Anda di halaman 1dari 9

Nama : Emanuel Lega

NIM : 221910843

Kelas : 2KS4

Kode : TXLU9

3.1 Penerapan Rule of Law di Indonesia


3.1.1 Latar belakang Rule of Law
 Rule of Law adalah suatu doktrin hukum yang mulai muncul pada abad ke 19, bersamaan
dengan kelahiran Negara konstitusi dan demokrasi. Doktrin tersebut lahir sejalan dengan
tumbuh suburnya demokrasi dan meningkatnya peran parlemen dalam penyelenggaraan
Negara, serta sebagai reaksi terhadap Negara absolute yang berkembang sebelumnya. Rule
of law merupakan konsep tentang common law tempat segenap lapisan masyarakat dan
Negara beserta seluruh kelembagaannya menjunjung tinggi supremasi hukum yang
dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Rule of law adalah rule by the law dan
bukan rule by the man. Konsep ini lahir untuk mengambil alih dominasi yang dimiliki kaum
gereja, ningrat, dan kerajaan, serta menggeser Negara kerajaan dan memunculkan Negara
konstitusi dimana doktrin rule of law ini lahir. Ada tidaknya rule of law dalam suatu Negara
ditentukan oleh “kenyataan”, apakah rakyatnya benar-benar menikmati keadilan, dalam arti
perlakuan yang adil, baik sesama warga negara, maupun dari pemerintah ? oleh karena itu,
pelaksanaan kaidah-kaidah hukum yang berlaku di suatu Negara merupakan hukum yang
adil, artinya kaidah hukum yang menjamin perlakuan yang adil bagi masyarakat.

Syarat-syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintahan yang demokrasi menurut


rule of law adalah:
1. Adanya perlindungan konstitusional.
2. Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
3. Pemilihan umum yang bebas.
4. Kebebasan untuk menyatakan pendapat.
5. Kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
6. Pendidikan kewarganegaraan

3.1.2  Prinsip - prinsip Rule of Law


Di Indonesia, prinsip-prinsip rule of law secara formal tertera dalam pembukaan UUD 1945.
Prinsip-prinsip tersebut pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap “rasa
keadilan” bagi rakyat Indonesia, juga “keadilan sosial” sehingga pembukaan UUD 1945
bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan Negara. Dengan demikian, inti dari rule of
law adalah jaminan adanya keadilan bagi masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-
prinsip diatas merupakan dasar hukum pengambilan kebijakan bagi penyelenggaraan
Negara/pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan
atas rasa keadilan terutama keadilan sosial.

Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat dalam pasal-pasal UUD 1945,
yaitu : 
1. Negara Indonesia adalah Negara hukum (pasal 1 Ayat (3)) 
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 Ayat 1)
3. Segala warga Negara bersamaan kedudukannnya di dalam hukum dan pemerintahan,
serta wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
(pasal 27 ayat 1) 
4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 Pasal, antara lain bahwa setiap
orang berhak atas pengakuan, jaminan, pelindungan dan kepastian hukum yang adil,
serta perlakuan yang di hadapan hukum (pasal 28 D ayat 1). 
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan
layak dalam hubungan kerja (pasal 28 D Ayat 2).

3.1.3 Dinamika pelaksanaan Rule of Law di Indonesia


 Dalam Proses Penegakan hukum di Indonesia dilakukan oleh lembaga penegak hukum
yang terdiri dari :
 Kepolisian
fungsinya memelihara keamanan dalam negeri. Yang memiliki tugas pokok yaitu:
1. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat.
2. Menegakan Hukum.
3. Memberi perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat
wewenang kepolisian adalah sebagai berikut:
1. Mengawasi aliran yang menimbulkan perpecahan dan mengancam persatuan dan
kesatuan bangsa.
2. Melakukan penangkapan, penahanan, penggeledahan, dan penyitaan.
3. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam
rangka pencegahan.
4. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan,
kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat.
5. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat
lainnya.
6. Memberikan izin melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata
tajam.

