Anda di halaman 1dari 24

PERSPEKTIF ISLAM TENTANG GENDER

Makalah

Dipresentasikan pada Seminar Mata Kuliah Isu-Isu Kritis Pendidikan Islam


Pascasarjana Konsentrasi Pendidikan dan Keguruan
UIN Alauddin Makassar

Oleh

ERNAWATI HUSAIN
NIM: 80100319079

Dosen Pengampu
Dr. Saprin, M.Pd.I.
Dr. H. Muskkir, M.Pd.I.

PASCASARJANA UIN ALAUDDIN


MAKASSAR
2020

1
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah swt, Tuhan Yang Maha Suci dengan segala keagungan

dan kebesaran-Nya,sehingga kami selalu panjatkan syukur hanya kepada-Nya,

semoga melimpahkan rahmat, hidayah, dan taufiq, sehingga atas ridha-Nyalah.

Salawat dan salam penulis haturkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw.,

sahabatnya, dan tabi’in yang telah memperjuangkan agama Allah.

Penulis sangat menyadari akan mengalami banyak rintangan dan hambatan

dalam penyusunan makalah ini, tetapi usaha dan dukungan teman disertai kerja sama

yang baik, akhirnya makalah ini dapat terselesaikan walaupun jauh dari

kesempurnaan sehingga terbuka menerima kritik dan saran yang bersifat konstruktif

untuk kesempurnaan makalah selanjutnya.

Teiring harapan, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pengembangan

ilmu pengetahuan pada umumnya, dan ilmu pendidikan Islam pada khususnya, dan

terimah kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi, khususnya dosen yang

telah memberikan ilmu dan arahan sehingga penyusunan makalah ini sehinga dapat

selesai dengan tepat waktu.

Makassar, 25 November 2020.

Penyusun.

2
DAFTAR ISI

JUDUL ........................................................................................................................... i
PENGANTAR ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................... 5
A. Pengertian Pengertian Gender............................................................ 7
B. Perspektif Islam Tentang Gender....................................................... 8
BAB III PENUTUP............................................................................................... 18
A. Kesimpulan......................................................................................... 18
B. Implikasi Pembahasan........................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 20

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Alquran mengajarkan kesetaraan antara lelaki dan perempuan sebagai

manusia, sehingga lelaki dan perempuan mempunyai derajat yang sama di hadapan

Tuhan, namun masalahnya terletak pada implementasi atau operasionalisasi ajaran

Islam tentang kesetaraan tersebut. Kemunculan agama pada dasarnya merupakan jeda

yang secara periodik berusaha mencairkan kekentalan budaya patriarkhi. Atas dasar

itu, maka kemunculan setiap agama selalu mendapatkan perlawanan dari mereka

yang diuntungkan oleh budaya patriarkhi. Sikap perlawanan tersebut mengalami

pasang surut dalam perkembangan sejarah manusia.

Semua dimungkinkan terjadi (apa subjeknya?) karena pasca kerasulan

Muhammad, umat sendiri tidak diwarisi aturan secara terperinci (tafshily) dalam

memahami Alquran. Di satu sisi Al-Qur'an mengakui fungsi laki-laki dan perempuan,

baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat. Namun tidak ada aturan

rinci yang mengikat mengenai bagaimana keduanya berfungsi secara kultural.

Berbeda pada masa kenabian superioritas dapat diredam. Keberadaan nabi secara

fisik sangat berperan untuk menjaga progresivitas wahyu dalam proses emansipasi

kemanusiaan. Persoalannya, problematika umat semakin kompleks dan tidak terbatas

seiring perkembangan zaman, sementara Al-Qur'an sendiri terdapat aturan-aturan

yang masih bersifat umum dan global (mujmal) adanya.

Perempuan dan laki-laki dididik dan dibesarkan dengan cara yang berbeda

menurut perspektif sosial dan budaya yang melatar belakanginya. Perbedaan tersebut

4
sering kali mengakibatkan ketidakadilan gender. Walaupun pada dasarnya islam

mengakui adanya laki-laki dan perempuan tetapi bukanlah perbedaan atas kondisi

fisik-biologis laki-laki dan perempuan yang perlu diperhatikan perbedaan itu

bukanlah menjadi alasan untuk memuliakan atau merendahkan martabat salah satu

jenis kelamin, sebab pria dan wanita sebagai bagian komponen masyarakat, saling

bekerja sama dalam mewujudkan keseimbangan sosial.

Catatan: Latar belakang masalah pada pokoknya menjelaskan gave

(kesenjangan) antara konsep ideal dengan realitas.

B. Rumusan Masalah

Masalah pokok adalah “ “ yang dirinci atas beberapa rumusan masalah,

yaitu:

a. Bagaimana konsep tentang gender?

b. Bagaimana perspektif Islam tentang gender?

5
BAB I

PEMABAHASAN

A. Konsep tentang Gender

Gender menurut Dzuhayatin dan Ruhaini adalah behavior differences antara

laki-laki dan perempuan yang socially differences, yakni perbedaan yang bukan

kodrat atau ciptaan Tuhan melainkan diciptakan oleh laki-laki dan perempuan melalui

proses sosial dan budaya yang panjang.1

Setiap kutipan, dianalisis. Apa komentar atau analisis penyusun terhadap

kuripan di atas?

Dalam buku Women‟s studies Encyclopedia, Gender adalah suatu konsep

kultural yang berkembang dimasyarakat yang berupaya membuat perbedaan peran,

perilaku, mentalitas dan karakter emosional antara laki - laki dan perempuan. 2 Secara

umum, pengertian gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan

perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Sejauh ini persoalan Gender

lebih didominasi oleh perspektif perempuan, sementara dari perspektif pria sendiri

belum begitu banyak dibahas.

Dominannya perspektif perempuan sering mengakibatkan jalan buntu dalam

mencari solusi yang diharapkan, karena akhirnya berujung pada persoalan yang

bersumber dari kaum laki-laki. Ada beberapa fenomena yang sering kali muncul pada

1
Dzuhayatin dan Siti Ruhaini, Rekonstruksi Metodologis Wacana Kesetaraan Gender dalam
Islam (Cet. I; Yogyakarta: PSW IAIN Sunan Kalijaga, 2019), h. 18.
2
Leonard Grob, Riffat Hasan dan Hain Gordon,”Jihad fi Sabilillah,, Wornan‟s Faith Journey
From Struggle to Struggle”, dalam buku Woman’s and Men’s Liberation, (USA: Greenwood Press,
1993), h. 11-13.

6
persoalan Gender. Kata Gender berasal dari bahasa Inggris yang berarti jenis

kelamin.3 Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara

laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Gender adalah

suatu konsep kultural, berupaya membuat perbedaan (distinction) dalam hal peran,

perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang

berkembang dalam masyarakat, sebagai harapan-harapan budaya terhadap laki-laki

dan perempuan. etimologi, kata gender berasal dari bahasa inggris Berikut ini

beberapa pendapat dari para ahli tentang definisi gender:


a. Dalam Webster’s New World Dictionary, gender adalah perbedaan yang

tampak antara laki-laki dan perempuan dari segi nilai dan perilaku.

b. Baron mengartikan gender bahea gender merupakan sebagian dari konsep

diri yang melibatkan identifikasi individu sebagai seorang laki-laki atau

perempuan.

c. John M. Echols & Hasan Sadhily mengemukakan bahwa kata gender

berasal dari bahasa inggris yang berarti jenis kelamin

d. Rahmawati Secara umum, pengertian gender adalah perbedaan yang

tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan

tingkah laku.

Berdasarkan berbagai definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa gender adalah

suatu konsep yang mengkaji tentang perbedaan antara laki-laki dan perempuan

sebagai hasil dari pembentukan kepribadian yang berasal dari masyarakat (kondisi

3
5Jhon Ecol dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia (Cet. IV; Jakarta: PT. Gramedia,
2001

7
sosial, adat-istiadat dan kebudayaan yang berlaku). Misalnya, dalam suatu

masyarakat terkenal suatu prinsip bahwa seorang laki-laki harus kuat, mampu

menjadi pemimpin, rasional, dan segala sifat lainnya. Sementara itu, seorang

perempuan dikenal sebagai sosok yang lemah lembut, penuh keibuan, peka terhadap

keadaan, dll. Dan pembentukan sifat-sifat tersebut dapat terjadi dari waktu ke waktu

dan dari tempat ke tempat yang lain, Jadi, istilah perbedaan gender sangat tergantung

pada kondisi lingkungan masyarakatnya. Dengan kata lain, perbedaan gender

dibentuk oleh masyarakat setempat. Berbeda dengan seks, yang mengkaji perbedaan

antara laki-laki dan perempuan dari segi fisik tubuh (biologis). Gender adalah

perbedaan peran, fungsi, dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan yang

merupakan hasil konstruksi social dan dapat berubah sesuai dengan perkembangan

jaman. Gender adalah karakteristik laki-laki dan perempuan berdasarkan dimensi

social kultural yang tampak dari nilai dan tingkah laku.

A. Perspektif Islam Tentang Gender

Agama islam sendiri tidak pernah mendiskriminasi keberadaan perempuan.

Justru agama islamlah yang membebaskan perempuan dari kebudayaan jahiliyah

dimasa lampau. Seperti yang kita tahu tentang kondisi perempuan pada masa

jahiliyah. Apabila suatu masyarakat melahirkan seorang perempuan maka itu

merupakan suatu aib sehingga perempuan terkadang harus dibunuh hidup-hidup oleh

orang tuanya sendiri. Berlanjut dengan eksistensi Nabi SAW yang membawa rahmat

bagi seluruh alam. Posisi perempuan menjadi terselamatkan dan dijunjung harkat dan

martabatnya. Ini lah yang patut menjadi refleksi bagi kita sebagai muslimin muslimat

8
untuk menjaga ajaran yang dilakukan oleh utusan Tuhan kita yaitu Nabi SAW yang

tidak pernah melakukan diskriminasi ataupun dikotomi negatif terhadap perempuan.

Persepsi masyarakat mengenai status dan peran perempuan masih belum

sepenuhnya sama. Ada yang berpendapat bahwa perempuan harus berada di rumah,

mengabdi pada suami, dan mengasuh anak-anaknya. Namun ada juga yang

berpendapat bahwa perempuan harus ikut berperan aktif dalam kehidupan sosial

bermasyarakat dan bebas melakukan sesuai dengan haknya. Fenomena ini terjadi

akibat belum dipahaminya konsep relasi gender.

Dalam Agama Islam juga timbul perbedaan pandangan karena terdapat

perbedaan dalam memahami teks-teks Al-Qur’an tentang Jender.Nabi Muhammad

SAW,datang membawa ajaran yang menempatkan wanita pada tempat

terhormat,setara dengan laki-laki.Beberapa ayat-ayat Al-Qur’an menyebutkan bahwa

wanita sejajar dengan laki-laki seperti :

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka akan Kami berikan mereka kehidupan
yang baik dan akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang
lebih baik daripada apa yang telah mereka lakukan.”(Q.S. Al-Nahl:97)
“Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal yang dilakukan oleh kamu
sekalian, kaum laki-laki dan perempuan.”(Q.S.Ali Imran:195)

Seharusnya dapat dipahami bahwa Allah SWT tidak mendiskriminasi hamba-

Nya. Siapapun yang beriman dan beramal saleh akan mendapat ganjaran yang sama

atas amalnya. Dalam konteks ini laki-laki tidak boleh melecehkan wanita atau bahkan

9
menindasnya. Pada dasarnya wanita memiliki kesamaan dalam berbagai hak dengan

laki-laki,namun wanita memang diciptakan Allah dengan suatu keterbasan dibanding

laki-laki. Maka dari itu tugas kenabian dan kerasulan tidak dibebankan kepada wanita

karena perasaan sensitif yang dimiliki wanita. Dalam suatu ayat dijelaskan

“Kaum laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita, karena Allah telah
melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (wanita).”(Q.S.
Al-Nisa’:34)
Secara teologis, Allah menciptakan wanita dari “unsur” pria (wa khalaqa minha
zaujaha)(Hasbi Indra,2004:5).Sehingga pada dasarnya laki-laki memililiki kelebihan
daripada wanita. Kelebihan ini selanjutnya menjadi tanggung jawab laki-laki untuk
membela dan melindungi wanita. Namun segala kekurangan yang ada dalam wanita
tidak menjadi alasan wanita kehilangan derajatnya dalam kesetaraan Gender.
Berikut adalah pandangan Islam terhadap kaum perempuan:

a.Perempuan sebagai individu.

Al-qur’an menyoroti perempuan sebagai individu. Dalam hal ini terdapat

perbedaan antara perempuan dalam kedudukannya sebagai individu dengan

perempuan sebagai anggota masyarakat. Al-qur’an memperlakukan baik individu

perempuan dan laki-laki adalah sama, karena hal ini berhubungan antara Allah dan

individu perempuan dan laki-laki tersebut, sehingga terminologi kelamin(sex) tidak

diungkapkan dalam masalah ini. Pernyataan-pernyataan al-Qur’an tentang posisi dan

kedudukan perempuan dapat dilihat dalam beberapa ayat sebagaimana berikut:

1) Perempuan adalah makhluk ciptaan Allah yang mempunyai kewajiban


samauntuk beribadat kepadaNya sebagaimana termuat dalam Q.S.
Adz-Dzariyat ayat 56.

10
2) Perempuan adalah pasangan bagi kaum laki-laki termuat dalam Q.S.
An-naba’ayat 8.
3) Perempuan bersama-sama dengan kaum laki-laki juga akan
mempertanggungjawabkan secara individu setiap perbuatan dan
pilihannya termuat dalam Q. S. Maryam ayat 93-95.
4) Sama halnya dengan kaum laki-laki mukmin, para perempuan
mukminat yang beramal saleh dijanjikan Allah untuk dibahagiakan
selama hidup di dunia danabadi di surga. Sebagaimana termuat dalam
Q.S. An-Nahl ayat 97.
5) Sementara itu, Rasulullah juga menegaskan bahwa kaum perempuan
adalah saudara kandung kaum laki-laki dalam H.R. Ad-Darimy dan
Abu Uwanah.
Dalam ayat-ayat-Nya bahkan Al-qur’an tidak menjelaskan secara tegas bahwa
Hawa diciptakan dari tulang rusuk Nabi Adam, sehingga karenanya kedudukan dan
statusnya lebih rendah. Atas dasar itu prinsip al-Qur’an terhadap kaum laki-laki dan
perempuan adalah sama dimana hak istri adalah diakui secara adil(equal) dengan hak
suami. Dengan kata lain laki-laki memiliki hak dan kewajiban atas perempuan,dan
kaum perempuan juga memiliki hak dan kewajiban atas laki-laki. Karena hal
tersebutlah maka Al-Qur’an dianggap memiliki pandangan yang revolusioner
terhadap hubungan kemanusiaan, yakni memberikan keadilan hak antara laki-laki dan
perempuan.
a. Perempuan dan Hak Kepemilikan
Dalam Mansour Fakih (ed), Membincang Feminisme Diskursu Gender

Persfektif Islam, Islam sesungguhnya lahir dengan suatu konsepsi hubungan manusia

yang berlandaskan keadilan atas kedudukan laki-laki dan perempuan. Selain dalam

hal pengambilan keputusan, kaum perempuan dalam Islam juga memiliki hak-hak

ekonomi, yakni untuk memiliki harta kekayaannya sendiri, sehingga dan tidak suami

11
ataupun bapaknya dapat mencampuri hartanya. Hal tersebut secara tegas disebutkan

dalam An-Nisa’ayat 32 yang artinya: “Dan janganlah kamu iri hati terhadap karunia

yang telah dilebihkanAllah kepada sebagian kamu atas sebagian yang lain. (Karena)

bagi laki-laki adabagian dari apa yang mereka usahakan, dan bagi perempuan (pun)

ada bagian dariapa yang mereka usahakan. Mohonlah kepada Allah sebagian dari

karuniaNya.Sungguh, Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Kepemilikan atas kekayaannya tersebut termasuk yang didapat melalui

warisan ataupun yang diusahakannya sendiri. Oleh karena itu mahar atau maskawin

dalam Islam harus dibayar untuknya sendiri, bukan untuk orang tua dan tidak

bisadiambil kembali oleh suami.Sayyid Qutb menegaskan bahwa tentang kelipatan

bagian kaum pria dibanding kaum perempuan dalam hal harta warisan, sebagaimana

yang tertulisdalam Al-Qur’an, maka rujukannya adalah watak kaum pria dalam

kehidupan, ia menikahi wanita dan bertanggung jawab terhadap nafkah keluarganya

selain ia juga bertanggung jawab terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan

keluarganya itu.Itulah sebabnya ia berhak memperoleh bagian sebesar bagian untuk

dua orang,sementara itu kaum wanita, bila ia bersuami, maka seluruh kebutuhannya

ditanggungoleh suaminya, sedangkan bila ia masih gadis atau sudah janda, maka

kebutuhannya terpenuhi dengan harta warisan yang ia peroleh, ataupun kalau tidak

demikian, iabisa ditanggung oleh kaum kerabat laki-lakinya. Jadi perebedaan yang

ada di sini hanyalah perbedaan yang muncul karena karekteristik tanggung jawab

mereka yang mempunyai konsekwensi logis dalam pembagian warisan. Lebih lanjut

ia menegaskan bahwa Islam memberikan jaminan yang penuhkepada kaum wanita

12
dalam bidang keagamaan, pemilikan dan pekerjaan, dan realisasinya dalam jaminan

mereka dalam masalah pernikahan yang hanya boleh diselenggarakan dengan izin

dan kerelaan wanita-wanita yang akan dinikahkan itutanpa melalui paksaan.

“Janganlah menikahkan janda sebelum diajak musyawarah,dan janganlah

menikahkan gadis perawan sebelum diminta izinnya, dan izinnyaadalah sikap

diamnya” (HR. Bukhari Muslim).

Bahkan Islam memberi jaminan semua hak kepada kaum wanita dengan

semangat kemanusiaan yang murni, bukan disertai dengan tekanan ekonomis atau

materialis. Islam justru memerangi pemikiran yang mengatakan bahwa kaum wanita

hanyalah sekedar alat yang tidak perlu diberi hak-hak. Islam memerangi kebiasan

penguburan hidup anak-anak perempuan, dan mengatasinya dengan semangat

kemanusiaan yang murni, sehingga ia mengharamkan pembunuhan seperti itu.

b. Perempuan dan Pendidikan

Islam memerintahkan baik laki-laki maupun perempuan agar berilmu

pengetahuan dan tidak menjadi orang yang bodoh. Allah sangat mengecam orang-

orang yang tidak berilmu pengetahuan, baik laki-laki maupun

perempuan.Sebagaimana dalam Q.S. Az-Zumar ayat 9. Kewajiban menuntut ilmu

juga ditegaskan nabi dalam hadis yang artinya,“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap

laki-laki dan perempuan”(HR.Muslim). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa

Islam justru menumbangkan suatusistem sosial yang tidak adil terhadap kaum

perempuan dan menggantikannya dengan sistem yang mengandung keadilan. Islam

memandang perempuan adalah sama dengan laki-laki dari segi kemanusiannya. Islam

13
memberi hak-hak kepada perempuan sebagaimana yang diberikan kepada kaum laki-

laki dan membebankan kewajiban yang sama kepada keduanya.

c. Menjadi Kepala Rumah Tangga


Dalam suatu riwayat disebutkan : “Setiap manusia keturunan Adama adalah

kepala, maka seorang pria adalah kepala keluarga, sedangkan wanita adalah kepala

rumah tangga.”(HR Abu Hurairah). Artinya kodrat wanita sebagai istri kelak akan

menjadi kepala rumah tangga yang mana seorang istri melakukan tugas-tugas yang

tidak dapat dilakukan suami seperti : memasak, mencuci, mengurus rumah

tangga,mengasuh anak-anak dan lain-lain.Selain tugas wanita menjadi seorang istri

yang mengabdi kepada suami,juga beribadah kepada Allah.Pada dasarnya beribadah

inilah merupakan tugas utama

d. Sebagai Ibu dari Anak-Anaknya.

Salah satu kodrat wanita yang cukup berat adalah saat wanita harus

mengandung dan melahirkan.Bahkan karena sangat susah payahnya wanita dalam

melahirkan hingga sampai bertaruh nyawa Allah menjanjikan pahala yang sama

seperti para syuhada.Kedua hal ini merupakan kodrat wanita yang sangat

mulia.Namun tidak berhenti cukup disitu,peran yang sebenarnya adalah dikala wanita

menjadi ibu yang dapat mendidik anaknya menjadi anak yang cerdas,berakhlak dan

taat dalam agamanya.

Dalam suatu riwayat disebutkan : “Setiap manusia keturunan Adama adalah


kepala, maka seorang pria adalah kepala keluarga, sedangkan wanita adalah kepala
rumah tangga.”(HR Abu Hurairah). Artinya kodrat wanita sebagai istri kelak akan
menjadi kepala rumah tangga yang mana seorang istri melakukan tugas-tugas yang

14
tidak dapat dilakukan suami seperti : memasak, mencuci, mengurus rumah
tangga,mengasuh anak-anak dan lain-lain.Selain tugas wanita menjadi seorang istri
yang mengabdi kepada suami,juga beribadah kepada Allah.Pada dasarnya beribadah
inilah merupakan tugas utama. Sebagai Ibu dari Anak-Anaknya.
Salah satu kodrat wanita yang cukup berat adalah saat wanita harus
mengandung dan melahirkan.Bahkan karena sangat susah payahnya wanita dalam
melahirkan hingga sampai bertaruh nyawa Allah menjanjikan pahala yang sama
seperti para syuhada.Kedua hal ini merupakan kodrat wanita yang sangat
mulia.Namun tidak berhenti cukup disitu,peran yang sebenarnya adalah dikala wanita
menjadi ibu yang dapat mendidik anaknya menjadi anak yang cerdas,berakhlak dan
taat dalam agamanya.
Juga dalam Alqur’an (al-Baqarah: 30) disebutkan : “Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat:Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi. Merekaberkata: mengapa Engkau hendak menjadikan
(khalifah) di bumi orang yangmembuat kerusakan dan menumpahkan darah, padahal
kami selalu senantiasabertasbih kepadaMu dan mensucikan Mu. Tuhan berfirman,
sesungguhnya akumengetahui apa yang tidak kalian ketahui:”.
a. Laki-laki dan Perempuan menerima perjanjian primordial.

Menjelang sorang anak manusia keluar dari rahim ibunya, ia terlebih dahulu

harus menerima perjanjian dengan Tuhannya. Disebutkan dalam Alqur’an (Al-A’raf:

172): “Dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anakAdam dari

sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka(seraya

berfirman) Bukankah Aku ini TuhanMu? Mereka menjawab: Betul (EngkauTuhan

kami), kami menjadi saksi.(Kami lakukan). Sesungguhnya kami (Bani Adam)adalah

orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”.

15
Dalam Islam tanggung jawab individual dan kemandirian berlangsung sejak

dini, yaitu semenjak dalam kandungan. Sejak awal sejarah manusia dalam Islam tidak

dikenal adanya diskriminasi kelamin. Laki-laki dan perempuan sama-sama

menyatakan ikrar ketuhanan yang sama.

b. Laki-laki dan perempuan berpotensi meraih prestasi.

Tidak ada pembedaan antara laki-laki dan perempuan untuk meraih peluang
prestasi. Disebutkan dalam Alquran (Al-Nisa: 124) : “Barangsiapa yang
mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-lakimaupun wanita sedang ia orang yang
beriman, Maka mereka itu masuk ke dalamsurga dan mereka tidak dianiaya walau
sedikitpun”.
Juga (Al-Nahl: 97): “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-
laki maupun perempuan dalam Keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan Kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik dan Sesungguhnya akan Kami beri Balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan”.
Juga (al-Mu’min:40): “Barangsiapa mengerjakan perbuatan jahat,
Maka Dia tidak akan dibalasi melainkan sebanding dengan kejahatan itu.
dan Barangsiapa mengerjakan amal yang saleh baik laki-laki maupun
perempuan sedang ia dalam Keadaan beriman, Maka mereka akan masuk
surga, mereka diberi rezki di dalamnya tanpa hisab”.
c. Laki-laki dan perempuan akan mendapatkan penghargaan dari Tuhan sesuai

dengan pengabdiannya.

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun


perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan
kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan
kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka
kerjakan.“ (An Nahl : 97)
d. Adam dan hawa dalam cerita terdahulunya.

“Maka syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu)


dengan tipu daya. Tatkala keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah
bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan

16
daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: "Bukankah Aku
telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu dan Aku katakan kepadamu:
"Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?"
( Al A’raaf : 22)

e. Laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan dalam hak kehormatan.

(surat Al Hujurat ayat 11) “Hai orang-orang yang beriman janganlah

suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang

diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula

wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-

wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)

dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil

memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.  Seburuk-buruk panggilan ialah

(panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertobat,

maka mereka itulah orang-orang yang lalim.”

(Surat Al Hujurat ayat 12) “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah

kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah

dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah

sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain.  Sukakah salah

seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati?

Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. 

Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang.”

f. Laki-laki dan perempuan mempunyai persamaan hak berpolitik.

17
(Surat atTaubah ayat 71) “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan

perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang

yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari

yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada

Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah,

sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Ayat-ayat tersebut mengisyaratkan konsep kesetaraan yang ideal dan

memberikan ketegasan bahwa prestasi individual, baik dalam bidang spiritual

maupun urusan karir profesional, tidak mesti dimonopoli oleh satu jenis kelamin

saja.

Menurut Nasaruddin Umar, Islam memang mengakui adanya perbedaan

(distincion) antara laki-laki dan perempuan, tetapi bukan pembedaan

(discrimination). Perbedaan tersebut didasarkan atas kondisi fisik-biologis perempuan

yang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki, namun perbedaan tersebut tidak

dimaksudkan untuk memuliakan yang satu dan merendahkan yang lainnya.

Ajaran Islam tidak secara skematis membedakan faktor-faktor perbedaan laki-

laki dan perempuan, tetapi lebih memandang kedua insan tersebut secara utuh. Antara

satu dengan lainnya secara biologis dan sosio kultural saling memerlukan dan dengan

demikiann antara satu dengan yang lain masing-masing mempunyai peran. Boleh jadi

dalam satu peran dapat dilakukan oleh keduanya, seperti perkerjaan kantoran, tetapi

dalam peran-peran tertentu hanya dapat dijalankan oleh satu jenis, seperti; hamil,

melahirkan, menyusui anak, yang peran ini hanya dapat diperankan oleh wanita. Di

18
lain pihak ada peran-peran tertentu yang secara manusiawi lebih tepat diperankan

oleh kaum laki-laki seperti pekerjaan yang memerlukan tenaga dan otot lebih besar.

Dengan demikian dalam perspektif normativitas Islam, hubungan antara

lakilaki dan perempuan adalah setara. Tinggi rendahnya kualitas seseorang hanya

terletak pada tinggi-rendahnya kualitas pengabdian dan ketakwaannya kepada

Allah swt. Allah memberikan penghargaan yang sama dan setimpal kepada

manusia dengan tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan atas semua

amal yang dikerjakannya.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Beradasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka peneulis

dapat menarik kesimpulan yaitu :

1. Salah satu wacana yang selalu aktual untuk diperbincangkan dan selalu dikaitkan

dengan.Islam adalah wacana gender, yang juga memancing banyak tanggapan-

tanggapan pro dan kontra terhadapnya. Islam sebagai agama yang diklaim

pemeluknya sebagai agama yang rahmatan lil al-‘alaminharus mampu menjawab

setiap problematika sosial yang dihadapi oleh umatnya. Akan tetapi, kondisi sosial

tidaklah paten tanpa perubahan. Setiap masa memiliki logikanya sendiri. Memanglah

benar jika al-Qur’an mengatakan tak ada jurang perbedaan antara manusia,

khususnya laki-laki dan perempuan. Akan tetapi, realita yang ada berbicara lain. Oleh

karena itu memunculkan gerakan feminisme yang menuntut persamaan hak antara

laki-laki dan perempuan.

2. Gender merupakan konstruksi atau ciptaan masyarakat atau kebudayaan.

Sebagai anggota masyarakat, seorang pria disosialisasikan sebagai seorang

20
laki-laki menurut definisi masyarakat itu. Demikianpun wanita

disosialisasikan sebagai wanita menurut definisi wanita di dalam masyarakat

itu. Setiap kebudayaan mempunyai pengaruh dalam membentuk kita sebagai

laki-laki atau perempuan. Artinya, perbedaan biologis yang kita terima sejak

lahir sebagai laki-laki atau perempuan hanyalah merupakan titik awal dari

perkembangan kita sebagai pria dan wanita yang dikonstruksi oleh

kebudayaan.

           

DAFTAR PUSTAKA

Al Qazwini, Moustafa. Panggilan Islam. Jakarta: Pustaka Zahra, 2003

Bingkai Sosial Gender. 2010. Malang: UIN-MALIKI PRESS

Departemen Agama RI. Al-Qur’an dan Terjemahnya. Cet. X; Bandung, 2013

Fakih, Mansour. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. 2007. Yogyakara: Pustaka
Pelajar

Handayani, Trisakti dan Sugiarti. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. 2003.

Malang: UMM Press

Hassan, Riaz. Keragaman Iman Studi Kopmaratif Masyarakat Muslim. 2006. Jakarta:

Rajawali Press

21
Mufidah. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. Malang: UIN-MALANG

Press 2018

M. Faisol. Hermeneutika Gender. Malang: UIN-Maliki Press, 2012

Said, Nur. Perempuan dalam Himpitan Teologi dan HAM di Indonesia. Yogyakarta:
Pilar Media, 2005
Sabiq, Sayid. Islam Dipandang dari Segi Rohani-Moral-Sosial.Jakarta: PT Rineka
Cipta 2000

Tong, Rosemarie Putnam. Feminist Thought (Terjemahan oleh Aquarini Priyatna


Prabasmoro).Bandung: Jalasutra 2006

Al Aziz, Shaleh Abd., al Madjid, Abd., Al-Tarbiyah Wa Turuq al-Tadris, Kairo:Dar

al-Ma’arif. 2017

22
23
24

Anda mungkin juga menyukai