Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny. E DENGAN


POST OPERASI LAPAROTOMY EKSPLORASI ec ILEUS OBSTUKSI
PARSIAL ec TUMOR KOLON
DI RUANG HCU KEMUNING RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Praktek Profesi Ners


“Keperawatan Gawat Darurat”

Disusun Oleh
Clara Yollanda. R, S.Kep
NIM 4006180011

Pembimbing Klinik/CI

( )

PROGRAM PROFESI NERS


PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
STIKES DHARMA HUSADA BANDUNG
2019
LAPORAN PENDAHULUAN
ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL

I. Definisi

Ileus atau obstruksi usus adalah suatu gangguan (apapun penyebabnya)


aliran normal isi usus sepanjang saluran isi usus. Obstruksi usus dapat akut
dengan kronik, partial atau total. Intestinal obstruction terjadi ketika isi usus
tidak dapat melewati saluran gastrointestinal (Nurarif& Kusuma, 2015).
Menurut Indrayani (2013), ileus adalah gangguan atau hambatan
pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus akut yang segera
membutuhkan pertolongan atau tindakan.
Obstruksi usus mekanis adalah Suatu penyebab fisik menyumbat usus
dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti
pada hernia stragulata atau kronis akibat karsinoma yang melingkari. Misalnya
intususepsi, tumor polipoid, tumor kolon dan neoplasma stenosis, obstruksi
batu empedu, striktura, perlengketan, hernia dan abses (Nurarif& Kusuma,
2015).
Terdapat 4 klasifikasi dari ileus obstruktif, antara lain :
1. Menurut sifat sumbatannya, ileus obstruktif dibagi atas 2 tingkatan, antara
lain :
a. Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di
dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena
atresia usus dan neoplasma
b. Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai
oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,
dan volvulus (Pasaribu, 2012).
2. Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2, antara
lain :
a. Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus
b. Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar (Pasaribu, 2012).
3. Menurut etiologinya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 3, antara lain :
a. Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi
(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma
(karsinoma), dan abses intraabdominal.
b. Lesi intrinsik yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena
kelainan kongenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,
diverticulitis), neoplasma, traumatik, dan intususepsi.
c. Obstruksi menutup (intaluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di
dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu (Pasaribu, 2012).
4. Menurut stadiumnya, ileus obstruktif dapat dibedakan menjadi 3, antara
lain :
a. Obstruksi sebagian (partial obstruction), obstruksi terjadi sebagian
sehingga makanan masih bisa sedikit lewat, dapat flatus dan defekasi
sedikit.
b. Obstruksi sederhana (simple obstruction), obstruksi atau sumbatan
yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah (tidak disertai gangguan
aliran darah).
c. Obstruksi strangulasi (strangulated obstruction), obstruksi disertai
dengan terjepitnya pembuluh darah sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren (Indrayani, 2013).

