. Kerangka Kerja Sekolah Siaga Bencana. Jakarta:
KPB, 2011.

Materi ajar Aqidah-Akhlaq kelas VI di MIN Jejeran, Pleret, Yogyakarta, 2014.


Materi Bahan Ajar, Pelajaran Fiqih dalam Pengurangan Resiko Bencana (PRB), MIN
Jejeran, Pleret, Yogyakarta, 2014.

MDGs Support Unit. Millenium Development Goals. Jakarta: UNDP, t.t.

Muhammad Ibnu Qosim al-Ghazi, Fath al-Qorib al-Mujib. Darul Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah
al-Indonesia, tt.

Muhammad Nawawi, al-Sulam al-Taufiq, Darul Ihya’ al-Kutub al-Arabiyah, tt.

Nazarudin. Manajemen Pembelajaran: Implementasi Konsep, Karakteristik dan Metodologi


Pendidikan Agama Islam di Sekolah Umum. Yogyakarta: Teras, 2007.

Pribadi, Krisna S. Konsep Pengelolaan Bencana, Makalah TOT Pengelolaan Resiko Bencana
Berbasis Pesantren Nahdlatul Ulama. Bandung: Pusat Mitigasi Bencana ITB
Bandung, 2007.

Rahma, Aldila Rahma. “Implementasi Program Pengurangan Risiko Bencana (Prb) Melalui
Pendidikan Formal”. Jurnal Varia Pendidikan, Vol. 30, No. 1, (Juli 2018): 1-11.

284
Al Izzah: Jurnal Hasil-Hasil Penelitian-ISSN: 1978-9726 (p); 2541-0717 (e)
Volume 13, Nomor 2 (November, 2018)

Ramayulis. Metodologi Pendidikan Agama Islam. Jakarta: Kalam Mulia, 2005.

Rubaidi, Islam, Kyai, dan Fenomena Bencana: Studi tentang Konstruksi Fiqh Kyai tentang
Bencana di Jember, Jawa Timur. Penelitian Individual, CRCS-UGM, 2008.

Sabda, Syaifuddin. Model Kurikulum Terpadu IPTEK dan IMTAQ. Ciputat: Ciputat Press
Group, 2006.

Tim Gugus. Tugas Pengarusutamaan PRB, Strategi Pengarusutamaan Pengurangan Resiko


Bencana di Sekolah. Jakarta: Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Kemendiknas, 2010.

Undang-Undang;

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana.

Undang-undang (UU) Nomor 7 tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial. Dengan
lahirnya UU No 7 tahun 2012.

Undang-undang (UU) Nomor 9 tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak
Pidana Pendanaan Terorisme.

Surat Edaran Menteri Pendidikan Nasional No.70a/SE/ MPN-/2010.

Website;

Amsa, Seefudin. “sekolah-berbasis-pengurangan-resiko-bencana mungkin- kah”


www.umum.kompasiana.com/2009/05/25/ -6223.html. Diakses tanggal, 28 Desember
2016.

IDN Times, 5 Hal Mengenai Gempa Bumi Yogyakarta Pada Tahun 2006.
http://www.rappler.com/indonesia/134463. Diunduh pada tanggal 15 Mei 2017.
Fakhri, Fakhrizal. “Berada di Ring of Fire, ESDM Sebut Seluruh Wilayah Indonesia Rawan
Gempa”. OKEZONE NEWS, Rabu 03 Oktober 2018.Diunduh tanggal 5 Oktober 2018.

TDMRC, “Walikota Banda Aceh, Buka Festival Sekolah Siaga Bencana”,


http://www.tdmrc.org/id/walikota-banda-aceh-buka-festival-sekolah-siaga-
bencana.jsp. Diakses pada tanggal 7 November 2016.

DetikNews, “12 Sekolah di Padang Jadi Pilot Project Kurikulum Siaga Bencana”,
http://news.detik.com/read/2008/12/17/132427/1055104/10/12. Diakses pada
tanggal 7 November 2016.

Surat Kabar;

Harian Kedaulatan Rakyat, “Delegasi Kementerian se-Asia Pasifik ke MIN Jejeran”,


terbit tanggal 23 Oktober 2012.

285
Parahita et al, Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam .....

Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam

Kesiapsiagaan Bencana di Kecamatan Sumberjambe

Kabupaten Jember
(The Role of Community-Based Disaster PreparednessTeam in

Disaster Preparedness in Sumberjambe Subdistrict Jember


Regency)

Indira Karina Parahita, Novia Luthviatin, Erdi Istiaji

Bagian Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku, Fakultas Kesehatan Masyarakat,

Universitas Jember

Jln. Kalimantan 37 Kampus Tegal Boto Jember 68121

e-mail : indie_kp@yahoo.com

Abstract

Many regions in Indonesia have potency to occur disaster every time including
Jember Regency. Community-Based Disaster Preparedness Team is one of PMI’s
programs as disaster preparedness effort. The most active of Community-Based
Disaster Preparedness Team in Jember Regency is Community-Based Disaster
Preparedness Team of Sumberjambe Subdistrisct. This research is purposed to
know the role of Community-Based Disaster Preparedness Team in disaster
preparedness in Sumberjambe Subdistrisct Jember Regency. This research is
descriptive research with qualitative approachment locating in Sumberjambe
Subdistrisct Jember Regency. The informants of research were determinded by
snowball sampling and purposive sampling technique. The informants were
obtained 6 persons, there were a key informant (coordinator of Community-Based
Disaster Preparedness Team in Jember Regency), 3 main informants (Community-
Based Disaster Preparedness Team Team of Sumberjambe Subdistrict and Head
of Social Prosperousness in Sumberjambe Subdistrict), and 2 additional informants
(Sumberjambe Subdistrict people). Data were gathered by in-depth interview,
triangulation, and documentation. The result of research showed that Community-
Based Disaster Preparedness Team had roles as escort, adviser, instructor, and
motivator in disaster preparedness in Sumberjambe Subdistrict. Community-Based
Disaster Preparedness Team was not only as a community empowerment, but the
advocacy could also be found in their programs/events.

Keywords: Role, Community-Based Disaster Preparedness Team,


Disaster preparedness
Abstrak

Berbagai daerah di Indonesia berpotensi untuk terjadi bencana kapan saja, termasuk
Kabupaten Jember. Tim SIBAT adalah salah satu program PMI sebagai upaya
kesiapsiagaan bencana. Tim SIBAT yang paling aktif di Kabupaten Jember adalah
Tim SIBAT Kecamatan Sumberjambe. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui
peran Tim SIBAT dalam kesiapsiagaan bencana di Kecamatan Sumberjambe
Kabupaten Jember. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan
pendekatan kualitatif yang lokasinya adalah Kecamatan Sumberjambe Kabupaten
Jember. Penentuan informan menggunakan teknik snowball sampling dan purposive
sampling. Informan penelitian berjumlah 6 orang yang terdiri atas 1 informan kunci
(koordinator Tim SIBAT di Kabupaten Jember), 3 informan utama (Tim SIBAT
Kecamatan Sumberjambe dan Kepala Sie Kesejahteraan Sosial Kecamatan
Sumberjambe), dan 2 informan tambahan (masyarakat Kecamatan Sumberjambe).
Teknik perngumpulan data penelitian ini dengan teknik wawancara mendalam,
triangulasi, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tim SIBAT
berperan sebagai pendamping, pembimbing, penyuluh, dan motivator dalam
kesiapsiagaan bencana di Kecamatan Sumberjambe. Tim SIBAT tidak hanya
sebagai bentuk pemberdayaan masyarakat, namun proses advokasi juga dapat
ditemukan dalam program/kegiatan Tim SIBAT.

Kata kunci: : Peran, Tim SIBAT, Kesiapsiagaan bencana

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 345


Parahita et al, Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam .....

mendapatkan dukungan serta


kepercayaan dari seluruh masyarakat,
serta dididik dan dilatih upaya-upaya
kesiapsiagaan bencana dan tanggap
Pendahuluan
darurat bencana. Tim ini adalah milik
masyarakat, berasal dari masyarakat, dan
bekerja untuk masyarakat. Kader tim ini
Bencana adalah peristiwa atau tidak hanya berfungsi sebagai
rangkaian peristiwa yang mengancam dan narasumber dalam pendampingan dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan pembinaan Program KBBM di desa/
masyarakat yang disebabkan, baik oleh kelurahan daerah pelaksanaan program,
faktor alam dan/atau faktor non alam namun mereka juga bisa memainkan
maupun faktor manusia sehingga peranan sebagai fasilitator, motivator,
mengakibatkan timbulnya korban jiwa dinamisator, dan motor penggerak
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian kegiatan kesiapsiagaan.
harta benda, dan dampak psikologis
Upaya-upaya kesiapsiagaan
B. Oleh karena itu, penanggulangan bencana
bencana perlu dilakukan untuk
menekan resiko-resiko tersebut. hanya akan efektif bila upaya
Salah satu tahap dalam pemberdayaannya menjangkau
penanggulangan bencana menurut masyarakat di level paling rentan. Hal ini
UU Nomor 7 Tahun 2004 tentang karena merekalah pihak yang secara
Penanggulangan Bencana adalah langsung paling menderita
kesiapsiagaan, yaitu serangkaian
kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui
pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna.

PMI Kebupaten Jember


mempunyai program dalam upaya
kesiapsiagaan

bencana,yaituProgramKBBM

(Kesiapsiagaan Bencana Berbasis


Masyarakat). Program ini merupakan
program pemberdayaan kapasitas
masyarakat untuk

mengambil tindakan inisiatif dalam


mengurangi dampak bencana yang terjadi
di lingkungan tempat tinggalnya. Strategi
dasar program KBBM adalah
pengorganisasian dan pelatihan, yaitu
dengan membentuk dan memberikan
pelatihan kepada Tim SIBAT [2].

Tim Siaga Bencana Berbasis


Masyarakat (SIBAT) adalah anggota
masyarakat yang menyatakan diri menjadi
relawan PMI dan bersedia
mendarmabaktikan waktu, tenaga, dan
pikiran mereka. Mereka memotivasi dan
menggerakkan masyarakat di
lingkungannya agar mampu melakukan
upaya-upaya kesiapsiagaan bencana di
desa/kelurahan Program KBBM. Tim
SIBAT berasal dari desa/kelurahan mitra
PMI Cabang setempat dan telah
KBBM, diharapkan mampu menjadi motor
penggerak bagi upaya-upaya
kesiapsiagaan bencana maupun tanggap
darurat bencana di desa/kelurahannya [2].
karena dampak bencana. PMI melakukan
langkah-langkah pemberdayaan kapasitas Studi pendahuluan yang dilakukan
masyarakat khususnya kelompok peneliti di PMI Kabupaten Jember
masyarakat yang paling rentan dan hidup mendapatkan informasi bahwa PMI
di daerah rawan bencana dengan Kebupaten Jember telah melaksanakan
Program KBBM. Langkah pemberdayaan pelatihan Program KBBM untuk Tim
ini diawali dengan rekrutmen dan SIBAT pada tahun 2007 dan 2014.
pembentukan Tim SIBAT. Pelatihan yang dilaksanakan pada tahun
2007 dihadiri oleh Tim SIBAT yang
Anggota Tim SIBAT dipilih dari
berasal dari 10 kecamatan, yaitu Puger,
masyarakat, oleh masyarakat, dan mereka
Gumukmas, Kencong, Ambulu, Jombang,
akan menjalankan Program KBBM yang
Wuluhan, Silo, Tempurejo, Panti, dan
akan memberikan manfaat bagi
Jelbuk. Tim SIBAT yang mengikuti
masyarakat di
Pelatihan Program KBBM tahun 2007
lingkungannya. Mereka akan hampir seluruhnya sudah tidak aktif
menyelenggarakan pelatihan, menjadi Tim SIBAT.
penyadaran, dan pemberdayaan
Pelatihan yang dilaksanakan tahun
kapasitas masyarakat di bidang
2014 dihadiri oleh Tim SIBAT yang
kesiapsiagaan bencana dan langkah-
berasal dari 4 kecamatan, yaitu
langkah tanggap darurat bencana.
Sumberjambe, Silo, Ledokombo, dan
Masyarakat dapat siap siaga dan
Mayang. Pelatihan dihadiri oleh 10 orang
memainkan peranan langsung sebagai
Tim SIBAT pada masing-masing
the first responder yang mampu
kecamatan yang merupakan penduduk
melakukan upaya pertolongan atau
asli dari kecamatan tersebut. Anggota
penyelamatan diri, keluarga, maupun
dalam Tim SIBAT merupakan masyarakat
warga
dengan profesi yang bermacam-macam,
masyarakat lainnya dengan bekal seperti petani, guru, dan sebagainya yang
pengetahuan dan keterampilan dipilih atas tanggung jawab yang
kesiapsiagaan dan tanggap darurat diberikan kepada Sekretaris Camat. Tim
bencana yang diberikan PMI melalui Tim SIBAT dari Kecamatan Sumberjambe
SIBAT. Terbentuknya Tim SIBAT, adalah Tim SIBAT yang aktif menjalankan
khususnya di desa/kelurahan di kegiatannya dalam upaya kesiapsiagaan
desa/kelurahan percontohan program bencana. Beberapa kegiatan yang telah

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016

346
Parahita et al, Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam .....

berdasarkan kegiatan untuk periode 3


bulan ke depan; 5) Mempersiapkan dan
mengirimkan laporan kemajuan per
triwulan, termasuk laporan keuangan
dilakukan Tim SIBAT Kecamatan
kegiatan triwulan sebelumnya; 6)
Sumberjambe antara lain penentuan jalur
Mengorganisir pelaksanaan rencana dan
evakuasi apabila terjadi bencana,
menggerakkan masyarakat; 7) Membina
sosialisasi mengenai bencana kepada
hubungan sosial di dalam lingkungan
masyarakat, dan pembuatan toolkit untuk
masyarakat serta memastikan bahwa
kesiapsiagaan masyarakat terhadap
program tersebut akan membawa
bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu.
manfaat bagi kelompok masyarakat yang
Berdasarkan teori Strategi Promosi paling rentan; 8) Menyelesaikan sengketa
Kesehatan oleh WHO, Tim SIBAT yang berkaitan dengan pelaksanaan
merupakan bentuk pemberdayaan kegiatan Program KBBM di tengah
sebagai salah satu strategi untuk masyarakat [2].
mencapai atau mewujudkan visi dan misi
promosi kesehatan secara berhasil guna
dan berdaya guna. Pemberdayaan adalah
strategi promosi kesehatan yang ditujukan
kepada masyarakat langsung. Tujuan
utama pemberdayaan adalah mewujudkan
kemampuan masyarakat dalam
memelihara dan meningkatkan kesehatan
mereka sendiri [3]. Pemberdayaan juga
merupakan salah satu prinsip dalam
penanggulangan bencana berdasarkan
UU

Nomor 7 Tahun 2004 tentang


Penanggulangan Bencana.

Tim SIBAT berperan sebagai


pendamping, pembimbing, penyuluh, dan
motivator yang menggerakkan masyarakat
setempat dalam kegiatan dan upaya-
upaya kesiapsiagaan bencana dan
tanggap darurat bencana di wilayahnya
[2]. Peran merupakan suatu tindakan yang
dilakukan oleh seseorang terhadap suatu
peristiwa [4].

Tim SIBAT berperan sebagai


pendamping, meliputi: 1) Bersama
masyarakat melakukan pemetaan desa/
kelurahan tentang tingkat kerentanan/
kerawanan maupun pemetaan sumber
daya; 2) Membantu aparat
desa/kelurahan, LPM, maupun BPD
dalam merumuskan Rencana
Pengendalian dan Operasional melalui
pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan
maupun upaya-upaya tanggap darurat
bencana; 3) Membantu

merumuskan cara-cara menjaga


keberlangsungan program melalui
pencarian dana, penyadaran sosial dan
lain-lain; 4) Mempersiapkan dan
mengirimkan rencana kegiatan per
triwulan, termasuk rincian anggaran
dan psikomotor (psychomotor). Kemudian
oleh ahli pendidikan Indonesia, ketiga
domain ini diterjemahkan ke dalam cipta
(kognitif), rasa (afektif) dan karsa
Tim SIBAT berperan sebagai
(psikomotor), atau peri cipta, peri rasa dan
pembimbing, meliputi: 1)
peri tindak. Peran termasuk dalam ranah
Menyelenggarakan pelatihan/ simulasi/
perilaku psikomotor atau tindakan dimana
gladi bagi masyarakat sehingga
dalam peran tersebut terdapat proses
masyarakat merasa terbiasa dan mampu
seseorang melaksanakan atau
melaksanakan langkah-langkah evakuasi
mempraktekkan apa yang diketahui atau
dan upaya-upaya penyelamatan dan
disikapinya (dinilai baik). Peran
pengamanan diri saat terjadi bencana; 2)
merupakan suatu bentuk perilaku nyata
Mengorganisir masyarakat dalam [5].
melaksanakan berbagai program terkait,
Berdasarkan hal tersebut, tujuan
seperti pelestarian lingkungan hidup,
penelitian ini adalah untuk mengetahui
perawatan keluarga, dan lain-lain; 3)
peran Tim SIBAT dalam kesiapsiagaan
Melakukan peninjauan dan monitoring
terhadap kemajuan program [2]. bencana di Kecamatan Sumberjambe
Kabupaten Jember.
Tim SIBAT berperan sebagai
penyuluh dalam memberikan pelatihan
atau Metode Penelitian
penyuluhan kepada masyarakat di
lingkungannya tentang upaya
Penelitian ini merupakan penelitian
kesiapsiagaan dan tanggap darurat
deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
bencana maupun sistem peringatan dini
Lokasi penelitian adalah di Kecamatan
dan upaya-upaya mitigasi. Sedangkan
Sumberjambe Kabupaten Jember.
Tim SIBAT sebagai motivator, meliputi: 1)
Penelitian ini dilakukan pada Agustus
Menggerakkan masyarakat dalam
2014 sampai Mei 2015. Penentuan
melaksanakan rencana kegiatan; 2)
informan menggunakan teknik snowball
Menumbuhkan kesadaran masyarakat
sampling dan purposive sampling.
untuk
Informan penelitian berjumlah 6 orang
berpartisipasi dalam perencanaan, yang terdiri atas 1 informan kunci
implementasi, monitoring, evaluasi, dan (koordinator Tim SIBAT di Kabupaten
keberlangsungan Program KBBM. Jember), 3 informan utama (Tim SIBAT
Kecamatan Sumberjambe dan Kepala Sie
Bloom membedakan adanya tiga Kesejahteraan Sosial Kecamatan
area, wilayah, ranah atau domain perilaku Sumberjambe), dan 2 informan
yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective)
tambahan (masyarakat Kecamatan

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016

347
Parahita et al, Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam .....

dalam bentuk tulisan dan lisan. Laporan


yang tertulis mengenai pelatihan yang
dilaksanakan pertama kali oleh PMI
Kabupaten Jember. Sedangkan laporan
Sumberjambe). Teknik pengumpulan data
secara lisan mengenai kegiatan yang
data penelitian ini dengan teknik telah dilaksanakan oleh Tim SIBAT selain
wawancara mendalam, triangulasi, dan pelatihan tersebut.
dokumentasi.
Tim SIBAT dalam merencanakan
kegiatan selalu melibatkan masyarakat
Hasil Penelitian dengan mensosialisasikan kegiatan Tim
SIBAT kepada masyarakat. Tim SIBAT
juga menggerakkan masyarakat untuk ikut
Jumlah informan adalah 6 orang andil dalam setiap kegiatan, seperti
yang seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. mengajak masyarakat untuk sumbangsih
Informan berusia antara 20-45 tahun. kegiatan, baik tenaga maupun dana.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tim
SIBAT telah melaksanakan beberapa
program/ kegiatan.

Tim SIBAT telah melaksanakan


pemetaan desa/ kelurahan tentang tingkat
kerentanan/kerawanan dan pemetaan
sumber daya. Kegiatan ini dilaksanakan
pada saat pelatihan Tim SIBAT tahun
2014 di PMI Kabupaten Jember. Tim
SIBAT pernah membantu dalam
perumusan Rencana Pengendalian dan
Operasional ketika tanda-tanda Gunung
Raung meningkatkan aktivitasnya, salah
satunya dengan membentuk keluarga
tangguh bencana yang bekerja sama
dengan BPBD Kabupaten Jember.

Tim SIBAT dalam melaksanakan


kegiatannya, tidak selalu direncanakan
terlebih dahulu. Kegiatan dilaksanakan
secara insidental, sesuai dengan
kebutuhan masyarakat, salah satunya
ketika ada warga yang rumahnya tidak
layak dihuni dan warga tersebut orang
yang tidak mampu secara finansial, maka
Tim SIBAT mengadakan kegiatan yang
disebut bedah rumah untuk memperbaiki
rumah warga tersebut.

Setelah kegiatan telah selesai


dilaksanakan, Tim SIBAT membuat
laporan kegiatan dan diserahkan kepada
pihak kecamatan selaku PMI Kecamatan
Sumberjambe yang membina Tim SIBAT
di Kecamatan Sumberjambe. Namun,
laporan kegiatan dari tidak seluruhnya
diserahkan kepada pihak kecamatan
karena Tim SIBAT

berprinsip bahwa kegiatannya


dipertanggungjawabkan kepada donatur
yang telah memberi amanah berupa dana.
Tim SIBAT melaporkan kegiatannya
Penyuluhan mengenai
kesiapsiagaan bencana sudah
dilaksanakan oleh Tim SIBAT, yaitu dalam
bentuk sosialisasi kepada masyarakat.
Tim SIBAT selalu melibatkan
Penjelasan dari Tim SIBAT mengenai
masyarakat dalam berbagai kegiatan. Tim
sosialisasi yang pernah diberikan juga
SIBAT juga akan membantu masyarakat
sesuai dengan hasil pernyataan dari dari
apabila masyarakat membutuhkan
informan tambahan. Sosialisasi
bantuan. Namun, sengketa juga pernah
dilaksanakan melalui pengajian rutin
terjadi dalam pelaksanaan kegiatan Tim
Pemuda NU, yang di dalamnya juga
SIBAT. Masyarakat tidak mengizinkan Tim
termasuk Tim SIBAT, namun hanya
SIBAT untuk menempati masjid sebagai
beberapa kali. Sosialisasi yang
tempat kegiatan karena bertepatan
mendatangkan masyarakat secara khusus
dengan pemilihan legislatif, dan
juga masih belum dilaksanakan karena
masyarakat mencurigai adanya kampanye
terhalang berbagai hambatan, terutama
dari salah satu partai. Tim SIBAT
masalah dana dan kurangnya kesadaran
mendekati masyarakat dan menjelaskan
masyarakat terhadap bencana.
tujuan Tim SIBAT bahwa kegiatan
tersebut bertujuan sosial. Informasi Hasil penelitian menunjukkan
tersebut dapat meluas ke masyarakat dan bahwa Tim SIBAT dalam melaksanakan
akhirnya mengizinkan Tim SIBAT rencana kegiatan selalu melibatkan
menempati masjid. masyarakat. Setiap rencana kegiatan
yang akan dilaksanakan Tim SIBAT,
Tim SIBAT pernah membuat jalur
selalu melibatkan masyarakat. Baik dalam
evakuasi, salah satunya di Dusun
hal partisipasi maupun dana untuk
Ajungbabi Desa Gunungmalang dengan
kegiatan. Contoh terlibatnya masyarakat
menggunakan banner yang dipasang
dalam kegiatan Tim SIBAT antara lain
sebagai tanda di beberapa titik evakuasi.
masyarakat membantu menyumbang
Namun sayangnya, banner untuk tanda
dana, masyarakat ikut andil dalam
jalur evakuasi tersebut sudah tidak ada.
kegiatan, misalnya bedah rumah.
Tim SIBAT juga telah melaksanakan
beberapa program bersama masyarakat. Adapun mengenai sumber dana,
Program tersebut dilaksanakan juga Tim SIBAT mendapatkan dana untuk
bersama dengan organisasi Pemuda NU kegiatannya berasal dari anggota sendiri.
(Nahdlatul Ulama). Beberapa di antaranya Selain itu, dana juga didapatkan dari
adalah penyediaan ambulan, bedah masyarakat maupun
rumah, dan program Bulan Romadhon.

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016

348
Parahita et al, Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam .....

dan perannya dalam pemberdayaan


masyarakat, sesuai teori dari Soetarno [7].
Tim SIBAT mengorganisir rencana dan
menggerakkan masyarakat dalam setiap
tokoh-tokoh masyarakat, yang nantinya
kegiatan karena Tim SIBAT juga
disebut sebagai donatur. membutuhkan bantuan dari masyarakat
untuk menjalankan kegiatannya. Tanpa
bantuan dari masyarakat, kegiatan Tim
Pembahasan SIBAT akan menjadi terhambat.

Tim SIBAT selalu melibatkan


Tim SIBAT telah melaksanakan masyarakat dalam berbagai kegiatan. Hal
pemetaan desa/ kelurahan tentang tingkat ini menunjukkan bahwa Tim SIBAt
kerentanan/kerawanan dan pemetaan membina hubungan sosial dengan
sumber daya. Kegiatan ini sesuai dengan masyarakat. Hubungan sosial adalah
tugas Tim SIBAT sebagai pendamping kontak atau
yang telah ditetapkan PMI, yaitu bersama
masyarakat melakukan pemetaan desa/
kelurahan tentang tingkat kerentanan/
kerawanan maupun pemetaan sumber
daya. Tim SIBAT sebagai masyarakat di
Kecamatan Sumberjambe telah
memahami wilayahnya sendiri dan jenis
bencana yang berpotensi di Kecamatan
Sumberjambe dan termasuk masyarakat
siaga bencana. Masyarakat siaga
bencana merupakan suatu kondisi
masyarakat yang memiliki kewaspadaan
terhadap kejadian bencana alam,
mengetahui jenis bencana yang
berpotensi pada daerah atau wilayah yang
ditempati, serta memiliki pengetahuan
yang memadai mengenai bencana yang
berpotensi tersebut [6].

Tim SIBAT pernah membantu


dalam perumusan Rencana Pengendalian
dan Operasional ketika tanda-tanda
Gunung Raung meningkatkan
aktivitasnya. Kegiatan ini termasuk dalam
tugas Tim SIBAT sebagai pendamping
yang telah ditetapkan PMI, yaitu
membantu aparat desa/kelurahan, LPM,
maupun BPD dalam merumuskan
Rencana Pengendalian dan Operasional
melalui pencegahan, mitigasi, dan
kesiapsiagaan maupun upaya-upaya
tanggap darurat bencana. Kesiapsiagaan
bencana dilakukan salah satunya dengan
penyusunan data akurat, informasi, dan
pemutakhiran prosedur tetap tanggap
darurat bencana.

Tim SIBAT dalam merencanakan


dan menggerakkan masyarakat untuk ikut
andil dalam setiap kegiatan. Tim SIBAT
dalam hal ini melaksanakan keterkaitan
penggalangan dukungan dengan
pemanfaatan sumber masyarakat yang
telah ditingkatkan kemampuan, motivasi,
yang tepat. Hal ini sesuai dengan salah
satu peran Tim SIBAT sebagai
pendamping yang telah ditetapkan PMI,
yaitu menyelesaikan sengketa yang
hubungan timbal balik atau interstimulasi
berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan
dan respons antarindividu, antarkelompok
Program KBBM di tengah masyarakat.
atau antar individu dan kelompok [8]. Tim
Tujuan pemberdayaan adalah membantu
SIBAT mempererat hubungan sosial
klien memperoleh kemampuan untuk
dengan masyarakat melalui berbagai
mengambil keputusan dan menentukan
kegiatan yang dilaksanakan yang selalu
tindakan yang akan ia lakukan yang
melibatkan masyarakat. Hubungan sosial
terkait dengan diri mereka, termasuk
antara Tim SIBAT dengan masyarakat
mengurangi hambatan pribadi dan
akan menciptakan timbal balik yang saling
hambatan sosial dalam pengambilan
menguntungkan.
tindakan [3].
Tim SIBAT mampu menggerakkan
Tim SIBAT pernah membuat jalur
inisiatif dan peran serta masyarakat di
evakuasi, salah satunya di Dusun
Kecamatan Sumberjambe untuk dapat
Ajungbabi
membantu kegiatan Tim SIBAT, yaitu
dengan sumbangan dana dan tenaga. Hal Desa Gunungmalang Kecamatan
ini sesuai dengan teori dari PMI, bahwa Sumberjambe. Hal tersebut sesuai
salah satu langkah yang harus dilakukan dengan UU No. 24 Tahun 2007 tentang
untuk dapat Penanggulangan Bencana bahwa
kesiapsiagaan dilakukan melalui salah
mengorganisir masyarakat adalah
satunya adalah penyiapan lokasi
menggerakkan inisiatif dan peran serta
evakuasi. Kesiapsiagaan masyarakat
masyarakat untuk melakukan aksi nyata
perlu dilatih sedini mungkin agar nantinya
dengan kemampuan/ kapasitas yang
bisa menekan risiko-risiko yang terjadi.
dimilikinya sehingga mampu mengatasi
permasalahan atau mengurangi tingkat Tim SIBAT mengembangkan
kerentanannya [9]. Tim SIBAT keterampilannya dalam menciptakan
mengorganisir rencana dan berbagai program yang bermanfaat bagi
menggerakkan masyarakat dalam setiap masyarakat. Hal ini sesuai dengan
kegiatan, karena Tim SIBAT juga pernyataan Suyono bahwa salah satu
membutuhkan bantuan dari masyarakat syarat dalam proses pemberdayaan
untuk menjalankan kegiatannya sehingga masyarakat adalah adanya kemauan dan
tujuan pun akan terwujud. keterampilan kelompok sasaran untuk
Tim SIBAT dapat menyelesaikan menempuh proses pemberdayaan [3].
masalah dengan pengambilan keputusan

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016

349
Parahita et al, Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam .....

upaya untuk keberlangsungan program


kesiapsiagaan. Salah satunya adalah
penggalangan dukungan dengan
pencarian sumber dana. Menurut
Keterampilan dalam mengelola berbagai
Soetarno pemberdaya harus menggalang
program sangat diperlukan agar dapat
dukungan dari berbagai pihak, termasuk
bermanfaat bagi masyarakat, salah
sumber yang akan diberdayakan dan
satunya dalam meningkatkan
dimanfaatkannya untuk mengatasi
kesiapsiagaan bencana.
masalah hambatan yang mungkin
Penyuluhan telah dilaksanakan dihadapi [7].
Tim SIBAT dalam bentuk sosialisasi. Hal
Pencarian dana yang dilakukan
ini sesuai dengan peran Tim SIBAT
Tim SIBAT juga didapatkan dari tokoh-
sebagai penyuluh yang telah ditetapkan
tokoh masyarakat. Tim SIBAT
PMI, yaitu memberikan pelatihan atau
meyakinkan kepada tokoh-tokoh
penyuluhan kepada masyarakat di
masyarakat agar ikut andil dalam
lingkungannya tentang upaya
dukungan dana untuk kegiatan Tim
kesiapsiagaan dan tanggap darurat
SIBAT. Hal ini berarti Tim SIBAT tidak
bencana maupun sistem peringatan dini
dan upaya-upaya mitigasi. Penyuluhan hanya sebagai bentuk pemberdayaan
merupakan salah satu upaya yang masyarakat saja, tetapi
dilakukan untuk

kesiapsiagaan bencana. Pengetahuan


masyarakat mengenai bencana sangat
diperlukan agar masyarakat mengetahui
pentingnya kesiapsiagaan bencana.

Setiap rencana kegiatan yang


akan dilaksanakan Tim SIBAT, selalu
melibatkan masyarakat, baik dalam hal
partisipasi maupun dana untuk kegiatan.
Hal ini sesuai dengan peran Tim SIBAT
sebagai motivator yang telah ditetapkan
PMI, yaitu

menggerakkan masyarakat dalam


melaksanakan rencana kegiatan.
Masyarakat perlu digerakkan agar
program atau kegiatan yang direncanakan
oleh Tim SIBAT dapat terlaksana dengan
baik. Program atau kegiatan tersebut juga
nantinya akan bermanfaat pada
masyarakat sendiri. Keterlibatan
masyarakat dalam pembangunan diri,
kehidupan, dan lingkungan merupakan
bagian dari salah satu cara untuk
menampilkan kemandirian, dalam hal ini

kemandirian masyarakat Kecamatan


Sumberjambe dalam kesiapsiagaan
bencana.

Adapun untuk sumber dana, Tim


SIBAT mendapatkan dana untuk
kegiatannya berasal dari anggota sendiri,
masyarakat, dan tokoh -tokoh masyarakat
sebagai salah satu cara menjaga
keberlangsungan program melalui. Tim
SIBAT sebagai salah satu bentuk
pemberdayaan masyarakat membutuhkan
manfaat bagi kelompok masyarakat yang
berisiko terkena dampak bencana; 6)
Menyelesaikan sengketa yang berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan program
juga Tim SIBAT menggunakan strategi
KBBM di tengah masyarakat.
advokasi dalam promosi kesehatan.
Advokasi merupakan kegiatan untuk Peran Tim SIBAT sebagai
meyakinkan orang lain agar membantu pembimbing ditunjukkan dengan
atau mendukung terhadap apa yang keterlibatan Tim SIBAT untuk: 1)
diinginkan [3]. Menyelenggarakan pelatihan/ simulasi/
gladi bagi masyarakat mengenai langkah-
langkah evakuasi dan upaya-upaya
Simpulan dan Saran penyelamatan dan pengamanan diri saat
terjadi bencana; 2) Mengorganisir
masyarakat dalam melaksanakan
Berdasarkan hasil penelitian dan berbagai program terkait.
pembahasan, dapat diketahui bahwa Tim
Peran Tim SIBAT sebagai
SIBAT berperan sebagai pendamping,
penyuluh ditunjukkan melalui sosialisasi
pembimbing, penyuluh, dan motivator
tentang penanggulangan bencana yang
dalam kesiapsiagaan bencana di
sebelumnya telah diberikan PMI
Kecamatan Sumberjambe. Peran Tim
Kabupaten Jember. Adapun peran Tim
SIBAT sebagai
SIBAT sebagai motivator ditunjukkan
pendamping ditunjukkan dengan dengan melalui Tim SIBAT yang
menggerakkan dan melibatkan
terlaksananya Tim SIBAT dalam: 1) masyarakat dalam melaksanakan rencana
Melakukan pemetaan desa atau kelurahan kegiatan yang telah ditetapkan. Selain itu,
tentang tingkat kerentanan atau berdasarkan hasil penelitian dan
kerawanan maupun pemetaan sumber pembahasan, dapat diketahui bahwa Tim
daya; 2) SIBAT tidak hanya sebagai bentuk
pemberdayaan masyarakat, namun
Membantu merumuskan Rencana proses advokasi juga dapat ditemukan
Pengendalian dan Operasional; 3) dalam program/kegiatan Tim SIBAT.
Membantu
Saran yang bisa diberikan adalah
merumuskan cara-cara menjaga 1) Perlu ditingkatkan kembali rencana
keberlangsungan program; 4) program atau kegiatan yang berhubungan
Mengorganisir pelaksanaan rencana dengan penanggulangan bencana karena
kegiatan dan menggerakkan masyarakat; Kecamatan Sumberjambe merupakan
5) Membina hubungan sosial di dalam salah satu daerah yang rawan bencana.
lingkungan masyarakat serta memastikan Selain itu, perlu adanya
bahwa program tersebut akan membawa

e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016

350
Parahita et al, Peran Tim Siaga Bencana Berbasis Masyarakat (SIBAT) dalam .....

program yang berkesinambungan; 2) 4 Notoatmodjo S. Promosi


Perlu adanya pelatihan mengenai Kesehatan dan Ilmu Perilaku.
penanggulangan bencana bagi Jakarta: Rineka Cipta; 2007.
masyarakat Kecamatan Sumberjambe; 3) 4 Apriyani E. Manajemen
Tetap menjaga solidaritas dan kerja sama Prabencana Melalui
antaranggota Tim SIBAT maupun dengan Pemberdayaan Masyarakat Siaga
PMI Kabupaten Jember dan PMI Bencana Berbasis Komunitas di
Kecamatan Sumberjambe; Kabupaten Sleman. Surakarta.
Skripsi. Universitas Sebelas Maret
Surakarta; 2013.
4 Huraerah A. Pengorganisasian
Daftar Pustaka
dan Pengembangan Masyarakat.
Bandung: Humaniora; 2011.
4 Harlastiko F. Hubungan Sosial
1 Indonesia. Undang-Undang Asosiatif Pemerintah dan
Nomor 24 Tahun 2007 Pedagang dalam Pembangunan
Tentang Penanggulangan Pasar Parang Magetan. Surakarta.
Bencana. Jakarta: Skripsi. Universitas Sebelas Maret
Sekretariat Negara RI; Surakarta; 2010.
2007. 4 PMI. Pelatihan KBBM-Pertama
1 PMI. Kesiapsiagaan
untuk SIBAT: Panduan Pelatih.
Bencana Berbasis
Jakarta: PMI; 2008.
Masyarakat. Jakarta: PMI;
2007.
1 Notoatmodjo S. Promosi
Kesehatan: Teori dan
Aplikasi. Jakarta: Rineka
Cipta; 2010.
1 Indonesia. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta:
PT. Gramedia; 2008.
67
e-Jurnal Pustaka Kesehatan, vol. 4 (no. 2) Mei 2016 351
ISSN: 2302-333 Jurnal Bina Tambang, Vol 4
No. 3

PKM Pelatihan Mitigasi Bencana Alam bagi Siswa SMAN 3


Solok
1* 1 1
Riko Maiyudi , Yoszi Mingsi Anaperta , Facrul Rozi Ramadhan1, Tri Gamela Saldy , Harizona Aulia
1
Rahman1, Rizto Salia Zakri

Jurusan Teknik Pertambangan Fakultas Teknik Universitas Negeri Padang

*rikomaiyudi88@gmail.com

Abstract. Natural disasters in recent years are very common and need
preparedness, awareness and vigilance in the face of disaster, especially in
the city of Solok, starting from earthquakes, landslides and other. To
reduce the risk of disaster management is required in accordance with law
number 24 year 2007 about disaster management.
The absence of disaster mitigation training provided for students in
particular SMA N 3 Solok and less optimal students ' role/young
generation in disaster mitigation because students have not had the
knowledge to mitigate make the dedication to conduct training mitigation
and preparedness of disaster to them so that the participants understand
about how mitigation and preparedness. This training is provided in the
form of lectures, discussions, and field practices.
After training was obtained the increase of knowledge about the
mitigation of natural disasters by the students SMAN 3 Solok. At pre-
training (before training) only 65.8% of students who understand the
mitigation of natural disasters and at the time of post- training increased
to 96.2% of students understand the mitigation of natural disasters.

Keywords: Natural disasters, disaster management, mitigation and preparedness

1. PENDAHULUAN

Bencana alam beberapa tahun belakangan ini – Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang
sering terjadi di Kota Padang, khususnya di penanggulangan bencana dan PP Nomor 21
Kota Solok, mulai dari gempa bumi, longsor tahun 2008 tentang penyelenggaraan
dan lain sebagainya. Untuk menanggulangi penanggulangan bencana, perlu dilakukan
bencana-bencana yang terjadi dan untuk kegiatan pengelolaan bencana. Pengelolaan
mengurangi risiko dari bencana tersebut 69
bencana terdiri dari beberapa tahap yang saling
diperlukan pengelolaan bencana sesuai dalam berkaitan dalam suatu siklus antara lain meliputi
Undang kejadian bencana, penanganan darurat,
rehabilitasi, rekonstruksi, mitigasi, dan kesiapsiagaan, respon, dan pemulihan
kesiapsiagaan menghadapi bencana berikutnya. (Sudibyakto, 1997; Kaku dan Held, 2013).
Apabila disederhanakan, secara umum Kota Solok terletak pada posisi 0º32″ LU –
aktivitas dalam pengelolaan kebencanaan dapat 1º45″ LS, 100º27″ BT – 101º41″ BT dengan
dibatasi pada tiga hal pokok yaitu luas 57,64 km². Wilayah administrasi Kota
mitigasi dan Solok berbatasan dengan Kabupaten Solok dan
Kota Padang.

Kota Solok memiliki peran sentral di dalam


menunjang perekonomian masyarakat Kota
Solok dan Kabupaten Solok pada umumnya
(Bappeda Kota Solok, 2018).
Sesuai dengan peraturan perundang-undangan
tentang perlunya penanggulangan bencana
alam maka perlu dilakukan pelatihan mitigasi
kepada siswa Sekolah Menengah Atas dalam
hal ini di ambil sampelnya dari SMA N 3
Solok. Pelatihan mitigasi ini belum pernah
dilakukan di SMA N 3 Solok. Oleh karena itu,
maka kami dari pihak pelaksana pengabdian
mengadakan
pelatihan mitigasi dan kesiapsiagaan terhadap benda, dan dampak psikologis.
bencana kepada mereka agar para peserta c. yang sangat beragam.
mengerti tentang bagaiman mitigasi dan
kesiapsiagaan. Pelatihan ini diberikan dalam Beberapa bencana alam terdiri dari:
bentuk ceramah, diskusi, dan praktek lapangan. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan
yang terjadi di permukaan bumi yang
2. IDENTIFIKASI MASALAH disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi,
patahan aktif, akitivitas gunung api atau
Tim pelaksana menemukan beberapa runtuhan batuan.
permasalahan dan dibutuhkan solusi pada
mitra yaitu; Gempa bumi merupakan gejala alam berupa
a. Belum adanya pelatihan mitigasi bencana yang goncangan atau getaran tanah yang timbul
diberikan untuk siswa khususnya SMA N 3 akibat terjadinya patahan atau sesar karena
Solok. aktivitas tektonik. Selain itu, gempa bumi juga
b. Kurang optimalnya peran siswa /generasi disebabkan aktivitas vulkanik, hantaman benda
muda dalam dalam mitigasi bencana langit (misalnya, meteor dan asteroid), atau
dikarenakan belum memiliki pengetahuan ledakan bom. Dalam situasi gempa bumi yang
untuk mitigasi. terjadi tiba-tiba, seseorang biasanya sulit
bergerak dan harus mengambil keputusan.
3. KAJIAN TEORI Untuk selamat dari bencana ini, yang terpenting
adalah memahami pengetahuan dan
3.1 Bencana Alam keterampilan sebelum bencana terjadi, saat
Bencana alam beberapa tahun harus melaksanakan evakuasi mandiri dan
belakangan ini sering terjadi di Kota Padang, setelah kejadian bencana.
khususnya di Kota Solok. Bencana adalah
peristiwa atau rangkaian peristiwa yang Letusan gunung api merupakan bagian dari
mengancam dan mengganggu kehidupan dan aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah
penghidupan masyarakat yang disebabkan, "erupsi". Bahaya
baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta
Bencana berdasarkan sumbernya dibagi b. Kondisi permukaan wilayah Indonesia (relief)
menjadi tiga, yaitu:
a. Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian Letusan gunung api dapat berupa awan panas,
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava,
lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung gas racun, tsunami dan banjir lahar.
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan
Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang
tanah longsor.
berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti
b. Bencana nonalam, adalah bencana yang
lautan, "nami" berarti gelombang ombak).
diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian
Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak
peristiwa nonalam
laut raksasa yang timbul karena adanya
c. Bencana sosial, adalah bencana yang
pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.
diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian
peristiwa oleh manusia
Tanah longsor merupakan salah satu jenis
d. Bencana alam juga dapat dikelompokkan
gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
sebagai berikut:
e. Bencana alam meteorologi
percampuran keduanya, menuruni atau keluar
(hidrometeorologi). Berhubungan dengan lereng akibat terganggunya kestabilan tanah
iklim. Umumnya tidak terjadi pada suatu atau batuan penyusun lereng.
tempat yang khusus
f. Bencana alam geologi. Adalah bencana alam Banjir adalah bencana yang paling sering dan
yang terjadi di permukaan bumi seperti rutin melanda Indonesia. Penyebab utama
gempa bumi, tsunami, dan longsor. bencana ini adalah curah hujan tinggi dan air
laut yang pasang. Penyebab lainnya adalah
Penyebab bencana alam di Indonesia: permukaan tanah yang lebih rendah dari laut,
Posisi geografis Indonesia yang diapit oleh atau letak wilayah berada pada cekungan yang
dua samudera besar dikelilingi perbukitan dengan pengaliran air
a. Posisi geologis Indonesia pada pertemuan tiga keluar yang sempit. Selain itu, ulah manusia
lempeng utama dunia (Indo-Australia, juga berperan
Eurasia, Pasifik)
pada terjadinya banjir. Misalnya, penggunaan
lahan yang tidak tepat, membuang sampah ke Untuk meminimalisir risiko dan dampak
sungai, pemukiman di daerah bantaran sungai, bencana diperlukan mitigasi sesuai dengan
dan sebagainya. Banjir adalah peristiwa atau Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang
keadaan dimana terendamnya suatu daerah Penanggulangan Bencana.
atau daratan karena volume air yang
meningkat. 3.2 Mitigasi

Banjir bandang adalah banjir yang datang Mitigasi adalah suatu upaya yang
secara tiba- tiba dengan debit air yang besar dilakukan untuk mengurangi dan/ atau
yang disebabkan terbendungnya aliran sungai menghapus kerugian dan korban yang mungkin
pada alur sungai. terjadi akibat bencana, yaitu dengan cara
membuat persiapan sebelum terjadinya
Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh bencana.
di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan Tujuan dari mitigasi adalah:
hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan a. Meminimalisir terjadinya dampak atau bahkan
lingkungan. Adapun yang dimaksud risiko yang kemungkinan akan terjadi karena
kekeringan di bidang pertanian adalah suatu bencana. Misalnya kematian, kerusakan
sumber daya alam, kerugian ekonomi, serta
kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang
kerugian dan kerusakan lainnya.
ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-
b. Sebagai pedoman untuk pemerintah agar
lain) yang sedang dibudidayakan.
membuat perencanaan pembangunan yang
lebih baik lagi di suatu daerah.
Kebakaran adalah situasi dimana bangunan 71
c. Meningkatkan kesadaran serta pengetahuan
pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman,
terhadap masyarakat, untuk menghadapi
pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api
dampak serta risiko yang akan terjadi akibat
yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.
bencana. a. Mitigasi struktural adalah upaya yang
d. Mengurangi dampak yang ditimbulkan, dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya
khususnya bagi penduduk bencana dengan cara melaksanakan
pembangunan prasarana fisik yaitu melalui
Mitigasi terdapat dua macam yaitu mitigasi spesifikasi tertentu serta memanfaatkan
struktural dan mitigasi non-struktural. teknologi agar pencegahan dilakukan secara
maksimal.
Contoh dari mitigasi struktural:
1). Memanfaatkan alat deteksi aktivitas
gunung berapi, agar mengetahui
bagaimana kondisi vulkanik gunung.
2). Pembangunan kanal khusus dalam rangka
mencegah terjadinya banjir
3). Melakukan pembangunan dengan struktur
bangunan yang tahan terhadap gempa
4). Penggunaan sistem peringatan dini agar
bisa memperkirakan kapan kemungkinan
terjadi gelombang tsunami.

b. Mitigasi non-struktural adalah upaya yang


dilakukan untuk mengurangi dampak bencana
yang kemungkinan akan terjadi, yakni melalui
peraturan atau kebijakan tertentu. Adapun
contoh dari mitigasi non-struktural ialah;
1). Mengatur tata ruang kota secara baik
dan rapi 2). Anjuran membuang sampah
pada tempatnya,
atau larangan membuang sampah
sembarangan seperti di selokan atau
sungai
3). Mengatur kapasitas pembangunan pada
masyarakat.

Dengan demikian, mitigasi non-struktural lebih


mengedepankan pembuatan peraturan atau
kebijakan, dengan tujuan agar mencegah
terjadinya dampak atau risiko bencana.

Beberapa kegiatan mitigasi bencana di


antaranya: 1). Pengenalan dan pemantauan
risiko bencana;
2). Perencanaan partisipatif penanggulangan
bencana; 3). Pengembangan budaya sadar
bencana;
4). Penerapan upaya fisik, nonfisik, dan
pengaturan penanggulangan bencana;
5). Identifikasi dan pengenalan terhadap sumber
bahaya atau ancaman bencana;
6). Pemantauan terhadap pengelolaan sumber
daya alam;
7). Pemantauan terhadap penggunaan
teknologi tinggi;
8). Pengawasan terhadap pelaksanaan tata ruang
dan pengelolaan lingkungan hidup
Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan kategori:
penanganan bencana dapat dibagi 4 a. Kegiatan sebelum bencana terjadi (mitigasi)
b. Kegiatan saat bencana terjadi (perlindungan 7). Jauhi pantah untuk menghindari bahaya
dan evakuasi) tsunami.
c. Kegiatan tepat setelah bencana terjadi
(pencarian dan penyelamatan)
d. Kegiatan pasca bencana
(pemulihan/penyembuhan dan
perbaikan/rehabilitasi)

Mitigasi bencana gempa bumi terdiri dari


sebelum gempa, pada saat gempa dan setelah
gempa dapat dilihat pada penjabaran di bawah
ini:
a. Sebelum Gempa
1). Mendirikan bangunan sesuai aturan baku
(tahan gempa)
2). Kenali lokasi bangunan tempat tinggal
3). Tempatkan perabotan pada tempat yang
proporsional
4). Siapkan peralatan seperti senter, P3K,
makanan instan, dll
 Periksa penggunaan listrik dan gas
 Simpan bahan yang mudah terbakar
pada tempat yang tidak mudah pecah
agar terhindar dari kebakaran.
 Selalu mematikan air , gas dan listrik
apabila tidak sedang digunakan.
 Atur benda yang berat sedapat
mungkin berada pada bagian bawah.
 Cek kestabilan benda yang tergantung
yang dapat jatuh pada saat
gempabumi terjadi (misalnya lampu
dll).
 Catat nomor telepon penting
 Kenali jalur evakuasi
 Ikuti kegiatan simulasi mitigasi
bencana gempa

b. Pada saat gempa


1). Jangan panik/ tetap tenang
2). Hindari sesuatu yang kemungkinan akan
roboh (seperti pohon, tiang listrik,
bangunan tinggi), kalau bisa ke tanah
lapang
3). Perhatikan tempat Anda berdiri,
kemungkinan ada retakan tanah
4). Turun dari kendaraan dan jauhi pantai.
5). Apabila berada didalam ruangan Lindungi
badan dan kepala Anda dari reruntuhan
bangunan dengan bersembunyi di bawah
meja dll;
6). Cari tempat yang paling aman dari
reruntuhan 73
dan goncangan, lari keluar apabila
masih dapat dilakukan.
c. Setelah terjadi gempa terpancing oleh isu atau berita yang tidak
1). Jika berada didalam bangunan maka hal jelas sumbernya.
yang perlu dilakukan adalah: 6). Mengisi angket yang diberikan oleh
 Keluar dari bangunan tersebut instansi terkait untuk mengetahui
dengan tertib; seberapa besar kerusakan yang terjadi
 Jangan menggunakan tangga 7). Jangan panik dan jangan lupa selalu
berjalan atau lift, berdo'a kepada Tuhan YME demi
gunakan tangga biasa. keamanan dan keselamatan kita
 Telepon atau mintalah pertolongan semuanya.
apabila terjadi luka parah pada Anda
atau sekitar Anda. Mitigasi Tanah Longsor memiliki beberapa
2). Periksa lingkungan sekitar Anda seperti: tahapan yaitu:
 Periksa apabila terjadi kebakaran a. Pemetaan
 Periksa apabila terjadi kebocoran gas. Menyajikan informasi visual tentang
 Periksa apabila terjadi hubungan tingkat kerawanan bencana alam geologi di
arus pendek listrik. suatu wilayah, sebagai masukan kepada
 Periksa aliran dan pipa air. masyarakat dan atau pemerintah kabupaten
 Periksa apabila ada hal-hal yang /kota dan provinsi sebagai data dasar untuk
membahayakan (mematikan listrik, melakukan pembangunan wilayah agar
tidak menyalakan api dll)
terhindar dari bencana.
3). Jangan memasuki bangunan yang sudah
b. Pemeriksaan
terkena gempa karena kemungkinan
Melakukan penyelidikan pada saat dan
masih terdapat reruntuhan.
setelah terjadi bencana, sehingga dapat
4). Jangan berjalan didaerah sekitar gempa
karena kemungkinan terjadi bahaya
diketahui penyebab dan cara
susulan masih ada. penaggulangannya.
c. Pemantauan
5). Dengarkan informasi mengenai
gempabumi dari radio (apabila terjadi
Pemantauan dilakukan di daerah rawan
bencana,
gempa susulan). Jangan mudah
pada daerah strategis secara ekonomi bagian dari kesiapsiagaan. Berikut adalah
danjasa, agar diketahui secara dini tingkat tindakan sebelum terjadinya banjir, saat
bahaya, oleh pengguna dan masyarakat evakuasi bencana banjir dan setelah banjir
yang bertempat tinggal di daerah tersebut. berlalu.
d. Sosialisasi a. Sebelum banjir
Memberikan pemahaman kepada  Melatih diri dan anggota keluarga hal-hal
Pemerintah Provinsi /Kabupaten /Kota atau yang harus dilakukan apabila terjadi
masyarakat umum, tentang bencana alam bencana banjir.
tanah longsor dan akibat yang  Membentuk kelompok masyarakat
ditimbulkannnya. Sosialisasi dilakukan pengendali banjir.
dengan berbagai cara antara lain,  Memilih dan menentukan beberapa lokasi
mengirimkan poster, booklet, dan leaflet yang dijadikan tempat penampungan
atau dapatjuga secara langsung kepada ketika banjir melanda.
masyarakat dan aparat pemerintah.  Mempersiapkan tas siaga bencana yang
e. Pemeriksaan bencana berisi keperluan yang dibutuhkan seperti:
longsor Bertujuan mempelajari penyebab, Makanan kering seperti biskuit, air minum,
proses terjadinya, kondisi bencana dan tata kotak kecil berisi obat-obatan penting,
cara penanggulangan bencana di suatu daerah lampu senter dan baterai cadangan, lilin
yang terlanda bencana tanah longsor. dan korek api, kain sarung, satu pasang
pakaian dan jas hujan, surat berharga,
Banjir adalah bencana yang tidak boleh fotokopi tanda pengenal yang dimasukkan
disepelekan. Maka, kesiapsiagaan masyarakat, kantong plastik, serta nomor- nomor
khususnya di daerah rawan banjir, mesti telepon penting.
dibangun. Pemahaman atas prosedur evakuasi
 Membangun atau menetapkan lokasi dan
yang benar mesti dimiliki masyarakat sebagai
jalur evakuasi bila terjadi banjir.
 Penataan daerah aliran sungai secara  Membudayakan membuang sampah pada
terpadu dan sesuai fungsi lahan. tempatnya dan membudayakan kerja
 Tidak membangun rumah dan pemukiman bakti membersihkan saluran-saluran air.
di bantaran sungai serta di daerah banjir.  Program penghijauan daerah hulu sungai
yang rutin dilaksanakan.

b. Pada saat banjir


 Matikan listrik di dalam rumah atau
menghubungi PLN untuk mematikan listrik
di wilayah terdampak.
 Ketika melihat air datang, jauhi secepat
mungkin daerah banjir. Segera selamatkan
diri dengan berlari secepat mungkin
menuju tempat yang lebih tinggi.
 Jika air terus naik, letakkan barangbarang
berharga ke tempat tinggi dan aman.
 Jika air telanjur meninggi, jangan keluar
dari rumah dan sebisa mungkin mintalah
pertolongan.
 Jika air terus meninggi, hubungi instansi
atau pihak berwenang, misalnya, kantor
kepala desa, lurah, atau camat.
 Jika memungkinkan pergilah ke tempat
tempat berhimpun sementara atau
menuju ke ke penampungan/ pengungsian
(shelter) yang tersedia.

c. Setelah Terjadi Banjir


 Segera bersihkan rumah
menggunakan antiseptik untuk
membunuh kuman penyakit.
 Cari dan siapkan air bersih untuk terhindar
dari diare.
 Hindari kabel atau instalasi listrik.
 Hindari pohon, tiang, atau bangunan yang
berpotensi roboh.
 Periksa ketersediaan makanan dan
minuman. Jangan minum air sumur
terbuka karena telah terkontaminasi.
 Berikan bantuan tempat perlindungan
darurat kepada mereka yang
membutuhkan.
 Selamatkan diri sendiri, kemudian
selamatkan orang lain sesuai kapasitas
yang dimiliki.

75
3.3 Kesiapsiagaan 6). Menyiapkan Rencana Tindak Lanjut setelah
pelaksanaan kegiatan
Kesiapsiagaan merupakan bentuk latihan 7). Latihan kesiapsiagaan.
koordinasi, komunikasi dan evakuasi dengan 8). Mengintegrasikan kegiatan simulasi
melibatkan seluruh pemangku kepentingan kesiapsiagaan menjadi kegiatan rutin dalam
jangka panjang.
(pemerintah dan masyarakat umum). Situasi
9). Menetapkan jadwal kegiatan latihan
bencana sesungguhnya disimulasikan oleh seluruh
kesiapsiagaan.
pihak yang terlibat menggunakan skenario bencana
yang dibuat mendekati atau sesuai kondisi nyata.
b. Tahap Persiapan
Dalam tahap persiapan hal utama yang harus
Jenis-jenis latihan kesiapsiagaan terdiri dari tiga
dilakukan adalah:
tahapan latihan yaitu:
1). Memberikan pengarahan untuk mematangkan
a. Tahap pelatihan,
perencanaan latihan. Pihak-pihak yang perlu
b. Tahap simulasi, dan
melakukan pengarahan antara lain tim
c. Tahap uji sistem.
perencana, peserta simulasi, dan tim
evaluator/observer. Informasi penting yang
Manajemen kesiapsiagaan bencana dapat
disampaikan selama kegiatan adalah waktu,
dilihat pada gambar 1 di bawah ini.
batasan simulasi, lokasi,dan keamanan.
2). Memberikan poster, leaflet, atau surat edaran
kepada siapa saja yang terlibat latihan
kesiapsiagaan.
3). Menyiapkan gedung dan beberapa peralatan
pendukung.
4). Memasang peta lokasi dan jalur evakuasi di
tempat umum yang mudah dilihat oleh semua
orang.

c. Tahap Pelaksanaan
Hal yang perlu diperhatikan saat latihan
Gambar 1 Latihan Kesiapsiagaan kesiapsiagaan berlangsung adalah mengetahui
tanda peringatan, rekasi terhadap peringatan,
a. Tahap Perencanaan
dan dokumentasi.
1). Tanda Peringatan
Tahap perencanaan merupakan tahap
 Tentukan tiga tanda peringatan berikut
awal dalamsuatu proses manajemen
mana terlebih jawab pada
kesiapsiagaan yang
dahulu harus perencanaan,
membentuk tim pelaksanaan,
perencana yang hingga akhir
terdiri dari latihan. Tugas
pengarah, dari tim
penanggung perencanaan ini
jawab, bidang meliputi:
perencanaan/peng 1). Menentukan
endali. risiko/anca
Anggota man yang
organisasi akan
bertanggung disimulasika
n.
2). Menentukan Kesiapsiag panjang
skenario aan menerus dan
bencana yang Bencana cepat, atau
akan Nasional yang telah
disimulasikan.  Tanda
disepakati.
3). Merumuskan latihan
dimulai Tanda
strategi latihan
(tanda
pelaksanaan gempa) berakhir
latihan  Tanda dapat
kesiapsiagaan Evakuasi kembali
.  Tanda menggunaka
4). Menyiapkan Latihan
n peluit
kerangka Berakhir
panjang.
kegiatan Tan
simulasi da bunyi
kesiapsiagaan yang
(tipe simulasi, menandak
maksud, an
tujuan dan dimulainy
ruang lingkup a latihan,
latihan). tanda
5). Mendukung evakuasi,
persiapan, dan tanda
pelaksanaan, latihan
dan evaluasi
berakhir.
latihan.
Tanda
mulainya
latihan
dapat
mengguna
kan tiupan
peluit,
atau tanda
bunyi
lainnya.
Tanda ini
harus
berbeda
dengan
tanda
peringata
n dini
untuk
evakuasi
seperti
pukulan
lonceng/si
rine/mega
phone/bel
390
2). Reaksi Terhadap Peringatan b. Pelatihan Mitigasi Bencana
Latihan ini ditujukan untuk menguji Pelatihan mitigasi bencana yang dilakukan
reaksi peserta latih dan prosedur yang dalam pengabdian PKM ini berupa pemberian
ditetapkan. Pastikan semua peserta latih, materi, diskusi dan simulasi mitigasi bencana.
memahami bagaimana harus bereaksi c. Evaluasi Pelaksanaan Mitigasi Bencana
terhadap tanda-tanda peringatan di atas. Tahap berikutnya adalah melakukan evaluasi
Seluruh komponen latihan, harus bahu terhadap pelaksanaan mitigasi bencana.
membahu menjalankan tugasnya dengan
baik. Evaluasi adalah salah satu komponen yang
3). Dokumentasi paling penting dalam latihan. Tanpa evaluasi, tujuan
Rekamlah proses latihan dengan dari latihan tidak dapat diketahui, apakah tercapai
kamera foto. Jika memungkinkan, rekam atau tidak Dalam mengevaluasi latihan, beberapa
juga dengan video. Tahap Evaluasi dan hal berikut ini perlu dipertimbangkan:
Rencana Perbaikan 1). Apakah peserta memahami tujuan dari
Tahap evaluasi bertujuan untuk mengetahui latihan?. 2). Siapa saja yang berperan aktif
apakah latihan tercapai atau tidak sehingga dalam latihan?.
3). Bagaimana kelengkapan peralatan pendukung
apabila tidak tercapai maka akan dilakukan
latihan?.
rencana perbaikan.
4). Bagaimana respon peserta latih?.
5). Berapa lama waktu yang diperlukan untuk
3.4 Metoda Pelaksanaan melakukan tindakan-tindakan?.
Langkah-Langkah dalam Melaksanakan Solusi dari 6). di dalam setiap langkah latihan?.
Permasalahan Mitra (SMA N 3 Solok) adalah: 7). Apa hal-hal yang sudah baik dan hal-hal yang masih
a. Tahap persiapan perlu diperbaiki?.
Tahapan persiapan yang dilakukan antara lain:
1). Mengadakan observasi terhadap objek
sasaran, agar informasi yang diperoleh lebih 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
memberikan gambaran yang jelas terhadap
kegiatan yang akan dilakukan nantinya.
2). Melaksanakan pertemuan/diskusi dengan 4.1 Hasil
anggota tim pelaksana pengabdian dan Susunan kegiatan pengabdian mitigasi ini
merumuskan langkah-langkah apa yang harus dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini.
dilaksanakan dalam kegiatan ini. Pengabdian masyarakat dengan judul PKM
3). Penentuan peserta pelatihan Pelatihan Mitigasi Bencana Alam bagi Siswa SMA
4). Supaya kegiatan ini lebih efektif, maka jumlah N 3 Solok dihadiri dengan peserta berjumlah 21
peserta pelatihan dalam kegiatan ini orang. Peserta sangat antusias untuk mengikuti
ditetapkan adalah 30 orang. pelatihan mitigasi bencana, baik pada sesi
5). Desk study menelusuri dan mengevaluasi data pemberian materi maupun pada sesi praktek
sekunder dan studi yang terkait. mitigasi bencana (gambar 2).
6). Melaksanakan survey data lapangan untuk Ta
memperoleh data lokasi dan kondisi sosial bel.
masyarakat secara mendetail. 1
Sus
una
n
Ac
ara
Ke
giat
an
Pro
391
gr
a
m
K
e
mi
tra
an
M
as
ya
ra
ka
t
Gambar 2. Pelaksanaan Kegiatan Pengabdian di SMA N 3
Solok.

Kegiatan pengabdian mitigasi ini telah Persentase Ketercapaian Kegiatan Program


mencapai 100%, dengan kata lain pelaksanaan Kemitraan Masyarakat dapat dilihat pada tabel 2
pengabdian telah selesai dilakukan di SMA N 3 di bawah ini.
Solok.
Tabel 2. Persentase Ketercapaian Kegiatan Program Kemitraan Masyarakat di SMA N 3

Solok

Peserta diberikan kuisioner umpan balik pada saat pada pertanyaan 3 (Q3), sebanyak 2 orang peserta
sebelum pelatihan maupun setelah pelatihan tidak mengetahui apa yang harus dilakukan saat
diadakan untuk mengetahui hasil yang diperoleh terjadinya bencana atau sebesar 9,52%.
dari kegiatan pengabdian pelatihan mitigasi
bencana alam.

5 Pertanyaan yang diajukan kepada peserta (siswa


SMA N 3 Solok) yaitu:
1). Apakah saudara mengetahui potensi bencana apa
saja di Indonesia?.
2). Apakah saudara mengetahui apa yang harus
dilakukan sebelum terjadinya bencana?.
3). Apakah saudara mengetahui apa yang harus
dilakukan saat terjadinya bencana?.
4). Apakah saudara mengetahui apa yang harus
dilakukan setelah terjadinya bencana?.
5). Apakah saudara mengetahui peran saudara dalam
mitigasi bencana?.

Pada saat pra pelatihan dari 21 orang jumlah


peserta pada pertanyaan 1 (Q1), sebanyak 2 orang
peserta tidak mengetahui potensi bencana apa saja
yang terdapat di Indonesia atau sebesar 9,52%.

Pada saat pra pelatihan Mitigasi Bencana Alam


pada pertanyaan 2 (Q2), sebanyak 3 orang peserta
tidak mengetahui apa yang harus dilakukan
sebelum terjadinya bencana atau sebesar 14,29%.

Pada saat pra pelatihan Mitigasi Bencana Alam


Pada saat pra pelatihan Mitigasi Bencana Alam
pada pertanyaan 4 (Q4), sebanyak 9 orang
peserta tidak mengetahui apa yang harus
dilakukan setelah terjadinya bencana atau sebesar
42,86%.

Pada saat pra pelatihan Mitigasi Bencana Alam


pada pertanyaan 5 (Q5), sebanyak 20 orang
peserta tidak mengetahui peran mereka dalam
mitigasi bencana atau sebesar 42,86%.

Dari semua pertanyaan yang diajukan pada


Quisioner pada peserta saat pra pelatihan
Mitigasi Bencana Alam didapatkan nilai rata-rata
sebesar 3,29 dari skala 5 atau sebesar 65,8 %.

Pada saat pasca pelatihan dari 21 orang jumlah


peserta pada pertanyaan 1, 2, 3 dan 4 (Q1, Q2,
Q3 dan Q4) semua peserta mengetahui semua
pertanyaan yang diberikan atau sebesar 100%
telah mengerti, sedangkan pada Q 5 terdapat 4
orang atau sebesar 19,05% belum mengetahui
peran mereka dalam mitigasi bencana.

Dari semua pertanyaan yang diajukan pada


Quisioner pada peserta saat pasca pelatihan
Mitigasi Bencana Alam didapatkan nilai rata-rata
sebesar 4,81 dari skala 5 atau sebesar 96,2 %.
Grafik 1. Grafik Nilai Pra Pelatihan dan Pasca Pelatihan
Mitigasi Bencana Alam SMA N 3 Solok
4.2 Pembahasan

Berdasarkan Quisioner didapatkan bahwa terjadinya peningkatan pengetahuan tentang mitigasi bencana
alam oleh siswa SMAN 3 Solok. Pada saat pra pelatihan sebesar 65,8% mengerti tentang mitigasi
bencana alam dan pada saat pasca pelatihan sebesar 96,2% mengerti tentang mitigasi bencana alam.

Hal ini berarti terjadi peningkatan pengetahuan peserta sebesar 30,4% terhadap pelatihan yang
diberikan.

5. Kesimpulan dan Saran

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan pengabdian kepada masyarakat yang telah dilaksanakan pada sekolah SMA N 3 Solok,
maka dapat diambil kesimpulan
a. Pelaksanaan kegiatan Pengabdian Program Kemitraan Masyarakat tentang Pelatihan Mitigasi Bencana Alam
bagi Siswa SMA N 3 Solok diberikan dengan metode ceramah/pemberian materi, diskusi dan praktek.
b. Nilai rata-rata dari skala 5 pada saat pra pelatihan/ sebelum pelatihan didapatkan sebesar 3,29 atau sebesar
65,8% , dan pada saat pasca pelatihan/
c. setelah pelatihan didapatkan sebesar 4,81 atau sebesar 96,2%.
d. Bertambahnya pengetahuan peserta terhadap
mitigasi bencana alam, hal ini dibuktikan dengan
terjadinya peningkatan pengetahuan peserta sebesar 30,4% terhadap pelatihan yang diberikan.

5.2. Saran

a. Sebaiknya kegiatan pelatihan mitigasi bencana ini bisa berkelanjutan karena antusiasnya peserta pelatihan
dalam mengikuti kegiatan pelatihan mitigasi bencana.
b. Diharapkan ada narasumber dan materi lain yang dapat diberikan kepada peserta.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Buku Pedoman Pelatihan KesiapSiagaan Bencana, “Membangun Kesadaran, Kewaspadaan dan
Kesiapsiagaan Dalam Menghadapi Bencana”.
BNPB 2017

[2] Bappeda Kota Solok “ Website Bappeda Kota Solok 2019.

[3] Buku Saku BNBP , “Tanggap Tangkas Tangguh Menghadapi Bencana”, BNBP Edisi 2017.
REFERENSI BUKU

GOOGLE BOOK
 https://books.google.co.id/books?
id=5yLkDwAAQBAJ&printsec=frontcover&hl=id&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=
onepage&q=Suwaryo%20%26%20Yuwono%2C%202017&f=false
 https://books.google.co.id/books?
id=QxALEAAAQBAJ&pg=PT65&dq=bencana+keperawatan&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwj
1lq_8q7PuAhVJ63MBHedyAmsQ6AEwAXoECAQQAg#v=onepage&q&f=false
 http://eprints.ukh.ac.id/id/eprint/821/1/2_PENGANTAR%20PROMOSI
%20KESEHATAN_2.pdf
 https://books.google.co.id/books?
id=JfKIDwAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=pengurangan+resiko+bencana&hl=id&sa=X
&ved=2ahUKEwjQ77vu07XuAhXozDgGHZnfBGcQ6AEwAHoECAQQAg#v=onepage&q&f=f
alse
 https://books.google.co.id/books?
id=4hcREAAAQBAJ&pg=PA11&dq=pengurangan+resiko+bencana&hl=id&sa=X&ved=2ah
UKEwjQ77vu07XuAhXozDgGHZnfBGcQ6AEwAXoECAMQAg#v=onepage&q=pengurangan
%20resiko%20bencana&f=false

Anda mungkin juga menyukai