Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Moderen
Implementasi Iman Dan Taqwa Dalam Kehidupan Moderen
NIM : 80100319071
Konsentrasi : Pendidikan dan Keguruan
membenarkan denagn hati, dalam arti menerima dan tunduk kepada hal-hal yang diketahui
berasal dari Nabi Muhamad. Dengan demikian Iman kepada Allah berati iman atau percaya
bahwa Allah satu-satunya dzat yang mencipta, memelihara, menguasai, dan mengatur alam
semesta. Iman kepada keesaan Allah juga berarti iman atau yakin bahwa hanya kepada Allah-lah
manusia harus betuhan, beribadah memohon pertolongan, tunduk, patuh, dan merendahkan diri.
Selain itu iman kepada keesaan Allah juga berarti mempercayai bahwa Allah-lah yang memiliki
segala sifat kesempurnaan dan terlepas dari sifat tercela atau dari segala kekurangan.
Iman tidak cukup disimpan didalam hati. Iman harus dilahirkan dalam bentuk perbuatan
yang nyata dan dalam bentuk amal sholeh atau perilaku yang baik. Disamping itu, pengertian
tersebut juga membawa makna bahwa iman tidak sekedar beriman kepada apa yang disebutkan
di dalam “rukun iman” saja, yaitu iamn kepada Allah, iamn kepada malaikat-malaikat-Nya, iman
kepada hari akhir, dan iamn kepada qadha’ dan qadar, tetapi lebih dari itu, cakupan iman
meliputi pengimanan terhadap segala hal yang dibawa oleh Nabi Muhammad selain rukun iman
tersebut. Misalnya, iman terhadap kewajiban sholat, zakat, puasa, haji, dan juga tentang halal
haram.
Taqwa adalah satu hal yang sangat penting dan harus dimiliki setiap muslim. Signifikansi
taqwa bagi umat islam diantaranya adalah sebagai spesifikasi pembeda dengan umat lain bahkan
dengan jin dan hewan, karena taqwa adalah refleksi iman seorang muslim. Seorang muslim yang
beriman tidak ubahnya seperti binatang, jin dan iblis jika tidak mangimplementasikan
keimanannya dengan sikap taqwa, karena binatang, jin dan iblis mereka semuanya dalam arti
sederhana beriman kepada Allah yang menciptakannya, karena arti iman itu sendiri secara
sederhana adalah “percaya”, maka taqwa adalah satu-satunya sikap pembeda antara manusia
dengan makhluk lainnya. Seorang muslim yang beriman dan sudah mengucapkan dua kalimat
syahadat akan tetapi tidak merealisasikan keimanannya dengan bertaqwa dalam arti
menjalankan segala perintah Allah dan menjauhi segala laranganNya, dan dia juga tidak mau
terikat dengan segala aturan agamanya dikarenakan kesibukannya atau asumsi pribadinya ang
mengaggap eksistensi syariat agama sebagai pembatasan berkehendak yang itu adalah hak asasi
manusia, kendatipun dia beragama akan tetapi agamanya itu hanya sebagai identitas pelengkap
dalam kehidupan sosialnya, maka orang semacam ini tidak sama dengan binatang akan tetapi
kedudukannya lebih rendah dari binatang, karena manusia dibekali akal yang dengan akal
tersebut manusia dapat melakukan analisis hidup, sehingga pada akhirnya menjadikan taqwa
Taqwa adalah sikap abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya
berhubungan dengan syariat agama dan kehidupan sosial. Seorang muslim yang bertaqwa pasti
selalu berusaha melaksanakan perintah Tuhannya dan menjauhi segala laranganNya dalam
kehidupan ini. Yang menjadi permasalahan sekarang adalah bahwa umat islam berada dalam
kehidupan modern yang serba mudah, serba bisa bahkan cenderung serba boleh. Setiap detik
dalam kehidupan umat islam selalu berhadapan dengan hal-hal yang dilarang agamanya akan
tetapi sangat menarik naluri kemanusiaanya, ditambah lagi kondisi religius yang kurang
mendukung. Keadaan seperti ini sangat berbeda dengan kondisi umat islam terdahulu yang
kental dalam kehidupan beragama dan situasi zaman pada waktu itu yang cukup mendukung
kualitas iman seseorang. Olah karenanya dirasa perlu mewujudkan satu konsep khusus mengenai
pelatihan individu muslim menuju sikap taqwa sebagai tongkat penuntun yang dapat digunakan
(dipahami) muslim siapapun. Karena realitas membuktikan bahwa sosialisasi taqwa sekarang,
baik yang berbentuk syariat seperti puasa dan lain-lain atau bentuk normatif seperti himbauan
khatib dan lain-lain terlihat kurang mengena, ini dikarenakan beberapa faktor, diantaranya yang
pertama muslim yang bersangkutan belum paham betul makna dari taqwa itu sendiri, sehingga
membuatnya enggan untuk memulai, dan yang kedua ketidaktahuannya tentang bagaimana,
darimana dan kapan dia harus mulai merilis sikap taqwa, kemudian yang ketiga kondisi sosial
dimana dia hidup tidak mendukung dirinya dalam membangun sikap taqwa, seperti saat sekarang
kehidupan yang serba bisa dan cenderung serba boleh. Oleh karenanya setiap individu muslim
harus paham pos – pos alternatif yang harus dilaluinya, diantaranya yang paling awal dan utama
adalah gadhul bashar (memalingkan pandangan), karena pandangan (dalam arti mata dan
telinga) adalah awal dari segala tindakan, penglihatan atau pendengaran yang ditangkap oleh
panca indera kemudian diteruskan ke otak lalu direfleksikan oleh anggota tubuh dan akhirnya
berimbas ke hati sebagai tempat bersemayam taqwa, jika penglihatan atau pendengaran tersebut
bersifat negatif dalam arti sesuatu yang dilarang agama maka akan membuat hati menjadi kotor,
jika hati sudah kotor maka pikiran (akal) juga ikut kotor, dan ini berakibat pada aktualisasi
kehidupan nyata, dan jika prilaku, pikiran dan hati sudah kotor tentu akan sulit mencapai sikap
taqwa.
Oleh karenanya dalam situasi yang serba bisa dan sangat plural ini dirasa perlu menjaga
pandangan (dalam arti mata dan telinga) dari hal – hal yang dilarang agama sebagai cara awal
dan utama dalam mendidik diri menjadi muslim yang bertaqwa. Menjaga mata, telinga, pikiran,
hati dan perbuatan dari hal-hal yang dilarang agama, menjadikan seorang muslim memiliki
kesempatan besar dalam memperoleh taqwa. Karena taqwa adalah sebaik–baik bekal yang harus
kita peroleh dalam mengarungi kehidupan dunia yang fana dan pasti hancur ini, untuk dibawa
kepada kehidupan akhirat yang kekal dan pasti adanya. Adanya kematian sebagai sesuatu yang
pasti dan tidak dapat dikira-kirakan serta adanya kehidupan setelah kematian menjadikan taqwa
sebagai obyek vital yang harus digapai dalam kehidupan manusia yang sangat singkat ini.
Memulai untuk bertaqwa adalah dengan mulai melakukan hal-hal yang terkecil seperti menjaga
pandangan, serta melatih diri untuk terbiasa menjalankan perintah Allah dan menjauhi segala
laranganNya, karena arti taqwa itu sendiri sebagaimana dikatakan oleh Imam Jalaluddin Al-
Mahally dalam tafsirnya bahwa arti taqwa adalah “imtitsalu awamrillahi wajtinabinnawahih”,