FIQIHHANIF
FIQIHHANIF
Puji syukur kehadirat Allah SWT kami sampaikan karena atas hidayah,
karunia serta limpahan rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat tersusun sebagai
mana mestinya. Makalah yang berjudul “sholat jama dan Qosor” disusun
untuk memenuhi tugas mata pelajaran fiqih dengan guru pembimbing Bapak Nur
Afifah Lubis, SHI, S.Pd.I.
Islam dibangun dengan lima pilar. Salah satu pilarnya adalah shalat,
karenanya shalat merupakan tiang agama. Ketika seorang meninggalkan shalat ia
disebut penghancur agama tetapi sebalikya ketika ia melaksanakan shalat dengan
sebaik-baiknya maka ia disebut sebagai penegak agama. Bila ada yang memiliki
udzur, maka tetap wajib mendirikan shalat dengan mengambil rukhshah
(keringanan dari Allah) agar mereka tetap shalat di saat kondisi apa pun. Dan
sudah seharusnya kita mengetahui tentang bagaimana Allah telah
memudahkan hamba-Nya yang tidak bisa shalat seperti biasanya dengan
menggunakan Jama’ dan Qashar. Menjama’ dan mengqasar shalat adalah
keringanan yang diberikan Allah kepada hambanya karena adanya kondisi yang
menyulitkan.Melalui makalah ini penulis mencoba untuk menguraikan tentang
sholat jama’ dan qashar.
Atas selesainya penulisan makalah ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada kedua orang tua yang telah memberikan motivasi,
serta teman-teman dan pihak-pihak yang telah berkontribusi dalam penulisan
makalah ini yang tidak bisa disebutkan satu persatu.
Makalah ini tersusun dengan segala keterbatasan ilmu pengetahuan, oleh
karenanya kritik saran serta masukan yang sifatnya membangun sangat
diharapkan sebagai bahan perbaikan makalah ini.Semoga makalah ini dapat
memberikan pencerahan kepada umat Islam dalam beribadah kepada Allah
SWT. Jazakumullahu Khairan Katsiran.
Binjai, Juni 2020
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menjama’ dan mengqashar shalat termasuk rukhshah (kelonggaran)
yang diberikan Allah SWT kepada hambanya karena adanya kondisi yang
menyulitkan, bila shalat dilakukan dalam keadaan biasa. Rukhsah ini
merupakan shodaqoh dari Allah SWT yang dianjurkan untuk diterima dengan
penuh ketawadhu’an.
B. Rumusan Masalah
Contoh:
1. Berniat salat duhur dengan jamak takdim. Bila dilafalkan yaitu:
” Saya niat salat salat duhur empat rakaat digabungkan dengan salat asar
dengan jamak takdim karena Allah Ta’ala”
2. Takbiratul ihram
3. Salat duhur empat rakaat seperti biasa.
4. Salam
5. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (asar), jika dilafalkan sebagai
berikut;
“ Saya niat salat asar empat rakaat digabungkan dengan salat duhur dengan
jamak takdim karena Allah ta’ala.”
6. Takbiratul Ihram
7. Salat asar empat rakaat seperti biasa.
8. Salam
b. Jamak Ta’khir yaitu menjamak shalat di waktu shalat yang kedua. Contohnya:
menjamak sholat zuhur dan asar diwaktu asar dan menjamak sholat maghrib dan
isya’ diwaktu isya’. Apabila kedua shalat yang dijamak dilakukan di waktu shalat
yang kedua (jamak ta’khir) , maka tidak di syari’at kan beriringan antara dua
sholat yang digabung itu, bahkan diperbolehkan untukmemisah keduanya.
Misalkan shalat dhuhur di awal waktu ashar dan shalat ashar di akhirkan sampai
habis waktunya.Ini pendapat Jumhur selain madzhab Hanbali. Tata caranya yaitu :
1. Sholat dilakukan diwaktu yang kedua (asar atau isya’)
2. Berniat sejak waktu yang pertama bahwa ia akan melakukan sholat
pertama itu diwaktu yang kedua, supaya ada maksud yang keras untuk
mengerjakan shalat yang pertama dan tidak ditinggalkan begitu saja[26].
3. Sholat yang dilakukan terlebih dahulu adalah sholat asar atau isya’
terlebih dahulu, baru kemudian sholat dhuhur atau maghrib dan bias juga
dilakukan sholat dhuhur atau maghrib terlebih dahulu, baru kemudian sholat
asar atau isya’.
Contoh:
1. Berniat menjamak salat magrib dengan jamak ta’khir. Bila
dilafalkan yaitu:
“ Saya niat salat magrib tiga rakaat digabungkan dengan salat ‘isya dengan
jamak ta’khir karena Allah Ta’ala”
2. Takbiratul ihram
3. Salat magrib tiga rakaat seperti biasa.
4. Salam.
5. Berdiri lagi dan berniat salat yang kedua (‘isya), jika dilafalkan sebagai
berikut;
“ Saya berniat salat ‘isya empat rakaat digabungkan dengan salat magrib
dengan jamak ta’khir karena Allah Ta’ala.”
6. Takbiratul Ihram
7. Salat ‘isya empat rakaat seperti biasa
8. Salam
Adapun tata cara sholat qoshor itu tidak ada bedanya dengan sholat dua
reka’at yang lainnya, karena qoshor hanya meringkas sholat yang empat reka’at
menjadi dua reka’at
Pada prinsipnya, pelaksanaan sholak qoshor sama dengan sholat biasa
hanya saja berbeda pada niat reka’atnya dijadikan dua reka’at dan tidak ada
tasyahud awal. Jadi setelah dua reka’at kemudian melakukan tasyahud akhir dan
salam.
Contoh niat dhuhur yang di qoshor
“ aku tunaikan sholat fardlu dhuhur, diqoshor karena allah ata’ala “
D. JARAK SAFAR YANG DIPERBOLEHKAN DI JAMA’ DAN DI
QOSHOR
Ada riwayat yang mengatakan dari shahabat Anas bin Malik, bahwa
Rasulullah Saw mengqashar shalat dalam perjalanan yang berukuran 3 mil atau 1
farsakh.
“Dari Syu’bah dari Yahya bin Yazid Al-Hanaiy, ia berkata : Aku pernah bertanya
kepada Anas tentang mengqashar shalat, lalu ia menjawab, “Adalah Rasulullah
SAW apabila bepergian sejauh tiga mil atau tiga farsakh, maka beliau shalat dua
reka’at”. (Syu’bah ragu, tiga mil atau tiga farsakh” (HR. Muslim, Ahmad, Abu
Dawud dan Baihaqi)
“Adapun Rasulullah SAW bila bepergian sejauh satu farsakh, maka beliau
mengqashar Shalat”(HR. Sa’id bin Manshur. Dan disebutkan oleh Hafidz
dalam at-Talkhish, ia mendiamkan adanya hadits ini, sebagai tanda
mengakuinya)
A. Kesimpulan
2. Hal-hal yang membolehkan jama’ dan qashar ada beberapa hal, yaitu : Safar
(Bepergian), Hujan, Sakit, Takut, Keperluan (kepentingan) Mendesak.
3. Dalam persoalan jarak safar, para ulama’ berbeda pendapat. Ada ulama yang
berpendapat jarak minimal 1 farsakh atau tiga mil, ada yang minimal
3farsakh, ada yang berpendapat safar minimal harus sehari-semalam, bahkan ada
yang berpendapat tidak ada jarak dan waktu yang pasti karena sangat tergantung
pada kondisi fisik, psikis serta keadaan sosiologis dan lingkungan masyarakat.
4. Lama safar yang dibolehkan jama’ dan qashar para ulama’ berbeda
pendapat.Tetapi dalil yang paling kuat adalah 19 hari (bukan dalam keadaan
perang) berdasarkan hadits muttafaq ‘alayh, dari Ibnu Abbas.
B. Saran
Penulis banyak berharap para pembaca dapat memberikan kritik dan saran
yang membangun kepada penulis demi sempurnanya makalah ini dan untuk
penulisan makalah di kesempatan-kesempatan berikutnya.