Anda di halaman 1dari 64

LAPORAN PRAKTIKUM

TOKSIKOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN KAFEIN

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN KAFEIN

I. Tujuan Praktikum
Mengetahui kandungan kafein dalam sampel teh dan membandingkannya dengan standar

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri

III. Prinsip
Pemeriksaan kafein ini menggunakan prinsip "like dissolve like" yang berarti srnyawa polar
hanya akan larut dalam senyawa polar. Senyawa non polar akan larut dalam senyawa non polar.
Sedangkan senyawa polar tidak akan larut dalam senyawa non polar, selanjutnya sampel
dianalisis dengan spekteofotometer pada panjang gelombang 273 nm.

IV. Dasar Teori


Konsumsi kafein di dunia saat ini cukup tinggi. Lebih dari 80% populasi dunia
mengkonsumsi kafein setiap harinya baik untuk stimulan, kombinasi obat maupun mengurangi
jetlag pada wisatawan. Konsumsi kafein dalam dosis rendah memang terbukti memberikan
manfaat. Kafein dapat memberikan efek positif dan jarang menimbulkan efek samping.
Namun, tidak semua produk berkafein seperti kopi dan minuman energi mencantumkan kadar
kafein yang terkandung didalamnya. Kadar kafein dalam kopi diketahui bervariasi tergantung
pada jenis kopi. Pada kopi instan terkandung 66 - 100 mg kafein per sajian. Kadar kafein pada
minuman energi cukup tinggi yaitu sekitar 80 – 141 mg per sajian (Liveina,2006).
Kafein yang bekerja dalam tubuh dapat memberikan efek positif maupun efek samping.
Studi deskriptif oleh Bawazeer dan Alsobahi (2013) menunjukkan bahwa 34,3% peminum
minuman energi yang mengandung kafein mengaku mengalami efek samping diantaranya
palpitasi, insomnia, nyeri kepala, tremor, gelisah, serta mual dan muntah. Selain itu, konsumsi
kafein secara reguler dapat menimbulkan efek ketergantungan.
Kafein adalah salah satu jenis alkaloid yang banyak terdapat dalam biji kopi, daun teh, dan
biji coklat Kafein memiliki efek farmakologis yang bermanfaat secara klinis, seperti
menstimulasi susunan syaraf pusat, relaksasi otot polos terutama otot polos bronkus dan
stimulasi otot jantung. Berdasarkan efek farmakologis tersebut, kafein ditambahkan dalam
jumlah tertentu ke minuman. Efek berlebihan (over dosis) mengkonsumsi kafein dapat
menyebabkan gugup, gelisah, tremor, insomnia, hipertensi, mual dan kejang. Berdasarkan
FDA (Food Drug Administration) dosis kafein yang diizinkan 100- 200 mg/hari, sedangkan
menurut SNI 01- 7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150
mg/hari dan 50 mg/sajian. Kafein sebagai stimulan tingkat sedang (mild stimulant) memang
seringkali diduga sebagai penyebab kecanduan. Kafein hanya dapat menimbulkan kecanduan
jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dan rutin. Namun kecanduan kafein berbeda
dengan kecanduan obat psikotropika, karena gejalanya akan hilang hanya dalam satu dua hari
setelah konsumsi (Kesia, dkk., 2013).

V. Alat dan Bahan


Alat :
1) Mikropipet dan tip
2) Neraca analitik
3) Kaca arloji
4) Beaker glass
5) Labu ukur
6) Spatula
7) Waterbath
8) Kertas saring
9) Kuvet
10) Spektrofotometer
Bahan :
1) Sampel kopi dan teh
2) Aquadest
3) Magnesium oksida
4) Larutan standar kafein 20 ppm

VI. Prosedur Kerja


a) Pembuatan Larutan Standar 6 ppm
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian dipipet 1,5 mL
larutan standar induk kafein 20 ppm. Dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL dan
ditambahkan aquadest sampai tanda batas. Selanjutnya dihomogenkan agar tercampur
sempurna.
a) Analisis Sampel
Setelah membuat larutan standar 6 ppm, selanjutnya ditimbang sampel kopi sebanyak
0,5 gram dan ditimbang pula magnesium oksida (MgO) sebanyak 0,1 gram. Kemudian
dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan 100 mL aquadest dan dihomogenkan.
Selanjutnya di waterbath selama 1 jam pada suhu 1000C dan jika sudah, didinginkan. Jika
sudah dingin, disaring, dimasukkan ke labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquadest
sampai tanda batas. Dianalisis pada spektrofotometer pada Panjang gelombang 273 nm.

VII. Data Pengamatan


Kelompok Sampel Absorbansi Kadar Kafein (%)
Sampel Standar
- - - Blanko = 0,000
1 Good Day Klp 1 = 4,010 2 ppm = 0,132 Klp 1 = 0,0044
2 Sari Wangi Klp 2 = 4,034 4 ppm = 0,258 Klp 2 = 0,0044
3 Kapal Api Klp 3 = 3,941 6 ppm = 0,456 Klp 3 = 0,0043
4 Setia Bali Klp 4 = 4,014 8 ppm = 0,765 Klp 4 = 0,0043

VIII. Kurva

Kurva Pemeriksaan Kafein


1
y = 0.0927x - 0.0486
0.8 R² = 0.9599
Absorbansi

0.6 0.765
0.4
0.456
0.2
0.258
0 0.132
0 2 4 6 8 10
-0.2 0
Konsentrasi
IX. Perhitungan
Persamaan : y = 0,0927x – 0,0486
Berat Sampel
• Konsentrasi Sampel = Volume Larutan
0,5 gram
Konsentrasi Sampel = 100 mL
500 mg
Konsentrasi Sampel = 0,1 L
5000 mg
Konsentrasi Sampel = 1L

Konsentrasi Sampel = 5000 ppm


a. Sampel Kelompok 1 (Kopi Good Day)
• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Kafein
y = 0,0927x – 0,0486
4,010 = 0,0927x – 0,0486
4,010+0,0486
x = 0,0927
4,0586
x =
0,0927

x = 43,80 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Konsentrasi Kafein Dalam Sampel
% Kafein = x 100 %
Konsentrasi Sampel
43,80
% Kafein = x 100 %
5000

% Kafein = 0,88 %
• Perhitungan Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Kadar Kafein = % Kafein x Berat Sampel
Kadar Kafein = 0,88 % x 0,5 gram
Kadar Kafein = 0,0044 gram

b. Sampel Kelompok 2 (Teh Sari Wangi)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Kafein
y = 0,0927x – 0,0486
4,034 = 0,0927x – 0,0486
4,034+0,0486
x =
0,0927
4,0826
x = 0,0927

x = 44,04 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Konsentrasi Kafein Dalam Sampel
% Kafein = x 100 %
Konsentrasi Sampel
44,04
% Kafein = x 100 %
5000

% Kafein = 0,88 %
• Perhitungan Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Kadar Kafein = % Kafein x Berat Sampel
Kadar Kafein = 0,88 % x 0,5 gram
Kadar Kafein = 0,0044 gram

c. Sampel Kelompok 3 (Kopi Kapal Api)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Kafein
y = 0,0927x – 0,0486
3,941 = 0,0927x – 0,0486
3,941+0,0486
x = 0,0927
3,9896
x = 0,0927

x = 43,04 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Konsentrasi Kafein Dalam Sampel
% Kafein = x 100 %
Konsentrasi Sampel
43,04
% Kafein = x 100 %
5000

% Kafein = 0,86 %
• Perhitungan Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Kadar Kafein = % Kafein x Berat Sampel
Kadar Kafein = 0,86 % x 0,5 gram
Kadar Kafein = 0,0043 gram

d. Sampel Kelompok 4 (Kopi Setia Bali)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Kafein
y = 0,0927x – 0,0486
4,014 = 0,0927x – 0,0486
4,014+0,0486
x = 0,0927
4,0626
x = 0,0927

x = 43,82 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Konsentrasi Kafein Dalam Sampel
% Kafein = x 100 %
Konsentrasi Sampel
43,82
% Kafein = x 100 %
5000

% Kafein = 0,87 %
• Perhitungan Kadar Kafein Pada Sampel Kopi/Teh
Kadar Kafein = % Kafein x Berat Sampel
Kadar Kafein = 0,87 % x 0,5 gram
Kadar Kafein = 0,0043 gram

X. Pembahasan
Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami didalam makanan contohnya biji
kopi, teh, biji kelapa, buah kola, dan mate. Teh adalah sumber kafein yang lain, dan
mengandung setengah dari kafein yang dikandung kopi. Beberapa tipe teh yaitu teh hitam
mengandung lebih banyak kafein dibandingkan jenis teh yang lain. Teh mengandung sedikit
jumlah teobromine dan sedikit lebih tinggi theophyline dari kopi (Daswin, 2013).
Sumber utama kafeina dunia adalah biji kopi. Kandungan kafeina pada kopi bervariasi,
tergantung pada jenis biji kopi dan metode pembuatan yang digunakan. Secara umum, satu
sajian kopi mengandung sekitar 40 mg (30 mL espresso varietas arabica) kafeina, sampai
dengan 100 mg kafeina untuk satu cangkir (120 mL) kopi. Umumnya, kopi dark-
roast memiliki kadar kafeina yang lebih rendah karena proses pemanggangan akan
mengurangi kandungan kafeina pada biji tersebut. Kopi varietas arabica umumnya
mengandung kadar kafeina yang lebih sedikit daripada kopi varietas robusta. Kopi juga
mengandung sejumlah kecil teofilina, namun tidak mengandung teobromina
(Enggarwati,2014).
Kafein diabsorbsi dengan cepat dan mendekati sempurna melalui saluran gastrointestinal
dalam waktu 30-60 menit. Kafein didistribusikan secara merata ke seluruh jaringan tubuh,
Konsentrasi maksimum dalam plasma dicapai dalam waktu 1 jam dengan rentang 0,5-1,5 jam.
Waktu paruh eliminasi sangat bervariasi rata-rata 5 jam dengan rentang 2-12 jam (Donovan &
Devane, 2001). Telah dilaporkan bahwa waktu paruh kafein pada wanita lebih singkat
dibandingkan dengan laki-laki (Nawrot et al, 2003 dalam Daswin, 2013). Eliminasi kafein dari
tubuh terjadi melalui metabolisme. Metabolisme kafein sangat kompleks, paling sedikit ada 25
metabolit yang dihasilkan. Kafein diekskresikan melalui urin dalam bentuk tidak berubah yaitu
hanya 1-4% setelah pemberian oral. Jalur utama eliminasi kafein melalui reaksi demetilasi
yang dikatalisis oleh enzim sitokrom P450 (CYP1A2) menghasilkan paraxantin (1,7-
dimetilxantin) sebanyak 80%, teobromin 10%, dan teofilin 4% (Dalimunthe, 2011).
Sampel yang digunakan pada praktikum kali berbeda-beda setiap kelompoknya.
Berdasarkan pemeriksaan kafein pada sampel untuk kelompok 1 dengan sampel kopi merk
Good Day didapatkan kadar kafein didalamnya yaitu sekitar 0,0044 gram atau 0,88%. Untuk
kelompok 2 dengan sampel teh sari murni didapatkan terdapat 0,0044 gram atau 0,88%
kandungan kafein didalamnya. Pada kelompok 3 dengan sampel uji yaitu kopi merk kapal api
terkandung 0,0043 gram atau 0,86% kafein didalamnya. Untuk kelompok 4 dengan sampel uji
kopi merk setia bali terkandung 0,0043 gram atau 0,87% kafein di dalamnya. Penentuan kadar
kafein dalam kopi, seperti pada percobaan ini yang didasarkan pada distribusi solut dalam hal
ini kafein dalam kopi antara dua fasa yaitu fasa organic dan fasa air. Karena kopi dapat larut
dengan baik pada air panas, sehingga harus dilarutkan pada air panas yang mendidih.
(Rialita,2013).

XI. Kesimpμlan
Berdasarkan pemeriksaan kafein yang telah dilakukan dengan sampel uji yang berbeda dari
masing-masing kelompok didapatkan hasil pada sampel kelompok 1 dengan sampel kopi merk
Good Day didapatkan kadar kafein didalamnya yaitu sekitar 0,0044 gram atau 0,88%. Untuk
kelompok 2 dengan sampel teh sari murni didapatkan terdapat 0,0044 gram atau 0,88%
kandungan kafein didalamnya. Pada kelompok 3 dengan sampel uji yaitu kopi merk kapal api
terkandung 0,0043 gram atau 0,86% kafein didalamnya. Untuk kelompok 4 dengan sampel uji
kopi merk setia bali terkandung 0,0043 gram atau 0,87% kafein di dalamnya. Kadar kafein
yang terkandung pada masing-masing sampel uji termasuk normal. Berdasarkan FDA (Food
Drug Administration) dosis kafein yang diizinkan 100- 200 mg/hari, sedangkan menurut SNI
01- 7152-2006 batas maksimum kafein dalam makanan dan minuman adalah 150 mg/hari dan
50 mg/sajian.
DAFTAR PUSTAKA

Bawazeer N A, AlSobahi N A. Prevalence and side effects of energy drink consumption among
medical students at Umm Al-Qura University, Saudi Arabia. International Journal of
Medical Students 2013; 1(3):104-8

Daswin N, Samosir NE (2013). Pengaruh kafein terhadap kualitas tidur mahasiswa Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara. E-Jurnal FK-USU

Enggarwati. 2014. Tekanan darah berdasarkan pola konsumsi kopi civitas akademika Fakultas
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia (diakses pada tanggal 26 Desember 2020).
Tersedia pada http://lib.ui.ac.id

Kesia, Rialita, M., Gayatri,C ., dan Frenly, W. 2013. Analisis Kafein Dalam Kopi Bubuk Di Kota
Manado Menggunakan Spektrofotometri Uv-Vis. Pharmacon Jurnal Ilmiah Farmasi –
UNSRAT Vol. 2 No. 04 November 2013 ISSN 2302 – 2493

Liveina. 2006. Pola Konsumsi Dan Efek Samping Minuman Mengandung Kafein Pada Mahasiswa
Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana (diakses pada
tanggal 26 Desember 2020). Tersedia pada https://sinta.unud.ac.id

Nawrot P, Jordan S, Eastwood J, Rotstein J, Hugenholtz A, Feeley M. 2003. Effects of caffeine on


human health. Food Additives and Contaminants, 20 (1): 1-30.

Rialita, dkk. 2013. Analisis Kafein dalam Kopi Bubuk di Kota Manado Menggunakan
Spektrofotometri UV-Vis. Jurnal Ilmiah Farmasi: Pharmacon

SNI 01- 7152-2006. Bahan Tambahan Pangan Persyaratan Perisa Dan Penggunaan Dalam Produk
Pangan (diakses pada tanggal 26 Desember 2020). Tersedia pada https://kupdf.net
LAMPIRAN

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3


Penimbangan Sampel Teh Sebuk MgO Proses Pemanasan

Gambar 4
Hasil setelah di Waterbath
LAPORAN PRAKTIKUM

TOKSIKOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN NIKOTIN

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN NIKOTIN

I. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kadar nikotin yang terkandung dalam sampel rokok

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah titimetri

III. Prinsip
Asidimetri adalah salah satu metode penetapan kadar dengan larutan standart asam sebagai
titrannya. Prinsip penetapannya adalah reaksi penetralan asam basa, nikotin yang merupakan
basa lemah bereaksi dengan HCl akan mengikat satu atom H + dan melepaskan ion Cl- . Reaksi
ini terjadi pada kisaran pH 6,0 - 6,2 sehingga dipakai indikator metal merah, titik akhir titrasi
diketahui dengan terbentukya warna merah konstan.

IV. Dasar Teori


Merokok telah diketahui dapat menyebabkan gangguan kesehatan. Gangguan kesehatan
ini dapat disebabkan oleh nikotin yang berasal dari asap arus utama dan asap arus samping dari
rokok yang dihisap oleh perokok. Dengan demikian penderita tidak hanya perokok sendiri
(perokok aktif) tetapi juga orang yang berada di lingkungan asap rokok (Environmental
Tobacco Smoke) atau disebut dengan perokok pasif. Gangguan kesehatan yang ditimbulkan
dapat berupa bronkitis kronis, emfisema, kanker paru-paru, larink, mulut, faring, esofagus,
kandung kemih, penyempitan pembuluh nadi dan lain-lain. Namun demikian masih banyak
orang baik laki-laki maupun perempuan yang belum atau tidak dapat meninggalkan kebiasaan
merokok ini (Amstrong ,1984).
Risiko yang dapat ditimbulkan oleh karena merokok sebenarnya dapat dikurangi bila
diketahui kadar nikotin dalam asap rokok . Bila kadar ini dicantumkan maka calon perokok
dapat memilih rokok dengan kandungan nikotin yang sekecil mungkin atau kandungan yang
paling sedikit diantara jenis-jenis rokok. Pada saat ini banyak produsen rokok belum
mencantumkan kadar nikotin dalam kemasannya maka perlu dilakukan pengukuran kadar
nikotin yang dihasilkan oleh asap rokok dengan tujuan untuk mengetahui berapa kandungan
nikotin yang dihasilkan oleh asap rokok dari berbagai macam merk rokok yang banyak beredar
di pasaran. Asap rokok yang akan diukur adalah asap rokok yang dihisap oleh perokok (asap
rokok arus utama) dan yang dilepaskan ke lingkungan sekelilingnya (asap arus samping) yang
memungkinkan dihirup oleh orang lain yang berada di lingkungan tersebut (Amelia,2016).
Kandungan terbesar pada rokok tembakau yaitu nikotin. Nikotin adalah zat, atau bahan
senyawa pirrolidin yang terdapat dalam Nikotiana tabacum, Nicotiana rustica dan spesies
lainnya atau sintetisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan dan efek
kecanduan. Nikotin pada asap rokok yang berasal dari rokok non filter lebih besar daripada
rokok yang mempunyai filter (Dewi,2003).
V. Alat dan Bahan
Alat :
1) Neraca analitik
2) Kaca arloji
3) Labu ukur
4) Erlenmeyer
5) Spatula
6) Aluminium foil
7) Buret
8) Statif
9) Pipet Ukur
10) Waterbath
Bahan :
1) Sampel rokok
2) Aquadest
3) Latutan NaOH 20% Alkaholis
4) Larutan N – Hexane
VI. Prosedur Kerja
a) Pembuatan Larutan HCl 0,1 N
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian dipipet HCl pekat
sebanyak 0,84 mL, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquadest
sampai tanda batas. Selanjutnya dihomogenkan agar tercampur.
a) Analisis Sampel
Setelah HCl 0,1 N dibuat, selanjutnya ditimbang sampel rokok sebanyak 0,5 gram dan
dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Kemudian dimasukkan 0,5 mL larutan NaOH 20%
alkoholis dan 20 mL larutan N – Hexane ke dalam Erlenmeyer yang berisi sampel rokok.
Selanjutnya dihomogenkan, ditutup dengan aluminium foil dan didiamkan selama satu
jam. Diambil 5 mL larutan jernih pada erlenmeyer yang berisi sampel rokok dan
dipindahkan ke erlenmeyer yang baru. Lalu diuapkan di waterbath sampai volumenya
tersisa kurang lebih 1 mL, sampel yang telah diuapkan ditambahkan aquadest hingga 5 mL
dan ditambahkan satu tetes indicator metil merah. Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl
0,1 N sampai berubah warna menjadi merah muda dan dicatat volumenya.
VII. Data Pengamatan
Kelompok Titrasi (mL) % Nikotin rata - Kadar Nikotin
I II III rata (gram)
1 0,4 mL 0,5 mL - 3,64 % 0,0364 gram
2 0,2 mL 0,3 mL 0,3 mL 2,16 % 0,0216 gram
3 1,1 mL 1,2 mL 1,1 mL 9,18 % 0,0920 gram
4 0,5 mL 0,4 mL - 3,645 % 0,037 gram

VIII. Perhitungan
Rumus :
Vol.Titrasi x Pengenceran x 0,162 x N HCl
% Nikotin : x 100 %
Berat Sampel

Kadar Nikotin : % Nikotin Rata – Rata x Berat Sampel

a. Sampel Kelompok 1
0,4 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin I = x 100 %
1
0,0324
% Nikotin I = x 100 %
1

% Nikotin I = 3,24 %
0,5 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin II = x 100 %
1
0,0405
% Nikotin II = x 100 %
1

% Nikotin II = 4,05 %
3,24 + 4,05
% Nikotin Rata - Rata = x 100 %
2
7,29
• % Nikotin Rata - Rata = x 100 %
2

% Nikotin Rata – Rata = 3,64 %


• Kadar Nikotin = % Nikotin Rata – Rata x Berat Sampel
Kadar Nikotin = 3,64 % x 1
Kadar Nikotin = 0,0364 gram

b. Sampel Kelompok 2
0,2 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin I = x 100 %
1
0,0162
% Nikotin I = x 100 %
1

% Nikotin I = 1,62 %
0,3 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin II = x 100 %
1
0,0243
% Nikotin II = x 100 %
1

% Nikotin II = 2,43 %
0,3 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin III = x 100 %
1
0,0243
% Nikotin III = x 100 %
1

% Nikotin III = 2,43 %


1,62 + 2,43 + 2,43
• % Nikotin Rata - Rata = x 100 %
3
6,48
% Nikotin Rata - Rata = x 100 %
3

% Nikotin Rata – Rata = 2,16 %


• Kadar Nikotin = % Nikotin Rata – Rata x Berat Sampel
Kadar Nikotin = 2,16 % x 1
Kadar Nikotin = 0,0216 gram
c. Sampel Kelompok 3
1,1 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin I = x 100 %
1
0,0891
% Nikotin I = x 100 %
1

% Nikotin I = 8,91 %
1,2 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin II = x 100 %
1
0,0972
% Nikotin II = x 100 %
1

% Nikotin II = 9,72 %
1,1 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin III = x 100 %
1
0,0891
% Nikotin III = x 100 %
1

% Nikotin III = 8,91 %


8,91 + 9,72 + 8,91
• % Nikotin Rata - Rata = x 100 %
3
27,54
% Nikotin Rata - Rata = x 100 %
3

% Nikotin Rata – Rata = 9,18 %


• Kadar Nikotin = % Nikotin Rata – Rata x Berat Sampel
Kadar Nikotin = 9,18 % x 1
Kadar Nikotin = 0,0918 ~ 0,0920 gram

d. Sampel Kelompok 4
0,5 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin I = x 100 %
1
0,0405
% Nikotin I = x 100 %
1

% Nikotin I = 4,05 %
0,4 x 5 x 0,162 x 0,1
• % Nikotin II = x 100 %
1
0,0324
% Nikotin II = x 100 %
1

% Nikotin II = 3,24 %
4,05 + 3,24
• % Nikotin Rata - Rata = x 100 %
2
7,92
% Nikotin Rata - Rata = x 100 %
2
% Nikotin Rata – Rata = 3,645 %
• Kadar Nikotin = % Nikotin Rata – Rata x Berat Sampel
Kadar Nikotin = 3,645 % x 1
Kadar Nikotin = 0,037 gram

IX. Pembahasan
Nikotin Zat yang paling sering dibicarakan dan diteliti orang, meracuni saraf tubuh,
meningkatkan tekanan darah, menimbulkan penyempitan pembuluh darah tepi, dan
menyebabkan ketagihan dan ketergantungan pada pemakainya. Kadar nikotin 4-6 mg yang
diisap oleh orang dewasa setiap hari sudah bisa membuat seseorang ketagihan. Di Amerika
Serikat, rokok putih yang beredar di pasaran 8 memiliki kadar 8-10 mg nikotin per batang,
sementara di Indonesia berkadar nikotin 17 mg per batang (Tirtosastro,2010).
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dengan metode titimetri terhadap 4 sampel
rokok dengan berbagai merek didapatkan hasil bahwa pada kelompok 1 kandungan nikotin
pada sampel rokok Marlboro yaitu sekitar 0,0364 gram. Untuk kelompok 2 dengan sampel uji
yaitu rokok sampoerna didapatkan kadar nikotin sebanyak 0,0216 gram. Untuk kelompok 3
dengan sampel uji rokok merk tugumas didapatkan kadar nikotin sebanyak 0,0920 gram.
Sementara, untuk kelompok 4 dengan sampel uji yaitu rokok merk Ese pop didapatkan kadar
nikotin sebesar 0,037 gram.
Tembakau rokok biasanya mengandung 1 % - 2 % nikotin. Absorbsi nikotin melalui mulut
terjadi lambat karena terjadi penundaan pengosongan lambung sehingga muntah yang di
sebabkan oleh efek sentral fraksi yang di absorbsi akan mengeluarkan tembakau yang tersisa
pada saluran gastrointestinal. Mula kerja gejala akut keracunan nikotin termasuk mual,
salviasi, nyeri perut, muntah, diare, keringat dingin, sakit kepala, pusing, pendengaran dan
penglihatan terganggu, kebingungan dan otot-otot menjadi lemah. Setelah pingsang dan
kelemahan maka tekanan darah menurun, gangguan pernapasan, denyut nadi lemah, collapse
yang di akhiri denagan kejang serta kematian dapat terjadi dalam waktu beberapa menit setelah
kegagalan pernapasan. Nikotin dapat meningkatkan kecepatan denyut jantung melalui eksitasi
saraf simpatis atau paralisis ganglion parasimpatis pada jantung dan Nikotin juga dapat
menurunkan denyut jantung melalui paralisis saraf simpatis atau stimulasi ganglion
parasimpatis pada jantung. Selain itu Nikotin dapat menstimulasi medulla adrenal dengan
melepaskan epinefrin yang meningkatkan kecepatan denyut jantung dan tekanan darah. Efek
nikotin tembakau yang dipakai dengan cara menghisap, menguyah atau menghirup tembakau
dengan sedotan, menyebabkan penyempitan pembuluh darah, peningkatan denyut jantung dan
tekanan darah, nafsu makan berkurang, sebagian menghilangkan perasaan cita rasa dan
penciuman serta membuat paru-paru menjadi nyeri. Penggunaan tembakau dalam jangka
panjang dapat menyebabkan kerusakan pada paru–paru, jantung, dan pembuluh darah . Nikotin
membuat ketagihan. Itulah sebabnya para perokok ingin terus menghisap tembakau secara
rutin karena mereka ketagihan nikotin. Ketagihan tersebut ditandai dengan keinginan yang
menggebu untuk selalu mencari dan menggunakan, meskipun mengetahui akan konsekuensi
negatif terhadap Kesehatan (Wahyuni,2012).
X. Kesimpμlan
Berdasarkan data pengamatan serta pembahasan yang telah dipaparkan sebelumnya
diketahui bahwa hasil dari pemeriksaan nikotin dari 4 sampel rokok dengan merk yang berbeda
tersebut hasilnya pada kelompok 1 kandungan nikotin pada sampel rokok Marlboro yaitu
sekitar 0,0364 gram. Untuk kelompok 2 dengan sampel uji yaitu rokok sampoerna didapatkan
kadar nikotin sebanyak 0,0216 gram. Untuk kelompok 3 dengan sampel uji rokok merk
tugumas didapatkan kadar nikotin sebanyak 0,0920 gram. Sementara, untuk kelompok 4
dengan sampel uji yaitu rokok merk Ese pop didapatkan kadar nikotin sebesar 0,037 gram.
Kadar tersebut termasuk normal karena nilai normal untuk nikotin dalam rokok yaitu sebesar
0,020 gram.
DAFTAR PUSTAKA

Amelia. 2016. Hubungan Derajat Merokok Berdasarkan Indeks Brinkman dengan Kadar
Hemoglobin. Jurnal Kesehatan Andalas

Amstrong BK. 1984. Merokok dan Kesehatan. Jakarta

Dewi. 2003. PENENTUAN KADAR NIKOTIN DALAM ASAP ROKOK (diakses pada tanggal 30
Desember 2020). Tersedia pada https://media.neliti.com

Tirtosastro. 2010. Kandungan Kimia Tembakau dan Rokok (diakses pada tanggal 30 Desember
2020). Tersedia pada http://ejurnal.litbang.pertanian.go.id

Wahyuni. 2012. Penetapan Kadar Nikotin Dalam Rokok Putih Yang Beredar Di Makassar (diakses
pada tanggal 30 Desember 2020). Tersedia pada http://repositori.uin-alauddin.ac.id
LAMPIRAN

Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3


Sampel Rokok Titik Akhir Titrasi Proses Pemanasan
LAPORAN PRAKTIKUM

TOKSIKOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN HIDROKUINON

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN HIDROKUINON

I. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kadar hidrokuinon pada sampel krim wajah tanpa merk secara
spektrofotometri.

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri

III. Prinsip
Sampel diambil kemudian diolah ,dilanjutkan dengan pembuatan larutan baku hidrokuinon,
pembuatan kurva kalibrasi, dilakukan uji kualitatif dengan FeCl3 1% dilanjutkan dengan
spektrofotometri UV-Vis untuk mengetahui kadar dari hidrokuinon yang terdapat dalam krim
malam tanpa merk.

IV. Dasar Teori


Sebagian besar wanita Indonesia menginginkan kulit putih, bersih dan cerah untuk menjaga
penampilan agar tetap menarik dan enak dilihat, karena dalam zaman modern sekarang ini,
penampilam yang menarik salah satu syarat mutlak dalam dunia kerja dan pergaulan. Dan
untuk memenuhi keinginan itu, mereka menggunakan berbagai cara dari perawatan kulit alami
hingga perawatan yang sangat instan dengan berbagai jenis kosmetik tanpa memperhatikan
dengan lebih teliti apakah bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik tersebut akan
menimbulkan efek yang akan membahayakan bagi kulit kita nantinyasebelum tampak ikterik
(Meutia,2016).
Manfaat produk krim pemutih masih cenderung diartikan membuat kulit jadi lebih putih.
Padahal sebenarnya krim pemutih lebih bermaksud pada perawatan kulilt wanita agar
berpenampilan cerah, sehat dan segar. Artinya pemutih kulit atau whitening yang terdapat
dalam produk kosmetik berfungsi untuk mencerahkan, bukan memutihkan karena melindungi
kulit dari bahaya radiasi sinar UV A (Lisnawati,2016).
Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BB POM) di Pasar Bringharjo Yogyakarta
telah menemukan banyak produk illegal yaitu mencapai ratusan produk kosmetika. Adapun
produk-produk kosmetik yang telah ditemukan di pasar tersebut adalah produk kosmetik impor
yang berasal dari luar negeri yaitu berasal dari Cina dan Taiwan. Produk-produk kosmetik dari
Cina dan Taiwan tersebut tidak terdaftar secara resmi dari BPOM, dan produk kosmetika
tersebut juga mengandung zat kimia yang berbahaya yaitu seperti merkuri dan hidrokuinon
>2%. Adapun kosmetik impor yang berasal dari Cina dan Taiwan di atas kebanyan berupa
produk krim pemutih, sabun mandi, dan lipstik. Banyaknya, kuantitas atas jenis produk
kecantikan tersebut dikarenakan jenis produk kosmetik tersebut paling disukai oleh
masyarakat. Hal tersebut dikarenakan jenis produk kosmetik tersebut dijual dengan harga
murah (Dian, 2016).

V. Alat dan Bahan


Alat :
1) Spatula
2) Pipet Volume
3) Labu ukur 25 mL
4) Beaker Glass 50 mL
5) Spektrofotometer UV
6) Neraca Analitik
Bahan :
1) Sampel Krim Wajah
2) Aquades
3) Standar Hidrokuinon
4) Methanol

VI. Prosedur Kerja


Labu ukur 25 mL diberi label untuk sampel 1, sampel 2, sampel 3, sampel 4, dan sampel
5, kemudian labu ukur 5 mL diberi label untuk larutan standar 2,5 ppm, 5 ppm, dan 10 ppm.
Larutan standar induk hidrokuinon 40 ppm diencerkan menjadi 2,5 ppm, 5 ppm, dan 10 ppm.
Selanjutnya, larutan standar 2,5 ppm, larutan standar induk dipipet sebanyak 0,312 mL
kemudian diencerkan dalam labu ukur 5 mL menggunakan methanol. Untuk larutan standar 5
ppm, larutan induk dipipet sebanyak 0,625 mL kemudian diencerkan dalam labu ukur 5 mL
menggunakan methanol. Larutan standar 10 ppm, larutan standar induk dipipet sebanyak 1,25
mL kemudian diencerkan dalam labu ukur 5 mL menggunakan methanol. Sampel ditimbang
sebanyak 0,05 gr kemudian dilarutkan dalam methanol di beaker glass. Setelah larut, sampel
disaring dan dimasukkan ke dalam labu ukur 25 mL dan methanol ditambahkan ke dalam labu
ukur sampai tanda batas. Larutan standar dan sampel kemudian dibaca menggunakan
spektrofotometer pada Panjang gelombang 263 nm dengan menggunakan methanol sebagai
larutan blankonya.

VII. Data Pengamatan


Absorbansi Kadar Kadar
Kelompok Sampel Hidroquinon Hidroquinon
Sampel Standar
(gram) (%)
- - - Blanko = 0,000 -
1 Ginsara Pearl Klp 1 = 0,231 1 ppm = 0,013 Klp 1 = 0,19 0,97%
2 Krim Dokter HN Klp 2 = 0,248 2 ppm = 0,021 Klp 2 = 0,21 1,05%

3 Claresta Klp 3 = 0,316 4 ppm = 0,043 Klp 3 = 0,27 1,35%

4 Fair and Lovely Klp 4 = 1,370 8 ppm = 0,096 Klp 4 = 1,15 5,76

VIII. Kurva

Kurva Pemeriksaan Hidroquinon


0.12
y = 0.0119x - 0.0011
0.1 R² = 0.9956 0.096
0.08
Absorbansi

0.06
0.04 0.043
0.02 0.021
0.013
0 0
0 2 4 6 8 10
-0.02
Konsentrasi
IX. Perhitungan
Persamaan : y = 0,0119x – 0,0011
Berat Sampel
• Konsentrasi Sampel = Volume Larutan
0,05 gram
Konsentrasi Sampel = 25 mL
50 mg
Konsentrasi Sampel = 0,025 L
50000 mg
Konsentrasi Sampel = 25 L

Konsentrasi Sampel = 2000 ppm

Nilai X (ppm)
• Kadar Hidroquinon = Konsentrasi Sampel (ppm) x 100 %

A. Sampel Kelompok 1 (Giansa Pearl Cream)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Hidroquinon
y = 0,0119x – 0,0011
0,231 = 0,0119x – 0,0011
0,231+0,0011
x = 0,0119
0,23
x = 0,0119

x = 19,32 ppm

• Perhitungan Persentase Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah


Konsentrasi Hidroquinon Dalam Sampel
% Hidroquinon = x 100 %
Konsentrasi Sampel
19,32
% Hidroquinon = x 100 %
2000

% Hidroquinon = 0,97 %

• Perhitungan Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah


Kadar Hidroquinon = % Hidroquinon x Berat Sampel
Kadar Hidroquinon = 0,97 % x 0,2 gram
Kadar Hidroquinon = 0,19 gram
B. Sampel Kelompok 2 (Krim Dokter HN)
• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Hidroquinon
y = 0,0119x – 0,0011
0,248 = 0,0119x – 0,0011
0,248+0,0011
x = 0,0119
0,25
x = 0,0119

x = 21,0 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah
Konsentrasi Hidroquinon Dalam Sampel
% Hidroquinon = x 100 %
Konsentrasi Sampel
21
% Hidroquinon = 2000 x 100 %

% Hidroquinon = 1,05 %
• Perhitungan Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah
Kadar Hidroquinon = % Hidroquinon x Berat Sampel
Kadar Hidroquinon = 1,05 % x 0,2 gram
Kadar Hidroquinon = 0,21 gram

C. Sampel Kelompok 3 (Claresta)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Hidroquinon
y = 0,0119x – 0,0011
0,316 = 0,0119x – 0,0011
0,316+0,0011
x =
0,0119
0,32
x = 0,0119

x = 26,9 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah
Konsentrasi Hidroquinon Dalam Sampel
% Hidroquinon = x 100 %
Konsentrasi Sampel
26,9
% Hidroquinon = 2000 x 100 %

% Hidroquinon = 1,35 %
• Perhitungan Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah
Kadar Hidroquinon = % Hidroquinon x Berat Sampel
Kadar Hidroquinon = 1,35 % x 0,2 gram
Kadar Hidroquinon = 0,27 gram

D. Sampel Kelompok 4 (Fair and Lovely)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Hidroquinon
y = 0,0119x – 0,0011
1,370 = 0,0119x – 0,0011
1,370+0,0011
x = 0,0119
1,37
x = 0,0119

x = 115,12 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah
Konsentrasi Hidroquinon Dalam Sampel
% Hidroquinon = x 100 %
Konsentrasi Sampel
115,12
% Hidroquinon = x 100 %
2000

% Hidroquinon = 5,76 %
• Perhitungan Kadar Hidroquinon Pada Sampel Krim Pencerah Wajah
Kadar Hidroquinon = % Hidroquinon x Berat Sampel
Kadar Hidroquinon = 5,76 % x 0,2 gram
Kadar Hidroquinon = 1,15 gram

X. Pembahasan
Hidroquinon termasuk golongan obat keras yang hanya digunakan berdasarlan resep
dokter. Hidrokuinon berfungsi untuk mengurangi dan menghambat pembentukan melanin
kulit. Melanin merupakan pigmen kulit yang memberikan warna gelap kecoklatan. Bahaya
hidrokuinon itu sendiri dapat menyebabkan dermatitis dan menimbulkan reaksi
hiperpigmentasi. Gejala awal dapat menyebabkan iritasi ringan, panas, merah dan gatal-gatal
pada kulit. Pada praktikum kali ini digunakan sampel krim wajah dari dokter tanpa merk yang
dibeli online sejumlah 4 buah krim wajah.
Pada praktikum kali ini didapatkan hasil dari kadar hidrokuinon pada sampel uji yang
dilakukan kelompok 1 dengan sampel uji krim Ginsara Pearl Cream adalah sebesar 0,97%
Untuk kelompok 2 dengan sampel uji krim dokter HN didapatkan kadar hidrukuinon sebesar
1,05%. Pada kelompok 3 dengan sampel uji krim merk Claresta didapatkan hasil kadar
hidrokuinon pada sampel ujinya sebesar 1,35%. Sementara kelompok 4 dengan sampel uji
krim wajah merk Fair and Lovely didapatkan kadar hidrokuinon pada sampel yaitu sekitar
5,76%. Dari keempat sampel krim yang diperiksa kadar hidrokuinonnya, hanya satu sampel
yang kadar hidrokuinonnya masih tergolong tinggi yaitu sampel kelompok 4 dengan sampel
uji krim merk Fair and Lovely, karena penggunaan hidroquinon dalam kosmetik tidak boleh
lebih dari 2%, hidroquinon tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama, dan jika
pemakaian lebih dari 2% harus di bawah kontrol dokter. Pada Sediaan kosmetika berbentuk
krim yang mengandung hidroquinon banyak digunakan untuk menghilangkan bercak - bercak
hitam pada wajah. Saat ini hidroquinon masih digunakan sebagian produsen pemutih karena
hidrokinon mampu mengelupas kulit bagian luar dan menghambat pembentukan melanin yang
membuat kulit tampak hitam, (FDA, 2006).
Metode analisis hidrokuinon dapat dilakukan dengan beberapa cara. Secara umum metode
analisis hidrokuinon terdiri dari Titrasi Redoks (Departemen Kesehatan RI, 1995), Misellar
Electrokinetic Chromatography (Jangseokim dan Youngseong Kim, 2005), Capillary
Electrochromatography (Desinderio, 2000), Kromatografi Lapis Tipis (KLT) (BPOM RI,
2011), Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT) (BPOM RI, 2011), dan Spektofotometri UV
(Aryani dkk, 2010). Pengukuran dengan metode Spektrofotometri UV tergolong mudah
dengan kinerja yang cepat jika dibanding dengan pengukuran dengan menggunakan metode
lain. Selain itu senyawa yang akan dianalisis memiliki kromofor pada strukturnya sehingga
memenuhi syarat untuk dapat dianalisis menggunakan metode spektrofotometri. Berdasarkan
hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi (Irnawati, 2016).

XI. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali didapatkan kadar hidrokuinon pada sampel uji yang
dilakukan kelompok 1 dengan sampel uji krim Ginsara Pearl Cream adalah sebesar 0,97%
Untuk kelompok 2 dengan sampel uji krim dokter HN didapatkan kadar hidrukuinon sebesar
1,05%. Pada kelompok 3 dengan sampel uji krim merk Claresta didapatkan hasil kadar
hidrokuinon pada sampel ujinya sebesar 1,35%. Sementara kelompok 4 dengan sampel uji
krim wajah merk Fair and Lovely didapatkan kadar hidrokuinon pada sampel yaitu sekitar
5,76%. Dari keempat sampel krim yang diperiksa kadar hidrokuinonnya, hanya satu sampel
yang kadar hidrokuinonnya masih tergolong tinggi yaitu sampel kelompok 4 dengan sampel
uji krim merk Fair and Lovely, karena penggunaan hidroquinon dalam kosmetik tidak boleh
lebih dari 2%, hidroquinon tidak boleh digunakan dalam jangka waktu yang lama, dan jika
pemakaian lebih dari 2% harus di bawah kontrol dokter.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, 2011, Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor Hk.03.1.23.08.11.07331
Tentang Metode Analisis Kosmetika, Jakarta.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia, Edisi IV, Depkes RI,
Jakarta.

Desindro, C., 2000, Analysis Hydroquinone and Some of Its Ethers By Using Capillary
Elecromatography, Journal of Cromatography, Vol. 887.

Dian. 2016. Identifikasi Hidrokuinon Pada Krim Pemutih Wajah Yang Dijual Di Minimarket
Wilayah Minomartini Yogyakarta (diakses pada tanggal 29 Desember 2020). Tersedia
pada https://www.academia.edu

Irnawati. 2016. Analisis Hidrokuinon Pada Krim Pemutih Wajah Dengan Metode
Spektrofotometri Uv-Vis (diakses pada tanggal 29 Desember 2020). Tersedia pada
https://ejournal.unsrat.ac.id

Jangseokim.,danYongseong, K., 2005, Analysis of Hydroquinone and Its Ether Derivativesby


Using MicellarElectrokinetic Chromatography (MECK), Korean Chem, Vol. 26 (5).

Lisnawati. 2016. Tingkat Pengetahuan Dan Persepsi Bahaya Kosmetik Yang Mengandung
Bahan Pemutih Di Smk Negeri 4 Yogyakarta. Yogyakarta. Jurnal Media Farmasi Vol 13
No 1. Hal. 122-134.

Meutia, R. 2016. Pengaruh Merek, Kemasan Dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan
Pembelian Handbody Marina Pada Mahasiswi Fakultas Ekonomi Universitas Samudra.
Aceh: Jurnal Managemen Dan Keuangan.
LAMPIRAN LAMPIRAN

Gambar 1 Gambar 2
Alat dan Bahan Sampel Hidrokuinon (Kiri) dan Standar
Hidrokuinon (Kanan)
LAPORAN PRAKTIKUM

TOKSIKOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN PARACETAMOL

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN PARACETAMOL

I. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui analisis parasetamol pada jamu komersial berbentuk serbuk.

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah spektrofotometri

III. Prinsip
Pada penelitian ini, zat yang diukur adalah zat parasetamol yang sebelumnya telah melalui
proses hidrolisis dengan asam (H2SO4) sehingga berubahb menjadi p – aminofenol. Zat p –
aminofenol dapat dibaca secara langsung pada alat spektrofotometer karena pada p –
aminofenol terdapat gugus kromofor. Pada pengukuran digunakan Panjang gelombang
maksimal yang bertujuan untuk menghasilkan hasil dengan akurasi yang tinggi dengan tingkat
kesalahan yang kecil.

IV. Dasar Teori


Obat tradisional atau sering disebut sebagai jamu merupakan bahan atau ramuan bahan
yang berasal dari tumbuhan, hewan, mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran
bahanbahan tersebut yang secara turun menurun sudah digunakan untuk pengobatan dan dapat
diterapkan sesuai dengan norma masyarakat yang berlaku (Menkes RI, 2012). Melihat cukup
besarnya permintaan masyarakat akan jamu, banyak produsen yang memanfaatkan
kesempatan ini dengan memproduksi berbagai macam produk unggulan mereka. Selain itu
banyak produsen jamu baru barmunculan. Produk jamu yang dihasilkan antara lain jamu pegal
linu, jamu asam urat, jamu encok dengan berbagai merk. Jamu pegal linu merupakan salah satu
produk yang digemari oleh masyarakat terutama yang bermata pencaharian sebagai pekerja
lapangan. Banyaknya produk jamu tersebut membuat pemerintah kesulitan melakukan
pengawasan secara rutin. Hal tersebut memberi celah adanya kemungkinan kecurangan yang
dilakukan oleh sebagian produsen yang kurang baik seperti misalnya penambahan bahan kimia
obat dengan tujuan agar jamu yang dikonsumsi segera dirasakan efeknya oleh konsumen
sehingga akan menyebabkan tingginya permintaan (Irfan,2009).
Salah satu bahan obat yang memiliki efek analgetik adalah parasetamol.
Parasetamol (PCT) adalah obat yang biasa dipakai untuk menurunkan suhu tubuh waktu
demam (antipiretik), dan mengurangi rasa sakit (analgesik). Walaupun parasetamol dinyatakan
aman pada dosis terapi, namun dosis tinggi parasetamol dapat menyebabkan kegagalan fungsi
hati. Efek hepatotoksik parasetamol diketahui sejak sekitar tahun 1960. Parasetamol
mengakibatkan peningkatan radikal oksigen, pembentukan radikal peroksinitrit, pelepasan
enzim dehidrogenase (LDH), dan aminotransferase pada mencit dan manusia (Dimas, 2019).
V. Alat dan Bahan
Alat :
1) Neraca analitik
2) Kaca arloji
3) Beaker glass
4) Labu ukur
5) Kertas saring
6) Kuvet
7) Spektrofotometer
Bahan :
1) Sampel jamu
2) Methanol
3) Aquadest
4) Larutan standar parasetamol
VI. Prosedur Kerja
a) Pembuatan Methanol 50%
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian dipipet 50 mL
methanol, dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan dengan aquadest 50 mL
(perbandingan 1 : 1). Kemudian dihomogenkan.
b) Pembuatan Larutan Standar Induk Parasetamol 25 ppm
Langkah selanjutnya setelah pembuatan metahol 50% yaitu pembuatan larutan standar
induk parasetamol 25 ppm. Caranya yaitu ditimbang 2,5 mg bubuk parasetamol dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL. Kemudian ke dalam labu ukur, ditambahkan
methanol 50% sampai tanda batas.
c) Pembuatan Larutan Standar 4 ppm
Kemudian untuk pembuatan larutan standar 4 ppm, yaitu dipipet larutan standar induk
parasetamol 25 ppm sebanyak 0,8 mL dan dimasukkan ke dalam labu ukur 5 mL. Selanjutnya
ditambahkan aquadest sampai tanda batas.
d) Analisis Sampel
Setelah membuat larutan standar induk 25 ppm dan larutan standar 4 ppm, selanjutnya
ditimbang sampel jamu sebanyak 0,04 gram. Kemudian dilarutkan dengan sedikit methanol 50
% dan disaring. Setelah itu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan aquadest
sampai tanda batas. Dianalisis pada spektrofotometer Uv – Vis pada Panjang gelombang 246
nm.
VII. Data Pengamatan
Kelompok Sampel Absorbansi Kadar Parasetamol
Sampel Standar (%)
- - - Blanko = 0,000 -
1 Mustika Dewa Klp 1 = 0,663 1 ppm = 0,010 Klp 1 = 0,21
2 Asira Klp 2 = 0,558 2 ppm = 0,023 Klp 2 = 0,17
3 Tawon Liar Klp 3 = 1,567 4 ppm = 0,056 Klp 3 = 0,48
4 Samuric Klp 4 = 0,836 8 ppm = 0,128 Klp 4 = 0,26

VIII. Kurva

Kurva Pemeriksaan Parasetamol


0.14
y = 0.0163x - 0.0056 0.128
0.12
R² = 0.9934
0.1
Absorbansi

0.08
0.06 0.056
0.04
0.02 0.023
0.01
0 0
-0.02 0 2 4 6 8 10
Konsentrasi
IX. Perhitungan

• Persamaan : y = 0,0163x – 0,0056


Berat Sampel
• Konsentrasi Sampel =
Volume Larutan
0,02 gram
Konsentrasi Sampel =
100 mL
200 mg
Konsentrasi Sampel =
0,1 L
2000 mg
Konsentrasi Sampel =
1L
Konsentrasi Sampel = 2000 ppm
Nilai X (ppm)
• Kadar Parasetamol = x 100 %
Konsentrasi Sampel (ppm)

A. Sampel Kelompok 1 (Mustika Dewa)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Parasetamol
y = 0,0163x – 0,0056
0,663 = 0,0163x – 0,0056
0,663+0,0056
x =
0,163
0,67
x =
0,163
x = 4,11 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Konsentrasi Parasetamol Dalam Sampel
% Parasetamol = x 100 %
Konsentrasi Sampel
4,11
% Parasetamol = x 100 %
2000
% Parasetamol = 0,21 %
• Perhitungan Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Kadar Parasetamol = % Parasetamol x Berat Sampel
Kadar Parasetamol = 0,21 % x 0,02 gram
Kadar Parasetamol = 0,42 gram
B. Sampel Kelompok 2 (Asira)
• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Parasetamol
y = 0,0163x – 0,0056
0,558 = 0,0163x – 0,0056
0,558+0,0056
x =
0,163
0,564
x =
0,163
x = 3,46 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Konsentrasi Parasetamol Dalam Sampel
% Parasetamol = x 100 %
Konsentrasi Sampel
3,46
% Parasetamol = x 100 %
2000
% Parasetamol = 0,17 %
• Perhitungan Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Kadar Parasetamol = % Parasetamol x Berat Sampel
Kadar Parasetamol = 0,17 % x 0,02 gram
Kadar Parasetamol = 0,34 gram

C. Sampel Kelompok 3 (Tawon Liar)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Parasetamol
y = 0,0163x – 0,0056
1,567 = 0,0163x – 0,0056
1,567+0,0056
x =
0,163
1,57
x =
0,163
x = 9,63 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Konsentrasi Parasetamol Dalam Sampel
% Parasetamol = x 100 %
Konsentrasi Sampel
9,63
% Parasetamol = x 100 %
2000
% Parasetamol = 0,48 %
• Perhitungan Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Kadar Parasetamol = % Parasetamol x Berat Sampel
Kadar Parasetamol = 0,48 % x 0,02 gram
Kadar Parasetamol = 0,96 gram

D. Sampel Kelompok 4 (Samuric)


• Perhitungan Berdasarkan Persamaan Regresi Pada Kurva Standar Pemeriksaan Parasetamol
y = 0,0163x – 0,0056
0,836 = 0,0163x – 0,0056
0,836+0,0056
x =
0,163
0,84
x =
0,163
x = 5,15 ppm
• Perhitungan Persentase Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Konsentrasi Parasetamol Dalam Sampel
% Parasetamol = x 100 %
Konsentrasi Sampel
5,15
% Parasetamol = x 100 %
2000
% Parasetamol = 0,26 %
• Perhitungan Kadar Parasetamol Pada Sampel Jamu
Kadar Parasetamol = % Parasetamol x Berat Sampel
Kadar Parasetamol = 0,26 % x 0,02 gram
Kadar Parasetamol = 0,52 gram

X. Pembahasan
Pada saat ini terjadi peningkatan trend untuk kembali menggunakan bahan alam atau herbal
untuk pengobatan dibanding obat. Trend ini dimanfaatkan oleh pihak tidak bertanggung jawab
yang memproduksi obat tradisonal untuk mengeruk keuntungan, yaitu dengan menambahkan
BKO untuk mempercepat aksi sehingga pengguna akan banyak membeli. Salah satu BKO yang
sering ditemukan ditambahkan adalah parasetamol (BPOM RI, 2017). Selain itu asam
mefenamat juga ditemukan pada jamu pegel linu yang berdar di kabupaten Pekalongan
(Rusmalina et al, 2020).
Pada praktikum kali ini digunakan 4 sampel jamu tradisional dengan berbagai merk yang
dibeli secara acak dari masing-masing kelompok. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
didapat hasil untuk kelompok 1 bahwa kadar parasetamol pada sampel jamu merk Mustika
Dewa mengandung parasetamol sebesar 0,21%. Untuk kelompok 2 didapatkan hasil pada
sampel uji jamu merk Asira kandungan parasetamolnya yaitu sebesar 0,17%. Untuk kelompok
3 didapatkan hasil pada sampel uji jamu merk tawon liar kandungan parasetamolnya yaitu
sebesar 0,48%. Dan kelompok 4 dengan sampel uji jamu merk Samuric didapatkan hasil
sebesar 0,26%.
Permasalahan obat tradisional (OT) mengandung BKO bukan hanya menjadi
permasalahan di Indonesia melainkan juga di seluruh dunia. Berdasarkan informasi melalui
post marketing alert system (PMAS), world health organization (WHO) dan US food and drug
adimistration (FDA) sebanyak 30 OT dan suplemen kesehatan (SK) mengandung BKO serta
bahan dilarang lainnya juga ditemukan di negara-negara ASEAN, Australia, dan Amerika
Serikat (BPOM, 2011). Badan POM mengeluarkan peringatan publik pada tanggal 11
Desember 2016 terkait OT mengandung BKO yang dilarang untuk dikonsumsi masyarakat.
Sebanyak 39 OT mengandung BKO yang 28 di antaranya merupakan OT tidak terdaftar di
Badan POM dan 11 OT izin edarnya dibatalkan. Temuan produk OT yang teridentifikasi
mengandung BKO pada tahun 2016 didominasi oleh jamu pegal linu (penghilang rasa sakit)
dan antirematik (BPOM, 2016).
Bahan kimia obat (BKO) yang ditambahkan oleh pembuat jamu untuk menambah khasiat
jamu dan memberikan efek jamu yang lebih instan dibandingkan jamu yang tidak mengandung
bahan kimia obat, hal ini dapat membahayakan kesehatan. Jamu seringkali digunakan dalam
jangka waktu lama dan dengan takaran dosis yang tidak dapat dipastikan. Walaupun efek
penyembuhannya segera terasa, tetapi akibat penggunaan bahan kimia obat dengan dosis yang
tidak pasti dapat menimbulkan efek samping mulai dari mual, diare, pusing, sakit kepala,
gangguan penglihatan, nyeri dada sampai kerusakan organ tubuh yang serius seperti kerusakan
hati, gagal ginjal, jantung bahkan sampai menyebabkan kematian (BPOM RI, 2011).
XI. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum ini yaitu Analisa kadar parasetamol dengan sampel uji 4 merk
jamu tradisional didapatkan hasil dari untuk kelompok 1 bahwa kadar parasetamol pada sampel
jamu merk Mustika Dewa mengandung parasetamol sebesar 0,042%. Untuk kelompok 2
didapatkan hasil pada sampel uji jamu merk Asira kandungan parasetamolnya yaitu sebesar
0,035%. Untuk kelompok 3 didapatkan hasil pada sampel uji jamu merk tawon liar kandungan
parasetamolnya yaitu sebesar 0,096%. Dan kelompok 4 dengan sampel uji jamu merk Samuric
didapatkan hasil sebesar 0,052%.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2016. Bahaya Bahan Kimia Obat (BKO)
yang Dibubuhkan ke Dalam Obat Tradisional (Jamu). Diakses pada tanggal 27 Desember
2020). Tersedia pada www.pom.go.id

BPOM RI. (2017) Obat Tradisional yang Mengandung Bahan Kimia Obat. Jakarta: public warning

Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2011. Keputusan Kepala BPOM Nomor
Hk.00.05.41.1384 tentang Kriteria dan Tata Laksana Pendaftaran Obat Tradisional, Obat
Herbal Terstandar dan Fitofarmaka. Jakarta

Dimas. 2019. ANALISIS KANDUNGAN PARASETAMOL PADA JAMU PEGAL LINU


YANG DIPEROLEH DARI KAWASAN INDUSTRI KECAMATAN KIBIN KABUPATEN
SERANG (diakses pada tanggal 27 Desember 2020). Tersedia pada http://stakc.ac.id/

Irfan. 2009. ANALISIS KUALITATIF PARASETAMOL PADA SEDIAAN JAMU SERBUK


PEGAL LINU YANG BEREDAR DI PURWOKERTO (diakses pada tanggal 27 Desember
2020). Tersedia pada https://media.neliti.com/media/publications/160252-ID-analisis-
kualitatif-parasetamol-pada-sed.pdf

Menkes, R. I. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 007 Tahun 2012
Tentang Registrasi Obat Tradisional.

Rusmalina, S., Khasanah, K., & Nugroho, D. K. 2020. Deteksi Asam Mefenamat pada Jamu Pegel
Linu yang beredar di Wilayah Pekalongan. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia, pp. 51-60.
LAMPIRAN

Gambar 1 Gambar 2
Sampel Jamu Penimbangan Sampel
LAPORAN PRAKTIKUM

TOKSIKOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN PESTISIDA

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN PESTISIDA

I. Tujuan Praktikum
Untuk menegetahui analisis pestisida pada sayuran dengan gas chromatography mass
spectrometry (GC/MS).

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah gas chromatography mass
spectrometry (GC/MS) yang dapat mengukur jenis dan kandungan senyawa dalam suatu
sampel baik secara kualitatif dan kuantitatif. Instrumen ini merupakan perpaduan dari dua
buah instrumen, yaitu Kromatografi Gas yang berfungsi untuk memisahkan senyawa menjadi
senyawa tunggal dan Spektroskopi Massa yang berfungsi mendeteksi jenis senyawa
berdasarkan pola fragmentasinya.

III. Prinsip
Prinsip dari pemeriksaan kadar pestisida pada sayur ini adalah sayuran yang telah dipotong
kecil – kecil akan diesktraksi dengan pelarut N – Hexane selama satu jam, dielusi dengan N –
Hexane, eluatnya diuapkan pada blower yang kemudian dianalisis pada alat GC – MS guna
mengetahui kadar pestisida di dalam sayur tersebut.

IV. Dasar Teori


Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan manusia, manusia selalu berusaha untuk
menggunakan cara-cara yang efesian, cepat dan murah dari segi biaya (Fardiaz,S., 1992).
Namun tanpa disadari cara tersebut kadang memberikan dampak yang negative terhadap
manusia dan lingkungannya sendiri. Khusus dalam bidang pertanian, pestisida menjadi pilihan
utama dalam pembasmian hama dan penyakit tanaman, sehingga tidak jarang pestisida
dianggap sebagai dewa penolong dari kegagalan panen (Ekha, I., 1998). Penggunaan pestisida
yang cukup luas diperlukan usaha pengontrolan yang lebih ketat karena diketahui pestisida
dapat mengkontaminasi semua jenis kebutuhan manusia seperti air, tanah dan bahan makanan
serta udara (Sastroutomo., 1992).
Residu pestisida pada tanaman Indonesia tergolong tinggi. Rendahnya pemahaman petani
terhadap bahaya pestisida mengakibatkan penggunaan secara serampangan. Untuk jenis
tanaman padi dan sayur- sayuran seperti kubis, tomat, bawang, cabai, sawi dan lain-lainnya,
petani secara rutin menyemprot pestisida dengan frekuensi penyemprotan mencapai lima
sampai lima belas kali dalam semusim. Bahkan beberapa hari menjelang panenpun, masih
dilakukan penyemprotan. Pestisida juga dapat mempengaruhi kesehatan orang awam yang
tidak melakukan penyemprotan. Kemungkinan ini terjadi akibat sisa racun (residu) pestisida
yang menempel pada tanaman yang dikomsumsi oleh manusia. Seseorang yang mengomsumsi
produk tersebut, telah kemasukan racun pestisida melalui makanan yang dikonsumsi. Racun
ini akan terakumulasi dalam tubuh. Semakin tinggi jenis residu, maka semakin membahayakan
kesehatan manusia misalnya bila terpapar sejak kehamilan akan berpengaruh terhadap
pembentukan janin dalam kandungan (Marsun,2014).
Pestisida ini dilarang penggunaannya karena merugikan lingkungan dan kesehatan
masyarakat akibat sifat persistensinya sangat lama di lingkungan, baik di tanah maupun
jaringan tanaman. Dampak aplikasi suatu pestisida dapat berupa keracunan akut ataupun
keracunan kronis. Menurut laporan dari WHO dan UNEP, di 3 seluruh dunia terdapat lebih
dari 26 juta manusia keracunan pestisida dengan sekitar 220 ribu kematian pertahun. (Purnama,
2013).
V. Alat dan Bahan
Alat :
1) Alat pencincang
2) Kolom SPE
3) Tabung Eppendorf
4) Corong pisah
5) Blower atau lemari asam
6) Silika ekstrolut
7) Seperangkat instrumen gas chromatography yang dilengkapi dengan detektor fotometri
nyala dan alat perekam kromatogram, generator hydrogen, Whatman, pompa udara,
kolom OV-17 panjang 1,2 m dan diameter 3 mm
8) Alat gelas umum yang biasa dipakai di laboratorium analisis
9) Timbangan analitik listrik
Bahan :
1) Sampel Sayur
2) Pelarut n-hexane

VI. Prosedur Kerja


Sampel sayur kacang Panjang dipotong kecil-kecil, kemudian ditimbang sebanyak 2-5
gram menggunakan alat beaker glass. Kemudian sampel diekstraksi menggunakan pelarut n-
hexane sebanyak 10 mL, selama 1 jam (didiamkan selama 1 jam). Kemudian kertas saring
Whatman dipotong seukuran dengan lubang pada kolom SPE. Kertas saring kemudian
dimasukkan ke dalam kolom SPE hingga menutupi lubang kecil di bawah kolom. Selanjutnya,
silika ekstrolut ditambahakan sampai ¼ kolom SPE. Sampel yang telah diesktraksi
dimasukkan ke dalam kolom SPE. Kemudian, ekstrak dielusi dengan n-hexane sebanyak 5 mL
sampai keluar dari kolom SPE. Eluatnya diuapkann pada blower atau lemari asam kemudian
diencerlan dengan 500𝜇L n-hexane. Selanjutnya, sampel dimasukkan ke dalam tabung
Eppendorf. Sampel diinjeksikan ke alat GC-MS menggunakan syringe.

VII. Data Pengamatan


Kelompok Sampel Sayur Senyawa Pestisida Yang Terdeteksi
1. Kol Tidak Terdeteksi
2. Wortel Tidak Terdeteksi
3. Kacang Panjang Tidak Terdeteksi
4. Sawi Hijau Tidak Terdeteksi
Adapun senyawa lain yang terdeteksi pada saat analisis, yaitu :
%
Kelompok Sampel Kandungan
Kelimpahan
0,214 % Tridecane
1,044 % Tetradecene, Cyclopropane
1. Sayur Kol 1,349 % Octadecenoic acid, Dimethyldodecane
4,774 % Cetene, Hexadecene
8,444 % Phenol
8,227 % Heptadecenal, Octadecene
2,688 % Benzopyran
2,642 % Oxaspiro, Octadecenoic acid
2. Wortel Eicosene, Heptadecenal,
4,578 % Pentafluoropropionic acid, Pentadecyl
ester
2,744 % Docosene, Tetracosanol, Nonadecanol
Cyclotetracosane, Heptafluorobutyric
2,368 %
acid, Ester, Heneicosanol
11,861 % Phthalate
Kacang 5,311 % Hexacosene, Octadecene, Tricosene
3.
Panjang Cyclopentadecanone, Hexacosene,
11,068 %
Nonadecen acetate
Octadecenoic acid, Octadecenal,
3,315 %
Octadecenoic acid, Ethyl ester
Octadecenoic acid, Octadecenal,
8,465 %
Docosenoic acid, Methyl ester
5,099 % Nonadecene, Ethanol, Cyclotetracosane
Octadecenoic acid, Ethyl ester,
8,414 %
Hexadecenal, Oleic acid
4. Sayur Hijau
Octadecenoic acid, Octadecenal, Oleic
2,622 %
acid
3,858 % Octadecenoic acid, Octadecenal
Octadecenoic acid, Droxypropyl ester,
0,917 %
Vaccenic acid, Octadecenal

VIII. Pembahasan
Organoklorin termasuk ke dalam golongan pestisida yang bagus dan ampuh, namun
memiliki banyak dampak negatif terhadap lingkungan. Sebagai pestisida, sifat persistensinya
sangat menguntungkan untuk mengontrol hama. Terdapat pula kemungkinan terjadinya
bioakumulasi dan biomagnifikasi. Residu pestisida pada tanaman dapat berasal dari hasil
penyemprotan pada tanaman. Pestisida merupakan pilihan utama cara mengendalikan hama,
penyakit dan gulma karena membunuh langsung jasad pengganggu. Kegiatan mengendalikan
jasad pengganggu merupakan pekerjaan yang memakan banyak waktu, tenaga dan biaya.
Kemanjuran pestisida dapat diandalkan, penggunaannya mudah, tingkat keberhasilannya
tinggi, ketersediaannya mencukupi dan mudah didapat serta biayanya relatif murah. Manfaat
pestisida memang terbukti besar, sehingga muncul kondisi ketergantungan bahwa pestisida
adalah faktor produksi penentu tingginya hasil dan kualitas produk, seperti yang tercermin
dalam setiap paket program atau kegiatan pertanian yang senantiasa menyertakan pestisida
sebagai bagian dari input produksi. Residu insektisida terdapat pada semua tubuh tanaman
seperti batang, daun, buah, dan juga umbi. Residu ini terdapat pada permukaan maupun daging
dari buah tersebut. Walaupun sudah dicuci atau dimasak residu pestisida ini masih terdapat
pada bahan makanan (Miller,2006).
Gas Cromatography Mass Spectrometry sering disebut GC-MS adalah teknik analisis yang
menggabungkan dua metode analisis yaitu Kromatografi Gas dan Spektroskopi Massa.
Kromatografi Gas adalah metode analisis, dimana sampel terpisahkan secara fisik menjadi
bentuk molekul-molekul yang lebih kecil (hasil pemisahan dapat dilihat berupa kromatogram).
Sedangkan spektroskopi Massa adalah metodeanalisis, dimana sampel yang dianalisisakan
diubah menjadi ion-ion gasnya, dan massadari ion-ion tersebut dapat diukur berdasarkan hasil
deteksi berupa spectrum massa. Keuntungan dari metode GC-MS adalah waktu identifikasi
yang cepat, sensitivitas tinggi, alat dapat dipakai dalam waktu lama dan pemisahan yang baik
(Djojosumarto, 2008).
Menurut SNI 7313:2008 tentang Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian ,
untuk BMR sayuran kol yaitu 0,1 mg. BMR pada tumbuhan wortel yaitu 0,1 mg. Untuk BMR
pada kacang Panjang yaitu 0,02 mg. Sedangkan BMR untuk sayur hijau yaitu 0,05 mg.

IX. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum kali ini dapat disimpulkan bahwa pada sampel sayur
kelompok 1 sampai dengan 4 dianalisis tidak ditemukan adanya senyawa pestisida yang sesuai
dengan database pada alat yang ditunjukkan dengan nilai % of total pada analisis dengan alat
GC – MS tidak ada yang berada di atas 90%. Namun ditemukan senyawa – senyawa lain pada
saat analisis pestisida pada sayuran.
DAFTAR PUSTAKA

Djojosumarto. 2008. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta : Kanisius

Ekha, I., 1988. Dilema Pastisida Tragedi revolusi Hijau. Jakarta: Kanisius

Fardiaz S., 1992. Polusi Air dan Udara. Jakarta: Kanisius

Himawan, T. 1999. Resistensi serangga hama terhadap insektisida dan upaya


penanggulangannya. Malang: Perhimpunan Entomologi Indonesia

Marsun, I. F. 2014. Analisis Residu Pestisida Pada Tomat Buah dan Tomat Sayur Pada Pasar
Swalayan Di Kota Makassar Tahun 2014. Makassar : UIN Alauddin Makassar

Connell & Miller. 2006. Kimia dan Ekotoksikologi Pencemaran. Jakarta: Universitas
Indonesia Press

Purnama, A. I. 2013. Identifikasi Residu Pestisida Lindane Pada Tomat Buah dan Tomat Biasa
Di Pasar Terong dan Lotte Mart Kota Makassar. Makassar : Fakultas Kesehatan
Masyarakat UNHAS.
Sastroutomo. 1992. Pestisida, dasar dasar dan dampak penggunaannya. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
SNI. 2008. Batas maksimum residu pestisida pada hasil pertanian (diakses pada tanggal 30
Desember 2020). Tersedia pada http://www.chilealimentosinodata.cl
LAMPIRAN

Gambar 1

Hasil Pemeriksaan Menggunakan GC - MS


Gambar 2

Hasil Pemeriksaan Menggunakan GC - MS


Gambar 3

Hasil Pemeriksaan Menggunakan GC - MS


Gambar 4

Hasil Pemeriksaan Menggunakan GC - MS


Gambar 5

Hasil Pemeriksaan Menggunakan GC - MS


Gambar 6 Gambar 7
Penimbangan Sampel Sayur Alat GCMS
LAPORAN PRAKTIKUM

TOKSIKOLOGI KLINIK

PEMERIKSAAN LOGAM BERAT

OLEH

Nama : Ida Ayu Gita Prayascitta Utami

NIM : 18071011

Dosen Pengampu : Ni Putu Rahayu Artini, S.Si., M.Si.

I Wayan Tanjung Aryasa, S.Si., M.Si.

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIK

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS BALI INTERNASIONAL

DENPASAR

2020
PRAKTIKUM TOKSIKOLOGI KLINIK
PEMERIKSAAN LOGAM BERAT

I. Tujuan Praktikum
Untuk mengetahui kadar Timbal (Pb) yang terkandung dalam serum

II. Metode
Metode yang digunakan pada praktikum kali ini adalah Gas Cromatography and Mass
Spectroscopy (GCMS)

III. Prinsip
Prinsip dari pemeriksaan kadar timbal pada sampel darah ini adalah dilakukan destruksi basah
terlebih dahulu dengan menggunakan asam – asam kuat seperti asam nitrat 37% dan asam nitrit
0,1 N yang kemudian analisis dengan Spektrofotometer Serapan Atom.

IV. Dasar Teori


Pada saat ini salah satu bahan pencemar udara yang sangat berbahaya adalah logam timbal
atau sering disebut dengan timah hitam (Pb). Timbal mempunyai sifat berakumulasi di dalam
tubuh sehingga sangat berbahaya bagi kesehatan manusia dalam jangka waktu yang lama.
Selain itu, timbal merupakan salah satu jenis logam berat yang termasuk dalam klasifi kasi B3
(Mukono, 2008). Dalam kasus paparan polusi timbal dengan dosis rendah sudah dapat
memberikan efek terhadap kesehatan tanpa menunjukkan gejala klinik. Timbal juga terbukti
meningkatkan jumlah kematian pada penderita penyakit jantung. Sampai saat ini belum dapat
ditentukan kadar terendah timbal dalam tubuh yang aman terhadap kesehatan (Spivey, 2007).
Timbal termasuk dalam kelompok logam berat golongan IVA dalam sistem periodik unsur
kimia, mempunyai nomor atom 82 dengan berat atom 207,2. Timbal merupakan logam yang
sangat berbahaya dan bersifat toksik bagi manusia, yang bisa berasal dari tindakan
mengkonsumsi makanan, minuman atau inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak
dengan kulit, kontak dengan mata dan lewat parenatal. Secara umum dampak dari terpapar
logam berat timbal ini adalah pusing, kehilangan selera makan, sakit kepala, sukar tidur, Lelah
(Achmad, 2004).
Timbal dapat menyebabkan pencemaran udara akibat gas emisi kendaraan bermotor. Hal
ini telah menjadi permasalahan kesehatan masyarakat secara global, terutama bagi negara
berkembang, seperti Afrika, Asia dan Amerika Latin yang masih menggunakan bahan bakar
kendaraan dengan timbal. Pencemaran udara di Indonesia sekitar 85% berasal dari gas emisi
kendaraan bermotor dan berpengaruh terhadap kadar timbal dalam darah seseorang yang
beraktivitas tinggi di jalanan. Kelompok pekerja yang berisiko tinggi terhadap paparan polutan
timbal di udara seperti polisi lalu lintas, pedagang kaki lima, pengemis dan petugas Stasiun
Pengisian Bahan Bakar (SPBU). Paparan timbal yang masuk melalui udara sekitar 30-40%
akan diabsorbsi ke dalam darah. Di dalam darah timbal akan menghambat sintesis heme
melalui pengikatan gugus thiol pada enzim Aminoluvucinic Acid Dehydrase. Timbal juga akan
merusak enzim-enzim antioksidan seperti Superoxide dismutase (SOD), Catalase (CAT), dan
Gluthation Peroxidase (GPx) yang mengakibatkan pembentukan senyawa radikal bebas
berupa Reactive Oxygen Species (ROS) tidak terkontrol. Ketidakseimbangan antara banyak
radikal bebas dengan antioksidan menyebabkan stres oksidatif terjadi yang berkaitan dengan
kerusakan membran sel, DNA, RNA dan kerusakan pada sel otak (Brian,2017).
V. Alat dan Bahan
Alat :
1) Mikropipet dan tip
2) Lemari Asam
3) Beaker glass
4) Labu ukur
5) Kertas saring
6) Pipet ukur
7) GCMS
8) Pipet tetes
Bahan :
1) Serum
2) Larutan asam nitrat 37%
3) Aquadest
4) Larutan asam nitrat 0,1 N
VI. Prosedur Kerja
Pertama – tama dipersiapkan alat dan bahan yang diperlukan, kemudian serum dipipet
sebanyak 500 µl lalu didestruksi basah, selanjutnya ditambahkan asam nitrat 37 % sebanyak 5
mL, diletakkan di atas hotplate yang menyala pada lemari asam dan dipantau volumenya
jangan sampai habis. Dilakukan penambahan asam nitrat 0,1 N sebanyak 5 mL selama
destruksi, yaitu selama 2 jam dan tetap dipantau volumenya jangan sampai habis. Destruksi
dilakukan selama 2 jam hingga uap putih hilang dan sampel jernih, selanjutnya dipipet sampel
yang telah di destruksi sebanyak 200 µl lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 10 mL dan
ditambahkan aquadest sampai tanda batas (pengenceran 50 kali). Adapun larutan standar yang
digunakan adalah 0 ppm; 0,5 ppm; 2,0 ppm; dan 4,0 ppm.
VII. Data Pengamatan
Kelompok Nama Absorbansi Kadar Hidroquinon
Probandus Sampel Standar (mg/L)
- - - Blanko = 0,000 -
1 Darma Klp 1 = 0,2167 1 ppm = 0,4000 Klp 1 = 10,835
2 Suardana Klp 2 = 0,1357 2 ppm = 2,0000 Klp 2 = 6,785
3 Eka Klp 3 = 0,1112 4 ppm = 4,0000 Klp 3 = 5,56
4 Sunada Klp 4 = 0,1395 - Klp 4 = 6,975

VIII. Perhitungan
Rumus : Konsentrasi Sampel x Pengenceran (50 kali)
a. Sampel Kelompok 1
Kadar Pb = Konsentrasi Sampel x Pengenceran (50 kali)
Kadar Pb = 0,2167 x 50
Kadar Pb = 10,835 mg/L
b. Sampel Kelompok 2
Kadar Pb = Konsentrasi Sampel x Pengenceran (50 kali)
Kadar Pb = 0,1357 x 50
Kadar Pb = 6,785 mg/L
c. Sampel Kelompok 3
Kadar Pb = Konsentrasi Sampel x Pengenceran (50 kali)
Kadar Pb = 0,1112 x 50
Kadar Pb = 5,56 mg/L
d. Sampel Kelompok 4
Kadar Pb = Konsentrasi Sampel x Pengenceran (50 kali)
Kadar Pb = 0,1395 x 50
Kadar Pb = 6,975 mg/L

IX. Pembahasan
Timbal di dalam tubuh akan memengaruhi jalur sintesis heme, dengan cara menghambat
heme, sintesis haemoglobin, mengubah morfologi sel darah merah dan memengaruhi
kelangsungan hidup sel darah merah. Dalam jalur sintesis heme enzim Amino-levulinic acid
dehydratase (ALAD) adalah salah satu enzim yang paling rentan terhadap efek toksik timbal.
Beberapa penelitian telah menunjukkan kadar timbal yang rendah sekalipun (sekitar 15 µg/L)
sudah dapat menghambat aktivitas enzim ALAD (Hendra,2017).
Pada praktikum kali ini dilakukan pengukuran kadar timbal dari 4 probandus yang berbeda
profesi serta usia. Hasil yang diperoleh yaitu untuk kelompok 1 dengan sampel uji dari
probandus Ketut Darma Tirta, yang berprofesi sebagai sopir truck diketahui bahwa kadar Pb
dalam darah sekitar 10,835 mg/L. Untuk kelompok 2 dengan sampel uji dari probandus Ketut
Suardana, 31 tahun yang berprofesi sebagai pegawai SPBU didapatkan bahwa kadar Pb dalam
darah sekitar 6,785 mg/L. Untuk kelompok 3 dengan sampel uji dari probandus Bu Eka, 45
tahun yang berprofesi sebagai pengendara ojek online diketahui bahwa kadar Pb dalam
darahnya sekitar 5,56 mg/L. Dan untuk kelompok 4, dengan sampel uji dari probandus Sunada
usia 28 tahun didapatkan bahwa kadar Pb dalam darah sekitar 6,975 mg/L.
Menurut WHO (2006) dalam Suciani (2007) pajanan timbal (Pb) dalam darah yang
diperkenankan untuk pekerja laki-laki yaitu 40 μg/dL dan pekerja perempuan 30 μg/dL. Nilai
ambang batas kadar timbal (Pb) darah yang ditetapkan oleh WHO (2006) sebesar 40 μg/dL
merupakan suatu kebijakan di mana jika seorang tenaga kerja melewati kadar tersebut diduga
pada lingkungan kerja terdapat sumber paparan timbal (Pb) yang berpotensi mengganggu
kesehatan, akan tetapi menurut Girsang (2008) adanya standar yang disarankan oleh Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) US tahun 1991 kadar timbal (Pb) dalam darah 10
μg/dL adalah agar pekerja lebih mewaspadai terhadap kadar timbal (Pb) darah dan segera
dilakukan tindakan pengendalian sumber paparan supaya tidak lebih membahayakan
kesehatan karena kadar timbal (Pb) darah < 10 μg/dL juga memberikan dampak terhadap
peningkatan enzim delta aminolevulinik acid dehidratase (ALAD) dalam sel darah merah dan
akan menyebabkan turunnya jumlah sel darah merah (Lian,2016).
X. Kesimpμlan
Berdasarkan hasil praktikum didapatkan hasil untuk kelompok 1 dengan sampel uji dari
probandus Ketut Darma Tirta, yang berprofesi sebagai sopir truck diketahui bahwa kadar Pb
dalam darah sekitar 10,835 mg/L. Untuk kelompok 2 dengan sampel uji dari probandus Ketut
Suardana, 31 tahun yang berprofesi sebagai pegawai SPBU didapatkan bahwa kadar Pb dalam
darah sekitar 6,785 mg/L. Untuk kelompok 3 dengan sampel uji dari probandus Bu Eka, 45
tahun yang berprofesi sebagai pengendara ojek online diketahui bahwa kadar Pb dalam
darahnya sekitar 5,56 mg/L. Dan untuk kelompok 4, dengan sampel uji dari probandus Sunada
usia 28 tahun didapatkan bahwa kadar Pb dalam darah sekitar 6,975 mg/L. Kadar Pb dari
keempat sampel yang diuji tergolong tinggi jika dibandingkan dengan kadar normal Pb dalam
darah menurut CDC’s yaitu sebesar 10 μg/ dL, sedangkan menurut US EPA nilai biological
exposure indices (BEIs) Pb dalam darah sebesar 30 μg/dL. Dan menurut WHO sebesar 10–25
μg/dL.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta. Hal 156-158

Brian. 2017. Kadar timbal dalam darah pada petugas stasiun pengisian bahan bakar (diakses pada
tanggal 25 Desember 2020). Tersedia pada https://media.neliti.com

Girsang, E. 2008. Hubungan Kadar Timbal di Udara Ambien dengan Timbal dalam Darah pada
Pegawai Dinas Perhubungan Terminal Antar Kota Medan. Tesis. Medan; Universitas Sumatra
Utara Medan
Hendra. 2017. Hubungan Kadar Timbal Dalam Darah Dengan Hipertensi Pekerja Pengecatan
Mobil Di Surabaya (diakses pada tanggal 25 Desember 2020). Tersedia pada
http://repository.unair.ac.id

Lian. 2016. KARAKTERISTIK, KADAR TIMBAL (PB) DALAM DARAH, DAN HIPERTENSI
PEKERJA HOME INDUSTRY AKI BEKAS DI DESA TALUN KECAMATAN
SUKODADI KABUPATEN LAMONGAN (diakses pada tanggal 25 Desember 2020).
Tersedia pada https://media.neliti.com

Mukono, J. 2008. Prinsip Dasar Kesehatan Lingkungan. Surabaya: Airlangga University Press

Spivey, A. 2007. The Weight of Lead: Effects Add Up in Adults. Enviromental Health
Perspectives. Vol. 115, No. 11; A31–A36.

Suciani, S. 2007. Kadar Timbal dalam Darah Polisi Lalu Lintas dan Hubungannya dengan Kadar
Hemoglobin (Studi pada Polisi Lalu Lintas yang Bertugas di Jalan Raya Kota Semarang).
Tesis. Semarang: Magister Gizi Masyarakat Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Semarang.

WHO. 2000. Bahaya Bahan Kimia pada Kesehatan Manusia. Genewa: WHO.
LAMPIRAN

Gambar 1 Gambar 2
Pra Analitik Alat dan Bahan Pemeriksaan
Pengambilan Sampel Pada Petugaa
SPBU

Anda mungkin juga menyukai