Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN KASUS

KETUBAN PECAH DINI

DISUSUN OLEH :
Nuraeni
2015730103

DOKTER PEMBIMBING:
dr. Edy Purwanta, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK OBSTETRI GYNECOLOGY


RSIJ CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
BAB I
LAPORAN KASUS

1. Identitas
Nama Pasien : Ny N
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Marunda baru 10/14 jakarta pusat
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT
Tgl. MRS : 11/07/2019

2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Ibu hamil 40 minggu G4P3A0 datang ke rumah sakit dengan keluhan keluar air-air
dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS.

b. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang ke UGD dengan keluhan keluar air-air dari jalan lahir sejak 1 jam
SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluarnya air-air dari jalan lahir berwarna jernih,
encer, dan tidak berbau. Mulas sudah dirasakan oleh pasien. Pasien menyangkal
sebelumnya berhubungan tubuh dengan suami dan riwayat jatuh disangkal. Keluar
lendir atau darah (-). Gerakan janin masih dirasakan aktif oleh ibu. Pasien tidak
pernah keguguran sebelumnya. Mual (-), muntah (-), keputihan (-). Os mengatakan
BAB dan BAK lancar. Pada kehamilan saat ini, pasien mengaku bahwa dirinya
teratur memeriksaan kehamilan.

c. Riwayat penyakit dahulu/Operasi


Pasien pernah menjalani operasi SC 5 tahun yang lalu, karena indikasi CPD
Riwayat asma, hipertensi, diabetes melitus, penyakit jantung, kelainan darah, mata
(myopia) disangkal.
d. Riwayat penyakit dalam keluarga
Pasien menyangkal adanya riwayat penyakit hipertensi, diabetes mellitus, asma dan
penyakit menahun lainnya di keluarga.

e. Riwayat Psikososial
Pasien merupakan ibu rumah tangga, pola makan 3x/hari, minum ± 1800cc/hari.
Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, merokok disangkal. Pasien jarang
berolahraga. Sehari-hari pasien mengonsumsi nasi putih, sayuran, lauk pauk, buah-
buahan dengan kuantitas dan kualitas baik.

f. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan maupun cuaca
sebelumnya.

g. Riwayat pengobatan
Pasien sedang mengkonsumsi asam folat yang diberikan oleh dokter selama
kehamilan

h. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche umur 12 tahun. Pasien mengatakan haid selalu teratur setiap
bulannya dan terkadang mengalami rasa nyeri ketika haid namun tidak sampai
mengganggu aktivitas. Lama haid sekitar 7-8 hari dengan siklus haid 28 hari.

i. Riwayat Pernikahan
Merupakan pernikahan pertama sejak 9 tahun yang lalu.

j. Riwayat Obstetrik
1. HPHT : 2 Oktober 2018
2. Taksiran Persalinan : 9 juli 2019
3. Gravida : G4P3A0
4. Usia kehamilan : 40 minggu

3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 125/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 94
Pernapasan : 20x /menit
Suhu : 36,6 C
TB : 73 cm
BB : 155 Kg

b. Status Generalis
 Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil Isokor
3mm/3mm Refleks cahaya (+/+).
Mulut : Mukosa bibir lembab
Leher : KGB tidak teraba membesar, massa (-)

 Thorax
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis (-)
- Palpasi : iktus kordis teraba heave (-), lift (-), thrill (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Batas jantung normal (batas jantung atas ics 2 para sternal kiri, batas
jantung kanan ics 4 parasternal kanan, batas jantung kiri ics 4 midclavicula
kiri)
- Auskultasi : suara jantung normal, murmur (-), S3-S4 (-)
 Paru
- Inspeksi : thorax mengembang baik simetris statis maupun dinamis,
nafas tertinggal (-), bekas luka (-), hiper atau hipopigmentasi (-)
- Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-),
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
- Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

 Abdomen : perut cembung (+), bising usus normal, nyeri tekan perut
bagian bawah (+)
 Extremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik.

4. Pemeriksaan Obstetri
a. Pemeriksaan luar
Inspeksi : Cembung (+), Linea nigra (+), Striae gravidarum (+),
bekas operasi (+)
Palpasi : TFU 35 cm, situs memanjang
 Leopold I : Teraba bagian lunak bulat, tidak melenting ( bokong )
 Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan ( Puka ),
teraba bagian kecil janin di sebelah kiri
 Leopold III : Teraba bagian bulat keras melenting ( kepala )
 Leopold IV : Kepala sudah masuk PAP, divergen
DJJ : 141 x/menit, teratur, punctum maximum tungal pada abdomen kuadran kanan
bawah.
Taksiran berat janin : 3600 gram
His : 2x10’ 30”

PD : portio tebal kaku, pembukaan seujung jari, ketuban (+) encer jernih, lakmus (+)

b. Status Ginekologi
 Vulva : cairan (+) Flex (-) Massa (-) ulkus (-)
 VT : portio tebal kaku, pembukaan seujung jari, ketuban (+) mengalir encer
jernih, lakmus (+)

5. Resume
• Perempuan Ny.N 30 tahun G4P3A0 hamil 40 minggu datang dengan keluhan keluar
air-air sejak ± 1jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluarnya air-air dari jalan lahir
berwarna jernih, encer, dan tidak berbau. Mulas sudah dirasakan oleh pasien. Keluar
lendir atau darah (-). Gerakan janin masih dirasakan aktif oleh ibu.
• PF: TD : 125/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 94 x/menit
Pernapasan : 20x /menit
Suhu : 36,6 C
BB : 73 Kg
TB : 155 cm
• Portio tebak kaku, pembukaan seujung jari, ketuban (+) mengalir, warna jernih encer,
tidak berbau, lendIr (-), darah (-), lakmus (+)
• Pada pemeriksaan fisik ditemukan TFU 35 cm, situs memanjang. Puka, presentasi
kepala, divergen. Pembukaan seujung jari, HIS 2x10’ 30”, DJJ 141 x/menit
• Pada pemeriksaan lab Hb akhir 11.4 g/dL.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai


Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN    
Hemoglobin 11.4 g/dL 11.7-15.5
Jumlah leukosit 7.65 103/µL 3.60-11.00
Hematokrit 33 % 25-47
Jumlah Trombosit 239 103/µL 150-440
Eritrosit 4.17 106/µL 3.80-5.20
MCV/VER 80 fL 80-100
MCH/HER 27 pg 26-34
MCHC/KHER 34 g/dL 32-36
HbsAg (-)Negatif   (-) Negatif

7. Diagnosis Masuk
Ibu : G4P3A0, hamil 40 minggu kala 1 fase laten dengan ketuban
pecah dini dan BSC 1x
Bayi : Janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala

8. Rencana Tindakan
a. Observasi ibu dan janin
o Pantau tanda vital, dan DJJ untuk evaluasi.
o CTG
b. PRO SC

9. Laporan Persalinan
 Jam 08.20: operasi SC dimulai
 Jam 08.35: bayi lahir langsung menangis, jenis kelamin perempuan, AS 9/10,
BB 3500 gram, PB 50 cm.
 Jam 08.40: plasenta lahir lengkap
10. Follow up
Tanggal Perjalanan Penyakit Planing
11/07/2019 S : OS mengatakan dengan keluhan keluar air-air dari Pro SC
jalan lahir sejak 1 jam SMRS
O : KU baik, kesadaran CM
TD : 125/90 mmHg
RR : 94x/menit
HR : 20x /menit
Suhu : 36,6 C
Palpasi : TFU 35 cm, situs memanjang. Puka,
presentasi kepala, divergen. Pembukaan seujung jari,
HIS 2x10’ 30”, DJJ 141 x/menit
Pemeriksaan Dalam : portio tebal kaku, pembukaan
seujung jari, ketuban (+) encer jernih, lakmus (+)
A : G4P3A0, hamil 40 minggu kala 1 fase laten dengan
ketuban pecah dini dan BSC 1x, Janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala
11/07/2019 Telah dilakukan tindakan sc dengan Teknik seksioMonitor TTV dan
jam 08.20 sesarea transperitoneal profunda pada pukul 08.20 Uraianperdarahan
Pembedahan : Perlengketan (-), perkiraan perdarahanCek ulang hb
500cc Vitamin A
Bayi lahir jenis kelamin perempuan, AS 9/10, BB 3800
gram, PB 50 cm.

11/07/2019 S: Nyeri luka operasi • Vit A


Jam 17.00 O: KU: Baik, Kesadaran: CM • Ketorolac
  TD:130/80 mmHg inj
  N: 88 x/m • Kalnex
P: 18 x/m 500mg
S: 36, 7ºC • Infus RL
Hb : 11,3 2000cc/24j
A: Post SC hari ke 1 am
• Ceftriaxon
inj. 2x1
12/07/2019 S: nyeri luka operasi, kepala terasa pusing karena Ceftiaxon inj. 2
Jam 06.00 tidak bisa tidur x1
  O: KU: Baik, Kesadaran: CM Ketorolac inj.
Perdarahan normal Rencana
TD : 120/80 pulang
Nadi : 93 kali/menit  
Pernafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,7 ºC
A: nifas hari ke-2 post sc
13/07/2019 S: nyeri luka operasi (+) Pulang
  O: KU: Baik, Kesadaran: CM  
  Hb : 11,5 g/dr
TD : 120/80
Nadi : 89 kali/menit
Penafasan : 20 kali/menit
Suhu : 36,6 ºC
A: nifas hari ke-3 post sc

11. Diagnosis akhir


• Ibu : P4A0 partus SC dengan ketuban pecah dini
• Anak: bayi perempuan, AS 9/10, BB 3800 gram, PB 50 cm. cairan ketuban jernih,
cacat (-).

12. Prognosis
Ibu :
Quo Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam

Anak :
Quo Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1.1. DEFINISI

Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput korioamnion dalam kehamilan


yang ditandai dengan keluarnya cairan amnion (amniorrhexis) sebelum persalinan
berlangsung.

Ketuban pecah dini atau spontaneus/early/premature rupture of


membrans (PROM) merupakan pecahnya selaput ketuban secara spontan pada saat
belum menunjukkan tanda-tanda persalinan / inpartu (keadaan inpartu didefinisikan
sebagai kontraksi uterus teratur dan menimbulkan nyeri yang menyebabkan terjadinya
efficement atau dilatasi serviks).

Ketuban pecah dini dibedakan menjadi dua, yaitu :

1) Preterm Premature Rupture of membranes (PPROM) yaitu ketuban pecah


pada saat usia kehamilan kurang dari 37 minggu.
2) Premature Rupture of membranes (PROM) yaitu ketuban pecah pada saat usia
kehamilan lebih dari sama dengan 37 minggu.

1.2. INSIDENSI
Di Indonesia berdasarkan Survey Demogra  dan Kesehatan Indonesia tahun
2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Faktor yang dapat menyebabkan kematian ibu ini diantaranya adalah
pendarahan 60% - 70%, pre-eklamsia dan eklamsia 10-20%, dan infeksi 10-20%.
Infeksi pada kehamilan 23% dapat disebabkan oleh kejadian ketuban pecah dini.
Insidensi ketuban pecah dini di Indonesia sendiri berkisar antara 4,5% sampai 7,6%
dari seluruh kehamilan.(Depkes,2010)
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus
KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7 %. Komplikasi pada
janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm
akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik
pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh
kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai
40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD
lebih daripada 24 jam.

1.3. ETIOLOGI

Secara teoritis pecahnya selaput ketuban disebabkan oleh hilangnya


elastisitas yang terjadi pada daerah tepi robekan selaput ketuban dengan perubahan
yang besar. Hilangnya elastisitas selaput ketuban ini sangat erat kaitannya dengan
jaringan kolagen, yang dapat terjadi karena penipisan oleh infeksi atau rendahnya
kadar kolagen. Kolagen pada selaput terdapat pada amnion di daerah lapisan
kompakta, fibroblas serta pada korion di daerah lapisan retikuler atau trofoblas,
dimana sebagaian besar jaringan kolagen terdapat pada lapisan penunjang (dari epitel
amnion sampai dengan epitel basal korion). Sintesis maupun degradasi jaringan
kolagen dikontrol oleh sistem aktifitas dan inhibisi intrleukin-1 dan prostaglandin.
Adanya infeksi dan inflamasi menyebabkan bakteri penyebab infeksi mengeluarkan
enzim protease dan mediator inflamasi interleukin-1 dan prostaglandin. Mediator ini
menghasilkan kolagenase jaringan sehingga terjadi depolimerisasi kolagen pada
selaput korion/amnion menyebabkan selaput ketuban tipis, lemah dan mudah pecah
spontan. Selain itu mediator terebut membuat uterus berkontraksi sehingga membran
mudah ruptur akibat tarikan saat uterus berkontraksi.
Sampai saat ini penyebab KPD belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan
beberapa faktor predisposisi yang berperan pada terjadinya ketuban pecah dini, antara
lain

1) Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya

Risiko rekurensi terjadinya PROM adalah sebesar 21%. Pasien dengan


riwayat ketuban pecah dini sebelumnya mempunyai kecenderungan terhadap
terjadinya PROM 3,5 kali lebih besar dari yang tidak memiliki riwayat
tersebut.

Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien
risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita
yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya
kembali.

2) Solutio plasenta

Solutio plasenta terjadi lima kali lebih banyak pada pasien dengan PROM
daripada populasi dengan keadaan obstetri normal. Solutio plasenta dapat
meningkatkan tekanan intraamnion sehingga menyebabkan PROM.
Sebaliknya bocornya cairan amnion dapat mengakibatkan disproporsi antara
permukaan plasenta dan dinding uterus, menyebabkan pelepasan plasenta.

3) Rokok

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya dan kebiasaan merokok lebih dari 10
batang perhari merupakan prediktor yang signifikan terhadap terjadinya
PROM. Antibodi limfositotoksik menurun kadarnya pada wanita hamil yang
merokok. Merokok juga menurunkan kadar asam askorbat dengan
menurunkan status nutrisional pasien, sehingga menurunkan kemampuan
sistem imun untuk membentuk inhibitor protease, dan menyebabkan
membran menjadi rentan terhadap infeksi. Nikotin juga menyebabkan
vasokontriksi dan iskemia desidua.

4) Infeksi
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion,
amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis. Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan
viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka
jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya
aktivitas enzim kolagenolitik. Bakteri- bakteri penyebab dapat melepaskan
mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini
menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya
selaput ketuban.

5) Inkompetensi serviks dan pembukaan serviks


Inkompetensi serviks (leher rahim) adalah istilah untuk menyebut kelainan
pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang terlalu lunak dan lemah,
sehingga sedikit membuka ditengah-tengah kehamilan karena tidak mampu
menahan desakan janin yang semakin besar. Inkompetensi serviks adalah
serviks dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan laserasi
sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu kelainan kongenital
pada serviks yang memungkinkan terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan
nyeri dan mules dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput janin serta
keluarnya hasil konsepsi . Risiko meningkat seiring dengan meningkatnya usia
kehamilan, dengan 40% insidensi korioamnionitis berhubungan dengan
pembukaan serviks yang lanjut (>19 minggu) disertai penonjolan selaput.

6) Defisiensi asam askorbat dan mineral.

Vitamin C sangat penting dalam pembentukan kolagen. Terdapat


peningkatan PPROM yang signifikan pada pasien dengan kadar asam
askorbat yang rendah. Konsentrasi temaga yang rendah dapat mengganggu
maturasi kolagen dan menurunnya pembentukan elastin. Zinc mempunyai
aktivitas antimikroba yang berperan penting dalam cairan amnion.

7) Tekanan intraurin yang meningkat

Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma (hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, amnio sintesis), Gemelli (Kehamilan kembar
adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi
distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan
rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim
yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah. Makrosomia adalah berat badan neonatus
>4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus
yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. polihidramnion adalah
peningkatan jumlah cairan amnion. Uterus dapat mengandung cairan dalam
jumlah yang sangat banyak.

1.4. PATOGENESIS

Pecahnya selaput ketuban saat persalinan disebabkan oleh


melemahnya selaput ketuban karena kontraksi uterus dan peregangan yang berulang.
Daya regang ini dipengaruhi oleh keseimbangan antara sintesis dan degradasi
komponen matriks ekstraseluler pada selaput ketuban.
Pada ketuban pecah dini terjadi perubahan-perubahan seperti
penurunan jumlah jaringan kolagen dan terganggunya struktur kolagen, serta
peningkatan aktivitas kolagenolitik. Degradasi kolagen tersebut terutama
disebabkan oleh matriks metalloproteinase (MMP). MMP merupakan suatu
grup enzim yang dapat memecah komponen-komponen matriks ekstraseluler. Enzim
tersebut diproduksi dalam selaput ketuban. MMP-1 dan MMP-8 berperan pada
pembelahan triple helix dari kolagen fibril (tipe I dan III), dan selanjutnya didegradasi
oleh MMP-2 dan MMP-9 yang juga memecah kolagen tipe IV. Pada selaput ketuban
juga diproduksi penghambat metalloproteinase/tissue inhibitor metalloproteinase
(TIMP). TIMP-1 menghambat aktivitas MMP-1, MMP-8, MMP-9 dan TIMP-2
menghambat aktivitas MMP-2. TIMP-3 dan TIMP-4 mempunyai aktivitas yang sama
dengan TIMP-1.
Keutuhan dari selaput ketuban tetap terjada selama masa kehamilan oleh
karena aktivitas MMP yang rendah dan konsentrasi TIMP yang relative lebih tinggi.
Saat mendekati persalinan keseimbangan tersebut akan bergeser, yaitu
didapatkan kadar MMP yang meningkat dan penurunan yang tajam dari RIMP yang
akan menyebabkan terjadinya degradasi matriks ekstraseluler selaput ketuban.
Ketidakseimbangan kedua enzim tersebut dapat menyebabkan degradasi patologis
pada selaput ketuban. Aktivitas kolagenase diketahui meningkat pada kehamilan
aterm dengan ketuban pecah dini. Sedangkan pada preterm didapatkan kadar protease
yang meningkat terutama MMP-9 serta kadar TIMP-1 yang rendah.
Gangguan nutrisi merupakan salah satu factor predisposisi adanya gangguan
pada struktur kolagen yang diduga berperan dalam ketuban pecah dini. Mikronutrien
lain yang diketahui berhubungan dengan kejadian ketuban pecah dini adalah
asam askorbat yang berperan dalam pembentukan struktur triple helix dari kolagen.
Zat tersebut kadarnya didapatkan lebih rendah pada wanita dengan ketuban pecah
dini. Pada wanita perokok ditemukan kadar asam askorbat yang rendah.

 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi membrane dan akhirnya melemahkan
selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan
merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis factor α yang diproduksi oleh
monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin
oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini
preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membrane. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan precursor prostaglandin dari membrane fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin
E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat alam induksi enzim siklooksigenase II yang
berfungsi mengubah asam akidonat menjadi prostaglandin. prostaglandin E2
diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3.
 Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormone ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblast serviks. Tingginya konsentrasi progesterone
akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase walaupun kadar yang
lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein
hormone relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara local oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol
dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membrane janin.

 Kematian sel terprogram


Pada ketuban pecah dini aterm ditemukan sel-sel yang mengalami kematian sel
terprogram (apoptosis) di amnion dan korion terutama disekitar robekan
selaput ketuban. Pada korioamnionitis terlihat sel yang mengalami apoptosis
melekat dengan granulosit, yang menunjukkan respon imunologis
mempercepat terjadinya kematian sel. Kematian sel yang terprogram ini terjadi
setelah proses degradasi matriks ekstraseluler dimulai, menunjukkan bahwa
apoptosis merupakan akibat dan bukan penyebab degradasi tersebut.
 Peregangan Selaput Ketuban
Peregangan secara mekanis akan merangsang beberapa factor di selaput
ketuban seperti prostaglandin E2 dan interleukin-8. Selain itu peregangan juga
merangsang aktivitas MMP-1 pada membrane. Interleukin- 8 yang diproduksi
dari sel amnion dan korionik bersifat kemotaktik terhadap neutrofil dan
merangsang aktifitas kolagenase. Hal-hal tersebut akan menyebabkan
terganggunya keseimbangan proses sintesis dan degradasi matriks
ekstraseluler yang akhirnya menyebabkan pecahnya selaput ketuban.

1.5. DIAGNOSIS
Membuat diagnosis yang tepat terhadap KPD adalah hal yang penting. Penilaian
diagnosis harus efisien dan tepat untuk meminimalisasi jumlah pemeriksaan vagina
dan risiko dari khorioamnionitis. Gejala adalah kunci dari diagnosis.
 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari
vagina. Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna, konsistensi serta
bau dari cairan tersebut dapat membantu untuk membedakan KPD dengan
leukorrhea normal dalam kehamilan, inkontinensia urin, infeksi vagina dan secret
mukus karena dilatasi cervix. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika
sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. Riwayat umur
kehamilan pasien lebih dari 20 minggu. Pada pemeriksaan fisik abdomen,
didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus
diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan
presentasi.

 Pemeriksaan dengan spekulum


Pemeriksaan dengan spekulum pada KPD untuk mengambil sampel cairan
ketuban di forniks posterior dan mengambil sampel cairan untuk kultur dan
pemeriksaan bakteriologis.Tiga tanda penting yang berkaitan dengan ketuban
pecah dini
 Pooling : Kumpulan cairan amnion pada fornix posterior.
 Ferning : Cairan dari fornix posterior di tempatkan pada objek glass dan
didiamkan dan cairan amnion tersebut akanmemberikan gambaran
seperti daun pakis.
Pemeriksaan spekulum pertama kali dilakukan untuk memeriksa adanya
cairan amnion dalam vagina. Perhatikan apakah memang air ketuban keluar dari
ostium uteri eksternum apakah ada bagian selaput ketuban yang sudah pecah.
Gunakan kertas lakmus. Bila menjadi biru (basa) adalah air ketuban, bila merah
adalah urin. Karena cairan alkali amnion mengubah pH asam normal vagina.
Kertas nitrazine menjadi biru bila terdapat cairan alkali amnion.
 Pemeriksaan Penunjang
 Tes Nitrazine

Cairan yang diambil dari fornix posterior menggunakan kapas steril


(cotton- tipped swab) lalu diapuskan pada kertas strip yang sensitif terhadap
perubahan pH, perubahan warna terjadi dari kuning-hijau menjadi biru tua
pada pH diatas 6,0 – 6,5. Vagina dalam kehamilan memiliki pH sekitar 4,5 –
6,0 dan cairan amnion memiliki pH 7,1 – 7,3. Oleh karena itu, tes terhadap pH
alkalis biasanya menunjukkan adanya cairan amnion. Tes nitrazine ini
memiliki tingkat akurasi sebesar 80-90%, dengan 10% false positif dan 10%
false negatif. Nitrazine dapat memberikn hasil false-positif dari kontaminasi
oleh darah, semen dari hubungan seksual sebelumnya, atau antiseptic alkalis.
Infeksi pada vagina juga akan meningkatkan pH vagina. Hasil false-positif
juga dapat diberikan pada urin yang alkalis.
 Pemeriksaan leukosit darah
Kemungkinan infeksi bila leukosit meningkat > 15.000 /mm kemungkinan ada
infeksi.

 USG
Untuk menentukan indeks cairan amnion, Penilaian ultrasound terhadap
volume cairan amnion dapat membantu dalam diagnosis KPD, , menentukan
usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan plasenta.
 Kardiotokografi
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau memantau
kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut
jantung janin akan meningkat.

1.6. KOMPLIKASI
 Infeksi 
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjad septikemia, pneumonia, omfalitis.
umumnys terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. pada ketuban pecah dini
prematur, infeksi lebih sering pada aterm. secara umum insiden infeksi sekunder
pada ketubah pecah dini meningkat sebanding dengan lamabya period laten.
 Persalinan prematur
Setelah pecahnya ketuban dini biasanya akan disusul oleh persalinan. Periode laten
terantung pada usia kehamilan, Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam
24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
 hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban akan terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnuon, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
 sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin. serta
hipoplasi pulmonar. 
1.7. TERAPI
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu
mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang
berhubungan dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.

Hal yang segera harus dilakukan dalam penanganan ketuban pecah


dini adalah :
 Pastikan diagnosis
 Tentukan umur kehamilan
 Evaluasi ada tidaknya infeksi maternal dan janin
 Apakah dalam keadaan inpartu, terdapat kegawatan janin.

Dalam menghadapi ketuban pecah dini, harus dipertimbangkan


beberapa hal berikut :
a. Fase laten :
 Lamanya sejak ketuban pecah sampai terjadinya proses persalinan.
 Semakin panjang fase laten, semakin besar kemungkinan terjadinya
infeksi.
Mata rantai infeksi merupakan ascendens infeksi, antara lain ;
Korioamnionitis:
 konservatif
Rawat di rumah sakit, berikan antibiotik (ampisilin 4 x 500 mg atau eritromisin bila
tidak ahan ampisilin dan metronidazol2 x 500 mg selama 7 hari). Jika umur
kehamilan < 32 - 34 minggu, dirawat selama air ketuban masih keluar, atau sampai
air ketuban tidak lagi keiuar. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, belum inpanu, tidak
ada infeksi, tes busa negatif beri deksametason, observasi tanda-tanda infeksi, dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika usia kehamilan 32 -
37 minggu, sudah inpartu, tidak ada infeksi, berikan tokolitik (saibutamol),
deksametason, dan induksi sesudah 24 jam. Jika usia kehamilan 32 - 37 minggu, ada
infeksi, beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi (suhu, leukosit,
tanda-tanda infeksi intrauterin). Pada usia kehamilan 32 - 37 minggu berikan steroid
untuk memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan periksa kadar lesitin
dan spingomielin tiap minggu. Dosis betametason 12 mg sehari dosis tunggal selama
2hari, deksametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.

 Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula
diberikan misoprostol 25 pg - 50 pg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada
tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri
 Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak ber- hasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
 Bila skcir pelvik > 5, induksi persalinan

1. Menurut Buku panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal

- Rawat di rumah sakit

- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotic

- Jika tidak ada infeksi dan kehamilan <37 minggu:

1) Berikan antibiotik untuk mengurangi morbiditas ibu dan janin : ampisilin


4x500 mg selama 7 hari ditambah eritromisin 3x250 mg per oral selama 7
hari
2) Berikan kortikosteroid kepada ibu untuk memperbaiki kematangan paru janin
:

- Betametason 12 mg i.m. dalam 2 dosis setiap 12 jam

- Atau deksametason 6 mg i.m dalam 4 dosis setiap 6 jam

3) Lakukan persalinan pada kehamilan 37 minggu

- Jika tidak terdapat infeksi dan kehamilan >37 minggu

1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi risiko infeksi streptokokus grup B:
- Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam

- Atau penisilin G2 juta unit i.v setiap 6 jam sampai persalinan

- Jika tidak ada infeksi pasca persalinan hentikan antibiotik

2) Nilai serviks
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin

- Jika serviks belum matang, matangkan serviks dengan prostaglandin


dan infus oksitosin atau lahirkan dengan seksio sesarea

2.Penanganan menurut Current Obstetrics and


Gynecology Dengan intervensi

- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka persalinan
normal harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun periode latennya 8-12
jam, induksi oksitosin infus dapat diberikan dengan risiko infeksi yang rendah
- Umur kehamilan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram, induksi
dapat diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin. Persalinan dapat
dimulai dalam 24-48 jam.

- Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram,


penatalaksanaan harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis. Jika paru
matur dan terjadi amnionitis maka persalinan segera dilakukan. Jika paru
masih immature dan tidak terdapat amnionitis maka penderita dianjurkan
untuk tirah baring dengan pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 4 jam dan
pemeriksaan lekosit setiap hari. Adenokortikosteroid dapat diberikan untuk
membantu maturitas.
- Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil
kemungkinan bayi dapat diselamatkan dan risiko untuk ibunya sangat besar

Tanpa Intervensi

- Tirah baring

- Tidak berhubungan seksual

- Tidak dipasang tampon

- Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari


DAFTAR PUSTAKA

1. Alan H. DeCherney, Lauren Nathan, T. Murphy Goodwin, Neri Laufer McGraw


Hill Professional. CURRENT Diagnosis & Treatment Obstetrics & Gynecology,
Tenth Edition
2. Saifudin A.B. 2006. Ketuban Pecah Dini. Buku Acuan Nasional Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 218-220.
3. Saifudin A.B. 2002. Ketuban Pecah Dini. Buku Panduan Praktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo. Hal : 112-115
4. Cunningham, F. Gary, Kenneth J. Leveno, Steven L. Bloom, et all. Williams
Obstetrics 24th Edition. New York: Mc Graw Hill Education; 2014
5. Goodwin, T. Murphy, Martin N. Montoro, Laila Muderspach, et all. Management
of Common Problems in Obstetrics and Gynecology. Fifth Edition
6. Soewarto, Soetomo. 2014. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
7. Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi POGI
8. WHO, Kemenkes RI, POGI, IBI. Pelayanan kesehatan ibu dan anak di fasilitas
kesehatan dasar dan rujukan. 1st ed.: Kementrian Kesehatan RI; 2010

23

Anda mungkin juga menyukai