Anda di halaman 1dari 8

BAB II

PEMBAHASAN

1.1 Definisi Anemia


Anemia didefinisikan sebagai penurunan konsentrasi hemoglobin. Dengan kata lain
anemia terjadi ketika sel darah merah di dalam darah jumlahnya kurang atau sel darah merah
tidak memiliki hemoglobin yang cukup. Hemoglobin adalah protein yang memberi warna
merah pada darah. Fungsi utama hemoglobin adalah untuk membawa oksigen dari paru-paru
ke semua bagian tubuh. Jika seseorang menderita anemia, darahnya tidak membawa oksigen
yang cukup untuk didistribusikan ke semua bagian tubuh. Tanpa oksigen, organ dan jaringan
tidak dapat bekerja secara optimal. Lebih dari 3 juta manusia di USA mengidap anemia.
Wanita dan orang yang memiliki penyakit kronis beresiko paling besar mengidap anemia.
Anemia secara umum adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam
darah (Anonim). Anemia dapat diketahuui dengan adanya pemerisaan darah lengkap
laboratorium.
1.      Nilai Hb normal
a)      Pria : 13.8 - 17.2 gram/dl
b)      Wanita         : 12.1 – 15.1 gram/dl
2.      Nilai Hb anemia
a)      Pria              : <13.8 – 17.2 gram/dl
b)      Wanita         : <12.1 – 15.1 gram/dl
(WHO.2008)
1.2 Etiologi
Anemia disebabkan oleh berbagai jenis penyakit, namun semua kerusakan tersebut secara
signifikan akan mengurangi banyaknya oksigen yang tersedia untuk jaringan. Menurut
Brunner dan Suddart (2001), beberapa penyebab anemia secara umum antara lain :
a. Secara fisiologis anemia terjadi bila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk
mengangkut oksigen ke jaringan.
b. Akibat dari sel darah merah yang prematur atau penghancuran sel darah merah yang
berlebihan.
c. Produksi sel darah merah yang tidak mencukupi.
Faktor lain meliputi kehilangan darah, kekurangan nutrisi, faktor keturunan, penyakit
kronis dan kekurangan zat besi.

Menurut Brunner dan Suddart (2001), klasifikasi anemia menurut etiologinya secara garis besar
adalah berdasarkan defek produksi sel darah merah (anemia hipoproliferatifa) dan destruksi sel
darah merah (anemia hemolitika).

a. Anemia Hipoproliferatifa : Sel darah merah biasanya bertahan dalam jangka waktu yang
normal, tetapi sumsum tulang tidak mampu menghasilkan jumlah sel yang adekuat jadi
jumlah retikulositnya menurun. Keadaan ini mungkin disebabkan oleh kerusakan
sumsum tulang akibat obat dan zat kimia atau mungkin karena kekurangan hemopoetin,
besi, vitamin B12 atau asam folat. Anemia hipoproliferatifa ditemukan pada:
1). Anemia aplastik pada anemia aplastik, lemak menggantikan sumsum tulang,
sehingga menyebabkan pengurangan sel darah merah, sel darah putih dan platelet.
Anemia aplastik sifatnya kongenital dan idiopatik.
2). Anemia pada penyakit ginjal secara umum terjadi pada klien dengan nitrogen
urea darah yang lebih dari 10 mg/dl. Hematokrit menurun sampai 20 sampai 30
%. Anemia ini disebabkan oleh menurunnya ketahanan hidup sel darah merah
maupun defisiensi eritropoetin.
3). Anemia pada penyakit kronik berbagai penyakit inflamasi kronis yang
berhubungan dengan anemia jenis normositik normokromik (sel darah merah
dengan ukuran dan warna yang normal). Apabila disertai dengan penurunan kadar
besi dalam serum atau saturasi transferin, anemia akan berbentuk hipokrom
mikrositik. Kelainan ini meliputi arthritis reumatoid, abses paru, osteomielitis,
tuberkulosis dan berbagai keganasan.
4). Anemia defisiensi-besi anemia defisiensi besi adalah keadaan dimana
kandungan besi tubuh total turun dibawah tingkat normal dan merupakan sebab
anemia tersering pada setiap negara. Dalam keadaan normal tubuh orang dewasa
rata-rata mengandung 3 - 5 gram besi, tergantung pada jenis kelamin dan besar
tubuhnya.
Penyebab tersering dari anemia defisiensi besi adalah perdarahan pada penyakit
tertentu (misal : ulkus, gastritis, tumor pada saluran pencernaan), malabsorbsi dan
pada wanita premenopause (menorhagia). Menurut Pagana dan Pagana (1995),
pada anemia defisiensi besi, volume corpuscular rata-rata (Mean Corpuscular
Volume atau MCV), microcytic Red Blood Cells dan hemoglobin corpuscular
rata-rata (Mean Corpuscular Haemoglobine atau MCH) menurun.
5). Anemia megaloblastik anemia yang disebabkan oleh defisiensi vitamin B12
dan asam folat. Terjadi penurunan volume corpuscular rata-rata dan mikrositik sel
darah merah. Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disebut anemia
pernisiosa. Tidak adanya faktor instrinsik pada sel mukosa lambung yang
mencegah ileum dalam penyerapan vitamin B12 sehingga vitamin B12 yang
diberikan melalui oral tidak dapat diabsorpsi oleh tubuh sedangkan yang kita tahu
vitamin B12 sangat penting untuk sintesa deoxyribonucleic acid (DNA).
Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat, biasa terjadi pada klien yang
jarang makan sayur-mayur, buah mentah, masukan makanan yang rendah vitamin,
peminum alkohol atau penderita malnutrisi kronis.

b. Anemia Hemolitika pada anemia ini, eritrosit memiliki rentang usia yang memendek.
Sumsum tulang biasanya mampu berkompensasi sebagian dengan memproduksi sel darah
merah baru tiga kali atau lebih dibandingkan kecepatan normal. Ada dua macam anemia
hemolitika, yaitu :

1). Anemia hemolitika turunan (Sferositosis turunan) : Merupakan suatu anemia


hemolitika dengan sel darah merah kecil dan splenomegali.

2). Anemia sel sabit anemia sel sabit adalah anemia hemolitika berat akibat adanya
defek pada molekul hemoglobin dan disertai dengan serangan nyeri. Anemia sel
sabit adalah kerusakan genetik dan merupakan anemia hemolitik herediter resesif.
Anemia sel sabit dikarenakan oklusi vaskuler dalam kapiler yang disebabkan oleh
Red Blood Cells Sickled(RBCs) dan kerusakan sel darah merah yang cepat
(hemolisis). Sel-sel yang berisi molekul hemoglobin yang tidak sempurna menjadi
cacat, kaku dan berbentuk bulan sabit ketika bersirkulasi melalui vena. Sel-sel
tersebut macet di pembuluh darah kecil dan memperlambat sirkulasi darah ke
organ-organ tubuh. RBCs berbentuk bulan sabit hanya hidup selama 15-21 hari.
1.3 Sistematik Penyakit Anemia
Ada beberapa mekanisme yang mendasari terjadinya anemia pada usila, yaitu:

1)      Penurunan kinerja sumsum tulang: sumsum tulang, meskipun sepanjang hidup selalu
dinamis dalam memproduksi sel darah merah dan mereplikasi diri (self-replication) untuk
menunjang fungsinya, sumsum tulang tetap saja melalui periode penurunan fungsi secara
fisiologis ke tahap yang drastis. Dimana periode ini disebut tahap inovulasi sumsum tulang. Pada
tahap ini yang mencolok ialah penurunan daya replikasi sumsum tulang sehingga baik stroma
sumsum tulang yang digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan sel-sel induk (pluripoten)
maupun kecepatan diferensiasi sel-sel progenitor untuk mencapai maturitas, akan menurun.
Dampak globalnya ialah terjadi penurunan sintesis sel darah merah. Hal inilah yang mendasari
betapa mudahnya seorang usila terkena onset anemia.

2)      Penyakit kronis yang mendasari: adanya penyakit kronis pada seorang usila, mempercepat
dimulainya anemia. Di samping itu, dalam beberapa penelitian dikatakan bahwa faktor-faktor
pembekuan menurun seiring usia, juga sistem imunitas tubuh yang kian menurun, sehingga
mempersulit terjadinya suatu tahap penyembuhan. Penyakit kronis, yang notabenenya adalah
onset perdarahan, akan sulit disembuhkan pada kondisi usila dengan gangguan faktor pembekuan
dan imunitas. Perdarahan yang terjadi semakin lama, semakin kronis. Anemia yang terjadi
biasanya ialah anemia defisiensi besi akibat perdarahan kronis.

3)      Penurunan sintesis eritropoietin: kemampuan ginjal dalam berbagai fungsinya akan terus
menurun seiring proses penuaan, termasuk kemampuannya dalam mensintesis eritropoietin.
Kompensasi tubuh hanya mampu menghasilkan 10 % eritropoietin apabila ginjal tidak
memproduksinya. Kekurangan eritropoietin yang merupakan faktor pertumbuhan sel darah
merah, mengakibatkan  progenitor eritroid tidak berdiferensiasi menjadi sel darah merah.
Kekurangan sel darah merah mengakibatkan kekurangan hemoglobin, sehingga terjadi anemia.

4)      Proses autoimun: kadangkala ada proses autoimun yang mendasari terjadinya anemia. Sel-
sel parietal lambung yang akibat proses autoimun mengalami atrofi, mengakibatkan lambung
menjadi tipis dengan infiltrasi sel plasma dan limfosit, sehingga berdampak pada penurunan
cadangan faktor intrinsik di parietal lambung. Dimana faktor intrinsik yang menurun di parietal
lambung ini mengakibatkan ileum sedikit menyerap vitamin B 12. Dampaknya terjadi anemia
megaloblastik (anemia pernisiosa).

5)      Kurang intake: pada usila, penurunan nafsu makan secara fisiologis akan terjadi. Apabila
sampai ke periode tersebut, meskipun sedikit berpengaruh terhadap kurangnya intake atau
asupan, faktor ini masih dipertimbangkan karena faktor diet yang buruk tidak jarang
mengakibatkan anemia, terutama anemia defisiensi besi. Anemia yang disebabkan akibat kurang
nafsu makan sehingga kurang asupan, akan memperburuk percepatan tingginya nafsu makan lagi
karena anemia sendiri tidak hanya sebagai akibat dari kurang nafsu makan, tetapi juga sebagai
penyebab kurangnya nafsu makan. Hasilnya, keadaan ini menjadi suatu lingkaran setan.

1.4 Penatalaksanaan dan Pengobatan

a) Penanganan anemia tergantung pada penyebabnya. Bila penyebabnya adalah kekurangan


zat besi, dokter akan mencari tahu dan mengatasi penyebab kekurangan tersebut.
Suplemen zat besi dalam bentuk tablet atau sirup mungkin diberikan. (Bila anemia
disebabkan oleh masalah penyerapan pasca- operasi gastrektomi, pemberian suplemen
akan diberikan secara intramuskular atau intravenal).
b) Pemulihan biasanya berlangsung enam hingga delapan minggu setelah penanganan.
Setelah anemia tertangani, Anda masih akan terus menerima asupan suplemen zat besi
hingga beberapa bulan untuk menjaga kondisi. Tinja Anda akan berwarna hitam selama
perawatan.
c) Bila anemia disebabkan penyakit tertentu, satu-satunya solusi adalah menyembuhkan
penyakitnya.
d) Anemia kronis yang ditandai dengan gejala parah seperti denyut jantung cepat, nafas
tersengal dan pingsan mungkin harus segera ditangani dengan transfusi darah.
e) Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan
antelmintik yang sesuai.
f) Pemberian preparat Fe: fero sulfat 3 x 325 mg secara oral dalam keadaan perut kosong,
dapat dimulai dengan dosis yang rendah dan dinaikkan bertahap. Pada pasien yang tidak
kuat, dapat diberikan bersama makanan.
Fero glukonat 3 x 200 mg secsra oral sehabis makan. Bila terdapat intoleransi terhadap
pemberian preparat Fe oral atau gangguan pencernaan sehingga tidak dapat diberikan oral, dapat
diberikan secara perenteral dengan dosis 250 mg Fe (3 mg/kg BB) untuk tiap g% penurunan
kadar Hb dibawah normal. 

Iron dekstran mengandung Fe 50 mg/ml, diberikan secara intramuskuler mula-mula 50 mg,


kemudian 100-250 mg tiap 1-2 hari sampai dosis total sesuai perhitungan. Dapat pula diberikan
intravena, mula-mula 0,5 ml sebagai dosis percobaan. Bila dalam 3-5 menit tidak menimbulkan
reaksi, boleh diberikan 250-500 mg.
BAB III

PENUTUP
A.    Kesimpulan
Anemia adalah turunnya kadar sel darah merah atau hemoglobin dalam darah
(Anonim).anemia dapat diketahuui dengan adanya pemerisaan darah lengkap laboratorium.
Pemeriksaan darah lengkap adalah pemeriksaan yang dilakukan pada darah manusia dengan
menghitung seluruh komponen pembentuk darah. Banyak cara penangan yang dilakukan untuk
mengatasi penyakit ini salah satunya adalah pemberian fe, dan lain-lain.

B.     Saran
Karena kesehatan adalah nikmat yang paling berharga yang diberikan oleh Tuhan Maha
Esa, maka dari itu keseharan perlu di pelihara, dan diertahankan. Sebelum mengobati lebih baik
mencegah.
DAFTAR PUSTAKA
www.internetexplorer..com
www.kamusbesarbahasaindonesia.com
Artikel anemia/24 Nopember,2011/ blogspot
Buku penyakit anemia /24 Nopember,2011
Arif Mansjoer. dkk, 2001. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta, Media Aes Cv Lapius FKUI.
Marlyn E. Doenges, 2001. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC.

Anda mungkin juga menyukai