Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DISUSUN OLEH :
Nuraeni
2015730103
DOKTER PEMBIMBING:
dr. Edy Purwanta, Sp.OG
1. Identitas
Nama Pasien : Ny N
Umur : 20 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Marunda baru 10/14 jakarta pusat
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan : S1
Pekerjaan : IRT
Tgl. MRS : 11/07/2019
2. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Ibu hamil 40 minggu G4P3A0 datang ke rumah sakit dengan keluhan keluar air-air
dari jalan lahir sejak 1 jam SMRS.
e. Riwayat Psikososial
Pasien merupakan ibu rumah tangga, pola makan 3x/hari, minum ± 1800cc/hari.
Kebiasaan konsumsi minuman beralkohol, merokok disangkal. Pasien jarang
berolahraga. Sehari-hari pasien mengonsumsi nasi putih, sayuran, lauk pauk, buah-
buahan dengan kuantitas dan kualitas baik.
f. Riwayat Alergi
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat, makanan maupun cuaca
sebelumnya.
g. Riwayat pengobatan
Pasien sedang mengkonsumsi asam folat yang diberikan oleh dokter selama
kehamilan
h. Riwayat Menstruasi
Pasien menarche umur 12 tahun. Pasien mengatakan haid selalu teratur setiap
bulannya dan terkadang mengalami rasa nyeri ketika haid namun tidak sampai
mengganggu aktivitas. Lama haid sekitar 7-8 hari dengan siklus haid 28 hari.
i. Riwayat Pernikahan
Merupakan pernikahan pertama sejak 9 tahun yang lalu.
j. Riwayat Obstetrik
1. HPHT : 2 Oktober 2018
2. Taksiran Persalinan : 9 juli 2019
3. Gravida : G4P3A0
4. Usia kehamilan : 40 minggu
3. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda Vital
Keadaan Umum : Sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4M6V5
Tekanan Darah : 125/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 94
Pernapasan : 20x /menit
Suhu : 36,6 C
TB : 73 cm
BB : 155 Kg
b. Status Generalis
Kepala : Normocephal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), Pupil Isokor
3mm/3mm Refleks cahaya (+/+).
Mulut : Mukosa bibir lembab
Leher : KGB tidak teraba membesar, massa (-)
Thorax
Jantung
- Inspeksi : iktus kordis (-)
- Palpasi : iktus kordis teraba heave (-), lift (-), thrill (-), nyeri tekan (-)
- Perkusi : Batas jantung normal (batas jantung atas ics 2 para sternal kiri, batas
jantung kanan ics 4 parasternal kanan, batas jantung kiri ics 4 midclavicula
kiri)
- Auskultasi : suara jantung normal, murmur (-), S3-S4 (-)
Paru
- Inspeksi : thorax mengembang baik simetris statis maupun dinamis,
nafas tertinggal (-), bekas luka (-), hiper atau hipopigmentasi (-)
- Palpasi : massa (-), nyeri tekan (-),
- Perkusi : sonor di kedua lapang paru.
- Auskultasi : suara napas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : perut cembung (+), bising usus normal, nyeri tekan perut
bagian bawah (+)
Extremitas : Akral hangat (+), edema (-), CRT < 2 detik.
4. Pemeriksaan Obstetri
a. Pemeriksaan luar
Inspeksi : Cembung (+), Linea nigra (+), Striae gravidarum (+),
bekas operasi (+)
Palpasi : TFU 35 cm, situs memanjang
Leopold I : Teraba bagian lunak bulat, tidak melenting ( bokong )
Leopold II : Teraba bagian keras memanjang di sebelah kanan ( Puka ),
teraba bagian kecil janin di sebelah kiri
Leopold III : Teraba bagian bulat keras melenting ( kepala )
Leopold IV : Kepala sudah masuk PAP, divergen
DJJ : 141 x/menit, teratur, punctum maximum tungal pada abdomen kuadran kanan
bawah.
Taksiran berat janin : 3600 gram
His : 2x10’ 30”
PD : portio tebal kaku, pembukaan seujung jari, ketuban (+) encer jernih, lakmus (+)
b. Status Ginekologi
Vulva : cairan (+) Flex (-) Massa (-) ulkus (-)
VT : portio tebal kaku, pembukaan seujung jari, ketuban (+) mengalir encer
jernih, lakmus (+)
5. Resume
• Perempuan Ny.N 30 tahun G4P3A0 hamil 40 minggu datang dengan keluhan keluar
air-air sejak ± 1jam SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluarnya air-air dari jalan lahir
berwarna jernih, encer, dan tidak berbau. Mulas sudah dirasakan oleh pasien. Keluar
lendir atau darah (-). Gerakan janin masih dirasakan aktif oleh ibu.
• PF: TD : 125/90 mmHg
Frekuensi Nadi : 94 x/menit
Pernapasan : 20x /menit
Suhu : 36,6 C
BB : 73 Kg
TB : 155 cm
• Portio tebak kaku, pembukaan seujung jari, ketuban (+) mengalir, warna jernih encer,
tidak berbau, lendIr (-), darah (-), lakmus (+)
• Pada pemeriksaan fisik ditemukan TFU 35 cm, situs memanjang. Puka, presentasi
kepala, divergen. Pembukaan seujung jari, HIS 2x10’ 30”, DJJ 141 x/menit
• Pada pemeriksaan lab Hb akhir 11.4 g/dL.
6. Pemeriksaan Penunjang
7. Diagnosis Masuk
Ibu : G4P3A0, hamil 40 minggu kala 1 fase laten dengan ketuban
pecah dini dan BSC 1x
Bayi : Janin tunggal hidup intrauterine presentasi kepala
8. Rencana Tindakan
a. Observasi ibu dan janin
o Pantau tanda vital, dan DJJ untuk evaluasi.
o CTG
b. PRO SC
9. Laporan Persalinan
Jam 08.20: operasi SC dimulai
Jam 08.35: bayi lahir langsung menangis, jenis kelamin perempuan, AS 9/10,
BB 3500 gram, PB 50 cm.
Jam 08.40: plasenta lahir lengkap
10. Follow up
Tanggal Perjalanan Penyakit Planing
11/07/2019 S : OS mengatakan dengan keluhan keluar air-air dari Pro SC
jalan lahir sejak 1 jam SMRS
O : KU baik, kesadaran CM
TD : 125/90 mmHg
RR : 94x/menit
HR : 20x /menit
Suhu : 36,6 C
Palpasi : TFU 35 cm, situs memanjang. Puka,
presentasi kepala, divergen. Pembukaan seujung jari,
HIS 2x10’ 30”, DJJ 141 x/menit
Pemeriksaan Dalam : portio tebal kaku, pembukaan
seujung jari, ketuban (+) encer jernih, lakmus (+)
A : G4P3A0, hamil 40 minggu kala 1 fase laten dengan
ketuban pecah dini dan BSC 1x, Janin tunggal hidup
intrauterine presentasi kepala
11/07/2019 Telah dilakukan tindakan sc dengan Teknik seksioMonitor TTV dan
jam 08.20 sesarea transperitoneal profunda pada pukul 08.20 Uraianperdarahan
Pembedahan : Perlengketan (-), perkiraan perdarahanCek ulang hb
500cc Vitamin A
Bayi lahir jenis kelamin perempuan, AS 9/10, BB 3800
gram, PB 50 cm.
12. Prognosis
Ibu :
Quo Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Anak :
Quo Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Functionam : Dubia ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. DEFINISI
1.2. INSIDENSI
Di Indonesia berdasarkan Survey Demogra dan Kesehatan Indonesia tahun
2012, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi yaitu sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Faktor yang dapat menyebabkan kematian ibu ini diantaranya adalah
pendarahan 60% - 70%, pre-eklamsia dan eklamsia 10-20%, dan infeksi 10-20%.
Infeksi pada kehamilan 23% dapat disebabkan oleh kejadian ketuban pecah dini.
Insidensi ketuban pecah dini di Indonesia sendiri berkisar antara 4,5% sampai 7,6%
dari seluruh kehamilan.(Depkes,2010)
Komplikasi seperti korioamnionitis dapat terjadi sampai 30% dari kasus
KPD, sedangkan solusio plasenta berkisar antara 4-7 %. Komplikasi pada
janin berhubungan dengan kejadian prematuritas dimana 80% kasus KPD preterm
akan bersalin dalam waktu kurang dari 7 hari. Risiko infeksi meningkat baik
pada ibu maupun bayi. Insiden korioamnionitis 0,5-1,5% dari seluruh
kehamilan, 3-15% pada KPD prolonged, 15-25% pada KPD preterm dan mencapai
40% pada ketuban pecah dini dengan usia kehamilan kurang dari 24
minggu. Sedangkan insiden sepsis neonatus 1 dari 500 bayi dan 2-4% pada KPD
lebih daripada 24 jam.
1.3. ETIOLOGI
Patogenesis terjadinya ketuban pecah dini secara singkat ialah akibat adanya
penurunan kandungan kolagen dalam membrane sehingga memicu terjadinya
ketuban pecah dini dan ketuban pecah dini preterm terutama pada pasien
risiko tinggi. Wanita yang mengalami ketuban pecah dini pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya wanita
yang telah mengalami ketuban pecah dini akan lebih beresiko mengalaminya
kembali.
2) Solutio plasenta
Solutio plasenta terjadi lima kali lebih banyak pada pasien dengan PROM
daripada populasi dengan keadaan obstetri normal. Solutio plasenta dapat
meningkatkan tekanan intraamnion sehingga menyebabkan PROM.
Sebaliknya bocornya cairan amnion dapat mengakibatkan disproporsi antara
permukaan plasenta dan dinding uterus, menyebabkan pelepasan plasenta.
3) Rokok
Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya dan kebiasaan merokok lebih dari 10
batang perhari merupakan prediktor yang signifikan terhadap terjadinya
PROM. Antibodi limfositotoksik menurun kadarnya pada wanita hamil yang
merokok. Merokok juga menurunkan kadar asam askorbat dengan
menurunkan status nutrisional pasien, sehingga menurunkan kemampuan
sistem imun untuk membentuk inhibitor protease, dan menyebabkan
membran menjadi rentan terhadap infeksi. Nikotin juga menyebabkan
vasokontriksi dan iskemia desidua.
4) Infeksi
Korioamnionitis adalah keadaan pada perempuan hamil dimana korion,
amnion dan cairan ketuban terkena infeksi bakteri. Korioamnionitis
merupakan komplikasi paling serius bagi ibu dan janin, bahkan dapat
berlanjut menjadi sepsis. Membrana khorioamnionitik terdiri dari jaringan
viskoelastik. Apabila jaringan ini dipacu oleh persalinan atau infeksi maka
jaringan akan menipis dan sangat rentan untuk pecah disebabkan adanya
aktivitas enzim kolagenolitik. Bakteri- bakteri penyebab dapat melepaskan
mediator inflamasi yang menyebabkan kontraksi uterus. Hal ini
menyebabkan adanya perubahan dan pembukaan serviks, dan pecahnya
selaput ketuban.
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara berlebihan dapat
menyebabkan terjadinya ketuban pecah dini, misalnya : Trauma (hubungan
seksual, pemeriksaan dalam, amnio sintesis), Gemelli (Kehamilan kembar
adalah suatu kehamilan dua janin atau lebih). Pada kehamilan gemelli terjadi
distensi uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya ketegangan
rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena jumlahnya berlebih, isi rahim
yang lebih besar dan kantung (selaput ketuban) relatif kecil sedangkan
dibagian bawah tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah. Makrosomia adalah berat badan neonatus
>4000 gram kehamilan dengan makrosomia menimbulkan distensi uterus
yang meningkat atau over distensi dan menyebabkan tekanan pada intra uterin
bertambah sehingga menekan selaput ketuban, menyebabkan selaput ketuban
menjadi teregang,tipis, dan kekuatan membran menjadi berkurang,
menimbulkan selaput ketuban mudah pecah. polihidramnion adalah
peningkatan jumlah cairan amnion. Uterus dapat mengandung cairan dalam
jumlah yang sangat banyak.
1.4. PATOGENESIS
Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan ketuban pecah dini melalui beberapa
mekanisme. Beberapa flora vagina termasuk Streptokokus grup B,
Stafilokokus aureus dan Trikomonas vaginalis mensekresi protease yang akan
menyebabkan terjadinya degradasi membrane dan akhirnya melemahkan
selaput ketuban. Respon terhadap infeksi berupa reaksi inflamasi akan
merangsang produksi sitokin, MMP, dan prostaglandin oleh netrofil PMN dan
makrofag. Interleukin-1 dan tumor nekrosis factor α yang diproduksi oleh
monosit akan meningkatkan aktivitas MMP-1 dan MMP-3 pada sel korion.
Infeksi bakteri dan respon inflamasi juga merangsang produksi prostaglandin
oleh selaput ketuban yang diduga berhubungan dengan ketuban pecah dini
preterm karena menyebabkan iritabilitas uterus dan degradasi kolagen
membrane. Beberapa jenis bakteri tertentu dapat menghasilkan fosfolipase A2
yang melepaskan precursor prostaglandin dari membrane fosfolipid. Respon
imunologis terhadap infeksi juga menyebabkan produksi prostaglandin
E2 oleh sel korion akibat perangsangan sitokin yang diproduksi oleh
monosit. Sitokin juga terlibat alam induksi enzim siklooksigenase II yang
berfungsi mengubah asam akidonat menjadi prostaglandin. prostaglandin E2
diketahui mengganggu sintesis kolagen pada selaput ketuban dan
meningkatkan aktivitas dari MMP-1 dan MMP-3.
Hormon
Progesteron dan estradiol menekan proses remodeling matriks
ekstraseluler pada jaringan reproduktif. Kedua hormone ini didapatkan
menurunkan konsentrasi MMP-1 dan MMP-3 serta meningkatkan
konsentrasi TIMP pada fibroblast serviks. Tingginya konsentrasi progesterone
akan menyebabkan penurunan produksi kolagenase walaupun kadar yang
lebih rendah dapat menstimulasi produksi kolagen. Ada juga protein
hormone relaxin yang berfungsi mengatur pembentukan jaringan ikat
diproduksi secara local oleh sel desidua dan plasenta. Hormon ini mempunyai
aktivitas yang berlawanan dengan efek inhibisi oleh progesterone dan estradiol
dengan meningkatkan aktivitas MMP-3 dan MMP-9 dalam membrane janin.
1.5. DIAGNOSIS
Membuat diagnosis yang tepat terhadap KPD adalah hal yang penting. Penilaian
diagnosis harus efisien dan tepat untuk meminimalisasi jumlah pemeriksaan vagina
dan risiko dari khorioamnionitis. Gejala adalah kunci dari diagnosis.
Anamnesis dan pemeriksaan fisik
Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari
vagina. Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna, konsistensi serta
bau dari cairan tersebut dapat membantu untuk membedakan KPD dengan
leukorrhea normal dalam kehamilan, inkontinensia urin, infeksi vagina dan secret
mukus karena dilatasi cervix. Keluhan tersebut dapat disertai dengan demam jika
sudah ada infeksi. Pasien tidak sedang dalam masa persalinan. Riwayat umur
kehamilan pasien lebih dari 20 minggu. Pada pemeriksaan fisik abdomen,
didapatkan uterus lunak dan tidak adanya nyeri tekan. Tinggi fundus harus
diukur dan dibandingkan dengan tinggi yang diharapkan menurut hari pertama
haid terakhir. Palpasi abdomen memberikan perkiraan ukuran janin dan
presentasi.
USG
Untuk menentukan indeks cairan amnion, Penilaian ultrasound terhadap
volume cairan amnion dapat membantu dalam diagnosis KPD, , menentukan
usia kehamilan, berat janin, letak janin, kesejahteraan janin dan plasenta.
Kardiotokografi
Untuk menentukan ada tidaknya kegawatan janin secara dini atau memantau
kesejahteraan janin. Jika ada infeksi intrauterin atau peningkatan suhu, denyut
jantung janin akan meningkat.
1.6. KOMPLIKASI
Infeksi
Risiko infeksi ibu dan anak meningkat pada ketuban pecah dini. Pada ibu terjadi
korioamnionitis. Pada bayi dapat terjad septikemia, pneumonia, omfalitis.
umumnys terjadi korioamnionitis sebelum janin terinfeksi. pada ketuban pecah dini
prematur, infeksi lebih sering pada aterm. secara umum insiden infeksi sekunder
pada ketubah pecah dini meningkat sebanding dengan lamabya period laten.
Persalinan prematur
Setelah pecahnya ketuban dini biasanya akan disusul oleh persalinan. Periode laten
terantung pada usia kehamilan, Pada kehamilan aterm 90% terjadi dalam 24 jam
setelah ketuban pecah. Pada kehamilan antara 28-34 minggu 50% persalinan dalam
24 jam. Pada kehamilan kurang dari 26 minggu persalinan terjadi dalam 1 minggu.
hipoksia dan asfiksia
Dengan pecahnya ketuban akan terjadi oligohidramnion yang menekan tali pusat
hingga terjadi asfiksia dan hipoksia. Terdapat hubungan antara terjadinya gawat
janin dan derajat oligohidramnuon, semakin sedikit air ketuban, janin semakin
gawat.
sindrom deformitas janin
Ketuban pecah dini yang terjadi terlalu dini menyebabkan pertumbuhan janin
terhambat, kelainan disebabkan kompresi muka dan anggota badan janin. serta
hipoplasi pulmonar.
1.7. TERAPI
Penatalaksanaan kehamilan dengan komplikasi ketuban pecah dini perlu
mempertimbangkan morbiditas dan mortalitas immaturitas neonatal yang
berhubungan dengan persalinan dan risiko infeksi terhadap ibu dan janin.
Aktif
Kehamilan > 37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila gagal seksio sesarea. Dapat
pula
diberikan misoprostol 25 pg - 50 pg intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali. Bila ada
tanda-tanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan diakhiri
Bila skor pelvik < 5, lakukan pematangan serviks, kemudian induksi. Jika
tidak ber- hasil, akhiri persalinan dengan seksio sesarea.
Bila skcir pelvik > 5, induksi persalinan
- Jika ada tanda-tanda infeksi (demam, cairan vagina berbau) berikan antibiotic
1) Jika ketuban telah pecah > 18 jam, berikan antibiotik profilaksis untuk
mengurangi risiko infeksi streptokokus grup B:
- Ampisilin 2 g i.v setiap 6 jam
2) Nilai serviks
- Jika serviks sudah matang, lakukan induksi persalinan dengan oksitosin
- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka persalinan
normal harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun periode latennya 8-12
jam, induksi oksitosin infus dapat diberikan dengan risiko infeksi yang rendah
- Umur kehamilan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram, induksi
dapat diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin. Persalinan dapat
dimulai dalam 24-48 jam.
Tanpa Intervensi
- Tirah baring
23