Anda di halaman 1dari 6

Nama : Danial

NIM : 80100319065
Konsentrasi : Pendidikan & Keguruan

IMPLEMENTASI IMAN DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN MODERN

A. Iman

1. Pengertian Iman

Iman atau kepercayaan merupakan dasar utama seseorang dalam memeluk sesuatu agama

karena dengan keyakinan dapat membuat orang untuk melakukan perintah dan menjauhi

larangan. Iman menurut bahasa adalah percaya atau yakin, keimanan berarti kepercayaan atau

keyakinan. Dengan demikian, rukun iman adalah dasar, inti atau pokok-pokok kepercayaan yang
harus diyakini oleh setiap pemeluk agama Islam. Kata iman juga berasal dari kata kerja amina-

yu’manu-amanan yang berarti percaya.

Selain itu, keimanan adalah suatu kepercayaan atau keyakinan yang tertanam dalam hati

yang dibuktikan melalui sikap atau tindakan. Setiap manusia yang sepenuh hati beriman kepada

Allah swt. memenuhi semua perintah-Nya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya. Keimanan

adalah perbuatan yang apabila diibaratkan sebuah pohon yang mempunyai cabang-cabang, di

antara cabang-cabang iman yang paling pokok adalah keimanan kepada Allah swt.

Iman bukan hanya percaya, melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim

berbuat amal shaleh. Seseorang dinyatakan beriman bukan hanya percaya terhadap sesuatu,

melainkan mendorongnya untuk mengucapkan dan melakukan sesuatu sesuai keyakinan. Adapun

orang yang beriman disebut mukmin.


2. Tahap-Tahap Keimanan dalam Islam

Benih iman yang dibawa sejak dalam kandungan memerlukan pembinaan yang

berkesinambungan. Pengaruh pendidikan keluarga secara langsung maupun tidak langsung

sangat berpengaruh terhadap iman seseorang. Keluarga merupakan “madrasah” pertama bagi

anak sehingga peran keluarga sangat menentukan dalam menanamkan nilai-nilai keimanan

kepada anak kemudian diperkuat melalui pendidikan dalam lingkungan sekolah dan masyarakat.
Tahapan keimanan dalam islam, yaitu:
a. Dibenarkan di dalam qalbu (keyakinan mendalam akan Kebenaran yang

disampaikan).

b. Diikrarkan dengan lisan (menyebarkan Kebenaran).

c. Diamalkan (merealisasikan iman dengan mengikuti contoh Rasul).

B. Taqwa

1. Pengertian Taqwa

Taqwa berasal dari kata waqa, yaqi, wiqayah yang berarti takut, menjaga, memelihara

dan melindungi. Sesuai dengan makna tersebut, maka taqwa dapat diartikan sikap memelihara

keimanan yang diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama islam secara utuh dan konsisten

(istiqomah). Karakteristik orang-orang yang bertaqwa, secara umum dapat dikelompokkan ke

dalam lima kategori atau indikator ketaqwaan, yaitu:

a. Memelihara fitrahnya iman.

b. Mencintai sesama umat manusia yang diwujudkan melalui kesanggupan

mengorbankan harta.

c. Mendirikan shalat dan menunaikan zakat.

d. Menepati janji, yang dalam pengertian lain memelihara kehormatan diri.

e. Sabar disaat kepayahan atau mendapat cobaan.

2. Aspek Ketaqwaan
a. Hubungan taqwa dengan Allah. Maksudnya: Seseorang yang bertaqwa (muttaqi) adalah

orang yang menghambakan dirinya kepada Allah dan selalu menjaga hubungan-Nya setiap

saat serta melaksanakan perintah dan menjauhi larangan-Nya.