II. Etiologi
Menurut Indrayani (2013), terdapat 2 (dua) penyebab terjadinya ileus
obstruksi pada usus halus, antara lain :
1. Hernia inkarserata :
Hernia inkarserata timbul karena usus yang masuk ke dalam
kantung hernia terjepit oleh cincin hernia sehingga timbul gejala obstruksi
(penyempitan) dan strangulasi usus (sumbatan usus menyebabkan
terhentinya aliran darah ke usus). Pada anak dapat dikelola secara
konservatif dengan posisi tidur Trendelenburg. Namun, jika percobaan
reduksi gaya berat ini tidak berhasil dalam waktu 8 jam, harus diadakan
herniotomi segera.
2. Non Hernia Inkarserata
a. Adhesi Atau Perlekatan Usus
Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intra abdominal
sebelumnya atau proses inflamasi intra abdominal. Dapat berupa
perlengketan mungkin dalam bentuk tunggal maupun multiple, bisa
setempat atau luas. Umunya berasal dari rangsangan peritoneum akibat
peritonitis setempat atau umum.Ileus karena adhesi biasanya tidak disertai
strangulasi. Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5%
dari pasien yang mengalami operasi abdomen dalam hidupnya.
b. Invaginasi (Intususepsi)
Disebut juga intususepsi, sering ditemukan pada anak dan agak
jarang pada orang muda dan dewasa. Invaginasi pada anak sering bersifat
idiopatik karena tidak diketahui penyebabnya. Invaginasi umumnya berupa
intususepsi ileosekal yang masuk naik kekolon ascendens dan mungkin
terus sampai keluar dari rektum. Hal ini dapat mengakibatkan nekrosis
iskemik pada bagian usus yang masuk dengankomplikasi perforasi dan
peritonitis. Diagnosis invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik,
dandipastikan dengan pemeriksaan Rontgen dengan pemberian enema
barium.
c. Askariasis
Cacing askaris hidup di usus halus bagian yeyunum, biasanya
jumlahnya puluhan hingga ratusan ekor. Obstruksi bisa terjadi di mana-
mana di usus halus, tetapi biasanya di ileum terminal yang merupakan
tempat lumen paling sempit. Obstruksi umumnya disebabkan oleh suatu
gumpalan padat terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor cacing yang
mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing. Segmen usus yang
penuh dengan cacing berisiko tinggi untuk mengalami volvulus,
strangulasi, dan perforasi.
d. Volvulus
Merupakan suatu keadaan di mana terjadi pemuntiran usus yang
abnormal dari segmen usus sepanjang aksis usus sendiri, maupun
pemuntiran terhadap aksis sehingga pasase (gangguan perjalanan makanan)
terganggu. Pada usus halus agak jarang ditemukan kasusnya. Kebanyakan
volvulus didapat di bagian ileum dan mudah mengalami strangulasi.
e. Tumor
Tumor usus halus agak jarang menyebabkan obstruksi Usus,
kecuali jika ia menimbulkan invaginasi . Hal ini terutama disebabkan oleh
kumpulan metastasis (penyebaran kanker) di peritoneum atau di
mesenterium yang menekan usus.
f. Batu Empedu Yang Masuk Ke Ileus
Inflamasi yang berat dari kantong empedu menyebabkan fistul
(koneksi abnormal antara pembuluh darah, usus, organ, atau struktur
lainnya) dari saluran empedu keduodenum atau usus halus yang
menyebabkan batu empedu masuk ke raktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum
terminal atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi. Penyebab
obstruksi kolon yang paling sering ialah karsinoma (kanker yang dimulai
di kulit atau jaringan yang melapisi atau menutupi organ-organ tubuh) ,
terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal.

III. Maniestasi Klinis


1. Mekanik Sederhana (Usus Halus Atas)
a. Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas,
b. Distensi,
c. Muntah,
d. Peningkatan bising usus,
e. Nyeri tekan abdomen.
2. Mekanik Sederhana (Usus Halus Bawah)
a. Kolik (kram) signifikan midabdomen,
b. Distensi berat,
c. Bising usus meningkat,
d. Nyeri tekan abdomen.
3. Mekanik Sederhana (Kolon)
a. Kram (abdomen tengah sampai bawah),
b. Distensi yang muncul terakhir,
c. Kemudian terjadi muntah (fekulen),
d. Peningkatan bising usus,
e. Nyeri tekan abdomen.
4. Obstruksi Mekanik Parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya
kram nyeri abdomen, distensi ringan.
5. Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat, nyeri hebat, terus menerus dan
terlokalisir, distensi sedang, muntah persisten, biasanya bising usus
menurun dan nyeri tekan terlokalisir hebat. Feses atau vomitus menjadi
berwarna gelap atau berdarah atau mengandung darah samar.
6. Manifestasi Klinik Laparatomi :
a. Nyeri tekan
b. Perubahan tekanan darah, nadi dan pernafasan
c. Kelemahan
d. Konstipasi
e. Mual dan muntah, anoreksia
(Price &Wilson, 2007)

IV. Patofisiologis
Peristiwa patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah
sama, tanpa memandang apakah obtruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab
mekanik atau fungsional. Perbedaan utamanya pada obstruksi paralitik dimana
peristaltik dihambat dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanis
peristaltik mula-mula diperkuat, kemudian intermitten, dan akhirnya hilang.
Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang oleh cairan
dana gas (70 % dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intra lumen,
yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen usus ke darah. Oleh
karenanya sekitar 8 liter cairan disekresi kedalam saluran cerna setiap hari,
tidak adanya absorbsi dapat mengakibatkan penimbunan intra lumen yang
cepat. Muntah dan penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan
sumber kehilangan utama cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan
cairan dan elektrolit adalah penciutan ruang cairan ekstra sel yang
mengakibatkan hemokonsentrasi, hipovolemia, insufisiensi ginjal, syok-
hipotensi, pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, asidosis
metabolik dan kematian bila tidak dikoreksi.
Peregangan usus yang terus menerus menyebabkan penurunan absorbsi
cairan dan peningkatan sekresi cairan kedalam usus. Efek lokal peregangan
usus adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat
nekrosis, disertai absorbsi toksin-toksin atau bakteri kedalam rongga
peritonium dan sirkulasi sistemik. Pengaruh sistemik dari distensi yang
mencolok adalah elevasi diafragma dengan akibat terbatasnya ventilasi dan
berikutnya timbul atelektasis. Aliran balik vena melalui vena kava inferior
juga dapat terganggu. Segera setelah terjadinya gangguan aliran balik vena
yang nyata, usus menjadi sangat terbendung, dan darah mulai menyusup
kedalam lumen usus. Darah yang hilang dapat mencapai kadar yang cukup
berarti bila segmen usus yang terlibat cukup panjang.
Hernia Inkarserata, Adhesi, Intususepsi, Askariasis, Volvulus, Tumor, Batu Empedu
V. Gambar
ILEUS OBSTRUKTIF

Akumulasi gas dan cairan intra lumen disebelah paroksimal dari letak obstruktif

Distensi abdomen Gelombang peristaltic berbalik arah, isi usus Kerja usus melemah Klien rawat
terdorong ke lambung kemudian mulut inap

Gangguan
Poliferasi bakteri Tekanan peristaltic usus Reaksi
cepat intralumen ↑ Asam hospitalisasi
lambung ↑
Kimus sulit
pelepasan bakteri Tekanan vena & dicerna usus cemas
dan toksin dari usus arteri ↓ Mual muntah Ketidak
yang infark Seimbangan
Ansietas
Kehilangan cairan Nutrisi Sulit BAB
Iskemia menuju ruang dehidrasi
bakteri melepas
dinding usus peritonium
endotoksin, Konstipasi
Intake cairan ↓
Melepaskan Metabolism Pelepasan bakteri &
zat pirogen anaerob toksin dr usus yg Cairan intrasel ↓
nekrotik ke dlm
peritonium
Merangsang Kekurangan Volume
Impuls
pengeluaran Cairan dan Elektrolit
hipotalamus mediator kimia Resiko infeksi
bagian
termoregulator
melalui ductus
Merangsang reseptor Merangsang susunan Saraf simpatis terangsang
thoracicus nyeri REM ↓ Pasien terjaga
saraf otonom, utk mengaktivasi RAS
mengaktivasi mengaktifkan kerja organ
Suhu tubuh ↑ Nyeri akut norepinephrine tubuh Gangguan
pola tidur

Hipertermi
VI. Penatalaksanaan
Menurut Nurarif& Kusuma (2015), tujuan utama penatalaksanaan
adalah dekompresi bagian yang mengalami obstruksi untuk mencegah
perforasi. Tindakan operasi biasanya selalu diperlukan. Menghilangkan
penyebab obstruksi adalah tujuan kedua. Kadang-kadang suatu penyumbatan
sembuh dengan sendirinya tanpa pengobatan, terutama jika disebabkan oleh
perlengketan. Penderita penyumbatan usus harus di rawat dirumah sakit.
1. Persiapan
Pipa lambung harus dipasang untuk mengurangi muntah, mencegah
aspirasi dan mengurangi distensi abdomen (dekompresi). Pasien
dipuasakan, kemudian dilakukan juga resusitasi cairan dan elektrolit untuk
perbaikan keadaan umum. Setelah keadaan optimum tercapai barulah
dilakukan laparatomi. Pada obstruksi parsial atau karsinomatosis abdomen
dengan pemantauan dan konservatif.
2. Operasi
Bedah Laparatomi adalah tindakan operasi pada daerah abdomen
merupakan teknik sayatan yang dilakukan pada daerah abdomen yang
dilakukan pada bedah digesif dan kandungan. Adapun tindakan digesif
yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah laparatomi. (Smeltzer,
2012).
Post operatif Laparatomi merupakan tahapan setelah proses
pembedahan pada area abdomen (laparatomi) dilakukan. Dalam Perry dan
Potter (2005) dipaparkan bahwa tindakan post operatif dilakukan dalam 2
tahap yaitu periode pemulihan segera dan pemulihan berkelanjutan setelah
fase post operatif. Proses pemulihan tersebut membutuhkan perawatan post
laparatomi. Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan
yang di berikan kepada klien yang telah menjalani operasi pembedahan
abdomen.
3. Pasca Bedah
Pengobatan pasca bedah sangat penting terutama dalam hal cairan
dan elektrolit. Kita harus mencegah terjadinya gagal ginjal dan harus
memberikan kalori yang cukup. Perlu diingat bahwa pasca bedah usus
pasien masih dalam keadaan paralitik (Nurarif& Kusuma, 2015).

VII. Pemeriksaan Diagnotik/Penunjang


Menurut Arif Mutaqin (2008), untuk mendiagnosis fraktur, diperlukan
adanya anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang, sebagai
berikut:
1. HB (hemoglobin), PCV (volume sel yang ditempati sel darah merah) :
meningkat akibat dehidrasi
2. Leukosit : normal atau sedikit meningkat ureum + elektrolit, ureum
meningkat, Na+ dan Cl- rendah.
3. Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen
a. Usus halus (lengkung sentral, distribusi nonanatomis, bayangan valvula
connives melintasi seluruh lebar usus) atau obstruksi besar (distribusi
perifer/bayangan haustra tidak terlihat di seluruh lebar usus)
b. Mencari penyebab (pola khas dari volvulus, hernia, dll)
4. Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan suspensi
barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) : untuk melihat
tempat dan penyebab.
5. CT Scan pada usus halus : mencari tempat dan penyebab, sigmoidoskopi
untuk menunjukkan tempat obstruksi (Pasaribu, 2012).

VIII. Asuhan Keperawatan (Secara Teoritis)

1. Data Fokus Pengkajian


Pengkajian merupakan dasar utama atau langkah awal dari proses
keperawatan secara keseluruhan. Tahap pengkajian keperawatan pada klien
dengan post laparatomi sama seperti pada kasus keperawatan lainnya yaitu terdiri
dari dua tahap : 
a. Pengumpulan Data
1) Identitas klien 
Identitas klien terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat, diagnosa medis, tanggal masuk
rumah sakit, tanggal pengkajian.
2) Penanggung jawab
Identitas penanggung jawab terdiri dari : nama, umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, hubungan dengan klien dan alamat.
b. Riwayat Kesehatan Klien.
1) Alasan Masuk Perawatan.
2) Keluhan Utama : Keluhan utama diambil dari data subjektif atau
objektif yang paling menonjol yang dialami oleh klien. Keluhan
utama pada klien peritonitis ialah nyeri di daerah abdomen, mual,
muntah, demam (Brunner & Suddarth, 2012).
c. Riwayat Kesehatan Sekarang
P (Paliatif) : Faktor pencetus/penyebab yang dapat
memperingan dan memperberat keluhan klien
Q (Qualitas) : Menggambarkan seperti apa keluhan dirasakan.
R (Region) : Mengetahui lokasi dari keluhan yang dirasakan,
apakah keluhan itu menyebar atau mempengaruhi area lain.
S (Severity) : Merupakan skala/intensitas keluhan.
T (Time) : Waktu dimana keluhan itu dirasakan.
d. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
e. Riwayat Kesehatan Keluarga
f. Pola Aktivitas Harian
1) Pola Nutrisi
2) Pola Eliminasi
3) Pola Istirahat dan Tidur
4) Pola Personal Hygiene
5) Pola Aktivitas 
g. Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
2) Pemeriksaan Fisik Persistem
a) Sistem Pernafasan : Kepatenan jalan nafas, kedalaman,
frekuensi dan karakter pernafasan, sifat dan bunyi nafas
merupakan hal yang harus dikaji pada klien dengan post operasi
(Brunner & Suddarth, 2012).
b) Sistem Kardiovaskuler : Pada klien post perasi biasanya
ditemukan tanda-tanda syok seperti takikardi, berkeringat, pucat,
ipotensi, dan penurunan suhu tubuh
c) Sistem Gastrointestinal : Ditemukan distensi abdomen, kembung
(penumpukan gas), mukosa bibir kering, penurunan peristaltik
usus juga biasanya ditemukan muntah dan konstipasi akibat
pembedahan. 
d) Sistem Perkemihan : Terjadi penurunan haluaran urine dan
warna urine menjadi pekat/gelap, terdapat distensi kandung
kemih dan retensi urine.
e) Sistem Muskuloskeletal
f) Sistem Neurologi
3) Aspek Psikologis
a) Status Emosional
b) Konsep Diri
c) Body Image / Gambaran Diri
d) Peran
e) Aspek Spiritual
4) Data Penunjang
Data penunjang ini terdiri dari farmakotherapi/obat-obatan
yang diberikan kepada klien, serta prosedur diagnostik yang
dilakukan kepada klien seperti pemeriksaan laboratorium serta
pemeriksaan Rontgen.
2. Analisis Data

Symptom Etiologi Masalah


Keperawatan

Hernia Inkarserata, Adhesi, Ketidakseimbangan


Ds:
Intususepsi, Askariasis, Nutrisi Kurang Dari
Pasien mengeluh mual dan Volvulus, Tumor, Batu Empedu Kebutuhan Tubuh
muntah
Ileus obstruktif
Do:
Akumulasi gas dan cairan intra
- Terdapat tanda-tanda
lumen disebelah paroksimal dari
mal nutrisi. letak obstruktif
- Berat badan menurun
Gelombang peristaltic berbalik
arah, isi usus terdorong ke
lambung kemudian mulut

Asam lambung meningkat

Mual Muntah

Ketidakseimbangan Nutrisi
Kurang Dari Kebutuhan
Tubuh
Hernia Inkarserata, Adhesi, Nyeri Akut
Ds:
Intususepsi, Askariasis,
Pasien mengeluh nyeri di Volvulus, Tumor, Batu Empedu
perutnya
Ileus obstruktif
Do:
Akumulasi gas dan cairan intra
- Tampak ekspresi nyeri
lumen disebelah paroksimal dari
pada wajah letak obstruktif
- Tampak gelisah
Distensi abdomen
- Tampak merintih dan
Tekanan intralumen meningkat
menangis

Tekanan vena dan areteri


menurun
Iskemia dinding usus
Metabolisme anaerob

Merangsang pengeluaran
mediator kimia

Merangsang reseptor nyeri

Nyeri Akut
Hernia Inkarserata, Adhesi, Kekurangan Volume
Ds:
Intususepsi, Askariasis, Cairan dan Elektrolit
Pasien mengatakan malas Volvulus, Tumor, Batu Empedu
minum
Ileus obstruktif
Do:
Akumulasi gas dan cairan intra
- Intake dan output
lumen disebelah paroksimal dari
cairan tidak seimbang
letak obstruktif
- Turgor kulit
tidak elastic
Gelombang peristaltic berbalik
- Mukosa kering
arah, isi usus terdorong ke
lambung kemudian mulut

Asam lambung meningkat

Mual Muntah

Dehidrasi

Intake menurun

Cairan intrasel menurun

Kekurangan Volume Cairan


dan Elektrolit
Hernia Inkarserata, Adhesi, Konstipasi
Ds:
Intususepsi, Askariasis,
Pasien mengeluh sulit BAB Volvulus, Tumor, Batu Empedu
Ileus obstruktif
perutnya
Do: Kerja usus melemah

Gangguan peristaltic usus

Kimus sulit dicerna usus

Sulit BAB

Konstipasi

3. Diagnosa Keperawatan
a. Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat dan ketidak efektifan penyerapan usus halus
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubgan
dengan gangguan absorbsi nutrisi
c. Nyeri akut berhubungan dengan distensi abdomen
(Nanda, 2018)
4. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Kekurangan Tupan : Kekurangan 1. Kaji kebutuhan 1. Mengetahui
volume cairan volume cairan teratasi cairan pasien kebutuhan cairan
dan elektrolit Tupen : Setelah 2. Observasi tanda- pasien.
b.d intake yang dilakukan tindakan tanda vital 2. Perubahan yang
tidak adekuat keperawatan selama 3. Observasi tingkat drastis pada tanda-
dan ketidak ..x24 jam kebutuhan kesadaran dan tanda- tanda vital merupakan
efektifan cairan dan elektrolit tanda syok indikasi kekurangan
penyerapan usus terpenuhi dengan kriteria 4. Observasi bising cairan.
halus hasil : usus pasien tiap 1-2 3. kekurangan cairan
1. Tanda vital normal jam dan elektrolit dapat
2. Intake dan output 5. Monitor intake dan mempengaruhi tingkat
cairan seimbang output secara ketat kesadaran dan
3. Turgor kulit elastic 6. Pantau hasil mengakibatkan syok.
4. Mukosa lembab laboratorium serum 4. Menilai fungsi usus
5. Elektrolit dalam batas elektrolit, hematokrit 5. Menilai
normal 7. Beri penjelasan keseimbangan cairan
kepada pasien dan 6. Menilai
keluarga tentang keseimbangan cairan
tindakan yang dan elektrolit
dilakukan: 7. Meningkatkan
pemasangan NGT pengetahuan pasien
dan puasa. dan keluarga serta
8. Kolaborasi dengan kerjasama antara
medik untuk perawat-pasien-
pemberian terapi keluarga.
intravena 8. Memenuhi kebutuhan
cairan dan elektrolit
pasien.
2 Ketidakseimban Tupan : Kebutuhan 1. Tinjau faktor-faktor 1. Mempengaruhi
gan nutrisi nutrisi terpenuhi individual yang pilihan intervensi.
kurang dari Tupen : setelah dilakukan mempengaruhi 2. Menentukan
kebutuhan tubuh tindakan keperawatan kemampuan untuk kembalinya peristaltik
b.d gangguan selama ...x24 jam nutrisi mencerna makanan, (biasanya dalam 2-4
absorbsi tubuh terpunuhi dengan kriteria misalnya status hari ).
hasil : puasa, mual, ileus 3. Meningkatkan
1. Asupan nutrisi paralitik setelah kerjasama pasien
adekuat selang dilepas. dengan aturan diet.
2. BB meningkat 2. Auskultasi bising Protein/vitamin C
3. Porsi makan yang usus, palpasi adalah kontributor
disediakan habis abdomen, catat utuma untuk
4. Konjungtiva tidakan pasase flatus. pemeliharaan jaringan
anemis. 3. Identifikasi dan perbaikan.
kesukaan/ketidaksuk Malnutrisi adalah
aan diet dari pasien. fator dalam
Anjurkan pilihan menurunkan
makanan tinggi pertahanan terhadap
protein dan vitamin infeksi.
C 4. Sindrom malabsorbsi
4. Observasi terhadap dapat terjadi setelah
terjadinya diare; pembedahan usus
makanan bau busuk halus, memerlukan
dan berminyak. evaluasi lanjut dan
5. Kolaborasi dalam perubahan diet, mis:
pemberian obat- diet rendah serat.
obatan sesuai 5. Mencegah muntah.
indikasi: Antimetik, Menetralkan atau
mis: proklorperazin menurunkan
(Compazine). pembentukan asam
Antasida dan untuk mencegah erosi
inhibitor histamin, mukosa dan
mis: simetidin kemungkinan ulserasi.
(tagamet).
3 Nyeri akut b.d Tupan : Nyeri akut 1. Observasi keadaan 1. Mengetahui respon
distensi teratasi umum dan tanda- autonom tubuh
abdomen Tupen : Setelah tanda vital 2. Menentukan
dilakukan asuhan 2. Lakukan pengkajian penanganan nyeri
keperawatan selama nyeri secara secara tepat
3x24 jam diharapkan komprehensif 3. Mengetahui tingkah
nyeri terkontrol atau 3. Observasi reaksi laku ekspresi dalam
berkurang dengan abnormal dan merespon nyeri
kriteria hasil : ketidaknyamanan 4. Meminimalkan factor
1. Ekspresi wajah rileks 4. Control lingkungan eksternal yang dapat
2. Skala nyeri berkurang yang dapat mempengaruhi nyeri
3. Tanda-tanda vital mempengaruhi nyeri 5. Meningkatkan kualitas
dalam batas normal 5. Pertahankan tirah tidur dan istirahat
baring 6. Terapi dalam
6. Ajarkan tindakan non penanganan nyeri
farmakologi dalam tanpa obat
penanganan nyeri 7. Terapi penanganan
7. Kolaborasi nyeri secara
pemberian analgesic farmakologi
sesuai program

(Nanda, 2018)
DAFTAR PUSTAKA

Chahayaningrum, Tenti. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn. S Dengan


Laparatomi Pada Ileus Obstruksi Di Instalasi Bedah Sentral Rsud Dr
Moewardi Surakarta. Universitas Muhammadiyah Surakarta : Surakarta
(jurnal).
Indrayani, M Novi. 2013. Diagnosis Dan Tata Laksana Ileus Obstruktif.
Universitas Udayana : Denpasar (jurnal)
Herdman, T. Heather. 2012. Diagnosis keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-
2014. EGC: Jakarta
Nanda. 2018. Diagnosis Keperawatan Definisi & Klasifikasi 2018-2020. Edisi 10
Editor T Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru. Jakarta : EGC
Nurarif, Amin Huda. Kusuma, Hardhi. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnose Medis Dan Nanda Nic – Noc Edisi Revisi Jilid 2.
Media Action : Yogjakarta.
Pasaribu,Nelly. 2012. Karakteristik Penderita Ileus Obstruktif Yang Dirawat Inap
Di Rsud Dr. Pirngadi Medan Tahun 2007-2010. Universitas Sumatera
Utara : Sumatera Utara (jurnal)
Price &Wilson, (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi  6, Volume1. EGC: Jakarta.
Sjamsuhidajat. 2006. Manual Rekam Medis. Jakarta : Konsil Kedokteran
Indonesia
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2011). Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC :
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai