Rra1b109016 781

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 14

1

ARTIKEL ILMIAH

KEMAMPUAN MENULIS CERPEN SISWA KELAS X 1 SMA PGRI 2 KOTA


JAMBI TAHUN AJARAN 2013/2014

Oleh:
Levita Rachmawati
RRA1B109016

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS JAMBI
DESEMBER 2013
2

I. PENDAHULUAN

Pembelajaran sastra di sekolah khususnya tingkat SMA, terdapat materi tentang


menulis cerpen. Akan tetapi, tidak semua siswa yang mempelajari materi menulis cerpen
berhasil menguasainya dan mencapai KKM mata pelajaran Bahasa Indonesia yaitu 75.
Hal itu dikarenakan siswa masih kurang mengerti dan memahami materi menulis cerpen.
Kesulitan yang sering dialami oleh siswa salah satunya dalam menulis cerpen , karena
proses tersebut menggunakan penalaran sehingga siswa merasa kesulitan terhadap proses
pembelajaran materi tersebut.
Selain itu, banyak juga faktor-faktor lain yang juga berpengaruh terhadap proses
pembelajaran materi tersebut. Di antaranya kondisi pendidik, dan penjabaran materi itu
sendiri dalam pembelajaran di kelas. Faktor-faktor tersebut menjadi sangat berberperan
dalan keberhasilan proses pembelajaran di kelas, terutama pembelajaran dengan
kompetensi menulis, seperti kemampuan menulis cerpen.
Penguasaan terhadap suatu teknik menulis cerpen akan sangat membantu
seseorang untuk memahami dan mengetahui cara penulisan cerpen dengan baik. Dalam
mempelajari cerpen terutama kegiatan menulis cerpen, memang sering kali menemui
hambatan. Hambatan-hambatan itu sering muncul karena kurangnya pengetahuan dalam
teknik menulis cerpen dari guru maupun siswanya.
Salah satu kendala yang sering muncul dalam pembelajaran cerpen di sekolah,
yaitu kurangnya pengetahuan dalam menuliskan cerpen, dalam penelitian ini akan
diuraikan dengan satu alternatif yaitu melihat kemampuan siswa dalam menulis cerpen.
Tarigan (2008: 186) menegaskan bahwa pembelajaran mengarang belum terlaksana dengan
baik di sekolah. Karena hanya terletak pada cara guru mengajar. Umumnya kurang variasi,
kurang merangsang, dan kurang pula dalam frekuensi. Pembahasan karangan siswa kurang
dilaksanakan guru.
Setelah peneliti melakukan observasi awal ke lapangan peneliti menemukan
beberapa tulisan cerpen siswa kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi yang belum memenuhi
beberapa aspek terdapat dalam sebuah tulisan cerita pendek yang baik. Sebagian besar
dari mereka kurang begitu memahami apa itu unsur-unsur pembangun cerpen mempunyai
peranan yang penting dalam penulisan sebuah cerpen yang baik. Untuk lebih mendasari
lagi menemukan kemampuan siswa dalam menulis cerpen maka dari itu peneliti tertarik
untuk meneliti tentang bagaimana Kemampuan Menulis Cerita Pendek Siswa Kelas X 1
3

SMA PGRI 2 Kota Jambi dalam menulis cerpen dengan memperhatikan unsur-unsur
pembangun cerpen.
penelitian ini diharapkan akan membantu pembelajaran cerpen di sekolah. Maka
dari itu, peneliti menfokuskan penelitian ini dengan judul “Kemampuan menulis cerpen
siswa kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi.

II. KAJIAN PUSTAKA

Hakikat Kemampuan
Menurut Alwi (2002: 707) bahwa kemampuan (ability) dimaksudkan sebagai
kesanggupan (capasity), kecakapan dan kekuatan seseorang untuk melaksanakan
pekerjaannya. Kemampuan mengandung berbagai unsur seperti keterampilan manual dan
intelektual, bahkan sampai kepada sifat-sifat pribadi yang dimiliki. Unsur-unsur ini juga
mencerminkan pendidikan, latihan dan pengalaman yang dituntut sesuai rincian kerja.
Kemampuan sesungguhnya merupakan suatu unsur pelaksanaan kerja yang diperlukan
untuk memungkinkan para karyawan bekerja dengan cara tertentu.
Menurut Gitosudarmo dan Sudita (2008: 26) pencapaian prestasi berkaitan dengan
kemampuan menyelesaikan tujuan yang menantang (challenging goal). Sebagian orang
menyenangi tujuan-tujuan yang menantang (tujuan yang cukup berat tetapi masih
mungkin dicapai), dan sebagian lagi menyenangi tujuan yang moderat maupun rendah.
Kemampuan seseorang diperlukan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ini berarti
bahwa dalam menyelesaikan suatu pekerjaan selalu masih tersedia suatu tingkatan
kemampuan yang belum dipergunakan oleh seseorang.
Pengertian Menulis
Tarigan (2008: 21) menyatakan bahwa menulis adalah menurunkan atau
melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami
oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut
kalau mereka memahami bahasa grafik itu. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
menulis adalah suatu kegiatan yang menggambarkan suatu pikiran ataupun ide-ide
melalui lambang-lambang ataupun grafik.
Widyamartaya (2002: 5) menyatakan bahwa mengarang atau menulis adalah kegiatan
yang kompleks. Mengarang dapat kita pahami sebagai suatu rangkaian kegiatan seseorang
mengungkakan gagasan dan menyampaikannya melalui bahasa tulis kepada pembaca untuk
dipahami tepat seperti yang dimasudkan pengarang.
4

Fungsi Menulis
Fungsi menulis menurut Tarigan (2008: 22) adalah
1) Menulis sangat penting bagi pendidikan karena memudahkan para pelajar berpikir.
2) Dapat menolong penulis untuk berpikir secara kritis
3) Dapat memudahkan penulis untuk dapat merasakan dan menikmati hubungan-
hubungan, memperdalam daya tanggap atau persepsi, memecahkan masalah yang
dihadapi, dan menyusun urutan bagi pengalaman.
4) Menulis dapat membantu penulis untuk menjelaskan pikiran-pikiran.

Pendeskripsian tujuan menulis menurut Hugo Hartig (dalam Tarigan 2008: 24-25)
adalah sebagai berikut.
1) Assigment purpose (tujuan penugasan)
Tujuan penugasan ini sebenarnya tidak mempunyai tujuan sama sekali. Penulis
menulis sesuatu karena ditugaskan, bukan atas kemauan sendiri (misalnya para siswa
yang diberi tugas merangkum buku)
2) Altruistik purpose (tujuan altruistik)
Menulis bertujuan untuk menyenangkan para pembaca, menghindarkan kedukaan
para pembaca, menolong pembaca, memahami, menghargai perasaan dan penalaranya.
3) Persuasive purpose (tujuan persuasif)
Tulisan yang bertujuan meyakinkan para pembaca akan kebenaran gagasan yang
diutarakan.
4) Informational purpose (tujuan informasional, tujuan penerangan)
Tulisan yang bertujuan memberi informasi atau keterangan atau penerangan
kepada para pembaca.
5) Self expresive purpose (tujuan pernyataan diri)
Tulisan yang bertujuan memperkenalkan atau menyatakan diri sang pengarang
kepada para pembaca.
6) Creative purpose (tujuan kreatif)
Tulisan yang bertujuan mencapai nilai-nilai artistik kesenian.
7) Problem solving purpose (tujuan pemecahan masalah)
Penulis ingin menjelaskan, menjernihkan serta menjelajahi serta meneliti secara
cermat pikira-pikiran dan gagasan-gagasan sendiri agar dapat dimengerti dan diterima
oleh para pembaca.
5

Hakikat Cerpen
Dalam sastra dikenal dengan tiga macam bentuk, yaitu puisi, prosa, dan drama.
Bentuk prosa terdiri dari bermacam-macam jenis, salah satu prosa adalah cerpen. Sesuai
dengan namanya cerpen adalah cerita pendek, tetapi panjang pendek ukuran fisiknya
tidak jadi ukuran mutlak. Tidak ditentukan cerpen harus sekian halaman atau sekian kata,
walaupun cerpen mempunyai kecenderungan untuk berukuran pendek.
Tarigan (2008: 170-171) mengatakan bahwa panjang cerita pendek kurang lebih
sepuluh ribu kata, tiga puluh halaman folio, dibaca dalam 10-30 menit, mempunyai
impresi tunggal, seleksi sangat ketat dan kelanjutan cerita sangat cepat. Pendapat tersebut
menunjukkan bahwa cerpen dapat dibaca dalam sekali duduk.
Wiyanto (2005:96) mengemukakan bahwa menulis cerpen harus banyak
berkhayal karena cerpen memang karya fiksi yang berbentuk prosa. Peristiwa yang terjadi
dalam cerpen hanya direkayasa pengarangnya. Demikian pula para pelaku yang terlibat
dalam peristiwa itu. Waktu, tempat, dan suasana terjadinya peristiwa pun hanya direka-
reka oleh pengarangnya. Oleh karena itu, cerpen (dan semua cerita fiksi) disebut cerita
rekaan.

Unsur-Unsur Cerpen
Tema
Yaitu gagasan inti. Dalam sebuah cerpen, tema bisa disamakan dengan pondasi
sebuah bangunan. Tidaklah mungkin mendirikan sebuah bangunan tanpa pondasi.
Dengan kata lain tema adalah sebuah ide pokok, pikiran utama sebuah cerpen; pesan
atau amanat. Dasar tolak untuk membentuk rangkaian cerita; dasar tolak untuk bercerita.

Tidak mungkin sebuah cerita tidak mempunyai ide pokok. Yaitu sesuatu yang
hendak disampaikan pengarang kepada para pembacanya. Sesuatu itu biasanya adalah
masalah kehidupan, komentar pengarang mengenai kehidupan atau pandangan hidup si
pengarang dalam menempuh kehidupan luas ini. Pengarang tidak dituntut menjelaskan
temanya secara gamblang dan final, tetapi ia bisa saja hanya menyampaikan sebuah
masalah kehidupan dan akhirnya terserah pembaca untuk menyikapi dan
menyelesaikannya.
6

Alur atau Plot

Yaitu rangkaian peristiwa yang menggerakkan cerita untuk mencapai efek


tertentu. Banyak anggapan keliru mengenai plot. Sementara orang menganggap plot
adalah jalan cerita.

Dalam pengertian umum, plot adalah suatu permufakatan atau rancangan rahasia
guna mencapai tujuan tertentu. Rancangan tentang tujuan itu bukanlah plot, akan tetapi
semua aktivitas untuk mencapai yang diinginkan itulah plot.

Penokohan

Rofi’udin, (1999: 151) menyatakan tokoh-tokoh dalam suatu cerita fiksi adalah
individu rekaan. Artinya, tokoh-tokoh itu adalah ciptaan pengarangnya. Walaupun tokoh-
tokoh hanya ciptaan pengarang tokoh harus tampak hidup dan nyata hingga pembaca
merasakan kehadirannya. Dalam cerpen modern, berhasil tidaknya sebuah cerpen
ditentukan oleh berhasil tidaknya menciptakan citra, watak dan karakter tokoh tersebut.
Penokohan, yang didalamnya ada perwatakkan sangat penting bagi sebuah cerita, bisa
dikatakan ia sebagai mata air kekuatan sebuah cerita pendek.

Latar atau Setting

Yaitu segala keterangan mengenai waktu, ruang dan suasana dalam suatu cerita.
Pada dasarnya, latar mutlak dibutuhkan untuk menggarap tema dan plot cerita, karena
latar harus bersatu dengan teman dan plot untuk menghasilkan cerita pendek yang
gempal, padat, dan berkualitas. Kalau latar bisa dipindahkan ke mana saja, berarti latar
tidak integral dengan tema dan plot.

Sudut Pandang

Diantara elemen yang tidak bisa ditinggalkan dalam membangun cerita pendek
adalah sudah pandangan tokoh yang dibangun sang pengarang. Sudut pandangan tokoh
ini merupakan visi pengarang yang dijelmakan ke dalam pandangan tokoh-tokoh
bercerita. Jadi sudut pangan ini sangat erat dengan teknik bercerita.
7

Sudut pandangan ini ada beberapa jenis, tetapi yang umum adalah:

1. Sudut pandangan orang pertama. Lazim disebut point of view orang pertama.
Pengarang menggunakan sudut pandang “aku” atau “saya”. Di sini yang harus
diperhatikan adalah pengarang harus netral dengan “aku” dan “saya”nya.
2. Sudut pandang orang ketiga, biasanya pengarang menggunakan tokoh “ia”, atau
“dia”. Atau bisa juga dengan menyebut nama tokohnya; “Aisha”, “Fahri”, dan
“Nurul” misalnya.
3. Sudut pandang campuran, di mana pengarang membaurkan antara pendapat
pengarang dan tokoh-tokohnya. Seluruh kejadian dan aktivitas tokoh diberi
komentar dan tafsiran, sehingga pembaca mendapat gambaran mengenai tokoh
dan kejadian yang diceritakan. Dalam “Sekelumit Nyanyian Sunda” Nasjah
Djamin sangat baik menggunakan teknik ini.
4. Sudut pandangan yang berkuasa. Merupakan teknik yang menggunakan
kekuasaan si pengarang untuk menceritakan sesuatu sebagai pencipta. Sudut
pandangan yang berkuasa ini membuat cerita sangat informatif. Sudut pandanga
ini lebih cocok untuk cerita-cerita bertendens. Para pujangga Balai Pustaka
banyak yang menggunakan teknik ini. Jika tidak hati-hati dan piawai sudut
pandangan berkuasa akan menjadikan cerpen terasa menggurui.

Gaya Bahasa

Menurut Suyitno (2009:42) gaya (gaya bahasa) merupakan cara pengungkapan


seorang yang khas bagi seorang pengarang. Gaya meliputi penggunaan diksi (pilihan
kata), imajeri (citraan), dan sintaksis (pilihan pola kalimat).

Amanat
Amanat (pesan) ialah sesuatu yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain.
Penyampaian amanat (pesan) dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu cara lisan dan cara
tulisan. Cara pertama, penyampai amanat langsung berhadapan dengan penerima sebagai
lawan bicara atau pendengar, sedangkan cara kedua, penyampai amanat tidak berhadapan
langsung dengan penerima, tetapi menggunkan perantara/alat bantu ; dapat berupa cerita,
buku (fiksi dan nonfiksi).
8

Langkah-Langkah Menulis Cerpen


Kiat menulis cerita pendek dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Judul dan paragraf pertama harus memiliki daya tarik karena keduanya
adalah”etalase” sebuah cerpen.
2. Mempertimbangkan pembaca dengan membuat tema yang baru, sega, unik, menarik,
dan menyentuh rasa kemanusian.
3. Menggali suasana dengan menciptakan lata yang unik ,yaitu menciptakan suasana
dengan dialok yang diolah dengan imajinasi sehingga dialog menjadi hidup, seakan-
akan suatu peristiwa betul-betul terjadi.
4. Kalimat ditulis dengan kalimat efektif, yaitu kalimat yang berdaya guna yang
langsung memberikan kesan kepada pembaca.
5. Cerpen perlu ditambahkan bumbu sebagai penghidup suasana. Bumbu dapat berupa
unsur seks, kelucuan dan humor yang segar.
6. Dalam cerpen, perlu ada tokoh. Karakter tokoh dijelaskan melalui tindak tanduknya.
7. Dalam sebuah cerpen, hanya ada satu persoalan pokok yang dinamakan fokus.
Persoalan cerita terfokus ke dalam suatu persoalan pokok atau masalah pokok.
8. Cepen harus diakhiri ketika persoalan sudah dianggap selesai.
9. Penulisan cerpen harus melelui tahap penyuntingan. Penyuntingan berarti proses
membenahi pekerjaan yang baru saja selesai. Penyuntingan juga memeriksa
kesalahan kata, ejaan, kalimat, dan paragraf.
10. Cerpen harus diberi judul yang menarik karena judul merupakan daya tarik bagi
pembaca.

Deskriptor dalam Menulis Cerpen


Deskriptor menulis cerita pendek menurut Thahar, (2008: 35) sebagai berikut:
1. Pemilihan dan pengemas tema
Tema yang diangkat merupakan masalah makna kehidupan, bersifat
universal, tema yang diangkat mampu membangkitkan reaksi emosi bagi
pembaca, dan mampu menyampaikan temanya secara tidak langsung atau pulgar .
2. Penggunaan alur atau plot
Alur yang digunakan konsisten, alurnya masuk akal, sangat memberikan
kejutan, dan adanya keutuhan dari keseluruhan cerita yang dibangun
3. Penggambaran tokoh dan penokohan
9

Jika tokoh dan penokohan mengandung unsur kewajaran, mengandung


aspek imajinasi, serta mampu menggambarkan watak tokoh secara komplek dan
disampaikan secara dramatik
4. Mendekripsikan latar (seting)
Jika latarnya membuat cerita lebih logis, dapat menggerakan perasaan atau
emosi pembaca, mampu menceriakan mood atau perasaan pembaca, dan mampu
menggunakan latar sebagai tempat untuk mengungkapkan nilai-nilai
5. Penggunaan sudut pandang
Sudut pandang yang dipilih mampu melebur atau menggabungkan tema
dengan fakta cerita, mampu menyeleksi kejadian-kejadian yang disajikan, mampu
mengarahkan pembaca dan mengikuti cerita yang disajikan, dan mampu
menyadarkan pembaca tentang siapa yang sedang dipaparkan.
6. Penggunaan gaya bahasa
Mampu memilih kata dan penggunaan kalimat yang baik, mampu
menyuguhkan dialog yang indah, terampil menggambarkan detail dan mampu
memandang persoalan secara bijak dan logis.
7. Kemampuan mengemas amanat
Mampu menyimpan amanat dalam keseluruhan isi cerpen, amanat yang
disampaikan mengandung ajaran moral didaktis

III. METODOLOGI PENELITIAN

Pendekatan dan Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Dalam
penelitian ini peneliti bertujuan untuk menggambarkan secara objektif tentang
kemampuan siswa dalam menulis cerpen. Data tersebut akan diolah melalui koreksi,
skorsing, penilaian, dan pencarian rata-rata kemampuan siswa menulis cerpen.

Subjek Penelitian
Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X 1 SMA PGRI
2 Kota Jambi yang berjumlah 33 siswa.

Data dan Sumber Data


Data yang diperlukan dalam penelitian ini adalah kemampuan siswa menulis
cerita pendek siswa kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi Tahun ajaran 2013/2014.
10

Sumber data dalam penelitian ini adalah hasil dari tulisan cerita pendek siswa
kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi Tahun ajaran 2013/2014.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini siswa diberi tugas menulis cerpen dengan waktu 2 X 40
menit (1 X Pertemuan) dengan teknik pengumpulan data sebagai berikut:
1. Peneliti memberi tugas berupa tes unjuk kerja, yaitu memberi perintah menuliskan
cerpen.
2. Siswa mengumpulkan tugasnya.
3. Setelah tugas menuliskan cerpen yang dikerjakan oleh siswa terkumpul peneliti
menfotocopy karangan tersebut kemudian menyerahkan 1 eksemplar kepada peneliti 2
untuk dikoreksi berdasarkan kreteria penilaian

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui kemampuan menulis cerpen siswa
kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi berpredikat sangat baik/sangat mampu. Hal ini
diketahui dari hasil pengolahan data kemampuan menulis cerpen. Adapun penentu
kemampuan menulis cerpen terdiri dari unsur-unsur cerpen yaitu pemilihan tema,
penggunaan alur atau plot, penggambaran tokoh dan penokohan, mendekripsikan latar
(seting), penggunaan sudut pandang, penggunaan gaya bahasa, amanat.
Dari hasil pengolahan data tersebut, dapat diketahui kemampuan menulis cerpen
siswa kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi berkualitas sangat baik/sangat mampu. Hal ini
terbukti dengan diperolehnya rata-rata nilai dari penilai 1 dan penilai 2 sebesar 86,04.
nilai tersebut dilihat dari tabel interval nilai yang berada pada interval 85 - 100%. Interval
nilai tersebut menurut tabel konversi nilai itu berkualita sangat baik/sangat mampu.
Secara rinci nilai itu tersebut diperoleh dari unsur-unsur cerpen yaitu pemilihan tema
dengan rata-rata nilai 297 berpredikat sangat baik/ sangat mampu, penggunaan alur atau
plot dengan rata-rata nilai 256,25 berpredikat baik/ mampu, penggambaran tokoh dan
penokohan dengan rata-rata nilai 298 berpredikat sangat baik/ sangat mampu,
mendekripsikan latar (seting) dengan rata-rata nilai 266,25 berpredikat baik/ mampu,
penggunaan sudut pandang dengan rata-rata nilai 270 berpredikat baik/ mampu,
penggunaan gaya bahasa dengan rata-rata nilai 301 berpredikat sangat baik/ sangat
mampu, amanat dengan rata-rata nilai 299 berpredikat sangat baik/ sangat mampu.
11

Dilihat dari hasil persentase, kemampuan menulis cerpen siswa kelas X 1 SMA
PGRI 2 Kota Jambi dalam hal penerapan unsur-unsur cerpen yaitu pemilihan tema
memperoleh nilai 90, berada pada frekuensi nilai 85 – 100%. 23 siswa sangat baik/sangat
mampu, 10 siswa baik/mampu. Penggunaan alur atau plot memperoleh nilai 77.65,
berada pada frekuensi nilai 75 – 84%. 13 siswa sangat baik/sangat mampu, 20 siswa
baik/mampu. Penggambaran tokoh dan penokohan memperoleh nilai 90,30, berada pada
frekuensi nilai 85 – 100%. 22 siswa sangat baik/sangat mampu, 11 siswa baik/mampu.
Mendekripsikan latar (seting) memperoleh nilai 80,68, berada pada frekuensi nilai 75 –
84%. 11 siswa sangat baik/sangat mampu, 22 siswa baik/mampu, 1 cukup baik/cukup
mampu. Penggunaan sudut pandang memperoleh nilai 81,81, berada pada frekuensi nilai
75 – 84%. 11 siswa sangat baik/sangat mampu, 21 siswa baik/mampu, 1 cukup
baik/cukup mampu. Penggunaan gaya bahasa memperoleh nilai 91,21, berada pada
frekuensi nilai 85 – 100%. 9 siswa sangat baik/sangat mampu, 24 siswa baik/mampu.
Amanat memperoleh nilai 90,60, berada pada frekuensi nilai 85 – 100%. 10 siswa sangat
baik/sangat mampu, 23 siswa baik/mampu.
Ketentuan nilai mampu diberikan kepada siswa yang mampu menulis cerpen yng
memenuhi deskriptor penilaian menerapkan unsur-unsur cerpen yaitu pemilihan tema,
penggunaan alur atau plot, penggambaran tokoh dan penokohan, mendekripsikan latar
(seting), penggunaan sudut pandang, penggunaan gaya bahasa, amanat. Dalam penerapan
tema yang diangkat merupakan masalah makna kehidupan, bersifat universal, tema yang
diangkat mampu membangkitkan reaksi emosi bagi pembaca, dan mampu menyampaikan
temanya secara tidak langsung. Pada penggunaan alur atau plot, alur yang digunakan
konsisten, alurnya masuk akal, sangat memberikan kejutan, dan adanya keutuhan dari
keseluruhan cerita yang dibangun. kemudian penggambaran tokoh dan penokohan, jika
tokoh dan penokohan mengandung unsur kewajaran, mengandung aspek imajinasi, serta
mampu menggambarkan watak tokoh secara komplek dan disampaikan secara dramatik.
Selanjutnya, mendekripsikan latar (seting), jika latarnya membuat cerita lebih logis, dapat
menggerakan perasaan atau emosi pembaca, mampu menceritakan mood atau perasaan
pembaca, dan mampu menggunakan latar sebagai tempat untuk mengungkapkan nilai-
nilai. Pada penggunaan sudut pandang, sudut pandang yang dipilih mampu melebur atau
menggabungkan tema dengan fakta cerita, mampu menyeleksi kejadian-kejadian yang
disajikan, mampu mengarahkan pembaca dan mengikuti cerita yang disajikan, dan
mampu menyadarkan pembaca tentang siapa yang sedang dipaparkan. Penggunaan gaya
bahasa, mampu memilih kata dan penggunaan kalimat yang baik, mampu menyuguhkan
12

dialog yang indah, terampil menggambarkan detail dan mampu memandang persoalan
secara bijak dan logis. Terakhir kemampuan mengemas amanat, mampu menyimpan
amanat dalam keseluruhan isi cerpen, amanat yang disampaikan mengandung ajaran
moral didaktis.
Dari tujuh unsur di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat satu unsur yang paling
rendah kemampuan siswa dalam menulis cerpen yaitu dalam mendekripsikan alur atau
plot. Mendekripsikan alur atau plot memperoleh nilai 77,65, berada pada frekuensi nilai
75 – 84%.

V. Kesimpulan dan saran


kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kemampuan menulis
cerpen siswa kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi dapat dikategorikan sangat baik. Hal ini
terindikasikan dari rata-rata nilai sebesar 86,04. Hal ini berarti siswa memiliki
kemampuan yang menonjol dalam menulis cerpen.

Saran

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, penulis mengemukakan saran-saran


yang dapat dijadikan bahan pertimbangan. Saran tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Bagi Guru bahasa Indonesia di SMA PGRI 2 Kota Jambi perlu


meningkatkan pembelajaran menulis cerpen berdasarkan unsur
pembangun cerpen.
2. Bagi peneliti lain yang akan meneliti cerpen dpat memanfaatkan skripsi ini
sabagai bahan rujukan, dan dapat meneliti tentang unsur-unsur cerpen.
3. Bagi Guru bahasa Indonesia kelas X 1 SMA PGRI 2 Kota Jambi perlu
meningkatkan unsur alur atau plot karena kita lihat pada bab IV terdapat
siswa mengemas alur atau plot masih rendah walaupun frekuensi
kemampuannya sangat baik/sangat mampu.
13

DAFTAR RUJUKAN

Ali, M. 1993. Penelitian Pendidikan Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.


Alwi, Hasan, 2002. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Departemen
Pendidikan Nasional.
Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta:
Rineka Cipta.
Djiwandono. 2002. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Budiningsih, Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: PT. Aneka
Cipta.
Budiyono, Herman. 2005. Menulis Secara Sistematis dan Terarah. Jambi:
Departemen Pendidikan Universitas Jambi.
Darmadi. 1996. Pengantar Teori Saatra. Jakarta: PT. Grasindo.
Hadi, 2010. Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas VII SMP Negeri 5
Kota Jambi . Skripsi UNJA: Jambi.
Kementerian dan Kebudayaan. 2013. Bahasa Indonesia Wahana
Pengetahuan untuk SMP/MTS Kelas VII. Jakarta: Politeknik
Negeri Media Kreatif.
Khairunisa, 2013. Kemampuan Menulis Cerpen Siswa Kelas IX F SMP
Negeri 24 Kota Jambi . Skripsi UNJA: Jambi.
Komalasari, Desi. 2002. Yuk, Menulis Esai. Tangerang: TPC Publisher.
Nurgiyantoro, Burhan. 2007. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Nurgiantoro, B. 1987. Penilaian Dalam Pengajaran Bahasa dan Sastra
Indonesia. Jogjakarta: BPFE.
Parida. 2009. Pembelajaran Menulis. Jurnal Ilmiah. Yogyakarta: Universitas
Negeri Yogyakarta.
Rofi’udin, Ahmad. 1999. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Kelas
Tinggi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi.
Riayanti, Yatim. 2011. Metodologi Penelitian Pendidikan. Surabaya: SIC.
Siswanto. 2008. Pengantar Teori Sastra. Jakarta: PT.Grasindo.
Sudita. 2008. Kiat Menulis Cerita Pendek. Bandung: Angkasa.
14

Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi


Angkasa.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2010. Metode Penelitian Pendidikan.
Bandung: PT. Remaja Kosdakarya.
Suyitno. 2009. Apresiasi Puisi dan Prosa. Surakarta: Lembaga
Pengembangan Pendidikan (LLP) UNS.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa.


Bandung: Angkasa.
Thahar, Harris effendi. 2009. Kiat Menulis Cerita Pendek. Bandung:
Angkasa.

Widyamartaya, A. 2002. Seni Menuangkan Gagasan. Yogyakarta: Kanisius.


Wiyanto, Asul. 2005. Kesastraan Sekolah Penunjang Pembelajaran Bahasa
Indonesia SMP dan SMA. Jakarta: Grasindo
Yudiyono. 2009. Pengkajian Kritik Sastra Indonesia. Jakarta: PT. Grasindo.

Anda mungkin juga menyukai