a. Kedalaman
Kedalaman Reservoir merupakan faktor yang penting dalam menentukan
keberhasilan suatu EOR dari segi teknik maupun ekonomis. Segi teknik menyatakan
bahwa jika kedalaman dangkal maka tekanan injeksi yang dapat dikenakan terhadap
reservoir juga kecil, karena tekanan dibatasi oleh tekanan rekah. Segi ekonomi
menyatakan bahwa jika kedalaman kecil maka biaya pemboran sumur baru akan
kecil, selain itu biaya kompresor akan cukup kecil jika dilakukan injeksi gas.
b. Kemiringan
Faktor kemiringan mempunyai arti yang penting jika perbedaan densitas
antara fluida pendesak dan fluida yang didesak cukup besar, misal pada injeksi gas.
Pengaruh kemiringan tidak terlalu besar jika kecepatan pendesakan sangat besar. Air
merupakan fluida pendesak yang cenderung untuk maju lebih cepat di bagian bawah,
sedangkan gas merupakan fluida pendesak yang cenderung untuk menyusul di bagian
atas.
d. Sifat-Sifat Petrofisik
Besaran-besaran petrofisik yang mempengaruhi keberhasilan suatu metode
EOR ialah:
Porositas (Ø)
Dengan mengetahui data-data tentang ukuran butiran (grain size) atau
ukuran pori-porinya akan sangat membantu dalam proses pendesainan metode
EOR. Kurva tekanan kapiler memiliki peranan penting dalam mekanisme
aliran fluida dan mekanisme saturasi minyak sisa, juga memiliki hubungan
yang erat dengan distribusi ukuran butir atau ukuran pori-pori batuannya.
Porositas yang semakin besar akan menghasilkan cadangan sisa yang semakin
besar pula, hal ini akan membuat prospek EOR lebih baik.
Permeabilitas (K)
Permeabilitas yang besar biasanya lebih menguntungkan untuk
dilakukannya suatu metode EOR. Penerapan metode EOR mungkin tidak
ekonomis lagi jika harga permeabilitas di atas suatu batas ambang tertentu,
karena sebagian besar minyak sudah diproduksikan pada produksi alamiah
sebelumnya.
c. Clay
Adanya clay pada reservoir dapat berpengaruh pada penurunan recovery
minyak, dimana sifat clay yang menyukai air dan menyebabkan adsorpsi terjadi.
Untuk reservoir dengan salinitas rendah, peranan clay ini sangat dominan.
d. Salinitas
Salinitas air formasi berpengaruh terhadap penurunan tegangan permukaan
minyak – air oleh surfactant. Untuk konsentrasi garam – garam tertentu (misalnya
NaCl) akan menyebabkan penurunan tegangan antar muka tidak efektif lagi untuk
surfactant. Hal ini disebabkan ikatan kimia NaCl mudah terurai, begitupun dengan
ikatan kimia surfactant. Apabila hal ini terjadi, maka terjadi ikatan antar ion
membentuk HCl dan RSO3Na yang bukan merupakan zat aktif untuk menurunkan
tegangan antar permukaan minyak – air.
Ada banyak tipe dari surfactant dengan beragam jenis komposisi kimia dan
struktur molekul seperti hydrocarbon portion (non polar), dan ionic portion (polar).
Yang sering digunakan pada injeksi ini yaitu jenis synthetic sulfonates (petroleum
sulfonates) yang dimana anion ini terbuat dari berat jenis molekul sulfonate
intermediate produk minyak atau crude oil. Anionic ini menggantikan kationik yang
sangat resistan terhadap adsorpsi, stabilitas dan biaya pembuatannya yang mahal.
