Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN

PADA PASIEN FRAKTUR

DOSEN PEMBIMBING : Ns. Azhari Baedlawi, M. Kep

DISUSUN OLEH :

M. WAHID ICSANNUDIN CHANIAGO ADLAO

20186513021

SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN NERS PONTIANAK

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2020/2021


A. PENGERTIAN
1. Pengertian Fraktur
a. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas jaringan tulang
dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
(Sjamsuhidajat R., 1997)
b. Fraktur adalah Patah tulang, biasanya disebabkan oleh
trauma atau tenaga fisik.(Price and Wilson, 2006).
c. Fraktur adalah Terputusnya kontinuitas tulang dan tulang
rawan (Mansjoer,dkk, 2000)
2. Penyebab patah tulang (Barbara, 1999)
d. Fraktur terjadi ketika tekanan yang menimpa tulang lebih
besar daripada daya tahan tulang, seperti benturan dan cedera.
e. Fraktur terjadi karena tulang yang sakit, ini dinamakan
fraktur patologi yaitu kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau
osteoporosis.
3. Jenis-jenis fraktur (Smeltzer and Bare, 2003)
f. Fraktur komplit adalah patah pada seluruh garis tengah
tulang dan biasanya megalami pergeseran  (bergeser dari posisi
normal).
g. Fraktur Tidak komplit (inkomplit) adalah patah yang
hanya terjadi pada sebagian dari garis tengah tulang.
h. Fraktur tertutup (fraktur simple) tidak menyebabkan
robeknya kulit
i. Fraktur terbuka (fraktur komplikata/kompleks) merupakan
fraktur dengan luka pada kulit atau mebran mukosa sampai ke patahan
kaki. 1) Fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat, yaitu :
j. Derajat I :
 Luka < 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak sedikit, tidak ada tanda luka remuk
 Fraktur sederhana, tranversal, oblik, atau kominutif ringan
 Kontaminasi minimal
k. Derajat II :
 laserasi > 1 cm
 Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulse
 Fraktur kominutif sedang
 Kontaminasi sedang
l. Derajat III :
 Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur
kulit, otot. dan neurovascular serta kontaminasi derajat tinggi.
Fraktur derajat tiga terbagi atas :
 Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat,
meskipun terdapat laserasi luas/flap/avulse atau fraktur
segmental/sangat kominutif yang disebabkan oleh trauma
berenergi tinggi tanpa melihat besarnya ukuran  luka.
 Kehilangann jaringan lunak dengan fraktur tulang yang
terpapar atau kontaminasi massif.Luka pada pembuluh
arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa melihat
kerusakan jaringan lunak.
m. Sesuai pergerseran anatomisnya fraktur dibedakan
menjadi tulang bergeser/tidak bergeser. Jenis khusus fraktur dibagi
menjadi:
 Greensick, fraktur dimana salah satu sisi tulang patah sedang
sisi lainnya membengkok.
 Transversal, fraktur sepanjang garis tengah tulang.
 Oblik, fraktur membentuk sudut dengan garis tengah tulang
(lebih tidak stabil dibanding transversal).
 Spiral, fraktur memuntir seputar batang tulang.
 Kominutif, fraktur dengan tulang pecah menjadi beberapa
fragmen.
 Depresi, fraktur dengan fragmen patahan terdorng ke dalam
(sering terjadi pada tulang tengkorak dan tulang wajah).
 Kompresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi (terjadi
pada tulang belakang).
 Patologik, fraktur yang terjadi pada daerah tulang berpenyakit
(kista tulang, penyakit Paget, metastasi tulang, tumor).
 Avulsi, tertariknya fragmen tulang oleh ligamen atau tendo
pada perlengkatannya.
 Epfiseal, fraktur melalui epifisis
 Impaksi, fraktur dimana fragmen tulang terdorong ke fragmen
tulang lainnya.
B. ETIOLOGI
Menurut Sachdeva (1996), penyebab fraktur dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Cedera traumatic
n. cedera langsung, berarti pukulan langsung pada tulang
sehingga tulang patah secara spontan
o. cedera tidak langsung, berarti pukulan langsung berada
jauh dari benturan, misalnya jatuh dengan tangan menjulur dan
menyebabkan fraktur klavikula.
p. Fraktur yang disebabkan kontraksi keras dari otot yang
kuat.
2. Fraktur patologik
Dalam hal ini kerusakan tulang akibat proses penyakit, diman dengan trauma
minor dapat mengakibatkan fraktur, dapat juga terjadi pada keadaan :
q. Tumor tulang (jinak atau ganas)
r. Infeksi seperti osteomielitis
s. Rakhitis, suatu penyakti tulang yang disebabkan oleh
devisiensi vitamin D yang mempengaruhi semua jaringan skelet lain.
3. Secara spontan, disebabkan oleh stress tulang yang terus menerus
misalnya pada penyakit polio dan orang yang bertugas di kemiliteran.

C. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas
untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi apabila tekanan eksternal
yang datang lebih besar dari yang dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma
pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang
(Carpnito, Lynda Juall, 1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh
darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah
hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian
tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit,
dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang (Black, J.M,
et al, 1993).

D. MANIFESTASI KLINIK
Daerah paha yang patah tulangnya sangat membengkak, ditemukan tanda 
functio laesa, nyeri tekan dan nyeri gerak. Tampak adanya deformitas angulasi ke
lateral atau angulasi ke anterior. Ditemukan adanya perpendekan tungkai bawah.
Pada fraktur 1/3 tengah femur, saat pemeriksaan harus diperhatikan pula
kemungkinan adanya dislokasi sendi panggul dan robeknya ligamentum didaerah
lutut. Selain itu periksa juga nervus siatika dan arteri dorsalis pedis (Mansjoer,dkk,
2000).

E. KOMPLIKASI
Komplikasi dini dari fraktur femur ini dapat terjadi syok dan emboli lemak.
Sedangkan komplikasi lambat yang dapat terjadi delayed union, non-union,
malunion, kekakuan sendi lutut, infeksi dan gangguan saraf perifer akibat traksi yang
berlebihan (Mansjoer,dkk, 2000).

F. PENATALAKSANAAN
1. Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada
kesejajarannya dan rotasi anatomis
t. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan
fragmen tulang ke posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
u. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang
terjadi.
v. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam yang dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2. Imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi
penyembuhan. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus
diimobilisasi atau dipertahankan dalam posisi dan kesejajaran yang benar
sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau fiksator eksterna.
Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam yang dapat
berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3. Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah
dilakukan reduksi dan imobilisasi.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. X.Ray
2. Bone scans, Tomogram, atau MRI Scans
3. Arteriogram : dilakukan bila ada kerusakan vaskuler.
4. CCT kalau banyak kerusakan otot.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara, C. B., (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-
Bedah, Volume I, EGC: Jakarta.
Doenges, dkk, (2005). Rencana asuhan keperawatan pedoman untuk
perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. EGC: Jakarta.
Mansjoer, dkk., (2000). Kapita Selekta Kedokteran, edisi 3. Media
Aesculapius: Jakarta.
Price & Wilson, (2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyaki. Volume 2. Edisi 6. EGC : Jakarta.
Sjamsuhidajat R., (1997). Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC: Jakarta
Smeltzer & Bare, (2003). Buku ajar keperawatan medical bedah. Volume 3.
Edisi 8. EGC: Jakarta.

LINK VIDEO SIMULASI BALUT BIDAI : https://youtu.be/voY0Cg0BzBc

Anda mungkin juga menyukai