Anda di halaman 1dari 9

Dessiminated intravascular coagulation ( DIC ) atau Koagulasi Intravaskuler Diseminata

A. Definisi
Disseminated Intravaskular Coagulation (DIC) atau dalam bahasa Indonesia di
singkat KID (koagulasi intravaskular diseminata) adalah suatu stimulus abnormal dari
proses koagulasi normal. Proses pembekuan yang normal adalah keseimbangan antara
pembentukan pembekuan dan disolisi, pada DIC keseimbangan tersebut terganggu.
Stimulus normal koagulasi diakibatkan pada penyebaran pembentukan trombin yang
akhirnya memecahkan faktor pembekuan dan eritrosit serta mengaktivasi proses yang
melepaskan fibrinogen (Hamilton 1995).
Disseminated Intravascular Coagulation adalah gangguan dimana terjadi koagulasi
atau fibrinolisis (destruksi bekuan). DIC dapat terjadi pada sembarang malignansi,
tetapi yang paling umum berkaitan dengan malignansi hematologi seperti leukemia
dan kanker prostat, traktus GI dan paru-paru. Proses penyakit tertentu yang umumnya
tampak pada pasien kanker dapat juga mencetuskan DIC termasuk sepsis, gagal hepar
dan anfilaksis (Brunner & Suddarth, 2002).
Disseminated Intravascular Coagulation adalah suatu sindrom yang ditandai dengan
adanya perdarahan/kelainan pembekuan darah yang disebabkan oleh karena
terbentuknya plasmin yakni suatu spesifik plasma protein yang aktif sebagai
fibrinolitik yang didapatkan dalam sirkulasi.
Jadi Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) adalah suatu keadaan dimana
bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah, menyebabkan
penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor pembekuan yang
diperlukan untuk mengendalikan perdarahan
B. Epidemiologi
Kondisi ini lebih terjadi sebagai respon terhadap factor lain dibandingkan sebagai
kondisi primer. Tidak ditemukan factor predisposisi yang berhubungan dengan umur,
jenis kelamin, ataupun ras. (Hewish, 2005)
C. Etiologi
Beberapa penyakit dapat menyebabkan perkembangan DIC, biasanya melalui 1 dari 2
jalur berikut (Levi, 2004):
Respon inflamasi sistemik, yang menyebabkan aktivasi jaringan sitokin dan aktivasi
berikutnya koagulasi (misalnya, pada sepsis atau trauma besar). Pelepasan atau
paparan bahan prokoagulan ke dalam aliran darah (misalnya, kanker, cedera otak
menghancurkan, atau dalam kasus-kasus kebidanan). Dalam beberapa situasi
(misalnya, trauma besar atau pankreatitis nekrosis berat), kedua jalur dapat hadir
Jenis dan Penyebab DIC
(Disseminated Intravascular Coagulation, 2014)

Jenis Penyebab
Infeksi 1. Bakteri (misalnya, sepsis gramnegative, infeksi grampositive,
rickettsial)
2. Viral (misalnya, HIV, cytomegalovirus [CMV], virus
varicellazoster [VZV], dan virus hepatitis)
3. Jamur (misalnya, Histoplasma)
4. Parasit (misalnya, Malaria)
Keganasan 1. Hematologi (misalnya, leukemia mielositik akut)
2. Metastatik (misalnya, mucinsecreting adenokarsinoma)
Obstetris 1. Plasenta abruption
2. Emboli cairan ketuban
3. Perlemakan liver akut pada kehamilan
4. Eklampsia
Trauma 1. Luka Bakar
2. Kecelakan kendaraan bermotor
3. Gigitan ular
Transfusi 1. Reaksi hemolitik
2. Transfusi
D. Klasifikasi
1. DIC Akut
Penggumpalan darah yang terjadi dalam waktu singkat, beberapa jam sampai satu
sampai dua hari dan hal ini mengakibatkan sebagian besar bahan-bahan koagulasi,
seperti trombosit, fibrinogen dan lain faktor pembekuan ( I sampai XIII)
dipergunakan dalam proses penggumpalan tersebut, oleh karena itu, keadaan ini
disebut juga consumption coagulapathy atau defibrinolysis syndrome
DIC akut adalah kelainan perdarahan yang memiliki karakteristik timbulnya
memar atau lebam (ekimosis), perdarahan dari mukosa (seperti pada mukosa bibir
atau genital), dan penurunan jumlah trombosit dan factor pembekuan di dalam
darah. Purpura Fulminan adalah bentuk fatal yang terjadi cepat dan berbahaya dari
DIC akut.
2. DIC Kronis
Terjadi dalam waktu yang lama, berminggu-minggu sampai berbulan-bulan. Pada
DIC kronik mempengaruhi formasi bekuan darah di pembuluh darah
(tromboembolism). Faktor pembekuan dan trombosit dapat berada pada nilai
normal, meningkat, atau bahkan sedikit menurun pada DIC kronik. DIC kronik
lebih sering dialami pada pasien dengan kanker, perempuan yang membawa dead
fetus dan pada mereka dengan aneurisma aorta yang besar.
E. Patofisiologi
Saat terjadi luka, protein dalam darah yang membentuk gumpalan darah perjalanan ke
situs cedera untuk membantu menghentikan perdarahan. Jika terjadi DIC, protein ini
menjadi aktif di seluruh tubuh. Hal ini dapat disebabkan oleh peradangan, infeksi,
atau kanker. Gumpalan darah kecil terbentuk di pembuluh darah. Beberapa bekuan ini
dapat menyumbat pembuluh dan memotong suplai darah ke organ-organ seperti hati,
otak, atau ginjal. Kurangnya aliran darah dapat merusak organ dan mungkin berhenti
bekerja dengan benar.
Seiring waktu, protein pembekuan dalam darah akan dikonsumsi atau "habis." Ketika
ini terjadi, maka dapat mengakibatkan risiko tinggi perdarahan yang serius, bahkan
dari cedera kecil atau tanpa cedera. Dapat juga terjadi pendarahan yang dimulai secara
spontan (sendiri). Penyakit ini juga dapat menyebabkan sel-sel darah merah yang
sehat untuk memecah ketika mereka melakukan perjalanan melalui pembuluh kecil
yang dipenuhi dengan gumpalan (Chen, 2013).
Pada keadaan disseminated intravascular coagulation (DIC), terjadi empat
mekanisme secara bersamaan. Mekanisme tersebut adalah (Levi. 2014):
1. Pembentukan trombin dan tissue factor(TF)
Pembentukan trombin yang terdeteksi pada 3-5 jam setelah terjadinya bakteremia
atau endotoksemia. Paparan TF dalam sirkulasi terjadi melalui gangguan endotel,
kerusakan jaringan, atau ekspresi sel inflamasi atau tumor molekul prokoagulan
(termasuk TF). TF mengaktifkan koagulasi melalui jalur ekstrinsik melibatkan
faktor VIIa. TF-VIIA kompleks mengaktifkan trombin, fibrinogen yang
membelah menjadi fibrin sekaligus menyebabkan agregasi platelet. Intrinsik (atau
kontak) jalur juga dapat diaktifkan di DIC, meskipun kontribusi lebih untuk
hemodinamik ketidakstabilan dan hipotensi daripada aktivasi pembekuan.
2. Gangguan sistem koagulasi inhibitor
Pembentukan trombin biasanya diatur secara ketat oleh beberapa mekanisme
hemostatik. Namun, setelah koagulasi intravaskular dimulai, mekanisme
kompensasi kewalahan atau tidak mampu.Fungsi Gangguan berbagai jalur
mengatur alam aktivasi koagulasi dapat memperkuat generasi trombin lebih lanjut
dan berkontribusi untuk pembentukan fibrin.
Kadar plasma dari inhibitor yang paling penting dari trombin, antitrombin,
biasanya nyata berkurang pada pasien dengan DIC. Penurunan ini disebabkan
oleh berikut:
a) Antitrombin terus dikonsumsi oleh aktivasi koagulasi berkelanjutan
b) Elastase diproduksi oleh neutrofil aktif menurunkan antitrombin serta
protein lainnya
c) Hilangnya Antitrombin yang terus berlanjut karena kebocoran kapiler
d) Produksi antitrombin terganggu
3. Fibrinolisis tidak sempurna
Fibrin yang diproduksi oleh trombin normalnya dieliminasi melalui proses yang
disebut fibrinolisis. Model eksperimental menunjukkan bahwa pada saat aktivasi
maksimal koagulasi, sistem fibrinolitik sebagian besar mematikan.
4. Aktivitas inflamasi
Jalur inflamasi dan koagulasi berinteraksi dengan cara yang cukup besar. Jelas
bahwa ada cross-komunikasi antara 2 sistem, dimana peradangan menimbulkan
aktivasi pembekuan dan koagulasi yang dihasilkan merangsang aktivitas
inflamasi yang lebih kuat.
Banyak faktor koagulasi yang aktif diproduksi di DIC berkontribusi terhadap
penyebaran peradangan dengan merangsang pelepasan sel endotel sitokin
proinflamasi. Faktor Xa, trombin, dan kompleks TF-VIIA masing-masing telah
ditunjukkan untuk memperoleh tindakan proinflamasi. Selain itu, mengingat
tindakan anti-inflamasi aktif protein C dan antitrombin, depresi antikoagulan ini
di DIC kontribusi untuk disregulasi lanjut peradangan.
F. WOC
G. Manifestasi Klinis
Terdapat keadaan yang bertentangan yaitu trombosis dan pendarahan secara bersama-
sama. Perdarahan lebih umum terjadi daripada trombosis, tetapi trombosis dapat
mendominasi bila koagulasi lebih teraktivasi dari pada fibrinolisis. Trombosis
umumnya ditandai dengan iskemia jari – jari tangan dan ganggren, mungkin pula
nekrosis kortek renal dan infark adrenal hemoragik. Secara sekunder dapat
mengakibatkan anemia hemolitik mikroangiopati.
Perdarahan dapat terjadi pada semua tempat. Dapat dilihat sebagai petekie, ekimosis
dan hematoma di kulit, hematuria, melena, epistaksis, perdarahan gusi, hemoptisis
dan kesadaran yang menurun sampai koma akibat perdarahan otak. Gejala akibat
trombosis mikrovaskuler dapat berupa kesadaran menurun sampai koma, gagal ginjal
akut, gagal napas akut dan iskemia fokal dan gangren pada kulit. Jika dalam situasi
akut yang mungkin ditemukan:

1. Perdarahan dan kemungkinan lokasinya meliputi:


2. Telinga, hidung dan tenggorokan
3. Saluran cerna
4. Saluran pernafasan
5. Infus IV
6. Kebingungan atau disorientasi.
7. Tanda-tanda perdarahan.
8. Tanda-tanda sindrom gangguan pernapasan dewasa (ARDS).
9. Kulit dapat menunjukkan berbagai tanda-tanda termasuk:
a. Petekie
b. Purpura
c. Berdarah bula
d. Acral sianosis
e. Nekrosis kulit dari tungkai bawah (fulminans purpura)
f. Tanda-tanda thrombosis
g. Lokalisasi infark dan gangren
H. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan laboratorium umumnya menunjukkan:
1. Kadar D-dimer (yang berasal dari fibrin) meningkat yang mengindikasikan
trombosis, aktivasi prokoagulan)
2. Kadar FDP (aktivasi fibrinolitik) meningkat
3. Kadar antitrombin (AT) yang merupakan pembentuk antitrombin III menurun
(dibuktikan oleh konsumsi inhibitor)
4. Prothrombin time (PT) memanjang
5. Activated Partial Thromboplastin time (aPTT) memanjang
6. Thrombin time ( TT) memanjang
7. Kadar fibrinogen menurun
8. Morfologi sel darah merah menunjukan adanya sitosit pada hitung darah
lengkap
9. Jumlah trombosit menurun pada hitung darah lengkap.
10. Uji faktor pembekuan biasanya ikut mengalami penurunan (Sivula, 2005)

Nilai normal uji laboratorium

Test Nilai Normal

aPTT 30-40 detik


d-Dimer < 250 ng/ml atau <250 mcg/L
Fibrin degradation products
(FDP) <10 mcg/ml
Fibrin monomers Negatif
Fibrinogen 200-400 mg/dl
Hemoglobin 14-18 g/dl
1,0: normal
2,0-3,0: moderate level anticoagulation

2,5 – 3,5: High level anticoagulation


INR
Thrombin time 15 detik
Kombinasi peningkatan kadar D- dimer FDP adalah spesifik dan sensitif
dalam diagnosis DIC. AT dapat membantu dalam pengkajia keparahan DIC. PT dan
PTT yang memanjang serta penurunan kadar fibrinogen merupakan bukti tahab
konsumtif awal DIC lanjut. PT, PTT, dan TT yang dapat berubah dengan penggunaan
terapi antikoagulan. Trobositopenia, indiktor tidak langsung pembentukan jendalan
fibrin merupakan suatu tanda lanjut DIC dan tidak spesifik terhadap proses.uji faktor
pembekuan tidak tersedia pada sebaian bear laboratorium standar.
Sistem skoring untuk mendiagnosa DIC antara lain:
1. Menganalisa faktor resiko DIC, lakukan pengkajian lanjutan jika pasien
mempunyai kelainan yang berhubungan dengan DIC
2. Melakukan screening test yaitu hitung platelet, FDP, d-dimer, PT/INR dan
Fibrinogen.
3. Hasil tes
4. Platelet counts: >100.000 = 0, sedangkan < 100.000 = 1, < 50.000 = 2
5. Fibrin-related marker: tidak bertambah= 0, moderate= 2, strong = 3
6. PT/INR: normal = 0, diatas normal = 1, 2x normal = 2
7. Fibrinogen: normal = 0, kurang dari normal = 1
8. Menjumlahkan skor yang didapat dari hasil tes. Jika lebih dari atau sama dengan 5
maka skor sesuai dengan diagnosis DIC. Sedangkan jika kurang dari 5 maka
masih belum memenuhi diagnosis DIC perlu dikaji lebih lanjut.
I. Penatalaksanaan
Pengobatan cenderung sulit karena adanya kombinasi pendarahan dan pembekuan
darah. Hal yang sebisa mungkin dilakukan adalah pencegahan DIC dan identifikasi
dini. Bila DIC terjadi terapi yang dilakukan bertujuan(DeLoughery, 2009):
1. Menyingkirkan faktor pencetus atau mengobati penyakit primer. Dengan
mengatasi masalah yang mendasari, DIC dapat dikendalikan sehingga koagulasi
dapat ulih kembali.
2. Pengobatan terhadap infeksi , shock, asidosis, dan hipoksia harus dijadikn
prioritas.
3. Terapi heparin dapat mulai diberikan jika terjadi kegagalan organ akibat hipoksia
iminen. heparin tidak dianjurkan apabila DIC disebabkan sepsis atau apabila
terjadi pendarahan pada sistem saraf pusat ataupun pada kasus pendarahan lain
yang parah.
4. Penggantian cairan untuk mempertahankan perfusi organ semaksimal mungkin.
penggantian cairan dapat diberikan dengan memberikan cairan kristaloid untuk
mengatasi tahap awal shock. Meskipun terapi penggantian darah dengan darah
lengkap, kriopresipitat, sel darah merah, plasma beku segar, dan trombosit sering
kali diperlukan, tetapi hl ini tetap saja beresiko karena produk produk darah
tersebut dapat meningkatkan proses pembekuan. Pada kondisi tertentu, plasma
yang mengandung faktor VIII, sel darah merah dan trombosit dapat diberikan
5. Transfusi trombosit atau plasma pada pasien DIC untuk pasien dengan
perdarahan. Pada pasien DIC yang mengalami perdarahan atau beresiko
perdarahan misalnya pasien pasca operasi atau pasien yang mengalami prosedur
invasive dan jumlah trombositnya kurang dari 50x90/L maka transfuse trombosit
harus dipertimbangkan.
6. Secara umum pasien dengan DIC tidak harus ditangani dengan agen
antifibrinolitik, pasien dengan DIC yang ditandai dengan keadaan
hyperfibrinolyticprimer dan dengan perdarahan yang parah dapat diobati dengan
analog lisin seperti asam traneksama.
J. Komplikasi
Bekuan yang banyak terbentuk akan menyebabkan hambatan aliran darah disemua
organ tubuh. Dapat terjadi kegagalan organ yang luas.Seperti: gagal ginjal
akut,koma,gagal nafas akut,dan iskemia.
Jika siklus proses DIC tidak dapat diatasi, maka akhir proses ini akan terjadi
(Manuaba 2007):
1. Perdarahan perdiatesis organ/ organ vital
2. Ekstravasasi cairan menimbulkan edema
3. Gangguan metabolisme berat, menimbulkan nekrosis
Selanjutnya diikuti dengan proses kematian:
1. Kesadaran menurun
2. Koma
3. Gagal jantung dan akhirnya kematian
Daftar Pustaka

Anda mungkin juga menyukai