Anda di halaman 1dari 8

LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA

MAJELIS ULAMA INDONESIA


(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

I. Tujuan:
1.1. Menjadi pedoman kegiatan dan penilaian audit pencapaian penerapan Sistem Jaminan
Halal dalam proses sertifikasi halal
1.2. Menjadi pedoman perusahaan dalam mempersiapkan untuk mendapatkan sertifikat
halal dari MUI
1.3. Menjadi pedoman perusahaan dalam mempertahankan sertifikat halal MUI yang telah
diperolehnya.

II. Ruang Lingkup :


Ruang lingkup persyaratan Sistem Jaminan Halal meliputi :
2.1. Manual SJH
2.2. Komitmen Manajemen Puncak
2.3. Organisasi Manajemen Halal
2.4. Panduan Halal
2.5. Administrasi dan Dokumentasi
2.6. Komunikasi
2.7. Prosedur Operasional Standar
2.8. Audit Internal
2.9. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan
2.10. Kaji Ulang Manajemen

III. Definisi :
3.1. Sistem Jaminan Halal (SJH) adalah suatu jaringan kerja dimulai dari komitmen
manajemen puncak dan prosedur-prosedur yang disusun saling berhubungan,
diterapkan dan dipelihara untuk menghasilkan produk halal, menghindari
kontaminasi terhadap produk halal dan menjamin tidak adanya penyimpangan pada
proses pengembangan produk atau reformulasi atau maklon.
3.2. Jasa maklon adalah semua pemberian jasa dalam rangka proses penyelesaian suatu
barang tertentu yang proses pengerjaannya dilakukan oleh pihak pemberi jasa
(disubkontrakkan), sedangkan spesifikasi, bahan baku, barang setengah jadi, bahan

1
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

penolong/pembantu yang akan diproses sebahagian atau seluruhnya disediakan oleh


pengguna jasa, dan kepemilikan atas barang jadi berada pada pengguna jasa.
Transaksi maklon dilakukan oleh dua pihak, yaitu Pengguna Jasa (pemilik barang)
dan Pihak Pemberi Jasa (subkontraktor). Dengan kata lain, suatu pemberian jasa
dapat dikatakan jasa maklon apabila memenuhi persyaratan : (i) Spesifikasi barang
ditentukan oleh pemilik barang/pengguna jasa dan (ii) Sebagian atau seluruh barang
disediakan dan dimiliki pengguna jasa. (Sumber : Ensiklopedia Pajak)
3.3. Halal Assurance Point (HAP) adalah suatu tahapan dalam operasional perusahaan
dimana jika tahapan tersebut dikontrol dan dimonitor maka diharapkan dapat
mencegah terjadinya masalah yang berkaitan dengan kehalalan produk.
3.4. Business Process atau Proses bisnis adalah suatu kumpulan pekerjaan yang saling
terkait untuk menyelesaikan suatu masalah tertentu.
3.5. Standard Operating Procedure atau Prosedur Operasi Standar adalah satu set perintah
kerja atau langkah-langkah yg harus diikuti untuk menjalankan suatu pekerjaan
dengan berpedoman pada tujuan yg harus dicapai.

IV. Referensi :
4.1. Persyaratan Umum Memperoleh Sertifikat Halal
4.2. SK Direktur LPPOM MUI tentang SJH menjadi persyaratan dalam proses sertifikasi
halal.
4.3. Manual SJH standar adalah dokumentasi SJH perusahaan yang telah lengkap
memenuhi seluruh persyaratan SJH dan telah disesuaikan dengan lingkup bisnis
proses perusahaan

V. Persyaratan :
5.1. Manual SJH
5.1.1. SJH perusahaan didokumentasikan dalam bentuk Manual SJH.
5.1.2. Manual SJH harus didokumentasikan secara terpisah dari manual sistem yang
lain sedangkan prosedur, instruksi kerja dan form dapat diintegrasikan dengan
sistem mutu yang lain.

2
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

5.2. Komitmen Manajemen Puncak


5.2.1. Manajemen Puncak harus menetapkan kebijakan halal yang menjadi dasar
bagi penyusunan dan penerapan sistem jaminan halal.
5.2.2. Manajemen Puncak harus mensosialisasikan dan mengkomunikasikan
kebijakan kepada seluruh pemangku kepentingan (stake holder) perusahaan.
5.2.3. Manajemen Puncak harus menyusun, mengelola, mengevaluasi dan
mengkoordinasikan agar sistem jaminan halal berjalan dengan efektif.
5.2.4. Manajemen Puncak harus menyediakan sumberdaya yang diperlukan untuk
penyusunan, penerapan dan perbaikan berkelanjutan sistem jaminan halal.
5.2.5. Manajemen Puncak akan mengidentifikasi kebutuhan kompetensi sumber
daya manusia, pelatihan dan infrastruktur.
5.2.6. Manajemen Puncak harus melakukan review efektifitas pelaksanaan sistem
jaminan halal.

5.3. Organisasi Manajemen Halal


5.3.1. Tugas Umum :
a. Mengidentifikasi dan mengendalikan titik kritis bahan, proses dan
HAP sebagai panduan halal dalam penerapan SJH.
b. Mempersiapkan (set-up) penerapan SJH
c. Mendokumentasikan SJH dalam bentuk Manual SJH
d. Mengkoordinasikan penerapan SJH
e. Melakukan audit internal penerapan SJH
f. Membuat laporan penerapan SJH
g. Melakukan komunikasi dengan pihak LPPOM MUI
5.3.2. Struktur Organisasi
a. Struktur organisasi manajemen halal diketuai seorang manajemen
puncak dan dapat memiliki anggota sesuai kebutuhan organisasi dalam
menerapkan SJH yang efektif.

3
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

b. Manajemen puncak dapat berfungsi sebagai koordinator auditor halal


internal perusahaan atau dapat menunjuk seorang koordinator auditor
halal internal dalam mengkoordinasikan penerapan SJH.
c. Anggota organisasi manajemen halal terdiri personal dari bagian yang
terkait dengan penerapan SJH
d. Anggota organisasi manajemen halal memiliki tugas, tanggungjawab
dan wewenang yang jelas dan dimengerti oleh semua pihak yang
terlibat.
5.3.3. Kualifikasi Personal
a. Ketua Manajemen Halal
a.1. Pemilik atau Karyawan tetap
a.2. Seorang muslim yang mengerti dan menjalankan syariat Islam
atau jika tidak memungkinkan atas persetujuan LPPOM dapat
seorang non muslim yang mengerti ketentuan halal dan haram
dalam Islam.
a.3. Berada dalam lingkup Organisasi Manajemen Halal,
bertanggungjawab kepada manajemen puncak dan membawahi
departemen teknis yang terkait dengan proses produksi halal
a.4. Memahami SJH sehingga mampu memahami dengan baik titik
kritis keharaman bahan dan proses produksi serta HAP.
a.5. Memiliki kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang
diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan
perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian
produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan
yang ditetapkan LPPOM MUI.
b. Koordinator Auditor Halal Internal (KAHI)
b.1. Karyawan tetap
b.2. Berasal dari bagian yang terlibat dalam proses produksi secara
umum seperti bagian QA/QC, R&D, Purchasing, Produksi dan
Pergudangan

4
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

b.3. Ketua Auditor Halal Internal adalah seorang muslim yang


mengerti dan menjalankan syariat Islam
b.4. Berada dalam lingkup Organisasi Manajemen Halal,
bertanggungjawab kepada Manajemen Puncak.
b.5. Memahami SJH sehingga memahami titik kritis keharaman
bahan dan proses produksi serta HAP.
b.6. Diangkat melalui surat keputusan pimpinan perusahaan dan
diberi kewenangan penuh untuk melakukan tindakan yang
diperlukan dalam melaksanakan SJH termasuk tindakan
perbaikan terhadap kesalahan sampai pada penghentian
produksi atau penolakan bahan baku, sesuai dengan aturan
yang ditetapkan LPPOM MUI
c. Anggota
c.1. Dibentuk untuk membantu tugas Koordinator AHI dan
diangkat secara resmi dgn SK manajemen.
c.2. Personil dari departemen teknis yg terlibat dalam proses
produksi halal
c.3. Ditunjuk dengan memperhatikan persyaratan kompetensi yang
dibutuhkan (pendidikan, pelatihan, ketrampilan dan
pengalaman) dalam penerapan SJH.

5.4. Panduan Halal


5.4.1. Organisasi Manajemen Halal harus mampu menyusun Panduan Halal yang
berfungsi sebagai pengetahuan dan pedoman perusahaan dalam menerapkan
SJH
5.4.2. Panduan Halal terdiri dari rujukan halal haram berdasarkan sumber hukum
Islam, daftar bahan yang telah disetujui LPPOM MUI, hasil penetapan titik
kritis keharaman bahan yang digunakan, dan proses produksi yang dijalankan
serta HAP dalam penerapan SJH

5
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

5.5. Administrasi dan Dokumentasi


5.5.1. Administrasi
Manajemen mampu mendisain suatu sistem administrasi terintegrasi yang
mampu telusur (traceable) dari setiap bagian yang diperlukan dalam penerapan
SJH.
5.5.2. Dokumentasi
Manajemen mampu menyusun dokumen yang diperlukan sebagai bukti
kesesuaian penerapan SJH dengan persyaratan SJH. Dokumen ini harus
mudah ditunjukkan dan mampu telusur (traceable).

5.6. Komunikasi
5.6.1. Manajemen harus memastikan mekanisme komunikasi internal dan eksternal
yang yang efektif dalam rangka menjamin efektifitas penerapan sistem
jaminan halal.
Catatan :
a. Komunikasi internal adalah mekanisme komunikasi di internal
perusahaan.
b. Komunikasi eksternal adalah mekanisme komunikasi dengan pihak
luar perusahaan seperti LPPOM MUI, pemasok atau pihak-pihak
lainnya.

5.7. Prosedur Operasional Standar


5.7.1. Organisasi Manajemen Halal harus mampu mengidentifikasi HAP di dalam
sistem produksi dan operasi (business process) perusahaan.
5.7.2. Organisasi Manajemen Halal harus menetapkan Prosedur Operasional Standar
untuk setiap kegiatan dalam perusahaan yang teridentifikasi terdapat HAP.
5.7.3. Prosedur Operasional Standar disusun agar perusahaan dapat mencapai tujuan
penerapan SJH secara konsisten berdasarkan komitmen kebijakan halal.
5.7.4. Untuk efektifikat penerapan SJH, Prosedur Operasional Standar dapat
diturunkan dalam bentuk Instruksi Kerja sesuai bidang yang membutuhkan.

6
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

5.7.5. Rekaman penerapan Prosedur Operasional Standar berupa form-form pada


bidang-bidang yang terkait dengan penerapan SJH.

5.8. Audit Internal


5.8.1. Organisasi Manajemen Halal sekurang-kurangnya setiap 6 bulan melakukan
kegiatan audit internal sebagai bentuk evaluasi internal atas penerapan SJH.
5.8.2. Pelaksanaan audit internal dilakukan oleh organisasi manajemen halal.
5.8.3. Hasil evaluasi audit internal disampaikan kepada LPPOM MUI dalam bentuk
laporan berkala setiap 6 bulan sekali.

5.9. Tindakan Perbaikan dan Pencegahan


5.9.1. Tindakan perbaikan atas penerapan SJH dilakukan jika pada saat dilakukan
audit halal internal ditemukan ketidaksesuaian pelaksanaannya.
5.9.2. Tindakan perbaikan harus dilakukan sesegera mungkin, jika temuan yang
didapatkan berdampak langsung terhadap status kehalalan produk.
5.9.3. Semua bentuk tindakan perbaikan dilakukan oleh perusahaan dengan
dibuatkan berita acara serta laporannya dan terdokumentasikan dengan baik.
5.9.4. Tindakan pencegahan didisain agar mampu mencegah terjadinya
ketidaksesuaian yang berulang.

5.10. Kaji Ulang Manajemen


5.10.1. Kaji ulang manajemen secara menyeluruh atas SJH dilakukan dalam jangka
waktu tertentu, minimal 1 tahun sekali.
5.10.2. Kaji ulang manajemen dilakukan dengan melibatkan seluruh bagian yang
terlibat dalam SJH termasuk manajemen puncak.
5.10.3. Pertemuan kaji ulang dilaporkan dan dibuatkan rekamannya.

VI. Pihak terlibat


Pihak-pihak yang terlibat dalam persyaratan SJH adalah :

7
LEMBAGA PENGKAJIAN PANGAN, OBAT-OBATAN DAN KOSMETIKA
MAJELIS ULAMA INDONESIA
(LPPOM – MUI)
No Dokumen S/SJH-IKM/013/LPPOMMUI
Edisi 01
PERSYARATAN SISTEM JAMINAN HALAL Revisi 00
Berlaku efektif
Halaman

6.1. Pihak Internal


6.1.1. Bidang Auditing LPPOM MUI
6.1.2. Bidang SJH LPPOM MUI
6.1.3. Bidang Sosialisasi LPPOM MUI
6.2. Pihak Eksternal
6.2.1. Perusahaan yang akan mengajukan sertifikasi halal
6.2.2. Perusahaan pemegang sertifikat halal MUI
6.2.3. Masyarakat

VII. Formulir, Blanko dan dokumen yang digunakan


7.3. Form borang audit penerapan SJH
7.4. Form hasil penilaian penerapan SJH
.

Anda mungkin juga menyukai