b. Hubungan taqwa dengan sesama manusia. Maksudnya: hubungan dengan Allah menjadi

dasar bagi hubungan sesama manusia. Orang yang bertaqwa akan dapat dilihat dari

peranannya di tengah-tengah masyarakat. Sikap taqwa tercermin dalam bentuk kesediaan

untuk menolong orang lain, melindungi yang lemah dan keberpihakan pada kebenaran dan

keadilan. Oleh karena itu, orang yang taqwa akan menjadi motor penggerak gotong royong
dan kerja sama dalam bentuk kebaikan.
c. Hubungan taqwa dengan diri sendiri, maksudnya : Dalam hubungan dengan diri sendiri

ketaqwaan ditandai dengan ciri-ciri antara lain:

1) Sabar, yaitu sikap diri menerima apa saja yang datang kepada dirinya, baik perintah,

larangan, maupun musibah yang menimpanya.

2) Tawakkal, yaitu menyerahkan keputusan segala sesuatu, ikhtiar, dan usaha kepada Allah.

3) Syukur, yaitu sikap berterima kasih atas apa saja yang diberikan Allah atau sesama

manusia.

4) Berani, yaitu sikap diri yang mampu menghadapi resiko sebagai konsekuensinya dari

komitmen dirinya terhadap kebenaran.

d. Hubungan taqwa dengan lingkungan hidup. Maksudnya: Manusia yang bertaqwa adalah

manusia yang memegang tugas kekhalifahaannya di tengah alam, sebagai subyek yang

bertanggung jawab mengelola dan memelihara alam lingkungannya.

Orang yang bertaqwa adalah orang yang mampu menyikapi lingkungannya dengan

sebaik-sebaiknya. Bagi orang yang bertaqwa, lingkungan alam adalah nikmat Allah yang harus

disyukuri dengan cara memanfaatkannya sesuai dengan keharusannya dan memelihara dengan

sebaik-baiknya.

C. Hubungan Iman dan Taqwa

Pada prinsipnya, iman adalah syarat sedangkan taqwa adalah tujuan. Kedudukan iman
sebagai syarat menunjukkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah hanya dapat disahuti

melalui wadah keimanan ini. Mengingat bahwa nilai-nilai iman berfluktuasi maka sudah pasti

nilai-nilai ibadah juga demikian. Oleh karena itu, melalui wadah iman ini pulalah maka tujuan

dari ibadah yaitu menuju jenjang taqwa sangat mudah direalisasikan. Iman dan taqwa merupakan

dua sisi mata uang yang sangat sulit untuk dipisahkan dan bahkan kedua-duanya saling

membutuhkan. Dengan kata lain, jenjang taqwa tidak akan pernah terwujud bila tidak diawali

dengan keimanan dan keimanan itu sendiri tidak akan memiliki nilai apa-apa bila tidak sampai

ke derajat ketaqwaan.
Perpaduan antara iman dan taqwa ini adalah kemuliaan sebagaimana yang telah

dijelaskan dalam Al-Qur'an. Oleh karena itu, al-Qur'an dengan tegas menyebutkan bahwa

manusia yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling taqwa. Predikat

kemuliaan ini sangat ditentukan oleh kualitas taqwa, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang

maka semakin mulia pula kedudukannya pada pandangan Allah. Perpaduan antara iman dan

taqwa ini tidak akan terjadi secara otomatis karena iman memiliki persyaratan untuk menuju

nilai kesempurnaannya. Persyaratan ini dapat dilihat melalui aturan-aturan yang diberlakukan

kepada iman yaitu memadukan keyakinan dengan perbuatan. Tanpa melakukan perpaduan ini

maka iman akan selalu bersifat statis karena berada pada tataran ikrar tidak pada tataran aplikasi.

Oleh karena itu, maka kata 'iman' selalu digandeng dalam al-Qur'an dengan amal shaleh (amanu

wa 'amilu alshalihat) supaya keberadaan iman terkesan lebih energik.

Penggandengan kata “iman” dengan perbuatan baik ini menunjukkan adanya upaya-

upaya khusus yang harus dilakukan untuk menjaga keeksisan iman itu sendiri. Perlunya upaya

khusus ini karena posisi manusia masih sangat labil jika masih berada pada level iman. Untuk

menguatkan posisi ini maka orang-orang yang beriman diperintahkan untuk melakukan

perbuatan-perbuatan baik untuk menuju kestabilan. Adapun yang dimaksud dengan taqwa ialah

kemampuan diri menjaga perpaduan ini secara kontinyu sesuai makna dasar dari kata taqwa itu

sendiri yaitu “menjaga”. Dengan demikian, maka sifat taqwa merupakan benteng untuk menjaga
aturan-aturan Allah supaya posisi iman tidak lagi berada dalam kelabilan. Kunci sukses yang

ditawarkan al-Qur'an untuk menghindari kelabilan ini ialah dengan melakukan perbuatan-

perbuatan baik.

D. Indikator Iman dan Taqwa dalam al-Qur’an

Dalam al-Qur’an, telah disebutkan karakteristik yang selalu melekat dalam diri manusia

yang bertaqwa, yaitu sebagai berikut:

1. Pertama, dalam surah al-Baqarah/2:3-4, yaitu manusia yang beriman kepada yang ghaib,

mendirikan shalat, menafkahkan sebagian rezeki yang telah dianugerahkan kepadanya,


beriman kepada kitab suci Alquran dan kitab-kitab yang telah diturunkan sebelumnya,

serta yang yakin akan adanya kehidupan akhirat.

2. Kedua, dalam surah al-Baqarah/2:177. Orang yang bertaqwa adalah yang beriman kepada

Allah, hari Akhir, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan nabi-nabi-Nya.

Kemudian, dia memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim,

orang-orang miskin, musafir yang memerlukan pertolongan, dan orang yang meminta-

minta. Orang yang bertaqwa juga memerdekakan hamba sahaya, mendirikan shalat, dan

menunaikan zakat. Selain itu, orang yang bertaqwa selalu menepati janjinya dan bersabar

dalam kesempitan, penderitaan, dan peperangan.

3. Ketiga, dalam surah Ali Imran/3: 134-135. yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya

di waktu lapang maupun sempit, menahan amarahnya, memaafkan kesalahan orang lain,

dan apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri segera ingat kepada

Allah, lalu memohon ampun kepada-Nya.

E. Iman dan Taqwa dalam Kehidupan Modern

Seiring perkembangan zaman menunjukkan banyak dampak positif yang dapat kita ambil

tetapi banyak pula dampak negatif yang ditimbulkan. Oleh karena itu, agar terhindr dari dampak

negatif pada perkembangan zaman yang modern ini, kita harus menjaga diri dari apa-apa yang

dilarang Allah seperti berbuat maksiat dan lain sebagainya. Dampak-dampak negatif itu dapat
terjadi karena landasan kehidupan atau iman dan taqwa manusia kepada Allah mulai goyah. Hal

ini akan menyebabkan manusia bertindak dengan hanya mengandalkan hawa nafsu tanpa

melibatkan akal dan pikiran. Mereka akan bertindak semau mereka sendiri dan akan mengejar

nikmat duniawi tanpa memperdulikan nilai-nilai dan norma-norma agama serta pendidikan.

Berikut ini ada beberapa permasalahan masyarakat kita dalam kehidupan moderen saat

ini, yaitu:

1. Agama dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dengan pengaturan kehidupan.

2. Pola hidup masyarakat bergeser dari social-religius ke arah masyarakat individual


materialistis dan sekuler.
3. Pola hidup sederhana dan produktif cenderung kearah pola hidup mewah dan konsumtif.

4. Hubungan keluarga yang semula erat dan kuat cenderung menjadi longgar dan rapuh.

5. Nilai-nilai agama dan tradisional masyarakat cenderung berubah menjadi masyarakat

modern yang bercorak sekuler atau tidak menunjukkan akhlak keislamannya.

6. Ambisi karir dan materi yang tidak terkendali mengganggu hubungan interpersonal baik

dalam keluarga maupun masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai