Anda di halaman 1dari 8

MENGAJARKAN

LISTENER, VP/MTS DAN IMITASI


TUJUAN
• Mengetahui metoda dasar dari pengajaran listener, VP/MTS dan imitasi

TARGET
• Peserta dapat mengajarkan listener dasar
• Peserta dapat mengajarkan VP/MTS dasar
• Peserta dapat mengajarkan imitasi sederhana

JADWAL
Hari Pertama : Mengajarkan listener dan VP/MTS
Hari Kedua : Mengajarkan imitasi


1. Mengajarkan Listener dan VP/MTS

Listener responding atau receptive language adalah kemampuan anak untuk mengikuti dan
merespons bahasa dari orang lain secara benar dengan gerakan dimana anak harus mampu
mengikuti bermacam perintah dari yang sederhana hingga yang kompleks. Dalam teori behavior
ABC, untuk listener responding antecendent berbentuk verbal, behaviornya adalah respons
terhadap antecedent yang berbentuk gerakan dan reinforcernya adalah non-specific reinforcer
misalnya makanan, minuman, pujian, dll. Contoh: jika terapis bertanya “tunjuk kue” sebagai
antecedent, responsnya dengan menunjuk kue dan konsekuensinya adalah mendapat reinforcer
yang diinginkan.

Listener responding yang pertama dikenalkan umumnya adalah pengenalan anggota tubuh yang
dikenalkan di awal bersama imitasi motor karena target sudah familiar. Dimulai dari perintah atau
target yang anak sudah familiar dan bisa mengerjakannya. Contoh: “sentuh hidung”, ”tunjuk mata”,
“perlihatkan tanganmu”, “lipat tangan”, dll.

Jenis listener responding yang kedua adalah instruksi. Dalam awal training listener responding,
ajarkan instruksi yang mudah terlebih dahulu dan jika anak benar dalam pelaksanaannya bisa
ditingkatkan kesulitannya. Yang paling mudah adalah instruksi diberikan di dalam konteks, misalnya
sambil bermain dengan anak memasuk-masukkan (mainan seperti celengan), terapis memberikan
intruksi “masukkan” kemudian anak merespons dengan memasukkan sesuai permainannya. Karena
bantuan adanya visual dari barangnya, tanpa prompt atau sedikit prompt, anak dapat melakukan
dan paham akan instruksi tersebut.

Kemudian setelah anak mahir instruksi dalam konteks, instruksi diberikan diluar konteks bermain
saat itu. Contoh: anak sedang bermain, terapis memberikan instruksi ke anak “buang” sambil
memberikan sampah ke anak untuk dibuang di tempat sampah. Kata “buang” berada di luar konteks
permainan saat itu. Anak sudah mulai harus dapat membedakan jenis instruksi dan
melaksanakannya sesuai instruksi yang terapis inginkan.

Sama seperti prosedur lainnya, errorless learning dan variasi prompt dapat diberikan dalam proses
pengajaran dan jangan lupa memberikan reinforcer setelah anak berhasil melaksanakan instruksi

dengan benar sehingga anak senang mengerjakannya dan kejadian akan berulang. Setelah anak
mahir, pelan-pelan instruksi ditingkatkan kesulitan dan jumlah instruksinya. Pertama dengan 1
instruksi lama-lama dengan 2-3 instruksi kemudian mungkin dengan seri instruksi.

Untuk tahap awal, kemampuan ini dilatih dengan bahasa yang sederhana dan dilakukan dengan
perintah langsung dalam ruang terapi, dan jika sudah mahir dapat diterapkan di kehidupan sehari-
hari. Cara pengajaran:

Terapis memberikan perintah jika anak sudah siap memperhatikan terapis. Pilih 3-5 perintah sekali
pengajaran. Dahulukan perintah yang paling sederhana dan digunakan anak dalam aktivitas sehari-
hari.

1. Ajarkan secara errorless learning. Jika diperlukan dimulai dengan physical prompt penuh,
dan kemudian berikan reinforcers. Secara perlahan prompt dikurangi jika anak sudah mahir
sampai anak dapat mandiri melakukan instruksi tersebut. Jangan lupa pilih reinforcers yang
memberikan motivasi kuat anak untuk belajar.
2. Pengulangan adalah kunci dari keberhasilan terapi ini. Latihlah setiap hari di berbagai
kesempatan.

Contoh: terapis ingin mengikuti perintah tepuk tangan

Terapis : “Tepuk tangan”


Anak : Jika anak lakukan – beri reinforcer

Jika anak diam lakukan prosedur errorless learning:

Terapis : “Tepuk tangan”


Anak : Anak bertepuk tangan dibantu dengan physical prompt penuh dari terapis dengan
menggunakan prinsip errorless learning
Terapis distraksi dengan 2 verbal operant yang anak sudah mahir kemudian memberikan perintah
sekali lagi
Terapis : “Tepuk tangan”
Anak : Anak bertepuk tangan dibantu dengan physical prompt penuh dari terapis dengan
menggunakan prinsip errorless learning
Terapis : “Pintar, hebat” sambil memberi reinforcer/rewardnya.

Jika anak salah, lakukan prosedur error correction:

Terapis : “Tepuk tangan”


Anak : Anak lipat tangan
Tidak perlu disalahkan instruksikan sekali lagi
Terapis : “Tepuk tangan”
Anak : Anak bertepuk tangan dibantu dengan physical prompt penuh dari terapis dengan
menggunakan prinsip errorless learning
Terapis distraksi dengan 2 verbal operant yang anak sudah mahir kemudian instruksikan sekali lagi
Terapis : “Tepuk tangan”
Anak : Anak bertepuk tangan dibantu dengan physical prompt yang lebih sedikit dari
terapis dengan menggunakan prinsip errorless learning
Terapis : “Pintar, hebat” sambil memberi reinforcer/rewardnya.

Demikian selanjutnya sampai anak mahir. Jika anak sudah mahir, prompt dikurangi secara perlahan
sehingga anak akhirnya bisa mandiri mengikuti perintah tanpa bantuan terapis. Di kehidupan sehari-
hari kita bisa melatih anak mengikuti perintah misal dengan tutup pintu, buang sampah, letakkan
piring ini dapur, nyalakan/matikan lampu, dll

Jika anak sudah mahir melaksakan 1 perintah, dapat ditingkatkan kompleksitas dari perintah
menjadi 2 perintah sekaligus atau bahkan 3 perintah sekaligus. Perhatikan apakah mampu
melaksanakan 2 atau 3 perintah dan anak bisa melakukan dengan urutan yang benar? Contoh di
tempat terapi, tepuk tangan kemudian injak bumi, lambai tangan kemudian pukul meja. Contoh di
kehidupan sehari-hari: pergi ke dapur dan ambil piring makan, pergi ke kamar dan ambil tas mama,
cuci tangan dan cuci kaki, dll.

Jenis listener responding yang ketiga adalah identifikasi obyek. Pada tahap awal gunakan kartu atau
obyek yang disukai anak, memiliki fungsi, familiar dan menarik bagi anak. Anak diminta untuk
menunjuk obyek yang kita inginkan. Caranya 3 buah kartu terapis letakkan diatas meja. Kemudian
terapis memberikan instruksi “tunjuk apel”. Jika anak tidak menunjuk apel dan ulangi sekali lagi
perintahnya dan langsung berikan physical prompt penuh kepada anak untuk memberikan jawaban
yang benar kemudian berikan reinforcernya (errorless learning). Lakukan errorless learning seperti
prosedur diatas. Jangan lupa mengacak posisi dari 3 kartu di atas meja supaya anak melihat jawaban
dan menyamakan sesuai perintah tidak hanya menghapal letak jawabannya.

Jika anak sudah mahir tingkatkan jumlah distrakter dan penyebaran kartu, misal awalnya kartu
diatur rapi, tetapi kemudian dalam perkembangan selain jumlah distrakter semakin banyak,
pengaturan kartu juga dilakukan secara acak. Identifikasi obyek termasuk identifikasi kata kerja, kata
sifat, kata sambung, dll. Untuk tahap awal latihan identifkasi obyek dapat menggunakan VP/MTS
utamanya untuk anak yang memiliki kesulitan dalam listener ini.

Tingkat Mahir

Jika anak sudah paham merespons perintah sederhana maka bisa ditingkatkan dengan kombinasi
beberapa instruksi, tempat dan orang pemberi instruksi supaya anak mengeneralisai
kemampuannya. Anak dapat melakukan gerakan di tempat terapi dan harus juga bisa
mengerjakannya di rumah bersama orangtua atau di sekolah bersama guru.

Jika anak sudah paham dengan 2-3 perintah yang satu kelompok, tingkatkan menjadi latihan akan
perintah yang lebih kompleks (sesuai dengan pembagian ciri, fungsi dan kategori) seperti tunjukkan
buah berwarna merah, apa yang kamu gunakan untuk memotong roti, tunjukkan alat transportasi,
mana binatang yang memiliki sayap, dll. Lebih mahirnya lagi adalah listener responding beregu atau
menggunakan variasi pernyataan negatif, contoh di sekolah dalam lingkaran, guru sering
memberikan perintah yang memakai sepatu merah angkat tangan, yang rambut keriting berdiri,
yang tidak punya adik angkat tangan, yang hari ini ke sekolah tidak di antar papa berdiri, dll.

Menengok dan Datang Jika Dipanggil

Termasuk dalam program listener responding tahap awal adalah kemampuan anak untuk menengok
dan datang jika dipanggil. Banyak orangtua yang bingung mengapa sang anak seperti tidak
mendengar namanya jika dipanggil tetapi sangat cepat merespons suara yang menarik anak di TV,
ipad, suara bising, dll. Beberapa anak autis tidak memiliki kemampuan ini secara alami, tetapi

mereka dapat dilatih untuk respons dengan memberikan reinforcers jika sang anak memberikan
respons yang benar. Reinforcers bisa berbentuk benda makanan, minuman atau kegiatan yang
disukai anak (kitik2, bubble, dll)

Contoh terapi anak merespons namanya, menengok jika dipanggil

Terapis : “Rayhan” – pada tahap awal terapis dapat memegang reinforcer di tangannya
Anak : Jika anak lakukan – beri reinforcer

Jika anak tidak respons, ulangi lagi prosedur


Terapis : “Rayhan”
Anak : Arahkan kepala anak dengan secara perlahan dengan bantuan physical prompt
penuh dari terapis) — errorless learning

Terapis : “Pintar, hebat” sambil memberi reinforcer/rewardnya. Reinforcer diberikan di


depan mata terapis sehingga mau tak mau anak melihat mata terapis sekaligus untuk melatih kontak
mata.

Prinsip yang sama dilakukan untuk melatih anak merespons terhadap perintah untuk datang.

Terapis : “Kesini” – pada tahap awal terapis dapat memegang reinforcer di tangannya
Anak : Jika anak lakukan – beri reinforcer

Jika anak tidak respons, ulangi lagi prosedur


Terapis : “Kesini”
Anak : Arahkan anak untuk berjalan ke arah terapis — errorless learning
Terapis : “Pintar, hebat” sambil memberi reinforcer/rewardnya.
Reinforcer diberikan di depan mata terapis sehingga mau tak mau anak melihat mata terapis
sekaligus untuk melatih kontak mata.

Pada awalnya, jarak anak dan terapis sangat dekat, sekitar 1 langkah. Jika anak sudah mahir
tingkatkan menjadi 2 langkah, kemudian 2 meter, 5 meter dan terapis memanggil dari seberang
ruangan dan dari ruangan yang berbeda. Dan pada tahapan mahir, terapis dapat memanggil anak
saat kondisi anak sedang fokus mengerjakan sesuatu. Apakah dia masih bisa menengok atau datang
ketika dipanggil? Program ini juga harus digeneralisai dilakukan oleh orang, tempat dan situasi yang
berbeda sehingga anak mahir disetiap kesempatan walau kondisi berubah.

VP/MTS (Visual Persepsi dan Menyamakan)

Salah satu kemampuan yang dapat digunakan untuk mengembangkan kontrol terhadap instruksi
adalah kemampuan menyamakan, baik itu obyek dengan obyek yang sama, gambar dengan gambar
atau obyek dengan gambar. Walaupun anak-anak dengan kemampuan bahasa yang terlambat
memiliki kesulitan untuk mengerti kata-kata oleh orang lain, tetapi anak ini dapat diajarkan untuk
mengikuti perintah dan menyamakan stimulus visual.

Metoda awal dari program menyamakan adalah sebagai berikut terapis meletakkan 3 kartu di atas
meja, terapis mengambil kartu ke 4 untuk disamakan dengan salah satu kartu tersebut. Terapis
memberikan model penugasan dengan meletakkan kartu ke 4 ke kartu yang sama di atas meja

kemudian terapis memberikan kartu ke 4 tersebut kepada anak sambil memberikan instruksi
“samakan”. Anak mengikuti instruksi dengan menyamakan kartu dengan kartu yang di meja.
Lakukan errorless learning terhadap sang anak jika anak belum mahir dengan memberikan physical
prompt penuh ke arah jawaban yang benar. Kemudian secara perlahan prompt dikurangi sehingga
anak dapat menjawab secara mandiri. Jangan lupa memberikan reinforcer setiap jawaban benar dan
mengacak posisi kartu.

Instruksi verbal (“samakan”) diberikan agar anak belajar untuk merespons dengan melakukan
perintah yang diinginkan , dimana jika anak melakukan dengan benar akan mendapatkan reinforcers
sehingga anak akan belajar untuk merespons terhadap intruksi verbal yang diberikan seseorang.

Cara latihan lain yang dapat digunakan untuk melatih anak mengikuti perintah dan memahami
listener responding adalah dengan menggunakan puzzle, balok-balok kayu, dll. Satu persatu puzzle
diberikan ke anak dengan perintah yang bervariasi misal “pasang”, “masukkkan”, “letakkan”, dll.
Sama dengan metoda di atas variasi prompt diberikan sampai anak mandiri dan pemberian
reinforcer untuk setiap jawaban benar. Bentuk tugas seperti ini biasanya mudah diajarkan karena
anak mendapatkan stimulus visual yang dimana anak autis belajar secara visual, sekaligus melatih
kemampuan diskriminasi visual dari sang anak dan mengikuti perintah.

2. Mengajarkan Imitasi Gerakan

Kemampuan anak untuk imitasi gerak dari orang lain merupkan kemampuan penting untuk
perkembangan bahasa dan sosial dari sang anak karena secara alami anak belajar dengan cara
meniru dari lingkungan, gerakan atau vokal. Jika anak dapat mengikuti gerakan dari orang lain, anak
dapat belajar banyak kemampuan tanpa atau sedikit training. Sebagian anak autis tidak dapat
mengikuti imitasi gerak meskipun gerakan sederhana sehingga memerlukan training tersendiri untuk
mengembangkan kemampuan tersebut.

Di awal terapi yang paling penting dalam trainingnya harus dilakukan secara menarik, sebisa
mungkin sambil bermain dan jangan lupa memberikan reinforcer sebagai motivasi mereka untuk
belajar. Contohnya: bermain cilukba, pura-pura jadi monster, bikin mimik-mimik lucu sehingga anak
tertarik untuk imitasi geraknya. Bisa juga sambil memindah-mindahkan kacang di dalam toples
menggunakan sendok, atau sambil bermain mobil-mobilan, boneka dll. Aktivitas apa saja yang anak
suka bisa digunakan sebagai latihan imitasi. Jika anak sudah dapat mengikuti gerakan yang menarik
buat sang anak, training selanjutnya akan lebih mudah dengan imitasi gerakan yang kita inginkan.

Jika ternyata anak tidak dapat mengikuti dengan training secara alami di atas, kita perlu melakukan
training yang lebih intensif. Dimulai dengan kata “tirukan” atau “kerjakan” anak diharapkan meniru
gerakan yang kita inginkan. Jika perlu target dipecah menjadi gerakan-gerakan yang lebih sederhana.
Contoh jika ingin mengajarkan imitasi gerakan bermain boneka, mungkin kita perlu membaginya
menjadi memberi botol susu, menidurkan boneka, mengganti celana boneka, menyelimuti boneka,
dll Jika anak sudah mahir, kompleksitas dari gerakan bisa ditingkatkan.

Contoh terapis ingin anak imitasi gerakan cilukba

Terapis : “Tirukan” (sambil terapis melakukan gerakan cilukba)


Anak : Jika anak lakukan – beri reinforcer

Jika anak diam atau lakukan kesalahan, ulangi lagi prosedur



Terapis : “Tirukan” (sambil terapis melakukan gerakan cilukba)
Anak : Anak meniru (jika perlu dengan bantuan physical prompt penuh dari terapis) —
errorless learning
Terapis distraksi dengan 2 verbal operant yang anak sudah mahir kemudian instruksikan sekali lagi
Terapis : “Tirukan” (sambil terapis melakukan gerakan cilukba)
Anak : Anak meniru (jika perlu dengan bantuan physical prompt sebagian dari terapis) —
errorless learning
Terapis : “Pintar, hebat” sambil memberi reinforcer/rewardnya.

Demikian selanjutnya, tetapi sebisa mungkin prompt dikurangi secara perlahan sehingga anak
akhirnya bisa mandiri imitasi gerak tanpa bantuan terapis.

Cara agar training efektif:

1. Perintah hanya diberikan jika anak sudah siap (memperhatikan terapis). Terapis harus
memberikan instruksi verbal yang sederhana seperti “tirukan” atau “kerjakan” diikuti
dengan gerakan model yang sederhana. Jumlah target gerakan antara 3-5 gerakan.
2. Diajarkan secara errorless learning, supaya anak lebih semangat untuk belajar, karena
smeakin sering berhasil dan mendapatkan reinforcernya. Jangan lupa untuk mengurangi
prompt secara perlahan jika anak sudah mahir.
3. Imitasi training akan berhasil baik jika dilakukan secara konsisten sebanyak mungkin. Ada
anak yang cepat belajar, ada yang membutuhkan waktu lebih banyak bahkan sampai ratusan
trial baru berhasil mengikuti gerakan.

Macam-macam imitasi:

1. Imitasi mainan/obyek – melatih kemampuan bermain dan dimulai dari apa yang disukai
anak. Gunakan 2 set mainan yang sama (jika perlu), misal: mobil-mobilan, boneka, balok,
kereta api, dll
2. Imitasi motorik kasar – gerakan tanpa material, seperti: tepuk tangan, sentuh mata, berdiri,
tangan ke atas, dll. Pilihlah target yang selaras dengan training ikuti perintah atau
mengajarkan anggota tubuh
3. Imitasi motorik halus – imitasi gerakan halus yang lebih detil seperti menunjuk, jempol,
tekan-tekan play dough, meronce, mewarnai, menulis, dll.
4. Imitasi oral motor – imitasi ini adalah dasar untuk membantu membentuk artikulasi dan
mengikatkan kemampuan vokal dari sang anak. Contoh: buka mulut, senyum, cium jauh,
tiup, dll

Jika anak sudah mahir meniru 1 gerakan, dilanjutkan dengan imitasi 2 gerakan atau bahkan sampai
seri dari gerakan. Imitasi gerakan misalnya terapis ingin anak mengikuti 2 gerakan dari terapis:
pegang hidung dan pegang mata, berdiri dan tangan ke atas, dll. Setelah mahir, imitasi dilanjutkan di
lingkungan sehari-hari misalnya melakukan nyanyian sambil gerakan, menggambar, dll

REFERENSI:
Sebelum memulai training online diharapkan peserta sudah membaca atau menonton pada
referensi dibawah ini:
1. Verbal Behavior dan Applied Behavior Analysis: Membantu Anak Autisme dan ABK
Menemukan Fungsi Bahasa oleh Rury Soeriawinata, MSc, MEd, BCBA
2. Membaca atau melihat website www.rurysoeriawinata.com tentang:
a. https://www.rurysoeriawinata.com/listener-responding/

b. https://www.rurysoeriawinata.com/imitasi-gerakan-dan-mengikuti-perintah/

Catatan: Artikel diatas adalah mayoritas adalah copy paste dari website www.rurysoeriawinata.com,
untuk penjelasan lebih detil bisa dilihat videonya. Pada TROL akan dibahas lagi sekaligus menjawab
pertanyaan dari peserta.

Anda mungkin juga menyukai