 Kejaksaan
wewenang dan tugas kejaksaan
1. Melakukan penuntutan
2. Melaksanakan penetapan hakim dan putusa pengadilan yang telah memperoleh
kekuatan hukum tetap.
3. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan putusan pidana masyarakat, putusan
pidana pengawasan, dan keputusan lepas bersyarat.
4. Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu berdasarkan undang-undang.
5. Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu dapat melakukan pemeriksaan
tambahan sebelum dilimpahkan ke pengadilan dan dalam pelaksanaannya
dikoordinasikan dengan penyidik.

 KPK( komisi Pemberantasan Korupsi)


KPK di tetapkan dengan UU no 20 tahun 2002 dengan tujuan meningkatkan daya
guna dan hasil guna terhadap pemberantasan tindak pidana korupsi.
Tugas KPK :
1. Berkoordinasi dengan instansi lain yang berwenang melakukan pemberantasan tindak
pidana korupsi
2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana
korupsi.
3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi.
5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan Negara.
wewenang KPK :
1. Melakukan pengawasan, penelitian, penelaahan, terhadap instansi yang menjalankan
tugas dan wewenang dengan pemberantasan tindak korupsi.
2. Mengambil alih penyidikan dan penuntutan terhadap pelaku tindak korupsi yang
sedang dilakukan oleh kepolisian dan kejaksaan.
3. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan korupsi.
4. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
5. Hanya menangani perkara korupsi yang terjadi setelah 27 Desember 2002.
6. Peradilan tindak pidana korupsi tidak bisa berjalan dengan landasan hukum UU KPK

 Badan Peradilan
Mahkamah Agung (MA) merupakan puncak kekuasaan kehakiman di Indonesia.
Kewenangan MA :
1. Mengadili pada tingkat kasasi terhadap putusan yang diberikan pada tingkat terakhir
oleh pengadilan.
2. Menguji peraturan perundang-undangan di bawah UU terhadap UU
3. Kewenangan lain yang ditetapkan undang-undang.

Mahkamah Konstitusi (MK) merupakan lembaga peradilan pada tingkat pertama dan
terakhir
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945
2. Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh
UUD 1945
3. Memutuskan pembubaran partai politik
4. Memutuskan perselisihan tentang hasil pemilihan umum.

Peradilan Tinggi dan Negeri merupakan peradilan umum di tingkat provinsi dan
kabupaten. Fungsi kedua peradilan tersebut adalah menyelenggarakan peradilan baik
pidana dan perdata di tingkat kabupaten, dan tingkat banding di peradilan tinggi. Pasal 57
UU No. 8 tahun 2004 menetapkan agar peradilan memberikan prioritas peradilan
terhadap tindak korupsi, terorisme, narkotika atau psikotropika pencucian uang, dan
selanjutnya, tindak pidana.

3.2  Perkembangan Konstitusi di Indonesia


Konstitusi secara umum memiliki sifat-sifat formil dan materiil. Konstitusi dalam arti
formil berarti konstitusi yang tertulis dalam suatu ketatanegaraan suatu negara, Dalam
pandangan ini suatu konstitusi baru bermakna apabila konstitusi tersebut telah berbentuk
naskah tertulis dan diundangkan, misalnya UUD 1945, Sedangkan konstitusi materiil
adalah suatu konstitusi jika orang melihat dari segi isinya, isi konstitusi pada dasarnya
menyangkut hal-hal yang bersifat dasar atau pokok bagi rakyat dan negara ( Titik
Triwulan Tutik, 2006 : 2).
konstitusi tertulis diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang Dasar di Negara
Indonesia. Selain memuat aspek hukum, konstitusi juga memuat aspek politik. Setiap
negara selalu mengalami perkembangan politik sehingga konstitusi juga mengalami
perkembangan sesuai dengan perkembangan politik suatu bangsa. Dinamika politik
tertentu mempengaruhi perkembangan ketatanegaraan suatu bangsa. Perkembangan
ketatanegaraan Indonesia sejalan dengan perkembangan dan perubahan konstitusi di
Indonesia seperti diuraikan dalam pembahasan berikut ini:

a. Periode 18 Agustus 1945 sampai dengan 27 Desember 1949 masa berlakunya


Undang-Undang Dasar 1945. 
Pada masa periode pertama kali terbentuknya Negara Republik Indonesia, konstitusi
atau Undang Undang Dasar yang pertama kali berlaku adalah UUD 1945 hasil rancangan
BPUPKI, kemudian disahkan oleh PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945. Menurut UUD
1945 kedaulatan berada ditangan rakyat dan dilaksanakan oleh MPR yang merupakan
lembaga tertinggi negara. 
Menyadari bahwa negara Indonesia baru saja terbentuk, tidak mungkin semua urusan
dijalankan berdasarkan konstitusi, maka berdasarkan hasil kesepakatan yang termuat
dalam Pasal 3 Aturan Peralihan menyatakan :”Untuk pertama kali Presiden dan Wakil
Presiden dipilih oleh PPKI.” Kemudian dipilihlah secara aklamasi Soekarno dan Moh.
Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang pertama kali. Dalam
menjalankan tugasnya presiden dibantu oleh Komite Nasional, dengan sistem
pemerintahan presidensial artinya kabinet bertanggung jawab pada presiden. 
Pada masa ini terbukti bahwa konstitusi belum dijalankan secara murni dan
konsekuen, sistem ketatanegaraan berubah-ubah, terutama pada saat dikeluarkannya
maklumat Wakil Presiden No. X tanggal 16 Oktober 1945, yang berisi bahwa Komite
Nasional Indonesia Pusat (KNIP) sebelum terbentuknya MPR dan DPR diserahi tugas
legislatif dan menetapkan GBHN bersama Presiden, KNIP bersama Presiden menetapkan
Undang-Undang, dan dalam menjalankan tugas sehari-hari dibentuklah badan pekerja
yang bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat ( Titik Triwulan Tutik, 2006 :
67). 
 
b. Periode 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950, masa berlakunya
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat (RIS).
Sebagai rasa ungkapan ketidakpuasan Belanda atas kemerdekaan Republik
Indonesia, terjadilah kontak senjata (agresi) oleh Belanda pada tahun 1947 dan 1948,
dengan keinginan Belanda untuk memecah belah NKRI menjadi negara federal agar
dengan secara mudah dikuasai kembali oleh Belanda, akhirnya disepakati untuk
mengadakan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag Belanda, dengan
menghasilkan tiga buah persetujuan antara lain : 
1) Mendirikan Negara Republik Indonesia Serikat; 
2) Penyerahan kedaulatan Kepada Republik Indonesia Serikat; dan 
3) Didirikan Uni antara Republik Indonesia Serikat dengan Kerajaan Belanda ( Titik
Triwulan Tutik, 2006: 69). 
Kekuasaan kedaulatan Republik Indonesia Serikat dilakukan oleh pemerintah
bersama-sama dengan DPR dan Senat. Sistem pemerintahan presidensial menjadi
parlementer, yang bertanggung jawab kebijaksanaan pemerintah berada di tangan
Menteri-Menteri baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri bertanggung jawab
kepada parlemen (DPR), Namun demikian pada konstitusi RIS ini juga belum
dilaksanakan secara efektif, karena lembaga-lembaga negara belum dibentuk sesuai
amanat UUD RIS. 

c. Periode 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959, masa berlaku Undang Undang
Dasar Sementara Tahun 1950 (UUDS 1950).
Ternyata Konstitusi RIS tidak berumur panjang, hal itu disebabkan karena isi
konstitusi tidak berakar dari kehendak rakyat, juga bukan merupakan kehendak politik
rakyat Indonesia melainkan rekayasa dari pihak Belanda maupun PBB, sehingga
menimbulkan tuntutan untuk kembali ke NKRI. Satu persatu negara bagian
menggabungkan diri menjadi negara Republik Indonesia, kemudian disepakati untuk
kembali ke NKRI dengan menggunakan UUD sementara 1950. 
Bentuk negara pada konstitusi ini adalah Negara Kesatuan, yakni negara yang
bersusun tunggal, artinya tidak ada negara dalam negara sebagaimana halnya bentuk
negara serikat. Ketentuan Negara Kesatuan ditegaskan dalam Pasal 1 ayat (1) UUDS
1950 yang menyatakan Republik Indonesia merdeka dan berdaulat ialah negara hukum
yang demokrasi dan berbentuk kesatuan. Pelaksanaan konstitusi ini merupakan
penjelmaan dari NKRI berdasarkan Proklamasi 17 Agustus 1945, serta didalamnya juga
menjalankan otonomi atau pembagian kewenangan kepada daerah-daerah di seluruh
Indonesia. 
Sistem pemerintahannya adalah sistem pemerintahan parlementer, karena tugas-tugas
eksekutif dipertanggungjawabkan oleh Menteri-Menteri baik secara bersama-sama
maupun sendiri sendiri kepada DPR. Kepala negara sebagai pucuk pimpinan
pemerintahan Yustisia Vol.2 No.3 September - Desember 2013 Perkembangan Konstitusi
di Indonesia ... 123 tidak dapat diganggu gugat karena kepala negara dianggap tidak
pernah melakukan kesalahan, kemudian apabila DPR dianggap tidak representatif maka
Presiden berhak membubarkan DPR (Dasril Radjab, 2005 : 202). 

d. Periode 5 Juli 1959 sampai dengan 19 Oktober 1999, masa berlaku Undang Undang
Dasar 1945.
Pada periode ini UUD 1945 diberlakukan kembali dengan dasar dekrit Presiden
tanggal 5 Juli tahun 1959. Berlakunya kembali UUD 1945 berarti merubah sistem
ketatanegaraan, Presiden yang sebelumnya hanya sebagai kepala negara selanjutnya juga
berfungsi sebagai kepala pemerintahan, dibantu Menteri-Menteri kabinet yang
bertanggung jawab kepada Presiden. Sistem pemerintahan yang sebelumnya parlementer
berubah menjadi sistem presidensial. 
Dalam praktek ternyata UUD 1945 tidak diberlakukan sepenuhnya hingga tahun
1966. Lembaga-lembaga negara yang dibentuk baru bersifat sementara dan tidak berdasar
secara konstitusional, akibatnya menimbulkan penyimpangan-penyimpangan kemudian
meletuslah Gerakan 30 September 1966 sebagai gerakan anti Pancasila yang dipelopori
oleh PKI, walaupun kemudian dapat dipatahkannya. Pergantian kepemimpinan nasional
terjadi pada periode ini, dari Presiden Soekarno digantikan Soeharto, yang semula
didasari oleh Surat Perintah Sebelas Maret 1966 kemudian dilaksanakan pemilihan umum
yang kedua pada tahun 1972. 
Babak baru pemerintah orde baru dimulai, sistem ketatanegaraan sudah berdasar
konstitusi, pemilihan umum dilaksanakan setiap 5 tahun sekali, pembangunan nasional
berjalan dengan baik, namun disisi lain terjadi kediktatoran yang luar biasa dengan alasan
demi terselenggaranya stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi, sehingga sistem
demokrasi yang dikehendaki UUD 1945 tidak berjalan dengan baik. 
Keberadaan partai politik dibatasi hanya tiga partai saja, sehingga demokrasi
terkesan mandul, tidak ada kebebasan bagi rakyat yang ingin menyampaikan
kehendaknya, walaupun pilar kekuasaan negara seperti eksekutif, legislatif dan yudikatif
sudah ada tapi perannya tidak sepenuhnya, kemauan politik menghendaki kekuatan
negara berada ditangan satu orang yaitu Presiden, sehingga menimbulkan demonstrasi
besar pada tahun 1998 dengan tuntutan reformasi, yang berujung pada pergantian
kepemimpinan nasional. 

e. Periode 19 Oktober 1999 sampai dengan 10 Agustus 2002, masa berlaku


pelaksanaan perubahan Undang Undang Dasar 1945.
Sebagai implementasi tuntutan reformasi yang berkumandang pada tahun 1998,
adalah melakukan perubahan terhadap UUD 1945 sebagai dasar negara Republik
Indonesia. Dasar hukum perubahan UUD 1945 adalah Pasal 3 dan Pasal 37 UUD 1945
yang dilakukan oleh MPR sesuai dengan kewenangannya, sehingga nilai-nilai dan
prinsip-prinsip demokrasi di Negara Kesatuan Republik Indonesia nampak diterapkan
dengan baik. 
Dalam melakukan perubahan UUD 1945, MPR menetapkan lima kesepakatan,
yaitu : 
 Tidak mengubah Pembukaan UUD Negara Republik Indonesia 1945; 
 Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia; 
 Mempertegas sistem pemerintahan presidensial; 
 Penjelasan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
memuat hal-hal normatif akan dimasukkan kedalam pasal pasal (batang tubuh);
dan 
 Melakukan perubahan dengan cara adendum. 
Pada periode ini UUD 1945 mengalami perubahan hingga keempat kali, sehingga
mempengaruhi proses kehidupan demokrasi di Negara Indonesia. Seiring dengan
perubahan UUD 1945 yang terselenggara pada tahun 1999 hingga 2002, maka naskah
resmi UUD 1945 terdiri atas lima bagian, yaitu UUD 1945 sebagai naskah aslinya
ditambah dengan perubahan UUD 1945 kesatu, kedua , ketiga dan keempat, sehingga
menjadi dasar negara yang fundamental/dasar dalam menjalankan kehidupan berbangsa
dan bernegara. 

f. Periode 10 Agustus 2002 sampai dengan sekarang masa berlaku Undang Undang
Dasar 1945, setelah mengalami perubahan.
Pada saat reformasi, agenda yang utama adalah melaksanakan perubahan UUD 1945,
yaitu telah terselenggara pada Sidang Umum MPR tahun 1999 dan berhasil menetapkan
perubahan UUD 1945 yang pertama, kemudian disusul perubahan kedua, ketiga hingga
keempat. Dahulu setiap gagasan amandemen UUD 1945 selalu dianggap salah dan
dianggap bertendensi subversi atas negara dan pemerintah, tetapi dengan adanya
perubahan pertama pada tahun 1999, mitos tentang kesaktian dan kesakralan konstitusi
itu menjadi runtuh ( Muh, Mahfud MD, 2003 : 176). 
Nuansa demokrasi lebih terjamin pada masa UUD 1945 setelah mengalami
perubahan. Keberadaan lembaga negara sejajar, yaitu lembaga eksekutif (pemerintah),
lembaga legislatif (MPR, yang terdiri dari DPR dan DPD), lembaga Yudikatif (MA, MK
dan KY), dan lembaga auditif (BPK). Kedudukan lembaga negara tersebut mempunyai
peranan yang lebih jelas dibandingkan masa sebelumnya. Masa jabatan presiden dibatasi
hanya dua periode saja, yang dipilih secara langsung oleh rakyat. 
Pelaksanaan otonomi daerah terurai lebih rinci lagi dalam UUD 1945 setelah
perubahan, sehingga pembangunan di segala bidang dapat dilaksanakan secara merata di
daerah-daerah. Pemilihan kepala daerah dilaksanakan secara demokratis, kemudian diatur
lebih lanjut dalam UU mengenai pemilihan kepala daerah secara langsung, sehingga
rakyat dapat menentukan secara demokratis akan pilihan pemimpin yang sesuai dengan
kehendak rakyat. 
Jaminan terhadap hak - hak asasi manusia dijamin lebih baik dan diurai lebih rinci
lagi dan UUD 1945, sehingga kehidupan demokrasi lebih terjamin. Keberadaan partai
politik tidak dibelenggu seperti masa sebelumnya, ada kebebasan untuk mendirikan partai
politik dengan berasaskan sesuai dengan kehendaknya asalkan tidak bertentangan dengan
Pancasila dan UUD 1945, serta dilaksanakannya pemilihan umum yang jujur dan adil.

 3.3 Arti Penting UUD 1945 


Konstitusi memuat cita- cita yang akan dicapai dengan pembentukan negara dan
prinsip-prinsip dasar pencapaian cita-cita tersebut. UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa
Indonesia merupakan dokumen hukum dan dokumen politik yang memuat cita-cita, dasar-
dasar, dan prinsip-prinsip penyelenggaraan kehidupan nasional. Pembukaan dan pasal-
pasal adalah satu kesatuan norma-norma konstitusi. Walaupun pembukaan memiliki
tingkat abstraksi yang lebih tinggi dibanding pasal-pasal, namun tidak dapat dikatakan
bahwa pembukaan memiliki kedudukan lebih tinggi dari pasal-pasal. Keduanya adalah
norma-norma konstitusi yang supreme dalam tata hukum nasional (Jimly Asshidique,
2005:18).
Dalam konteks Indonesia, Augustinus Simanjuntak (2005) menyatakan dengan lugas
bahwa Pembukaan UUD 1945 adalah bagian terpenting dari UUD 1945 yang disepakati
oleh MPR 1999 untuk tidak diubah sama sekali. Pembukaan dikatakan sebagai bagian
terpenting karena disanalah tertuang Pancasila yang merupakan norma fundamental
negara. Pembukaan mempunyai nilai yang sangat penting karena pembukaan memuat cita
hukum dan cita bangsa. Pentingnya pembukaan lebih disebabkan karena disanalah letak
tujuan bangsa dan tujuan bangsa inilah merupakan hasil kontrak kenegaraan antara rakyat
dan negara. 
Tujuan bangsa ini termuat dalam Pembukaan UUD 1945 alenia keempat, yaitu 
a. melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia; 
b. memajukan kesejahteraan umum; 
c. mencerdaskan kehidupan bangsa; dan 
d. ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,
dan keadilan sosial. 
Cita-cita tersebut akan dilaksanakan dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia
yang berdiri di atas lima dasar fundamental. 
Untuk mencapai cita-cita tersebut dan melaksanakan penyelenggaraan negara
berdasarkan Pancasila, UUD 1945 telah memberikan kerangka susunan kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Norma-norma dalam UUD 1945 tidak hanya
mengatur kehidupan politik tetapi juga kehidupan ekonomi dan sosial. Hal ini karena para
pendiri bangsa menghendaki bahwa rakyat Indonesia berdaulat secara penuh, bukan hanya
kedaulatan politik. Maka UUD 1945 merupakan konstitusi politik, konstitusi ekonomi,
dan konstitusi sosial yang harus menjadi acuan dan landasan secara politik, ekonomi, dan
sosial, baik oleh negara, masyarakat, ataupun pasar (Jimly Asshidique, 2005:19 ). 
Mutatis mutandis dari hal tersebut di atas, Komisi Konstitusi tentang perubahan
Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 menyimpulkan bahwa kedudukan dan
fungsi konstitusi adalah sebagai berikut(MPR, 2004:12-13): 
1. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional (national document) yang
mengandung perjanjian luhur, berisi kesapakatan-kesepakatan tentang politik, hukum,
pendidikan, kebudayaan, ekonomi, kesahjahteraan, dan aspek fundamental yang
menjadi tujuan negara; 
2. Konstitusi sebagai piagam kelahiran negara baru (a birth certificate of new state). Hal
ini juga merupakan bukti adanya pengakuan masyarakat internasional, termasuk
untuk menjadi anggota PBB, karena itu, sikap kepatuhan suatu negara terhadap
hukum internasional ditandai dengan adannya ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjian
internasional; 
3. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Konstitusi mengatur maksud dan tujuan
terbentuknya suatu negara dengan sistem administrasinya melalui adanya kepastian
hukum yang terkandung dalam Pasal-Pasalnya, unifikasi hukum nasional, social
control, memberikan legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga negara termasuk
pengaturan tentang pembagian dan pemisahan kekuasaan antara organ legislatif,
eksekutif, yudisial. Konstitusi sebagai sumber hukum tidak saja berfungsi sebagai a
tool of social engeneering dan social control, melainkan juga harus mampu merespon
secara kritis perubahan zaman; 
4. Konstitusi sebagai indentitas nasional dan lambang persatuan. Konstitusi menjadi
suatu sarana untuk memperlihatkan berbagai nilai dan norma suatu bangsadan negara,
misalnya simbol demokrasi, keadilan, kemerdekaan, negara hukum, yang dijadikan
sandaran untuk mencapai kemajuan dan keberhasilan tujuan negara. Konstitusi suatu
negara diharapkan dapat menyatakan persepsi masyarakat dan pemerintah, sehingga
memperlihatkan adanya nilai identitas kebangsaan, persatuan dan kesatuan, perasaan
bangga dan kehormatan sebagai bangsa yang bermartabat. Konstitusi dapat
memberikan pemenuhan atas harapanharapan sosial, ekonomi dan kepentingan
politik. Konstitusi tidak saja mengatur pembagian dan pemisahan kekuasaan dalam
lembaga-lembaga politik seperti legislatif, eksekutif, dan yudisial, akan tetapi juga
mengatur tentang penciptaan keseimbangan hubungan (cheks and balances) antara
pemerintah di pusat maupun di daerah; 
5. Konstitusi sebagai alat untuk membatasi kekuasaan. Konstitusi dapat berfungsi untuk
membatasi kekuasaan, mengendalikan perkembangan dan situasi politik yang selalu
berubah, serta berupaya untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan kekuasaan.
Berdasarkan alasan tersebut, menjadi sangat penting diperhatikan seberapa jauh
formulasi Pasal-Pasal dalam konstitusi dalam mengakomodasikan materi muatan-
muatan pokok dan penting sehingga dapat mencegah timbulnya penafsiran yang
beraneka ragam; 
6. Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga negara. Konstitusi
memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dan hak-hak kebebasan
warga negara. Hal ini merupakan pengejahwantahan suatu negara hukum dengan ciri-
ciri equality before the law, non diskriminatif dan keadilan hukum (legal justice) dan
keadilan moralitas (social and moral justice). 
Begitu pentingnya kedudukan Pembukaan UUD 1945 sehingga dalam periode
perubahan UUD 1945 secara masif disepakati secara nasional bahwa Pembukaan
("Preambule") UUD 1945 untuk tidak diubah sama sekali. Amandemen pertama dilakukan
pada Sidang Umum (SU) MPR 1999, lalu amandemen kedua berlangsung pada SU MPR
2000, amandemen ketiga diadakan pada Sidang Tahunan (ST) MPR 2001, dan terakhir
amandemen keempat dilakukan pada ST MPR 2002. Pada keempat sidang inilah UUD
1945 mengalami banyak perubahan yang sifatnya mendasar, baik menyangkut substansi
maupun menyangkut struktur kelembagaan negara. 

4.1 Kesimpulan
Rule of Law, suatu gagasan yang menjunjung tinggi supremasi hukum yang
dibangun diatas prinsip keadilan dan egalitarian. Dalam pelaksanaan gagasan ini, para
lembaga penegak hukum memiliki wewenang dan tugas masing-masing. Dalam
menegakkan hukum, diperlukan adanya konstitusi sebagai dasar hukum negara.
Dimana perkembangan ketatanegaraan Indonesia sejalan dengan perkembangan
konstitusi di Indonesia. UUD 1945 sebagai konstitusi bangsa Indonesia merupakan
dokumen hukum dan politik yang memuat cita-cita, dasar-dasar, dan prinsip-prinsip
penyelenggaraan kehidupan nasional. Mengetahui hal ini, kita sebagai penerus bangsa
wajib untuk menyadari pentingnya dan ikut berpartisipasi dalam penegakan hukum di
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai