Anda di halaman 1dari 49

REFERAT ILMU KESEHATAN MATA

“ KELAINAN REFRAKSI ”

Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Kepanitraan Klinik di Bagian


Ilmu Kesehatan Mata

Diajukan kepada:
Pembimbing
dr. Wahju Ratna Martiningsih, Sp.M

Disusun oleh:
Hijrianti Rumalean H3A019047
Nera Mayadita Prihadi H3A019049

KEPANITRAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATA


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
2021
BAB 1

PENDAHULUAN

Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia,

terutama yang menyebabkan kebutaan. Kelainan refraksi (0,14%) merupakan penyebab

utama kebutaan ketiga setelah katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang

di dunia yang mengalami kelainan refraksi, delapan juta orang diantaranya mengalami

kebutaan. 1

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana

terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan

yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang

retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan

terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan

panjang sumbu bola mata. 1,2

Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi dengan

pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah serius jika tidak

cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus

sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus merupakan

pengukuran obyek terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang dalam jarak yang

ditetapkan dari mata. Pemeriksaan visus jarak jauh juga harus dilakukan terhadap semua

anak-anak sesegera mungkin setelah usia 3 tahun, karena penting untuk deteksi dini

terhadap ambylopia.1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Refraksi Mata


A. Anatomi Refraksi Mata

Gambar 1. Anatomi Mata


Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, vitreous humor (badan
kaca), dan panjang bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh media
penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga bayangan
benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah makula lutea.1
1) Kornea2
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata, bagian
selaput mata yang tembus cahaya. Kornea merupakan lapisan jaringan yang
menutupi bola mata sebelah depan dan terdiri atas 5 lapis, yaitu:
a. Epitel
 Tebalnya 50 Mikrometer, terdiri atas 5 lapisan sel epitel tidak bertanduk
yang saling tumpang tindih; satu lapisan sel basal, sel poligonal dan sel
gepeng.
 Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong ke
depan menadi lapis sel sayap dan semakin maju ke depan menjadi sel
gepeng, sel basal beri katan erat dengan sel basal di sampingnya dan
sel poligonal di depannya melalui desmosom dan makula okluden; ikatan
ini menghambat pengaliran air, elektrolit, dan glukosa yang merupakan
barrier.
 Sel basal menghasilkan membran basal yang melekat erat kepadanya.
Bila terjadi gangguan akan mengakibatkan erosi rekuren.
 Epitel berasal dari ektoderm permukaan
b. Membran Bowman
 Terletak di bawah membran basal epitel kornea yang merupakan kolagen
yang tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan
stroma.
 Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi
c. Stroma
 Menyusun 90% ketebalan kornea

 Terdiri atas lamel yang merupakan susunan kolagen yang sejajar satu
dengan lainnya, pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang di
bagian perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan. Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblas terletak antara
serat kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat
kolagen dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma
d. Membran Descemet
 Merupakan membran asellular dan merupakan batas belakang stroma
kornea dihasilkan sel endotel dan merupakan membran basalnya
 Bersifat sangat elastik dan berkembang terus seumur hidup, mempunyait
tebal 40 mikrometer
e. Endotel
 Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40
mikrometer. Endotel melekat pada membran descement melalui
hemidesmosom dan zonula okluden.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem
pompa endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema
kornea, endoel tidak mempunyai daya regenerasi. Pembiasan sinar terkuat
dilakukan oleh kornea, dimana 40 dioptri dari 50 dioptri pembiasan sinar,
masuk kornea.

Gambar 2. Anatomi Kornea


2) Aqueous Humor (Cairan Mata)3
Aqueous Humor mengandung zat-zat gizi untuk kornea dan lensa,
keduanya tidak memiliki pasokan darah. Adanya pembuluh darah di kedua
struktur ini akan menganggu lewatnya cahaya fotoreseptor. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 5 ml/hari oleh jaringan kapiler di dalam korpus
siliaris, turunan khusus lapisan koroid di sebelah anterior. Cairan ini mengalir
ke suatu saluran di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah. Jika aqueous
humor tidak dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai
contoh, karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun
di rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler dimana
keadaan ini dikenal sebagai galukoma.
Kelebihan aqueous humor akan mendorong lensa ke belakang, ke dalam
vitreous humor, yang kemudian terdorong menekan lapisan saraf dalam retina.
Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat
menimbulkan kebutaan jika tidak diatasi.
3) Lensa4
Jaringan ini berasal dari ektoderm permukaan yang berbentuk lensa di
dalam mata dan bersifat bening. Lensa di dalam bola mata terletak di belakang
iris yang terdiri dari zat tembus cahaya berbentuk seperti cakram yang dapat
menebal dan menipis pada saat terjadinya akomodasi.
Lensa berbentuk lempeng cakram bikonveks dan terletak di dalam bilik
mata belakang. Lensa akan dibentuk oleh sel epitel lensa yang membentuk serat
lensa di dalam kapsul lensa. Epitel lensa akan membentuk serat lensa terus-
menerus sehingga mengakibatkan memadatnya serat lensa di bagian sentral
lensa sehingga membentuk nukleus lensa. Bagian sentral lensa merupakan serat
lensa tertua di dalam kapsul lensa. Di dalam lensa dapat dibedakan nukleus
embrional fetal, dan dewasa. Di bagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang
lebih muda dan disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di sebelah
depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang dibelakangnya
korteks posterior. Nukleus lensa mempunyai konsistensi lebih keras dibanding
korteks lensa yang lebih muda. Di bagian perifer kapsul lensa terdapat zonula
zinn yang menggantukan lensa diseluruh ekuatronya pada badan siliar.
Secara fisiologik lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu:
 Kenyal atau lentur karena memegang peranan terpenting dalam akomodasi
untuk menjadi cembung
 Jernih atau transparan karena diperlukan sebagai media penglihatan
 Terletak di tempatnya
Keadaan patologik lensa ini dapat berupa:
 Tidak kenyal pada orang dewasa yang akan mengakibatkan presbiopia

 Keruh atau yang disebut katarak

 Tidak berada di tempat atau subluksasi dan dislokasi

Gambar 3. Anatomi Lensa


4) Vitreous Humor (Badan Kaca)4
Vitreous humor merupakan suatu jaringan seperti kaca bening yang
terletak antara lensa dengan retina. Badan kaca bersifat semi cair di dalam bola
mata. Mengandung air sebanyak 90% sehingga tidak dapat lagi menyerap air.
Sesungguhnya fungsi vitreous humor sama dengan fungsi aqueous humor, yaitu
mempertahankan bola mata agar tetap bulat. Peranannya mengisi ruang untuk
meneruskan sinar dari lensa ke retina. Vitreous humor melekat pada bagian
tertentu jaringan bola mata. Perlekatan itu terdapat pada bagian yang disebut
ora serata, pars plana dan papil saraf optik. Kebeningan vitreous humor
disebabkan tidak terdapatnya pembuluh darah dan sel.

B. Fisiologi Melihat dan Akomodasi5,6


Pembentukan bayangan di retina memerlukan empat proses.
 Pertama, pembiasan sinar/ cahaya. Hal ini berlaku apabila cahaya melalui
perantaraan yang berbeda kepadatannya dengan kepadatan udara, yaitu
kornea, humour aquous, lensa, dan humour vitreous.
 Kedua, akomodasi lensa, yaitu proses lensa menjadi cembung atau cekung,
tergantung pada objek yang dilihat itu dekat atau jauh.
 Ketiga, konstriksi pupil, yaitu pengecilan garis pusat pupil agar cahaya tepat
di retina sehingga penglihatan tidak kabur. Pupil juga mengecil apabila
cahaya yang terlalu terang memasukinya atau melewatinya. Hal ini penting
untuk melindungi mata dari paparan cahaya yang tiba-tiba atau terlalu
terang.
 Keempat, pemfokusan, yaitu pergerakan kedua bola mata sedemikian rupa
sehingga kedua bola mata terfokus ke arah objek yang sedang dilihat.
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau melihat
benda yang dekat. Bila terdapat kelainan pembiasan sinar oleh kornea (mendatar,
mencembung) atau adanya perubahan panjang (lebih panjang, lebih pendek) bola
mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada makula. Kemampuan
akomodasi lensa membuat cahaya tidak berhingga akan terfokus pada retina,
demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka benda pada jarak yang berbeda-
beda akan terfokus pada retina atau makula lutea. Akibat akomodasi, daya
pembiasan bertambah kuat. Kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai dengan
kebutuhan, semakin dekat benda makin kuat mata harus berakomodasi
(mencembung). Akomodasi terjadi akibat kotraksi otot siliar. Kekuatan akomodasi
diatur oleh refleks akomodasi. Refleks akomodasi akan meningkat bila mata
melihat kabur dan pada waktu konvergensi atau melihat dekat.
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi
trias akomodasi yaitu:
 kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii mengendor, lensa
dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat difokuskan ke
retina;
 Konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul konvergensi dan mata
tertuju pada benda itu,
 Konstriksi otot konstriksi pupil dan timbulah miosis, supaya cahaya yang
masuk tak berlebih, dan terlihat dengan jelas.6

C. Tajam Penglihatan atau Visus

Gambar 4. Snellen Chart


Visus adalah perbandingan jarak seorang terhadap huruf optotip Snellen
yang masih bisa ia lihat jelas dengan jarak seharusnya yang bisa dilihat mata
normal. Baik buruknya visus ditentukan oleh alat optik, sel-sel reseptor cahaya
di retina, lintasan visual, dan pusat penglihatan serta pusat kesadaran. Fakta
emperis menunjukan bahwa mata kita bisa melihat sesuatu pada jarak tertentu;
jari bisa dilihat jelas hingga jarak 60 meter, lambaian tangan hingga 300 meter,
cahaya jauh tak terhingga.1
Pemeriksaan tajam penglihatan merupakan pemeriksaan fungsi mata.
Gangguan penglihatan memerlukan pemeriksaan untuk mengetahui sebab
kelainan mata yang mengakibatkan turunnya tajam penglihatan. Penglihatan
dapat dibagi menjadi penglihatan sentral dan perifer. Ketajaman penglihatan
sentral diukur dengan memperlihatkan objek dalam berbagai ukuran yang
diletakkan pada jarak standart mata, misalnya kartu Snellen. Sedangkan
penglihatan perifer yaitu kemampuan menangkap adanya benda, gerakan, atau
warna objek diluar garis langsung penglihatan.
Biasanya pemeriksaan tajam penglihatan dapat dilakukan dengan kartu
Snellen dan bila penglihatan kurang maka tajam penglihatan diukur dengan
menentukan kemampuan melihat jumlah jari (hitung jari) ataupun proyeksi
sinar. Kartu Snellen ditentukan dengan melihat kemampuan mata membaca
huruf-huruf berbagai ukuran pada jarak baku untuk kartu. Hasilnya dinyatakan
dengan angka pecahan seperti 20/20 untuk penglihatan normal. Pada keadaan
ini mata dapat melihat huruf pada jarak 20 kaki yang seharusnya dapat dilihat
pada jarak tersebut.
Pemeriksaan tajam pengihatan dilakukan pada mata tanpa atau dengan
kaca mata. Setiap mata diperiksa terpisah. Biasakan memeriksa tajam
penglihatan kanan terlebih dahulu kemudian kiri dan sebaiknya dilakukan pada
jarak 5 atau 6 meter, karena pada jarak ini mata akan melihat benda dalam
keadaan beristirahat atau tanpa akomodasi.
Dengan kartu Snellen dapat ditentukan tajam penglihatan atau kemampuan
seseorang, seperti:
 Bila tajam penglihatan 6/6 maka berarti ia dapat melihat huruf pada jarak 6
meter, yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 6
meter
 Bila pasien hanya dapat membaca pada huruf baris yang menunjukan angka
30, berarti tajam penglihatan pasien adalah 6/30
 Bila tajam penglihatan adalah 6/60 berarti ia hanya dapat terlihat pada jarak
6 meter yang oleh orang normal huruf tersebut dapat dilihat pada jarak 60
meter.
 Bila pasien tidak dapat mengenal huruf terbesar pada kartu Snellen maka
dilakukan uji hitung jari. Jari dapat dilihat terpisah oleh orang normal pada
jarak 60 meter.
 Bila pasien hanya dapat melihat atau menentukan jumlah jari yang
diperlihatkan pada jarak 3 meter, maka dinyatakan tajam penglihatannya
3/60, dengan pengujian ini tajam penglihatan hanya dapat dinilai sampai
1/60 yang berarti hanya dapat menghitung jari pada jarak 1 meter.
 Orang normal dapat melihat lambaian tangan pada jarak 300 meter. Bila
mata hanya dapat melihat lambangan tangan pada jarak 1 meter, berarti
tajam penglihatannya adalah 1/300.
 Kadang-kadang mata hanya dapat mengenal adanya sinar saja dan tidak
dapat melihat lambaian tangan. Keadaaan ini disebut sebagai tajam
penglihatan 1/~, sedangkan orang normal dapat meihat adanya sinar pada
jarak tak berhingga
 Bila penglihatan sama sekali tidak mengenal adanya sinar maka dikatakan
penglihatannya adalah 0 (nol) atau buta total
Bila seseorang diragukan apakah penglihatannya berkurang akibat
kelainan refraksi yang disebabkan oleh banyaknya berkas sinar tak terfokus
yang masuk ke pupil dan mencapai retina sehingga mengakibatkan
terbentuknya bayangan yang tidak terfokus tajam, maka dilakukan uji pinhole
yang bertujuan untuk mencegah sebagian besar berkas tak terfokus yang
memasuki mata. Hanya sejumlah kecil berkas sejajar-sentral yang bisa
mencapai retina sehingga dihasilkan bayangan yang lebih tajam. Bila dengan
uji pinhole penglihatan lebih baik, maka berarti ada kelainan refraksi yang
masih dapat dikoreksi dengan kacamata. Bila penglihatan berkurang dengan
diletakkannya pinhole di depan mata berarti ada kelainan organik atau
kekeruhan media penglihatan yang mengakibatkan penglihatan menurun.
D. PEMERIKSAAN VISUS7,8
1. Pemeriksaan Refraksi
Pemeriksaan refraksi terdiri dari 2 yaitu refraksi subyektif dan refraksi
obyektif. Refraksi subyektif tergantung respon pasien untuk mendapatkan
koreksi refraksi yang memberikan tajam penglihatan terbaik.
2. Optotipi Snellen
Visus adalah jarak kemampuan melihat atau ketajaman penglihatan
seseorang, yang dinilai sebelum dan sesudah koreksi dengan cara menilai
kemampuan melihat optotipi atau menghitung jari atau gerakan tangan.
 Jarak pemeriksaan sebaiknya adalah 6 meter

 Tajam peglihatan diperiksa satu persatu, mata kanan lebih dahulu


kemudian mata kiri
Pembilang
 Tajam penglihatan dinyatakan dengan:
Penyebut

 Visus 6/6 pada jarak 6m dapat melihat huruf yang seharusnya terlihat pada
jarak 6 m
 Visus 6/10 - pada jarak 6 m hanya dapat melihat huruf yang seharusnya
dapat dilihat pada jarak 10 m.
 Hitung jari digunakan bila visus kurang dari 6/60, pada orang normal jari
dapat dilihat terpisah jarak 60 m.
 Visus 1/60 - hanya dapat menghitung jari pada jarak l meter.

 Bila tidak dapat melihat jari pada jarak l m, maka dilakukan dengan cara uji
lambaian tangan.
 Visus 1/300 - hanya dapat melihat lambaian tangan pada jarak l m.

 Bila lambaian tangan juga tidak terlihat, dilakukan penilaian dengan pen
light pada mata pasien (light perception). Pada orang normal dapat melihat
adanya sinar pada jarak tak terhingga.
 Visus l/∞ - hanya dapat melihat gelap dan terang saja.

 Bila pasien tidak dapat mengenali adanya sinar, maka dikatakan


penglihatanya adalah 0 (nol) atau buta total.
Refraksi obyektif dilakukan dengan retinoskopi. Mayoritas retinoskopi
menggunakan sistem proyeksi streak yang dikembangkan oleh Copeland.
Retinoskopi dilakukan saat akomodasi pasien relaksasi dan pasien disuruh
melihat ke suatu benda pada jarak tertentu yang diperkirakan tidak
membutuhkan daya akomodasi.
Idealnya, pemeriksaan kelainan refraksi dilakukan saat akomodasi mata
pasien istirahat. Pemeriksaan mata sebaiknya dimulai pada anak sebelum usia 5
tahun. Pada usia 20 – 50 tahun dan mata tidak memperlihatkan kelainan, maka
pemeriksaan mata perlu dilakukan setiap 1 – 2 tahun. Setelah usia 50 tahun,
pemeriksaan mata dilakukan setiap tahun.
3. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Dekat
Pemeriksaan ini dapat dilakukan apabila seorang pasien mempunyai
keluhan penglihatan dekat terutama saat membaca. Untuk dapat melakukan
pemeriksaan dekat harus dilakukan pemeriksaan dan koreksi penglihatan jauh.
Seorang pasien yang memerlukan lensa kacamata untuk membaca, pasien
tersebut juga harus menggunakan lensa kacamata kacamata penglihatan jauh
disaat melakukan pemeriksaan jarak dekat. Pemeriksaan ini memberikan
gambaran bahwa pasien memiliki presbiopia murni.
Pemeriksaan dilakukan dengan cara pasien memegang kartu yang
disediakan untuk tes pada jarak yang ditentukan, sebagai contoh : Rosenbaum
pocket vision screener. Jarak yang digunakan biasanya 14 inch atau 35 cm.
Pemeriksa menutup salah satu mata pasien, kemudian mata yang lainnya
membaca karakter yang tersedia di kartu. Kemudian dilakukan lagi untuk mata
yang belum diperiksa.
Ukuran huruf dan jarak tes yang dilakukan sangat bervariasi. Untuk
menghindari kesalahpahaman, keduanya harus dicata dengan baik ; contoh : J5
pada 14 in, J3 pada 40 cm. Di mana J disebut Jaeger. Pemeriksaan tersebut
dianggap benar ketika tes dapat dilakukan pada jarak yang telah ditentukan,
pada umumnya jarak yaitu 33 cm. apabila pemeriksaan standar dengan kartu ini
tidak tersedia, dapat dipakai bahan lain seperti buku telefon atau koran. Setiap
ukuran dan jarak harus selalu dicatat.
Pada umumnya, penambahan sferis positis disesuaikan dengan umur
pasien yang bertambah sferis +0,25 setiap 2 tahun.
 40 tahun : S+1,00

 42 tahun : S+1,25

 45 tahun : S+1,50

 47 tahun : S+1,75

 50 tahun : S+2,00

 52 tahun : S+2,25

 55 tahun : S+2,50

 57 tahun : S+2,75

 60 tahun ke atas : S+3,00


4. Penurunan Tajam Penglihatan dan Disabilitas Penglihatan
Penurunan tajam penglihatan menggambarkan suatu kondisi mata
individu yang bersangkutan. Dua individu berbeda dengan penurunan tajam
penglihatan yang diukur dengan kartu Snellen dapat memberikan tingkat
kerusakan fungsional yang sangat berbeda.
Kriteria kelainan tajam penglihatan berdasarkan ICD 10:
 Moderate Visual Impairment : Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi
adlah kurang dari 20/60 sampai 20/160.
 Severe Visual Impairment : Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi
hanya mencapai visus kurang dari 20/160 sampai 20/400 atau diameter
lapang pandang adalah 20o atau kurang.
 Profound Visual Impairment : Tajam penglihatan terbaik setelah koreksi
hanya mencapai visus kurang dari 20/400 samapi 20/1000, atau diameter
lapang pandang adalah 10o atau kurang.
 Near-total Vision Loss : Tajam penglihatan terbaik setelah dikoreksi hanya
mencapai visus 20/1250 atau kurang.
 Total Blindness No light perception.

2.2 KELAINAN REFRAKSI


a. Definisi
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada
mata sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di
depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang fokus.
Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata sehingga
menghasilkan bayangan yang kabur. Media refraksi terdiri atas kornea, aqueous
humor, lensa, badan vitreous, dan panjang bola mata. Gangguan pada media
refraksi akan menyebabkan penurunan visus9,10
Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga
pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak pada
retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun jauh),
hipermetropia (rabun dekat), dan astigmat.
b. Emetropia
Pada mata ini daya bias mata adalah normal, di mana sinar jauh difokuskan
sempurna di makula lutea tanpa bantuan akomodasi. Bila sinar sejajar tidak
difokuskan pada makula lutea disebut ametropia. Mata emetropia akan mempunyai
penglihatan normal atau 6/6 atau 100%. Bila media penglihatan seperti kornea,
lensa, dan badan kaca keruh maka sinar tidak dapat diteruskan di makula lutea.
Pada keadaan media penglihatan keruh maka penglihatan tidak akan 100% atau
6/6.1
c. Ametropia
Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran
depan dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai
daya pembiasan sinar terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang
peranan membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila
melihat benda dekat.1
Panjang bola mata seseorang berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh kornea (mendatar atau mencembung) atau adanya perubahan
panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata maka sinar normal tidak akan
terfokus pada makula. Keadaan ini disebut ametropia (anomali refraksi) yang dapat
berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisme.1

2.2.1 MIOPIA1,5,9,11,12
a. Definisi
Kata miopia diambil dari bahasa Yunani “muopia” yang berarti menutup
mata. Miopia merupakan suatu keadaan mata yang mempunyai kekuatan
pembiasan sinar yang berlebihan sehingga sinar sejajar yang datang dibiaskan
di depan retina, pada kondisi mata yang tidak berakomodasi. Pada miopia, titik
fokus sistem optik media penglihatan terletak di depan makula lutea. Hal ini
dapat disebabkan sistem optik (pembiasan) terlalu kuat, miopia refraktif atau
bola mata terlalu panjang. Kelainan ini menyebabkan penglihatan buram untuk
jarak jauh, popular dengan istilah “nearsightness”.
Kata miopia  sendiri sebenarnya baru dikenal pada sekitar abad ke 2, yang
mana terbentuk dari dua kata meyn yang berarti menutup, dan ops yang berarti
mata. Ini memang menyiratkan salah satu ciri – ciri penderita myopia yang suka
menyipitkan matanya ketika melihat sesuatu yang baginya tampak kurang jelas,
karena dengan cara ini akan terbentuk debth of focus di dalam bola mata
sehingga titik fokus yang tadinya berada di depan retina, akan bergeser ke
belakang mendekati retina
Gambar Proses Penglihatan Normal dan Miopia

b. Etiologi
 Axial myopia. Merupakan akibat dari peningkatan panjang diameter
anteriorposterior bola mata. Merupakan bentuk yang paling sering dijumpai.
 Curvatural myopia. Terjadi akibat peningkatan lengkung kornea, lensa, atau
eduanya.
 Positional myopia. Akibat dari penempatan lensa di bagian anterior.
 Index myopia. Akibat dari peningkatan indeks refraksi lensa terkait dengan
sklerosis nukleus.
 Myopia due to excessive accommodation. Terjadi pada pasien dengan
spasme akomodasi.
c. Klasifikasi
1) Berdasarkan Manifestasi Klinis
 Simple : Status refraksi mata dengan miopia sederhana tergantung pada
daya optik kornea dan lensa kristal, dan panjang aksial. Mata dengan
miopi simple merupakan mata normal yang terlalu panjang untuk
kekuatan optiknya atau memiliki kekuatan optik yang terlalu kuat untuk
panjang aksisnya. Bentuk miopi ini adalah yang paling umum, biasanya
kurang dari 6 Dioptri atau kurang dari 4-5 D. Ketika derajad miopi pada
kedua mata tidak sama, hal ini disebut anisomiopia. Jika salah satu mata
emetrop sementara yang lainnya miopi, ini disebut simple miopi
anisometropia. Anisometropia menjadi signifikan bila perbedaannya
mencapai 1 D atau lebih.
 Miopia Nokturnal : terjadi pada kondisi pencahayaan redu akibat dari
peningkatan respon akomodasi.
 Pseudomiopia : akibat dari peningkatan kekuatan refraksi mata akibat
dari overstimulasi pada mekanisme akomodasi mata atau terjadinya
spasme siliar. Dinamakan pseudo karena pasien hanya mengalami miopi
jika respon akomodaasi tidak tepat.
 Miopia degeneratif : derajad miopia berkaitan dengan perubahan
degeneratif pada segmen posterior mata. Perubahan degeneratif dapat
menyebabkan penurunan koreksi mata terbaik atau perubahan lapang
pandang.
 Miopia terinduksi : merupakan hasil dari eksposur agen farmako,
perubahan tingkat gula darah, sklerosis nukleus lensa kristalin. Miopi
jenis ini reversible.
2) Berdasarkan penyebab myopia.
 Miopia refraktif : Miopia yang terjadi akibat bertambahnya indeks bias
media penglihatan, seperti pada katarak.
 Miopia aksial : Miopia yang terjadi akibat panjangnya sumbu bola mata,
dengan kelengkungan kornea dan lensa yang normal.
3) Menurut perjalanan penyakitnya, miopia di bagi atas :
 Miopia stasioner : Miopia yang menetap setelah dewasa.
 Miopia progresif : Miopia yang bertambah terus pada usia dewasa
akibat bertambah panjangnya bola mata.
 Miopia maligna : Keadaan yang lebih berat dari miopia progresif,
yang dapat mengakibatkan ablasi retina dan kebutaan.
4) Berdasarkan ukuran dioptri lensa yang dibutuhkan untuk mengkoreksinya.
 Miopia ringan : Lensa koreksinya 0,25 s/d 3,00 Dioptri
 Miopia sedang : Lensa koreksinya 3,25 s/d 6,00 Dioptri.
 Miopia berat : lensa koreksinya > 6,00 Dioptri. Penderita miopia
kategori ini rawan terhadap bahaya pengelupasan retina dan glaukoma
sudut terbuka.
5) Berdasarkan umur :
 Juvenile-Onset Myopia (JOM)
Didefinisikan sebagai miopia dengan onset antara 7-16 tahun
yang disebabkan terutama oleh karena pertumbuhan sumbu aksial dari
bola mata yang fisiologis. Esophoria, astigmatisma, prematuritas,
riwayat keluarga dan kerja berlebihan yang menggunakan penglihatan
dekat merupakan faktor-faktor risiko yang dilaporkan oleh berbagai
penelitian.
Pada wanita, peningkatan prevalensi miopia terbesar terjadi pada
usia 9-10 tahun, sementara pada laki-laki terjadi pada usia 11-12 tahun.
Semakin dini onset dari miopia, semakin besar progresi dari miopianya.
Miopia yang mulai terjadi pada usia 16 tahun biasanya lebih ringan dan
lebih jarang ditemukan. Progresi dari miopia biasanya berhenti pada
usia remaja ( ♂pada usia 16 tahun, ♀ pada usia 15 tahun)
 Adult-Onset Myopia (AOM) : AOM dimulai pada usia 20 tahun.
 Youth-onset myopia miopia yang terjadi pada usia kurang dari 20
tahun
 Early adult onset myopia miopia yang terjadi pada usia 20 sampai
40 tahun
 Late adult onset myopiamyopia yang terjadi setelah usia 40 tahun
Kerja mata yang berlebihan pada penglihatan dekat merupakan faktor
risiko dari perkembangan miopia.
6) Klasifikasi secara klinik :
 Miopia kongenital
Ada sejak lahir, namun biasanya baru didiagnosis pada usia 2-3
tahun. Kebanyakan kelainan refraksi yang terjadi unilateral dan jarang
bilateral. Anak dapat sering memicingkan mata untuk melihat lebih jelas
titik jauh. Myopia kongenital kadang berkaitan dengan anomali
kongenital lainnya seperti katarak, microthalmos, aniridia,
megalokornea, dan pemisahan retina kongenital. Koreksi dini miopia
kongenital disarankan.
 Miopia simplek
Jenis yang paling sering terjadi. Jenis ini dianggap sebagai kelainan
fisiologis tanpa berkaitan dengan penyakit mata lain. Prevalensinya
meningkat dari 2% pada usia 5 tahun menjadi 14% pada usia 15 tahun.
Karena peningkatan terjadi pada usia sekolah, yaitu usia 8 sampai 12
tahun, hal ini disebut juga school myopia.
Etiologi
Miopia ini merupakan variasi biologis normal pertumbuhan mata
yang dapat atau tidak berkaitan dengan genetik. Beberapa faktor yang
berkaitan dengan miopia simpel yaitu :
 Miopia simplek tipe aksial hanya merupakan variasi fisiologis
panjang bola mata atau dapat berkaitan dengan pertumbuhan
neurologis dini saat usia anak.
 Miopia simplek tipe kurvatura dianggap akibat kurang
berkembangnya bola mata
 Peran diet saat usia anak telah dilaporkan tanpa ada hasil konklusif.
 Peran genetik. Genetik berperan pada variasi biologis
perkembangan mata, dimana prevalensi miopia lebih banyak pada
anak dengan kedua orang tua miopia (20%) daripada anak dengan 1
orang tua miopia (10%) dan anak tanpa orang tua miopia (5%).
 Teori pekerjaan jarak dekat berlebihan. Namun teori ini tidak
membuktikan adanya hubungan miopia dengan pekerjaan jarak
dekat, menonton televisi dan tidak melakukan pemakaian kacamata.
Gejala subjektif
 Penurunan visus untuk jarak jauh adalah keluhan utama miopia
 Gejala astenopia dapat terjadi pada pasien dengan miopia ringan
 Sering memicingkan mata mungkin dikeluhkan oleh orang tua
pasien dengan anak miopia.
Gejala objektif
 Bola mata yang sedikit menonjol
 Pada segmen anterior ditemukan bilik mata yang dalam dan pupil
yang relatif lebar.
 Pada segmen posterior biasanya terdapat gambaran yang normal
atau dapat disertai cresen myopia (myopiaic crescent) yang ringan
di sekitar papil saraf optic
 Kelainan refraksi: miopia simplek biasa terjadi antara usia 5 -10
tahun dan akan terus naik sampai usia 18 - 20 tahun. Miopia
simplek kelainan refraksinya biasanya tidak melebihi 6-8 D.
Diagnosis
Diagnosis dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan retinoskopi
 Miopia patologik
Miopia patologi/ degeneratif/ progresif, seusai dengan namanya,
adalah kelainan progresif yang cepat dimulai dari usia 5-10 tahun dan
menghasilkan miopia yang berat pada dewasa muda dan biasanya
berkaitan dengan perubahan degeneratif pada mata.
Etiologi
Belum ada hipotesis yang dapat menjelaskan etiopatologis dari
miopia patologis secara memuaskan. Namun, diketahui bahwa hal ini
berhubungan dengan genetik dan proses pertumbuhan secara general.
 Peran herediter
Telah dikonfirmasi bahwa faktor genetik memegang peranan
penting pada etiologinya, dimana miopia progresif: (i) familial, (ii)
lebih sering pada ras tertentu seperti Cina, Jepang, Arab, Yahudi,
dan jarang pada Negroid, Nubian, dan Sudan. Telah disimpulkan
bahwa pertumbuhan retina terkait dengan herediter sangat
berpengaruh terhadap perkembangan miopia. Sklera karena disten
sibilitasnya mengikuti pertumbuhan retina, namun koroid
mengalami degenerasi karena peregangan, yang akhirnya
menyebabkan degenerasi retina.
 Peran proses pertumbuhan secara general
Walaupun tidak berpengaruh banyak, namun hal ini tidak
dapat di lupakan dalam progres miopia. Pemanjangan segmen
posterior dari bola mata dimulai hanya saat periode pertumbuhan
aktif. Oleh karena itu, faktor defisiensi nutrisi, penyakit penyerta,
gangguan endokrin yang mempengaruhi proses pertumbuhan
general juga mempengaruhi progres dari miopia.
Gejala klinis
a) Gejala subjektif :
 Defek pada visus. Terdapat penurunan fungsi penglihatan
karena biasanya kelainannya berat. Pada tahap lanjut,
penurunan visus tidak dapat terkoreksi karena terdapat
perubahan degeneratif.
 Muscae volitantes yaitu terlihat bintik hitam berterbangan di
depan mata yang disebabkan degenerasi vitreus.
 Night blindness dapat dikeluhkan yang disebabkan kelainan
miopia yang sangat berat dengan perubahan degeneratif
signifikan.
b) Gejala objektif:
 Mata yang menonjol. Mata yang mengalami pemanjangan
adalah bagian posterior. Bagian anterior bola mata biasanya
normal.
 Kornea terlihat besat
 COA dalam
 Pupil terlihat sedikit membesar dan reaksi terhadap cahaya
lambat
 Pemeriksaan funduskopi:
- Badan kaca: dapat ditemukan kekeruhan berupa perdarahan
atau degenerasi yang terlihat sebagai floaters, atau benda-
benda yang mengapung dalam badan kaca. Kadang-kadang
ditemukan ablasi badan kaca yang dianggap belum jelas
hubungannya dengan keadaan miopia.
- Papil saraf optik: terlihat pigmentasi peripapil, kresen
miopia, papil terlihat lebih pucat yang meluas terutama ke
bagian temporal. Kresen miopia dapat ke seluruh lingkaran
papil, sehingga seluruh papil dikelilingi oleh daerah koroid
yang atrofi dan pigmentasi yang tidak teratur.
- Makula: berupa pigmentasi di daerah retina, kadang-kadang
ditemukan perdarahan subretina pada daerah makula.
- Retina bagian perifer: berupa degenerasi sel retina bagian
perifer.
- Seluruh lapisan fundus yang tersebar luas berupa penipisan
koroid dan retina. Akibat penipisan retina ini maka
bayangan koroid tampak lebih jelas dan disebut sebagai
fundus tigroid.
d. Gejala Klinis
Sebagian kasus-kasus miopia dapat diketahui dengan adanya kelainan pada
jarak pandang.Pada tingkat ringan, kelainan baru dapat diketahui bila penderita
telah diperiksa.
 Akibat sinar dari suatu objek jauh difokuskan di depan retina, maka penderita
miopia hanya dapat melihat jelas pada waktu melihat dekat, sedangkan
penglihatan kabur bila melihat objek jauh.
 Keluhan astenopia, seperti sakit kepala yang dengan sedikit koreksi dari
miopianya dapat disembuhkan.
 Kecendrungan penderita untuk menyipitkan mata waktu melihat jauh untuk
mendapatkan efek “pinhole” agar dapat melihat dengan lebih jelas.
 Penderita miopia biasanya suka membaca, sebab mudah melakukannya tanpa
usaha akomodasi
e. Diagnosis
Diagnosis miopia dapat ditegakkan dengan cara refraksi subjektif dan
objektif, setelah diperiksa adanya visus yang kurang dari normal tanpa kelainan
organik.
Cara subyektif : penderita aktif menyatakan kabur terangnya saat di
periksa.Pemeriksaan dilakukan guna mengetahui derajat lensa negatif yang
diperlukan untuk memperbaiki tajam penglihatan sehingga menjadi normal atau
tercapai tajam penglihatan terbaik. Alat yang digunakan adalah kartu Snellen,
bingkai percobaan dan sebuah set lensa coba.
Tehnik pemeriksaan :
 Penderita duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter (minimal 5
meter), jika kurang dari 5 meter akan terjadi akomodasi.
 Pada mata dipasang bingkai percobaan/trial frame dan satu mata ditutup dengan
occlude, didahului dengan mata kanan.
 Penderita di suruh membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar dan diteruskan
sampai huruf terkecil yang masih dapat terbaca.
 Lensa sferis negatif terkecil dipasang pada tempatnya dan bila tajam
penglihatan menjadi lebih baik ditambahkan kekuatannya perlahan-lahan
hingga dapat terbaca huruf pada baris terbawah.
 Sampai terbaca basis 6/6.
 Jika ditambah lensa sferis masih tidak bisa, kemungkinan pasien mempunyai
astigmatisma. Dilakukan Fogging Test.
 Mata yang lain dikerjakan dengan cara yang sama.
Cara Obyektif
Cara ini untuk anomali refraksi tanpa harus menanyakan bagaimana tambah
atau kurangnya kejelasan yang di periksa, dengan menggunakan alat-alat tertentu
yaitu retinoskop. Cara objektif ini dinilai keadaan refraksi mata dengan cara
mengamati gerakan bayangan cahaya dalam pupil yang dipantulkan kembali oleh
retina. Pada saat pemeriksaan retinoskop tanpa sikloplegik (untuk melumpuhkan
akomodasi), pasien harus menatap jauh.Mata kiri diperiksa dengan mata kiri, mata
kanan dengan mata kanan dan jangan terlalu jauh arahnya dengan poros visual
mata.Jarak pemeriksaan biasanya ½ meter dan dipakai sinar yang sejajar atau
sedikit divergen berkas cahayanya. Bila sinar yang terpantul dari mata dan tampak
di pupil bergerak searah dengan gerakan retinoskop, tambahkan lensa plus. Terus
tambah sampai tampak hampir diam atau hampir terbalik arahnya. Keadaan ini
dikatakan point of reversal (POR), sebaliknya bila terbalik tambahkan lensa minus
sampai diam. Nilai refraksi sama dengan nilai POR dikurangi dengan ekivalen
dioptri untuk jarak tersebut, misalnya untuk jarak ½ meter dikurangi 2 dioptri.
Cara pemeriksaan subyektif dan obyektif  biasanya dilakukan pada setiap
pasien. Cara ini sering dilakukan pada anak kecil dan pada orang yang tidak
kooperatif, cukup dengan pemeriksaan objektif.Untuk yang tidak terbiasa,
pemeriksaan subjektif saja pada umumnya bisa dilakukan.

f. Tatalaksana
Penatalaksanaan miopia adalah dengan mengusahakan sinar yang masuk
mata difokuskan tepat di retina. Penatalaksanaan miopia dapat dilakukan dengan
cara :
 Cara optic
1. Kacamata (Lensa Konkaf)
Koreksi miopia dengan kacamata, dapat dilakukan dengan
menggunakan lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang
melewati suatu lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata
mempunyai daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang
seperti pada miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa
sferis konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan
berkas cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan
dapat dimundurkan ke arah retina.
2. Lensa kontak
Lensa kontak dari kaca atau plastik diletakkan dipermukaan depan
kornea. Lensa ini tetap ditempatnya karena adanya lapisan tipis air mata
yang mengisi ruang antara lensa kontak dan permukaan depan mata. Sifat
khusus dari lensa kontak adalah menghilangkan hampir semua pembiasan
yang terjadi dipermukaan anterior kornea, penyebabnya adalah air mata
mempunyai indeks bias yang hampir sama dengan kornea sehingga
permukaan anterior kornea tidak lagi berperan penting sebagai dari susunan
optik mata. Sehingga permukaan anterior lensa kontaklah yang berperan
penting.
 Cara operasi : Ada beberapa cara, yaitu :
1. Insisi Radikal : Untuk membuat insisi radial yang dalam pada
pinggir kornea dan ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik.Pada
penyembuhan insisi ini terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral
sehingga menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk
miopi derajat ringan dan sedang.
Kelemahannya:
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi
trauma setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma
tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena
penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien Post
RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
2. Laser photorefractive keratektomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV) yang
bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK, PRK
bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.
Kelemahan PRK:
 Penyembuhan postoperatif yang lambat
 Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan
pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman
selama beberapa minggu.
 Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu penglihatan
 PRK lebih mahal dibanding RK
3. Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari
kornea anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma secara
langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser , akhirnya kornea
menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada kelainan miopi yang lebih
dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
 Umur lebih dari 20 tahun.
 Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
 Motivasi pasien
 Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis merupakan
kontraindikasi absolut LASIK
Keuntungan LASIK
 Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
 Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
 Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata karena
trauma
 Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
 Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
 LASIK jauh lebih mahal
 Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
 Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti flap
putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat irreguler.
4. Ekstraksi lensa jernih (Fucala's operation)
Dianjurkan untuk miopi -16 sampai -18D, terutama pada kasus
unilateral. Baru-baru ini, ekstraksi lensa yang jernih dengan implantasi IOL
dengan kekuatan yang sesuai direkomendasikan untuk mopia lebih dari 12D.
5. Phakic Intraocular Lens
Atau implantasi intraocular contact lens (ICL) juga dipertimbangkan
untuk koreksi miopia lebih dari 12 D. Pada teknik ini, IOL khusus
diimplantasi di COA atau di COP di anterior dari lensa asli.
6. Orthokeratology
Metode reversibel nonbedah dengan memakai lensa kontak rigid gas
permeabel saat malam. Metode ini dapat dipertimbangkan untuk koreksi
miopia hingga -5D dan dapat digunakan untuk pasien usia kurang dari 18
tahun.
g. Komplikasi
 Ablasio retina
Resiko untuk terjadinya ablasio retina pada 0D – (- 4,75)D sekitar
1/6662. Sedangkan pada (- 5) D – (-9,75) D resiko meningkat menjadi 1/1335.
Lebih dari (-10) D resiko ini menjadi 1/148. Dengan kata lain penambahan
faktor resiko pada miopia rendah tiga kali sedangkan miopia tinggi meningkat
menjadi 300 kali.
 Vitreal Liquefaction dan Detachment
Badan vitreus yang berada di antara lensa dan retina mengandung 98%
air dan 2% serat kolagen yang seiring pertumbuhan usia akan mencair secara
perlahan-lahan, namun proses ini akan meningkat pada penderita miopia tinggi.
Hal ini berhubungan dengan hilangnya struktur normal kolagen. Pada tahap
awal, penderita akan melihat bayangan-bayangan kecil (floaters). Pada keadaan
lanjut, dapat terjadi kolaps badan vitreus sehingga kehilangan kontak dengan
retina. Keadaan ini nantinya akan beresiko untuk terlepasnya retina dan
menyebabkan kerusakan retina. Vitreusdetachment pada miopia tinggi terjadi
karena luasnya volume yang harus diisi akibat memanjangnya bola mata.
 Miopic makulopaty
Dapat terjadi penipisan koroid dan retina serta hilangnya pembuluh darah
kapiler pada mata yang berakibat atrofi sel-sel retina sehingga lapang pandang
berkurang.Dapat juga terjadi perdarahan retina dan koroid yang bisa
menyebabkan kurangnya lapangan pandang.Miopia vaskular koroid/degenerasi
makular miopik juga merupakan konsekuensi dari degenerasi makular normal,
dan ini disebabkan oleh pembuluh darah yang abnormal yang tumbuh di bawah
sentral retina.
 Glaukoma
Resiko terjadinya glaukoma pada mata normal adalah 1,2%, pada miopia
sedang 4,2%, dan pada miopia tinggi 4,4%. Glaukoma pada miopia terjadi
dikarenakan stres akomodasi dan konvergensi serta kelainan struktur jaringan
ikat penyambung pada trabekula.
 Skotoma
Komplikasi timbul pada miopia derajat tinggi. Jika terjadi bercak atrofi
retina maka akan timbul skotoma (sering timbul jika daerah makula terkena dan
daerah penglihatan sentral menghilang). Vitreus yang telah mengalami
degenerasi dan mencair berkumpul di muscae volicantes sehingga
menimbulkan bayangan lebar diretina sangat menggangu pasien dan
menimbulkan kegelisahan. Bayangan tersebut cenderung berkembang secara
perlahan dan selama itu pasien tidak pernah menggunakan indera
penglihatannya dengan nyaman sampai akhirnya tidak ada fungsi penglihatan
yang tersisa atau sampai terjadi lesi makula berat atau ablasio retina.

2.2.2 HIPERMETROPIA8,13,14,15
a. Definisi
Hipermetropia adalah keadaan mata tidak berakomodasi yang
memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini disebabkan oleh
berkurangnya Panjang sumbu (hyperopia aksial), seperti yang terjadi pada
kelainan kongenital tertentu, atau menurunnya indeks refraksi (hyperopia
refraktif), seperti pada afakia. Penyebab utama hipermetropia adalah
panjangnya bola mata yang lebih pendek. Akibat bola mata yang lebih
pendek, bayangan benda akan difokuskan di belakang retina.

b. Etiologi
Hipermetropia dapat disebabkan:
 Hipermetropia aksial : Merupakan kelainan refraksi akibat bola mata
yang terlalu pendek
 Hipermetropia refraktif : Dimana daya pembiasan mata terlalu lemah
 Hipermetropia kurvatur : Dimana kelengkungan kornea atau lensa
kurang sehingga bayangan terfokus di belakang retina
 Hipermetropia indeks : Berkurangnya indeks bias akibat usia atau
sedang dalam pengobatan diabetes.
 Hipermetropia posisional : Posisi lensa yang posterior.
 Afakia
c. Klasifikasi
 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan gejala klinis
1. Hiperopia simpleks yang disebabkan oleh variasi biologi normal dalam
pertumbuhan bola mata, etiologinya bisa aksial atau kurvatur
2. Hiperopia patologik disebabkan kongenital atau didapat yang di luar
variasi biologi normal:
 Hipermetropia indeks
 Hipermetropia posisional

 Afakia

 Consecutive hypermetropia
3. Hiperopia fungsional disebabkan oleh paralisis dari proses akomodasi
seperti yang terlihat pada penderita dengan paralisis nervus III dan
oftalmoplegia internal.
 Klasifikasi hipermetropia berdasarkan derajat beratnya
1. Hiperopia ringan, kesalahan refraksi +2.00 D atau kurang
2. Hiperopia sedang, kesalahan refraksi antara +2.25 D hingga +5.00 D
3. Hiperopia berat, kesalahan refraksi +5.25 D atau lebih tinggi
 Klasifikasi berdasarkan status akomodasi mata
1. Hipermetropia Laten
 Sebagian dari keseluruhan dari kelainan refraksi mata hiperopia
yang dikoreksi secara lengkap oleh proses akomodasi mata
 Hanya bisa dideteksi dengan menggunakan sikloplegia
 Lebih muda seseorang yang hipermetropia, lebih laten hiperopia
yang dimilikinya
2. Hipermetropia Manifes
 Hipermetropia yang dideteksi lewat pemeriksaan refraksi rutin
tanpa menggunakan sikloplegia
 Bisa diukur derajatnya berdasarkan jumlah dioptri lensa positif
yang digunakan dalam pemeriksaan subjektif
 Terdiri dari
 Hiperopia Fakultatif
 Hipermetropia yang bisa diukur dan dikoreksi dengan
menggunakan lensa positif, tapi bisa juga dikoreksi oleh
proses akomodasi pasien tanpa menggunakan lensa
 Semua hiperopia laten adalah hipermetropia fakultatif
 Akan tetapi, pasien dengan hipermetropia laten akan
menolak pemakaian lensa positif karena akan
mengaburkan penglihatannya.
 Pasien dengan hipermetropia fakultatif bisa melihat dengan
jelas tanpa lensa positif tapi juga bisa melihat dengan jelas
dengan menggunakan lensa positif
 Hipermetropia Absolut
 Tidak bisa dikoreksi dengan proses akomodasi
 Penglihatan subnormal
 Penglihatan jarak jauh juga bisa menjadi kabur terutama
pada usia lanjut
 Hiperopia Total bisa dideteksi setelah proses akomodasi
diparalisis dengan agen sikloplegia.
d. Patofisiologi
Sinar cahaya dan partikel cahaya yang masuk ke mata terkonvergensi
pada titik di belakang retina sementara akomodasi dipertahankan dalam
keadaan relaksasi. Besarnya hyperopia ditentukan oleh kekuatan diopteric
dari lensa konvergen yang dibutuhkan untuk memajukan titik fokus cahaya
ke bidang retina
e. Gejala Klinis
 Gejala Subyektif
 Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermetropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
 Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan
kurang terang atau penerangan kurang
 Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan
mata yang lama dan membaca dekat
 Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama
bila melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas
pada jangka waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll
 Mata sensitif terhadap sinar

 Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia

 Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti


konvergensi yang berlebihan pula
 Gejala Obyektif
 Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari
otot–otot akomodasi di corpus ciliare.
 Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf
parasimpatik N III.
 Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya
kecil (miosis).
 Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari
mata. Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II
kelihatan merah, hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.
 Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga
dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.4
f. Diagnosis
Hipermetropia dapat ditegakkan melalui pemeriksaan refraksi baik
subjektif maupun objektif, dimana tajam penglihatan membaik dengan
pemberian koreksi lensa positif.
Standard utama untuk mendiagnosis hypermetropia secara subjektif
adalah menggunakan Snellen chart sedangkan secara objektif menggunakan
autorefraksi atau retinoskopi. Metode retinoskopi disarankan digunakan
pada bayi atau anak-anak.
g. Penatalaksanaan
 Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa dengan
memakai kaca mata. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk
membaiki hipermetropia dengan
 Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)

 Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)

 Photorefractive keratectomy (PRK)

 Conductive keratoplasty (CK)


 Lensa kontak.
 membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan refraktif
termasuk
h. Komplikasi
 Blefaritis atau chalazia
 Accommodative convergent squint
 Ambliopia
 Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup

2.2.3 ASTIGMATISMA12,16,17
a. Definisi
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur
kornea atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas
cahaya tidak difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk
kornea yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi
astigmat mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang
ringan.
b. Klasifikasi Astigmatisma4
 Astigmatisma Reguler
Merupakan astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan
bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian
ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan bentuk yang
teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Etiologi
 Corneal astigmatisme: Abnormalitas kelengkungan kornea.

 Lenticular astigmatisme. Jarang. Bisa akibat:


 Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa
 Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
 Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda
 Retinal – posisi macula yang oblik.
Klasifikasi
Astigmatisma dapat dikalsifikasikan berdasarkan orientasi dan posisi
relatif dari 2 garis fokus ini, yakni sebagai berikut:
 Simple Myopic Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di
depan retina dan yang lainnya berada di retina.
 Compound Myopic Astigmatism, yakni jika kedua garis fokus
berada di depan retina.
 Simple Hyperopic Astigmatism, jika satu garis fokus berada di
belakang retina dan yang lainnya berada di retina.
 Coumpound Hyperopic Astigmatism, jika kedua garis fokus berada
di belakang retina.
 Mixed Astigmatism, yakni jika satu garis fokus berada di depan
retina dan yang lainnya berada di belakang retina.
Gambar 13. Jenis astigmatisma
Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-
sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka
astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme
direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertikal,
dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias
yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih
sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim
sering pada orang tua.
 Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak
lurus. Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada
meridian yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada
keadaan ini daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang
bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma
dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan.
c. Gejala Klinis
 Memiringkan kepala untuk melihat
 Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat

 Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)

 Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat

 Sakit kepala

 Mata tegang dan pegal

 Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering


mengakibatkan ambliopia.
d. Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik.
Pasien akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada
pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi miopia atau
hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna
hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang
putih merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya
derajat astigmat.
Keadaan dari astigmatisma irregular pada kornea dapat dengan
mudah di temukan dengan melakukan observasi adanya distorsi bayangan
pada kornea. Cara ini dapat dilakukan dengan menggunakan Placido’s Disc
di depan mata. Bayangan yang terlihat melalui lubang di tengah piringan
akan tampak mengalami perubahan bentuk.
Karena sebagian besar astigmatisma disebabkan oleh kornea, maka
dengan mempergunakan keratometer, derajat astigmat dapat diketahui,
sehingga pada saat dikoreksi untuk mendapatkan tajam penglihatan terbaik
hanya dibutuhkan lensa sferis saja.11
Gambar 14. Kipas Astigmat

Gambar 15.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes


Plasido
e. Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman
penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada
astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau
pembedahan.
 Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif 
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder
positif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada
astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan
sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder positif
sumbu vertikal (90o +/- 20o).
Ada koreksi astigmatisma dengan hasil keratometri digunakan hukum
Jawal :
Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the
rule dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
dikurangi dengan 0,5 D.  
Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts
the rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
ditambah dengan 0,5 D.
 Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat
menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
 Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau
khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau
anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan  yang dapat dilakukan,
diantaranya :
 Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk
membentuk kurvatur kornea.
 Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah
kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua
sisi kornea.
 Radial keratotomy, insisi kecil dibuat  secara dalam dikornea.

2.2.4 PRESBIOPIA14,18
a. Definisi
Hilangnya daya akomodasi yang terjadi bersamaan dengan proses
penuaan pada semua orang. Dengan bertambahnya usia maka semakin kurang
kemampuan mata untuk melihat dekat. Presbiopia terjadi akibat lensa makin
keras, sehingga elastisitasnya berkurang. Demikian pula dengan otot
akomodasinya, daya kontraksinya berkurang sehingga tidak terdapat
pengenduran zonula Zinnii yang sempurna.
Presbiopi dikenal sebagai kondisi visual orang diatas usia 40 tahun,
dimana insiden tertinggi pada usia 42-44 tahun. Beberapa hal yang merupakan
faktor resiko presbiopi antara lain : usia (biasanya >40 tahun), hiperopia yang
tidak terkoreksi, pekerjaan yang membutuhkan penggunaan penglihatan jarak
dekat, trauma atau penyakit mata (kerusakan lensa, zonula atau otot siliar),
penyakit sistemik (diabetes melitus, kardiovaskular, insufisiensi vaskular,
miastenia gravis), obat-obatan (alkohol, diuretik, hidrochlorothiazide,
antidepresan), atau kurang nutrisi.
b. Etiologi
Penurunan kekuatan akomodasi dari lensa seiring meningkatnya usia
akibat dari perubahan degeneratif lensa (penurunan elastisitas kapsul lensa
atau peningkatan ukuran dan sklerosis progresif dari substansi lensa) dan
penurunan kekuatan m.siliaris seiring dengan peningkatan usia.
c. Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya
refraksi mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas
matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan
kehilangan elastisitasnya untuk menjadi cembung. Dengan demikian
kemampuan melihat dekat makin berkurang.
d. Klasifikasi
 Presbiopi Insipien
Merupakan tahap paling awal di mana penderita menunjukkan gejala
membaca cetak kecil membutuhkan usaha ekstra. Dari anamnesa didapati
pasien memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak
kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi
kaca mata baca.
 Presbiopi Fungsional
Amplitudo akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan
kelainan ketika diperiksa.
 Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional, dimana
proses akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
 Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
 Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan
oleh peningkatan diameter pupil.
e. Tanda dan gejala
 Ketidakmampuan membaca huruf kecil atau membedakan benda kecil yang
terletak berdekatan pada usia sekitar 44-46 tahun. Hal ini semakin buruk
pada cahaya temaram dan biasanya lebih nyata pada pagi hari atau saat
subjek lelah. Gejala meningkat sampai usia 55 tahun, menjadi stabil, tetapi
menetap.
 Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca karena tulisan tampak
kabur pada jarak baca yang biasa
 Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam
hari
 Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca

f. Penatalaksanaan
Presbiopi dikoreksi dengan menggunakan lensa plus untuk mengatasi
daya fokus otomatis lensa yang hilang. Pada pasien presbiopia ini diperlukan
kacamata baca atau adisi untuk membaca dekat yang berkekuatan tertentu,
biasanya :
Usia (tahun) Kekuatan Lensa Positif yang dibutuhkan

40 +1.00 D

45 +1.50 D

50 +2.00 D

55 +2.50 D

60 +3.00 D

Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi + 3,0 dioptri adalah
lensa positif terkuat yang dapat diberikan pada seseorang. Pada keadaan ini
mata tidak melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena
benda yang dibaca terletak pada titik api lensa + 3,0 dioptri sehingga sinar yang
keluar akan sejajar. Kekuatan lensa kacamata baca sering disesuaikan dengan
kebutuhannya. Seperti seorang ahli music yang membutuhkan jarak dekat 50
cm untuk membaca not-not sehingga dia membutuhkan kacamata dengan
kekuatan lensa yang lebih kecil.
Selain kaca mata untuk kelainan presbiopia saja, ada beberapa jenis
lensa lain yang digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang
ada bersamaan dengan presbiopia. Ini termasuk:
 Koreksi optik dengan lensa
 single vision lense
Merupakan pilihan yang tepat bagi beberapa pasien dengan
presbiopia. Indikasi untuk perawatan ini adalah pasien dengan
emmetropia, pasien dengan ametropia tingkat rendah (yang tidak
memerlukan koreksi jarak), pasien dengan miopi yag tidak terkoreksi.
 Bifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif. Dalam desain yang
khas, sebagian besar wilayah lensa berisi lensa koreksi jarak jauh
sedangkan koreksi penglihatan jarak dekat terbatas pada segmen yang
lebih kecil di bagian bawah lensa.
 Trifokal
Untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh pada orang
dengan presbiopi absolut atau yang masih berkembang.
 Koreksi dengan lensa kontak
 Kontak Bifokal : untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya
 Kontak Monovision : penggunakan lensa kontak monovision pada setiap
mata atau, bila tidak ada koreksi jarak jauh yang diperlukan, lensa hanya
digunakan pada satu mata. Untuk melihat jauh di mata dominan, dan
lensa kontak untuk melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang
dominan umumnya adalah mata yang digunakan untuk fokus pada
kamera untuk mengambil foto.

Rencana Penataksanaan komprehensif


Patient Centered Care
 Promotif
 Edukasi mengenai pentingnya menjaga kesehatan mata pada pasien dan
cara yang dapat dilakukan untuk menjaga kesehatan mata.
 Edukasi untuk mengkonsumsi makanan sehat dan gizi seimbang
 Preventif
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit, rencana terapi, komplikasi
dan prognosis dari penyakitnya
 Menjelaskan tentang pentingnya memakai kacamata yang sesuai dengan
koreksi dan menjelaskan tentang komplikasi yang akan terjadi bila tidak
memakai kacamata yang tidak sesuai dengan koreksi
 Edukasi pada pasien untuk membiasakan belajar/ membaca dengan posisi
duduk, jarak baca 30 cm dan menggunakan pencahayaan yang cukup.
 Edukasi Untuk mengurangi bermain game online di Handphone/laptop
 Ketika melakukan pembelajaran jarak jauh mengaplikasikan rule 20-20-20
yaitu mengistirahatkan mata selama 20 detik dengan melihat sesuatu yang
berjarak 20 feet (6 meter) setiap 20 menit dan memilih tempat melakukan
PJJ menghadap jendela atau pintu agar dapat melihat jauh ke luar.
 Kuratif
 Menggunakan kacamata dengan lensa sferis -0.5 pada kedua mata
 Rehabilitatif
 Menyarankan pasien untuk control minimal setiap 6 bulan sekali atau
ketika terdapat keluhan pada penglihatan

2.3 PENDEKATAN KEDOKTERAN KELUARGA19,20


Pelayanan dokter keluarga adalah pelayanan kedokteran yang menyeluruh yang
memusatkan pelayanan kepada keluarga sebagai suatu unit, dimana tanggung jawab
dokter terhadap pelayanan kesehatan tidak dibatasi oleh golongan umur atau jenis
kelamin pasien juga tidak oleh organ tubuh atau jenis penyakit tertentu.
Dokter keluarga adalah dokter yang mengutamakan penyediaan pelayanan
komprehensif bagi semua orang yang mencari pelayanan kedokteran, dan mengatur
pelayanan oleh provider lain bila diperlukan, tanpa adanya pembatasan usia, gender,
ataupun jenis penyakit. Dokter ini bertanggung jawab atas berlangsungnya pelayanan
yang komprehensif dan bersinambung bagi pasiennya
Prinsip-prinsip Kedokteran Keluarga adalah memberikan/ mewujudkan:
a. Pelayanan komprehensif dengan pendekatan holistik
b. Pelayanan yang kontinu
c. Pelayanan yang mengutamakan pencegahan
d. Pelayanan yang koordinatif dan kolaboratif
e. Penanganan personal bagi setiap pasien sebagai bagian integral dari
keluarganya
f. Pelayanan yang mempertimbangkan keluarga, lingkungan kerja, dan
lingkungan tempat tinggalnya
g. Pelayanan yang menjunjung tinggi etika dan hukum
h. Pelayanan yang sadar biaya
i. Pelayanan yang dapat diaudit dan dapat dipertangungjawabkan
Ciri-ciri pelayanan dokter keluarga
Dokter dan pelayanan kedokteran keluarga memiliki beberapa karakteristik
tersendiri .Ciri-ciri tersebut diuraikan oleh para ahli secara sederhana dapat
diuraikan sebagai berikut:
Menurut Ikatan Dokter Indonesia (1982)
IDI melalui Muktamat ke-19 yang dilaksanakan di Surakarta pada tahun
1982 telah pula merumuskan ciri-ciri pelayanan dokter keluarga, yaitu:
 Melayani penderita tidak hanya sebagai orang-perorang melainkan sebagai
anggota satu keluarga dan bahkan sebagai anggota masyarakat sekitarnya.
 Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan memberikan
perhatian kepada penderita secara lengkap dan sempurna, jauh melebihi
jumlah keseluruhan keluhan yang disampaikan.
 Mengutamakan pelayanan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan
seoptimal mungkin, mencegah timbulnya penyakit dan mengenal serta
mengobati penyakit sedini mungkin.
 Mengutamakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan ddan
berusaha memenuhi kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.
 Menyediakan dirinya sebagai tempat pelayanan kesehatan tingkat pertama
dan bertanggung jawab pada pelayanan kesehatan lanjutan.
Kompetensi Dokter Keluarga
Dokter keluarga harus mempunyai kompetensi khusus yang lebih dari pada
seorang lulusan fakultas kedokteran pada umumnya. Kompetensi khusus ini didapat
melalui program pelatihan dokter keluarga. Kompetensi tersebut antara lain:
 Menguasai dan mampu menerapkan konsep operasional kedokteran keluarga,
 Menguasai pengetahuan dan mampu menerapkan ketrampilan klinik dalam
pelayanan kedokteran keluarga,
 Menguasai ketrampilan berkomunikasi,
Seorang dokter keluarga diharapkan dapat menyelenggarakan hubungan
dokter- pasien yang profesional untuk:
 Secara efektif berkomunikasi dengan pasien dan semua anggota keluarga
dengan perhatian khusus terhadap peran dan risiko kesehatan keluarga,
 Secara efektif memanfaatkan kemampuan keluarga untuk berkerjasana
menyelesaikan masalah kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan dan
penyembuhan penyakit, serta pengawasan dan pemantauan risiko kesehatan
keluarga,
 Dapat bekerjasama secara profesional dan harmonis dalam satu tim pada
penyelenggaraan pelayanan kedokteran/kesehatan.
BAB 3

KESIMPULAN

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana

terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan bayangan

yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan atau di belakang

retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan

terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan

panjang sumbu bola mata.

Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi dengan

pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah serius jika tidak

cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan visus

sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum.


DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 3.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 72-82.

2. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 4.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2013. Hal 5-6.

3. Ilyas S. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2009. Hal 319–30.

4. Ilyas S.Ilmu Penyakit Mata. Edisi ke 4.


Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2013. Hal 9-10

5. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi


dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC. 2009.

6. Sherwood l. Human Physiology from


Cells to System. Ed. 7. Canada : Brooks/Cole. 2010. Page 198-9.

7. Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil.


Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI. Jakarta. 2011. Hal 34-6.

8. Vaughan, Asbury. Optik dan Refraksi


dalam Oftalmologi Umum. Ed. 17. Jakarta: EGC. 2009. Hal 382-4.

9. Amos JF. Optometric clinical practice


guideline care of patient with Myopia. America optometric Association. Reviewed
2008. P. 1-39.

10. Ilyas S. Kelainan Refraksi dan


Kacamata. edisi 2. Jakarta:Badan Penerbit FKUI;2006.

11. Boyd K, Duran BP. Nearsightedness :


What is Myopia? American Academy of Ophtalmology. 2016

12. Khurana AK. Comprehensive


Ophtalmology. Edisi ke 4. New Age International. New Delhi. Hal 19–39.
13. David AH. Optometric clinical practice
guideline care of patient with Hypermetropia. America optometric Association.
Reviewed 2008. P. 1-27

14. Ilyas S, Yulianti SR. Ilmu penyakit


mata, edisi 5. Jakarta:Badan PenerbitFKUI;2015.

15. Perhimpunan Dokter Spesialis Mata


Indonesia. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran. 2nd
Edition. Jakarta: Sagung Seto; 2010.

16. Langston, D.P; Manual of Ocular


Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p
344-346.

17. Sidarta I. Kelainan Refraksi dalam


Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Jakarta. 2007. Hal. 81-2

18. Mancil GL. Optometric clinical


practice guideline care of patient with Presbiopia. America optometric Association.
Reviewed 2010. P. 1-36

19. Alamsyah, A., Hevy, N,P., Rosita, R.,


Rakhmani, A, N. 2015. Kedokteran Keluarga:Prinsip dan Pendekatan

20. Anggraini, M. T., Novitasari, A.,


Setiawan, M. R. 2015. Buku Ajar KedokteranKeluarga. Semarang

Anda mungkin juga menyukai