Syarat – syarat dan batasan – batasan yang dapat digunakan dalam pemilihan
metode injeksi surfactant dapat dirinci sebagai berikut :
1. Oil Properties
Gravity 20 – 35oAPI
Viskositas 13 – 35 cp
Komposisi minyak Ringan – Menengah
Saturasi minyak 35 – 53% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi Sandstone
Ketebalan net > 10 ft
Rerata permeabilitas 10 – 450 md
Kedalaman 3,250 – 9,000 ft
Temperatur 80 – 200 oF
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi Sandstone
Ketebalan net Tidak ditentukan
Rerata permeabilitas 10 – 800 md
Kedalaman < 9,000 ft
Temperatur 140 – 200 oF
Kunci dari mekanisme injeksi uap ini yaitu pendesakan gravity-balanced dari
reservoir yang menyebabkan tingginya efisiensi penyapuan volumetrik. Fenomena ini
terjadi ketika fluida pendesak terdiri dari dua fasa yaitu uap dan liquid yang sangat
kontras perbedaan densitas.
Syarat – syarat dan batasan – batasan yang dapat digunakan dalam pemilihan metode
injeksi uap dapat dirinci sebagai berikut :
1. Oil Properties
Gravity 8 – 13.5oAPI
Viskositas 4700 – 200 000 cp
Komposisi minyak Tidak ditentukan
Saturasi minyak 40 – 66% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi Sandstone dengan High Porosity
Ketebalan net > 20 ft
Rerata permeabilitas > 200 md
Kedalaman < 4500 ft
Temperatur Tidak ditentukan
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi Sandstone dengan High Porosity
Ketebalan net > 10 ft
Rerata permeabilitas > 50 md
Kedalaman < 11 500 ft
Temperatur 100 – 135 oF
Mikroba juga digunakan sebagai objek untuk mengisi zona high permeability
dan memakannya sebagai proses oil recovery. Pada beberapa kasus, tipe mikroba
spesial dengan ukuran yang kecil diinjeksikan ke ruang pori dengan sejumlah besar
nutrient, selanjutnya menstimulasi menunggu waktu inkubasi. Bakteria ini akan
tumbuh dan menutup (plug) ruang pori yang diisi. Hal ini sangat berguna dalam
mengurangi efek air dan gas coning.
Parameter – parameter reservoir yang berdampak pada aktifitas mikroba yaitu:
Dapat bertahan di dalam reservoir
Suhu reservoir dengan batas yang ijinkan sebesar 40oC
Tekanan reservoir dengan batas yang diijinkan 30 000 kPa
Salinitas air formasi dengan batas 35 000 ppm
Dapat melawan mikroorganisme lain yang berada di dalam sistem.
1. Oil Properties :
Gravity 23 – 41oAPI
Viskositas < 3 cp
Komposisi minyak High % C2 – C7
Saturasi minyak 30 – 80% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi Sandstone atau karbonat
Ketebalan net Tipis dengan sedikit kemiringan
Rerata permeabilitas Tidak ditentukan
Kedalaman > 4000 ft
Temperatur Tidak ditentukan
1. Oil Properties :
Gravity 35 – 48oAPI
Viskositas < 0.4 cp
Komposisi minyak High % C1 – C7
Saturasi minyak 40 – 75% pore volume
1. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi Sandstone atau karbonat
Ketebalan net Tipis dengan sedikit kemiringan
Rerata permeabilitas Tidak ditentukan
Kedalaman > 6000 ft
Temperatur Tidak ditentukan
Kondisi dapat baur hanya bisa dicapai apabila minyak yang didesak adalah jenis
minyak ringan dan tekanan reservoir yang tinggi. Oleh sebab itu, diperlukan
kedalaman yang cukup. Reservoir dengan kemiringan tajam lebih disukai untuk
tercapainya stabilisasi pendesakan di bawah pengaruh gaya gravitasi.
Dalam injeksi nitrogen ini ada beberapa masalah yang dihadapi yaitu:
Rendahnya efisiensi penyapuan baik vertical maupun horizontal sebagai
akibat gejala “viscous fingering”.
Masalah korosi.
Apabila gas yang terproduksikan akan dijual, maka gas nitrogen harus
dipisahkan dipermukaan
Dalam metode EOR seluruh factor diatas dapat dikontrol memalui tipe dari
bahan injeksi serta perubahan temperature dan tekanan reservoir. Perbandingan
mobilitas yang rendah akan lebih menguntungkan untuk pendesakan dan dalam
penggunana polymer dan metode thermal serta beberapa metode pendesakan yang
lainnya. Tekanan kapiler dapat dikurangi dengan menggunakan metode surfactant,
metode alkaline dan metode microbial. Penggunaan laju injeksi yang optimum dapat
mengurangi efek negatif gaya gravitasi. Pengurangan saturasi minyak sisa yang
merupakan hal yang diinginkan dapat dicapai dengan metode miscible ; surfactant,
alkaline dan injeksi thermal. Untuk suatu proses pendesakan peningkatan irreducible
water saturation akan memberikan pengaruh terhadap peningkatan perolehan
minyak, hal ini dapat tercapai melalui injeksi thermal.
Dimana :
Pada prakteknya Sor dan Ed harganya akan tetap sampai pada bidang front
mencapai titik produksinya. Pada saat dan sebelum breaktrough terjadi, efisiensi
pendesakan ditunjukkan oleh Persamaan :
Harga Sor akan berkurang dan Ed akan bertambah dengan terus berlalunya zona
transisi melalui sumur produksi, sehingga setelah zona transisi ini berlalu akan
diperoleh harga Sor minimum yang merupakan harga saturasi minyak irreducible dan
efisiensi pendesakan mencapai harga maksimum, sesuai dengan persamaan :
Soi (Sor )
(Ed )
min
max Soi
……………………………………... (3-3)
(λ r1 λ r2 )b
M (λ λ )
r1 r2 a
……………………………………………… (3-4)
Dimana :
r1 dan r2 adalah mobilitas relatif fluida pendesak dan fluida yang didesak.
Subskrip b dan a berturut-turut menunjukkan kondisi pada saturasi rata-rata di
belakang front dan saturasi awal di depan front.
Gambar 4.5. Sketsa Effisiensi Penyapuan Areal 12)
BAB IV
METODE INJEKSI CO2
Tabel 4.1.
Perbandingan Sifat Fisik Berbagai Gas 4)
Dengan membandingkan sifat dari tiap gas, jelas bahwa CO2 lebih cocok
sebagai fluida pendesak dengan alasan :
Densitas yang tinggi dapat mengurangi efek gravitasi.
Dengan rendahnya faktor volume formasi artinya hampir semua molekul ada
pada volume reservoir.
Viskositas yang tinggi akan menghasilkan rasio mobilitas rendah.
Adapun tujuan dari injeksi CO2 sama halnya dengan metode EOR lainnya
yaitu sebagai metode untuk meningkatkan recovery minyak dari reservoir dengan
cara mengurangi nilai IFT sehingga memperkecil nilai dari saturasi minyak residual
(Sor).
Injeksi CO2 dapat optimal tergantung dari beberapa kriteria sifat fisik minyak
dan karakteristik reservoirnya. Adapun kriterianya yaitu :
1. Oil Properties :
Gravity 22 – 36oAPI
Viskositas 1.5 – 10 cp
Komposisi minyak High % C5 – C12
Saturasi minyak 20 – 55% pore volume
2. Karakteristik Reservoir
Tipe formasi Sandstone atau karbonat
Ketebalan net Tebal
Rerata permeabilitas Tidak ditentukan
Kedalaman > 2500 ft
Temperatur Tidak ditentukan
4.3. Sifat Fisik CO2
CO2 murni tidak berwarna, tidak berbau, inert dan gas tidak mudah terbakar.
Berat molekul CO2 pada kondisi standard yaitu 44.010 g/mol dimana satu kali atau
setengah kali lebih besar dari udara. CO2 dapat berupa solid pada suhu dan tekanan
rendah, tetapi kebanyakan tergantung dari suhu (Gambar 4.2.). Dengan meningkatnya
tekanan dan suhu, fasa cair untuk pertama kalinya muncul bersama dengan solid dan
uap pada triple point. Fasa cair dan uap CO 2 yang berada di triple point kemudian
naik mencapai titik kritis pada kurva.
(4-1)
Dimana :
X1 = Fraksi mol dari komponen i
ρ1 = Densitas komponen i
ρmix = Densitas komponen yang bercampur
4.3.2. Viskositas
Rasio mobilitas pada proses pendesakan merupakan fungsi dari viskositas fluida
pendesak dan fluida yang didesak. Pada proses pendesakan bercampur, hubungan
permeabilitas relative dengan fluida nonaqueous yang berbeda diasumsikan sama.
M =μd μD ……………………………………………………...
/
(4-2)
Dimana :
M = Rasio mobilitas
μd = Viskositas fasa yang didesak
μD = Viskositas fasa pendesak.
Viskositas dari crude oil bervariasi mulai dangan viskositas lebih kecil dari air
sampai viskositas lebih besar dari minyak berat. Apabila nilai viskositas solven (CO 2)
yang diinjeksikan lebih kecil, akan mengakibat rasio mobilitas tinggi dan tidak
menguntungkan untuk proses pendesakan bercampur.
Gambar 4.5. Viskositas CO2 sebagai Fungsi Tekanan dan Temperatur 13)
4.3.3. Solubilitas
Dalam mendesain injeksi CO2, perlu mengestimasi jumlah CO2 yang terlarut
dalam fasa air. Hilangnya gas disebabkan solubilitas dalam air sangat signifikan. CO2
dapat larut dalam air tetapi berbeda halnya pada minyak, solubilitas CO2 sangat
sensitive terhadap tekanan. Apabila tekanan sedikit di atas 70 bar, sebagian besar CO2
dapat terlarut di dalam air. Solubilitas CO2 juga sangat sensitive terhadap
temperature, apabila temperature naik maka solubilitas CO 2 akan menurun. Salinitas
juga berpengaruh terhadap solubiltas CO2, karena CO2 lebih soluble di fresh water
dari pada di brine.
Gambar 4.6. Solubilitas CO2 7)
Andaikata solvent terdiri dari semua komponen ringan, pendesakan bukan lagi
FCM ketika dilution path melewati daerah dua fasa. Apabila solvent melewati dua
fasa, maka akan terjadi MCM, dimana MCM terbagi menjadi :
Pada sel kedua seperti yang ditunjukkan pada gambar ini, fase gas tidak akan
lagi membentuk dua fasa saat bercampur dengan minyak mentah. Dari titik ini semua
komposisi pendesakan akan menjadi dilution path yang lurus antara minyak mentah
dan titik singgung kurva bimodal. Pendesakan akan menjadi FCM dengan komposisi
solvent pada titik singgung. Sekarang proses miscibility berkembang sejak solvent
telah diperkaya dengan komponen menengah untuk menjadi larut dengan minyak
mentah. Vaporizing gas drive terjadi di depan slug solvent. Proses ini disebut
vaporizing gas drive karena komponen menengah telah menguap dari minyak
mentah.
Ketika gas diinjeksikan ke dalam minyak, minyak dan gas awalnya tak
bercampur. Multiple contact condesing drive akan terjadi ketika reservoir minyak di
sel tertentu bertemu dengan solvent baru. Sebuah miscible bank terbentuk melalui
kondensasi komponen menengah dari gas ke minyak. Kemudian proses yang sama
dengan vaporizing gas akan berkembang, dan minyak di belakang front menjadi
semakin ringan. Komposisi minyak berturut-turut terbentuk di belakang front akan
menempati volume yang lebih besar dalam pori-pori dari minyak asli karena terjadi
swelling. Hal ini kemudian akan mengarah untuk membentuk sebuah bank minyak
yang mobile di belakang zona gas.
Proses ini ditunjukkan secara skematis pada gambar 4.8. dimana sel
pencampuran pertama terbagi menjadi L1 liquid dan gas G1. G1 gas bergerak ke sel
pencampuran berikutnya dan L1 liquid bercampur dengan fresh solvent untuk
membentuk campuran berikutnya, begitu seterusnya. Proses pencampuran pada
akhirnya akan menghasilkan campuran fase tunggal. Sejak fase gas sudah melewati
sel pertama, miscibility sekarang berkembang di belakang zona pencampuran solvent
– minyak sebagai hasil dari fase liquid yang diperkaya komponen menengah. Bagian
depan (front) zona pencampuran adalah wilayah tak bercampur dikarenakan
pengontakan terus – menerus pada fase gas G1, G2, dan sebagainya. Karena
komponen menengah mengembun menjadi fase cair, proses ini disebut condensing
gas drive.
Xvol 0.136
intermediate, factor koreksi ( Xint hampir mendekati satu.
)
Dimana :
T’cm = Berat rata – rata pada temperature kritis
Xi = Fraksi massa dari komponen i
Tci = Temperatur kritis dari komponen i
Untuk komponen C1, C3, C4, CO2 dan N2, temperature kritis (Tci) merupakan
true critical temperature. Sedangkan untuk C2 & H2S, nilai true critical temperature
akan diganti dengan Tci = 585 oR.
Setiap korelasi berpatokan hanya pada hasil eksperimen, tiap crude oil yang
diuji menghasilkan data yang berbeda dan apabila dibandingkan dengan korelasi yang
lain akan menghasilkan deviasi. Sehingga untuk mendapatkan nilai MMP yang
akurat, harus dilakukan eksperimen menggunakan slim – tube apparatus.
Korelasi yang empiris juga berguna untuk mengindikasi kelakuan berbagai
parameter yang mempengaruhi MMP. Stalkup, Holm dan Josendal menyimpulkan
beberapa variable yang mempengaruhi nilai MMP, yaitu :
1. Dinamic miscibility terjadi ketika densitas CO2 cukup besar yaitu berupa gas
CO2 padat atau cairan CO2, larut dalam hidrokarbon C5 – C30. Pendesakan
bercampur terjadi saat densitas CO2 sebesar 0.4 – 0.65 g/cm3 tergantung dari
jumlah total hidrokarbon C5 – C30.
2. Temperatur reservoir merupakan variable yang sangat penting dalam
mempengaruhi MMP karena efek dari tekanan tertentu akan menghasilkan
densitas CO2 yang diperlukan untuk pendesakan. Temperatur yang tinggi
menghasilkan MMP yang tinggi pula.
3. Nilai MMP berkebalikan dengan jumlah total hidrokarbon C5 – C30 dalam
crude oil. Besarnya jumlah hidrokarbon di dalam crude tersebut, maka
menghasilkan nilai MMP rendah.
4. MMP juga dipengaruhi oleh distribusi berat molekul setiap individu
hidrokarbon C5 – C30. Rendahnya berat molekul menghasilkan nilai MMP
yang rendah.
5. Dynamic miscibility tidak terjadi pada hidrokarbon C2 – C4.
BAB V
PEMBAHASAN
Dalam menginjeksi CO2 dalam upaya peningkatan perolehan minyak, sangat
perlu untuk memperhatikan karakteristik dari reservoir tersebut, baik dari segi sifat
fisik batuan atau pun fluida sampai karakteristik dari solvent yang akan diinjeksikan.
Pada dasarnya, injeksi CO2 sangat efektif dibandingkan dengan injeksi gas
bercampur lainnya dikarenakan temperature kritis jauh lebih rendah, densitas dan
viskositasnya tinggi serta factor volume formasi relatif kecil dibandingkan dengan
gas injeksi bercampur lainnya.
Dilihat dari ternary diagram CO2, sifat dari sistem CO2 – crude sangat berbeda
dari pada system methane – crude oil dan nitrogen – crude oil. Daerah dua fasa dari
system CO2 – crude oil lebih kecil walaupun berada pada tekanan yang rendah dan
temperature yang tinggi. Oleh karena itu, CO2 bersifat miscible dengan komposisi
minyak pada tekanan tertentu dan temperature reservoir. Karena jumlahnya
berlimpah dan sangat mudah untuk ditangani, kebanyakan disarankan menggunakan
CO2 sebagai fluida pendesak yang miscible dibandingkan dengan gas pendesak yang
lainnya.
Metode injeksi bercampur terbagi atas injeksi gas hidrokarbon, injeksi
nitrogen, dan injeksi CO2. Dari beberapa jenis fluida injeksi bercampur, injeksi CO 2
jauh lebih baik karena solubilitas CO2 dapat meningkatkan swelling, dan karena CO2
berupa gas yang nantinya mengurangi viskositas minyak sehingga minyak dapat naik
ke permukaan, selain itu injeksi CO2 dapat mengekstraksi komponen berat hingga
mencapai C30. Proses baur dengan reservoir minyak dapat dicapai pada tekanan 100 –
300 bar sehingga CO2 ini jauh lebih efektif dibanding injeksi gas bercampur lainnya.
Karena nilai MMP CO2 cukup kecil, maka proses baur antara solvent dan reservoir
minyak cepat terjadi sehingga dipredikasikan bahwa recovery yang dihasilkan juga
besar.
Selain itu, CO2 juga memiliki kekurangan diantaranya yaitu injeksi CO2
dibatasi oleh waktu karena sifat CO2 berupa gas sehingga memiliki rasio mobilitas
yang tinggi. Yang semakin lama, jumlah konsentrasi CO2 di reservoir semakin
berkurang dan mengakibatkan efisiensi pendesakan menurun. Dan apabila densitas
maupun viskositas dari CO2 yang injeksikan kecil, maka akan terjadi viscous
fingering dimana terjadi ketidakstabilan pendesakan oleh fluida yang memiliki
viskositas yang berbeda. Atau dengan kata lain, reservoir minyak yang bersifat lebih
viscous didesak oleh CO2 yang kurang viscous akibat dari proses baur sebelumnya
dan akan mengurangi efisiensi penyapuan secara volumetrik. Akibat dari viscous
fingering nantinya akan mempercepat proses abandon sumur karena menghasilkan
nilai recovery minyak yang kecil.
Atas dasar di atas, maka untuk mengoptimalkan kinerja dari injeksi CO2
dalam upaya meningkatkan cadangan minyak tersisa, perlu dilakukan kombinasi
yaitu proses water alternating gas (WAG). Tujuan dari injeksikannya air yaitu untuk
mengurangi permeabilitas relative CO2 dan juga mengurangi sifat mobilitas dari CO2
tersebut. Keberhasilan (optimum) dari WAG ini tergantung dari karakteristik aliran
fraksi dan kecepatan relative antara solvent yang diinjeksikan dengan mobile –
connate water banks yang berada direservoir.
BAB VI
KESIMPULAN
Nilai minimum miscibility pressure (MMP) tergantung karakteristik minyak
dari reservoir yang akan dilakukan injeksi.
MMP dipengaruhi oleh distribusi berat molekul setiap individu hidrokarbon
C5 – C30. Rendahnya berat molekul menghasilkan nilai MMP yang rendah.
Nilai MMP berkebalikan dengan jumlah total hidrokarbon C5 – C30 dalam
crude oil. Besarnya jumlah hidrokarbon di dalam crude tersebut, maka
menghasilkan nilai MMP rendah.
Nilai solubilitas CO2 pada fresh water lebih besar dibandingkan nilai
solubilitas di air asin. Namun, hal ini tergantung lagi dari tekanan dan
temperature reservoir.
Untuk mengurangi efek mobilitas dari CO2, maka dilakukan proses water –
alternating gas (WAG) sehingga hasil efisiensi penyapuan lebih besar.