PEMBAHASAN
Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut etiologinya secara garis besar
adalah berdasarkan defek produksi sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel
darah merah (anemia hemolitika).
a. Anemia Hipoproliferatifa : Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang
normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel yang adekuat jadi
jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan
sumsum tulang akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena kekurangan hemopoetin,
besi, vitamin B12 atau asam folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan pada:
1). Anemia aplastik pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang,
sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
Anemia aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.
2). Anemia pada penyakit ginjal secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen
urea darah yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai 30
%. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah
maupun defisiensi eritropoetin.
3). Anemia pada penyakit kronik berbagai penyakit inflamasi kronis yang
berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah
dengan ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan penurunan kadar
besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom
mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis reumatoid, abses paru, osteomielitis,
tuberkulosis dan berbagai keganasan.
4). Anemia defisiensi-besi anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana
kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab
anemia tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa
rata-rata mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung pada jenis kelamin dan besar
tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan pada penyakit
tertentu (misal : ulkus, gastritis, tumor pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan
pada wanita premenopause (menorhagia). Menurut Pagana dan Pagana (1995),
pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular
Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan hemoglobin corpuscular
rata-rata (Mean Corpuscular Haemoglobine atau MCH) menurun.
5). Anemia megaloblastik anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12
dan asam folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan mikrositik sel
darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disebut anemia
pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang
mencegah ileum dalam penyerapan vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang
diberikan melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita tahu
vitamin B12 sangat penting untuk sintesa deoxyribonucleic acid (DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi pada klien yang
jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan makanan yang rendah vitamin,
peminum alkohol atau penderita malnutrisi kronis.
b. Anemia Hemolitika pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek.
Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan memproduksi sel darah
merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal. Ada dua macam anemia
hemolitika, yaitu :
2). Anemia sel sabit anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya
defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel
sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia hemolitik herediter resesif.
Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh
Red Blood Cells Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat
(hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna menjadi
cacat, kaku dan berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena. Sel-sel
tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat sirkulasi darah ke
organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.
1.3 Sistematik Penyakit Anemia
Ada beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya anemia pada usila, yaitu:
1) Penurunan kinerja sumsum tulang: sumsum tulang, meskipun sepanjang hidup selalu
dinamis dalam memproduksi sel darah merah dan mereplikasi diri (self-replication) untuk
menunjang fungsinya, sumsum tulang tetap saja melalui periode penurunan fungsi secara
fisiologis ke tahap yang drastis. Dimana periode ini disebut tahap inovulasi sumsum tulang. Pada
tahap ini yang mencolok ialah penurunan daya replikasi sumsum tulang sehingga baik stroma
sumsum tulang yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel induk (pluripoten)
maupun kecepatan diferensiasi sel-sel progenitor untuk mencapai maturitas, akan menurun.
Dampak globalnya ialah terjadi penurunan sintesis sel darah merah. Hal inilah yang mendasari
betapa mudahnya seorang usila terkena onset anemia.
2) Penyakit kronis yang mendasari: adanya penyakit kronis pada seorang usila, mempercepat
dimulainya anemia. Di samping itu, dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa faktor-faktor
pembekuan menurun seiring usia, juga sistem imunitas tubuh yang kian menurun, sehingga
mempersulit terjadinya suatu tahap penyembuhan. Penyakit kronis, yang notabenenya adalah
onset perdarahan, akan sulit disembuhkan pada kondisi usila dengan gangguan faktor pembekuan
dan imunitas. Perdarahan yang terjadi semakin lama, semakin kronis. Anemia yang terjadi
biasanya ialah anemia defisiensi besi akibat perdarahan kronis.
3) Penurunan sintesis eritropoietin: kemampuan ginjal dalam berbagai fungsinya akan terus
menurun seiring proses penuaan, termasuk kemampuannya dalam mensintesis eritropoietin.
Kompensasi tubuh hanya mampu menghasilkan 10 % eritropoietin apabila ginjal tidak
memproduksinya. Kekurangan eritropoietin yang merupakan faktor pertumbuhan sel darah
merah, mengakibatkan progenitor eritroid tidak berdiferensiasi menjadi sel darah merah.
Kekurangan sel darah merah mengakibatkan kekurangan hemoglobin, sehingga terjadi anemia.
4) Proses autoimun: kadangkala ada proses autoimun yang mendasari terjadinya anemia. Sel-
sel parietal lambung yang akibat proses autoimun mengalami atrofi, mengakibatkan lambung
menjadi tipis dengan infiltrasi sel plasma dan limfosit, sehingga berdampak pada penurunan
cadangan faktor intrinsik di parietal lambung. Dimana faktor intrinsik yang menurun di parietal
lambung ini mengakibatkan ileum sedikit menyerap vitamin B 12. Dampaknya terjadi anemia
megaloblastik (anemia pernisiosa).
5) Kurang intake: pada usila, penurunan nafsu makan secara fisiologis akan terjadi. Apabila
sampai ke periode tersebut, meskipun sedikit berpengaruh terhadap kurangnya intake atau
asupan, faktor ini masih dipertimbangkan karena faktor diet yang buruk tidak jarang
mengakibatkan anemia, terutama anemia defisiensi besi. Anemia yang disebabkan akibat kurang
nafsu makan sehingga kurang asupan, akan memperburuk percepatan tingginya nafsu makan lagi
karena anemia sendiri tidak hanya sebagai akibat dari kurang nafsu makan, tetapi juga sebagai
penyebab kurangnya nafsu makan. Hasilnya, keadaan ini menjadi suatu lingkaran setan.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anemia adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam darah
(Anonim).anemia dapat diketahuui dengan adanya pemerisaan darah lengkap laboratorium.
Pemeriksaan darah lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan pada darah manusia dengan
menghitung seluruh komponen pembentuk darah. Banyak cara penangan yang dilakukan untuk
mengatasi penyakit ini salah satunya adalah pemberian fe, dan lain-lain.
B. Saran
Karena kesehatan adalah nikmat yang paling berharga yang diberikan oleh Tuhan Maha
Esa, maka dari itu keseharan perlu di pelihara, dan diertahankan. Sebelum mengobati lebih baik
mencegah.
DAFTAR PUSTAKA
www.internetexplorer..com
www.kamusbesarbahasaindonesia.com
Artikel anemia/24 Nopember,2011/ blogspot
Buku penyakit anemia /24 Nopember,2011
Arif Mansjoer. dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aes Cv Lapius FKUI.
Marlyn E. Doenges, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC.