Anda di halaman 1dari 17

Nama : afita

Npm. : 1420118119

Prodi. : keperawatan (ambon)

Semester : empat (IV) pagi

BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kesehatan reproduksi merupakan keadaan seksualitas yang sehat yang berhubungan dengan fungsi dan
proses sistem reproduksi. Seksualitas dalam hal ini berkaitan erat dengan anatomi dan fungsional alat
reproduksi atau alat kelamin manusia dan dampaknya bagi kehidupan fisik dan biologis manusia.
Termasuk dalam menjaga kesehatannya dari gangguan seperti Penyakit Menular Seksual (PMS) dan
Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) (Herbaleng dalam
Handayani, 2010).

PMS merupakan salah satu penyakit saluran reproduksi yang cara penularan utamanya adalah melalui
hubungan kelamin tetapi juga dapat ditularkan melalui transfiisi darah atau kontak langsung dengan
cairan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak selama kehamilan atau sesudah bayi lahir. PMS
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit (Pinem, 2009).

World Health Organization (WHO) dalam Widoyono (2008) memperkirakan angka kesakitan PMS di
dunia sebesar 250 juta orang setiap tahunnya. Penyakit sifilis merupakan salah satu penyakit menular
seksual (PMS) yang banyak terjadi pada laki-laki yang sering berganti - ganti pasangan. Sifilis atau yang
disebut dengan ‘raja singa’ disebabkan oleh sejenis bakteri yang bernama Treponema pallidum. Bakteri
yang berasal dari famili spirochaetaceae ini, memiliki ukuran yang sangatkecil dan dapat hidup hampir di
seluruh bagian tubuh. Spirochaeta penyebab sifilis dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain
melalui hubungan genito-genital (kelamin-kelamin) maupun oro-genital (seks oral). Infeksi ini juga dapat
ditularkan oleh seorang ibu kepada bayinya selama masa kehamilan namun tidak dapat ditularkan
melalui handuk, pegangan pintu atau tempat duduk WC.

Insiden sifilis telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, dilaporkan 53.000 kasus pada tahun 1996,
sedangkan pada tahun 1992 113.000 kasus. Namun, jumlah kasus sifilis primer dan sekunder meningkat
pada tahun 2000-2007. Pada tahun 2007, 11.466 kasus dilaporkan kepada US Centers for Disease
Control and Prevention.Sebagian besar dari peningkatan ini terjadi pada pria, terutama pada pria yang
berhubungan seks dengan pria lain. Keseluruhan kasus yang dilaporkan pada wanita menurun. Lebih
dari 80% kasus yang dilaporkan di selatan Amerika Serikat. Kecenderungan untuk kasus sifilis kongenital
terjadi penurunan selama sepuluh tahun terakhir. Di Indonesia kasus sifilis pada kelompok resiko tinggi
cenderung mengalami peningkatan 10% sedangkan kelompok resiko rendah meningkat 2% sifilis juga
merupakan faktor terjadinya infeksi HIV, sehingga peningkatan kasus sifilis dapat memungkinkan
terjadinya peningkatan kasus infeksi HIV/AIDS (Farida, 2002).

Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling umum. Diperkirakan bahwa satu dari
setiap lima remaja akan terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita lebih
rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Hal ini akan merusak penyakit alat kelamin atau anus baik
laki-laki dan perempuan yang terinfeksi.

Ini adalah penyakit menular yang disebabkan oleh penularan virus yang disebut Herpes Simplex Virus
(HSV). Virus ini akan ditularkan selama hubungan intim atau selama kontak antara kedua alat kelamin
pria dan wanita. Genital herpes membuktikan bahwa penyakit ini terutama mulut mempengaruhi organ
dan alat kelamin HSV 1 mempengaruhi bibir berupa lepuh dan luka dingin, sedangkan HSV 2 menginfeksi
alat kelamin manusia.

Namun pada abad modern seperti sekarang ini sudah ditemukan obat dari sifilis dan herpes sehingga
penderita sifilis dan herpes dapat berkurang secara signifikan, namun tidak hilang. Selama penderita
melakukan kontak langsung (seks) dengan pasangan-pasangannya sifilis tidak dapat dikatakan sudah
tertangani sepenuhnya. Dari pembahasan diatas maka penulis mencoba memberikan pemahaman lebih
mengenai konsep medis dan konsep keperawatan penyakit sifilis dan herpes mulai dari definisi, tanda
terkena penyakit (gejala), diagnosis, dan khususnya cara penularannya yaitu dengan kontak langsung.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana Pengertian Sifilis dan herpes?

2. Bagaimana Etiologi Sifilis dan herpes?

3. Bagaimana Patofisiologi Sifilis dan herpes?

4. Bagaimana Klasifikasi Sifilis dan herpes?

5. Bagaimana Gejala Klinis dan herpes?

6. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang dan herpes?

7. Bagaimana Penatalaksanaan Sifilis dan herpes?

8. Bagaimana Komplikasi Sifilis dan herpes ?


9. Bagaimana Penatalaksanaan Sifilis dan herpes?

10. Bagaimana Asuhan keperawatan pada pasien dengan Sifilis dan herpes ?

C. Manfaat

1. Memperoleh pengetahuan tentang konsep dari Asuhan Keperawatan penyakit sifilis dan herpes
2. Memperoleh pengetahuan dan dapat melakukan Asuhan Keperawatan penyakit sifilis dan
herpes.

BAB II

PEMBAHASAN

I. Konsep Dasar Sifilis

A. Konsep Medis

1. Definisi

Sifilis adalah penyakit infeksi yang disebabkan Treponema palllidum,sangat kronik dan bersifat sistemik.
Pada perjalanannya dapat menyerang hampir semua tubuh, dapat menyerupai banyak penyakit,
mempunyai masa laten, dan dapat ditularkan dari ibu ke janin. (Djuanda Adhi, 2010)

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum. Penyakit menular
seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. Penyakit ini sangat kronik, bersifat
sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai
masa laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.

2. Etiologi

Penyebab infeksi sifilis yaitu Treponema pallidum. Treponema pallidum merupakan salah satu bakteri
spirochaeta. Bakteri ini berbentuk spiral. Terdapat empat subspecies yang sudah ditemukan, yaitu
Treponema pallidum pallidum, Treponema pallidum pertenue, Treponema pallidum carateum, dan
Treponema pallidum endemicum. Treponema pallidum pallidum merupakan spirochaeta yang bersifat
motile yang umumnya menginfeksi melalui kontak seksual langsung, masuk ke dalam tubuh inang
melalui celah di antara sel epitel.

Treponema palidum yang termasuk ordo Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya spiral
panjang antara 6-15 um dan lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan. Gerakannya berupa rotasi
sepanjang aksis dan maju seperti gerakan pembuka botol membiak secara pembelahan melintang, pada
stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat dilakukan diluar badan.
Diluar badan kuman tersebut mudah mati sedangkan dalam darah untuk transfusi dapat hidup sampai
72 jam.

3. Manifestasi Klinis

Gejala biasanya mulai timbul dalam waktu 1-13 minggu setelah terinfeksi; rata-rata 3-4 minggu. Infeksi
bisa menetap selama bertahun-tahun dan jarang menyebabkan kerusakan jantung, kerusakan otak
maupun kematian. Infeksi oleh Treponema pallidum berkembang melalui 4 tahapan:

1) Fase Primer.

Terbentuk luka atau ulkus yang tidak nyeri (cangker) pada tempat yang terinfeksi; yang tersering
adalah pada penis, vulva atau vagina. Cangker juga bisa ditemukan di anus, rektum, bibir, lidah,
tenggorokan, leher rahim, jari-jari tangan atau bagian tubuh lainnya. Biasanya penderita hanya
memiliki1 ulkus, tetapi kadang-kadang terbentuk beberapa ulkus. Cangker berawal sebagai suatu daerah
penonjolan kecil yang dengan segera akan berubah menjadi suatu ulkus (luka terbuka), tanpa disertai
nyeri. Luka tersebut tidak mengeluarkan darah, tetapi jika digaruk akan mengeluarkan cairan jernih yang
sangat menular. Kelenjar getah bening terdekat biasanya akan membesar, juga tanpa disertai nyeri.

Luka tersebut hanya menyebabkan sedikit gejala sehingga seringkali tidak dihiraukan. Luka biasanya
membaik dalam waktu 3-12 minggu dan sesudahnya penderita tampak sehat secara keseluruhan.

2) Fase Sekunder.

Fase sekunder biasanya dimulai dengan suatu ruam kulit, yang muncul dalam waktu 6-12 minggu
setelah terinfeksi. Ruam ini bisa berlangsung hanya sebentar atau selama beberapa bulan. Meskipun
tidak diobati, ruam ini akan menghilang. Tetapi beberapa minggu atau bulan kemudian akan muncul
ruam yang baru.

Pada fase sekunder sering ditemukan luka di mulut. Sekitar 50% penderita memiliki pembesaran
kelenjar getah bening di seluruh tubuhnya dan sekitar 10% menderita peradangan mata. Peradangan
mata biasanya tidak menimbulkan gejala, tetapi kadang terjadi pembengkakan saraf mata sehingga
penglihatan menjadi kabur.
Sekitar 10% penderita mengalami peradangan pada tulang dan sendi yang disertai nyeri. Peradangan
ginjal bisa menyebabkan bocornya protein ke dalam air kemih. Peradangan hati bisa menyebabkan sakit
kuning (jaundice). Sejumlah kecil penderita mengalami peradangan pada selaput otak (meningitis sifilitik
akut), yang menyebabkan sakit kepala, kaku kuduk dan ketulian.

Di daerah perbatasan kulit dan selaput lendir serta di daerah kulit yang lembab, bisa terbentuk daerah
yang menonjol (kondiloma lata). Daerah ini sangat infeksius (menular) dan bisa kembali mendatar serta
berubah menjadi pink kusam atau abu-abu. Rambut mengalami kerontokan dengan pola tertentu,
sehingga pada kulit kepala tampak gambaran seperti digigit ngengat. Gejala lainnya adalah merasa tidak
enak badan (malaise), kehilangan nafsu makan, mual, lelah, demam dan anemia.

3) Fase Laten.

Setelah penderita sembuh dari fase sekunder, penyakit akan memasuki fase laten dimana tidak
nampak gejala sama sekali. Fase ini bisa berlangsung bertahun-tahun atau berpuluh-puluh tahun atau
bahkan sepanjang hidup penderita. Pada awal fase laten kadang luka yang infeksi kembali muncul .

4) Fase Tersier.

ada fase tersier penderita tidak lagi menularkan penyakitnya. Gejala bervariasi mulai ringan sampai
sangat parah. Gejala ini terbagi menjadi 3 kelompok utama :

a) Sifilis tersier jinak.

Pada saat ini jarang ditemukan. Benjolan yang disebut gumma muncul di berbagai organ; tumbuhnya
perlahan, menyembuh secara bertahap dan meninggalkan jaringan parut. Benjolan ini bisa ditemukan di
hampir semua bagian tubuh, tetapi yang paling sering adalah pada kaki dibawah lutut, batang tubuh
bagian atas, wajah dan kulit kepala. Tulang juga bisa terkena, menyebabkan nyeri menusuk yang sangat
dalam yang biasanya semakin memburuk di malam hari.

b) Sifilis kardiovaskuler.

Biasanya muncul 10-25 tahun setelah infeksi awal. Bisa terjadi aneurisma aorta atau kebocoran katup
aorta. Hal ini bisa menyebabkan nyeri dada, gagal jantung atau kematian.

c) Neurosifilis.

Sifilis pada sistem saraf terjadi pada sekitar 5% penderita yang tidak diobati. 3 jenis utama dari
neurosifilis adalah neurosifilis meningovaskuler, neurosifilis paretik dan neurosifilis tabetik.
Neurosifilis meningovaskuler., merupakan suatu bentuk meningitis kronis. Gejala yang terjadi
tergantung kepada bagian yang terkena, apakah otak saja atau otak dengan medulla spinalis:

Jika hanya otak yang terkena akan timbul sakit kepala, pusing, konsentrasi yang buruk, kelelahan dan
kurang tenaga, sulit tidur, kaku kuduk, pandangan kabur, kelainan mental, kejang, pembengkakan saraf
mata (papiledema), kelainan pupil, gangguan berbicara (afasia) dan kelumpuhan anggota gerak pada
separuh badan.

Jika menyerang otak dan medulla spinalis gejala berupa kesulitan dalam mengunyah, menelan dan
berbicara; kelemahan dan penciutan otot bahu dan lengan; kelumpuhan disertai kejang otot (paralisa
spastis); ketidakmampuan untuk mengosongkan kandung kemih dan peradangan sebagian dari medulla
spinalis yang menyebabkan hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih serta kelumpuhan
mendadak yang terjadi ketika otot dalam keadaan kendur (paralisa flasid)

Neurosifilis paretic, juga disebut kelumpuhan menyeluruh pada orang gila. Berawal secara bertahap
sebagai perubahan perilaku pada usia 40-50 tahun. Secara perlahan mereka mulai mengalami demensia.
Gejalanya berupa kejang, kesulitan dalam berbicara, kelumpuhan separuh badan yang bersifat
sementara, mudah tersinggung, kesulitan dalam berkonsentrasi, kehilangan ingatan, sakit kepala, sulit
tidur, lelah, letargi, kemunduran dalam kebersihan diri dan kebiasaan berpakaian, perubahan suasana
hati, lemah dan kurang tenaga, depresi, khayalan akan kebesaran dan penurunan persepsi.

Neurosifilis tabetic, disebut juga tabes dorsalis. Merupakan suatu penyakit medulla spinalis yang
progresif, yang timbul secara bertahap. Gejala awalnya berupa nyeri menusuk yang sangat hebat pada
tungkai yang hilang-timbul secara tidak teratur. Penderita berjalan dengan goyah, terutama dalam
keadaan gelap dan berjalan dengan kedua tungkai yang terpisah jauh, kadang sambil mengentakkan
kakinya. Penderita tidak dapat merasa ketika kandung kemihnya penuh sehingga pengendalian terhadap
kandung kemih hilang dan sering mengalami infeksi saluran kemih.

Bisa terjadi impotensi. Bibir, lidah, tangan dan seluruh tubuh penderita gemetaran. Tulisan tangannya
miring dan tidak terbaca. Sebagian besar penderita berperawakan kurus dengan wajah yang memelas.
Mereka mengalami kejang disertai nyeri di berbagai bagian tubuh, terutama lambung. Kejang lambung
bisa menyebabkan muntah. Kejang yang sama juga terjadi pada rektum, kandung kemih dan pita suara.
Rasa di kaki penderita berkurang, sehingga bisa terbentuk luka di telapak kakinya. Luka ini bisa
menembus sangat dalam dan pada akhirnya sampai ke tulang di bawahnya. Karena rasa nyeri sudah
hilang, maka sendi penderita bisa mengalami cedera.

· Sifilis kongenital (kelainan kongenital dini)

• Makulopapular pada kulit

• Retinitis
• Terdapat tonjolan kecil pada mukosa

• Hepatosplenomegali

• Ikterus

• Limfadenopati

• Osteokondrosis

• Kordioretinitis

• Kelainan pada iris mata

Kelainan kongenital terlambat (lanjut)

• Gigi hutchinnson

• Gambaran mulberry pada gigi molar

• Keratitis intertinal

• Retaldasi mental

• Hidrosefalus

4. Patofisologi

Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme dengan cepat
menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam beberapa jam. Kuman akan memasuki
limfatik dan darah dengan memberikan manifestasi infeksi sistemik. Pada tahap sekunder, SSP
merupakan target awal infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari pasien
memiliki temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF).

Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit ini akan menginvasi
meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan neurosifilis meningovaskuler. Kemudian
parenkim otak dan sumsum tulang belakang mengalami kerusakan sehingga terjadi kondiri
parenchymatous neurosifilis. Terlepas dari tahap penyakit dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis
menunjukkan tanda- tanda endotelialarteritis. Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan
spirochaeta dengan sel endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.

5. Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:

1) Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar 3 minggu
kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi pada alat kelamin, ekstragenital
seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan anus, misalnya pada penularan ekstrakoital.

2) Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia, nyeri pada tulang,
leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput lendir, dan limfadenitis yang
generalisata.

3) Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3 – 7 tahun setelah infeksi. Guma dapat timbul pada
semua jaringan dan organ, membentuknekrosis sentral juga ditemukan di organ dalam, yaitu lambung,
paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit (dapat berskuma), tidak nyeri.

6. Komplikasi

Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh. Sifilis juga meningkatkan
resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat
membantu mencegah kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang
telah terjadi.

a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat berkembang dari
kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan,
gummas biasanya akan hilang.

b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa masalah pada
nervous sistem, seperti:

1) Stroke

2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord (meningitis)

3) Koordinasi otot yang buruk

4) Numbness (mati rasa)

5) Paralysis

6) Deafness or visual problems

7) Personality changes

8) Dementia
c. Masalah kardiovaskular:

Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah
lainnya. Sifilis juga dapat menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.

d. Infeksi HIV

Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital lainnya mempunyai perkiraan
dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan,
ini menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah selama aktivitas seksual.

e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir

Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya melalui keguguran, atau
dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja. Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih
tinggi.

7. Pemeriksaan penunjang

Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau pemeriksaan
dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope). Pada kasus tidak bergejala
diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non protonema. Uji non protonema seperti
VenerealDisease Research Laboratory ( VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap
masuknya Treponema pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas
penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif (gagal pengobatan atau
reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis primer yaitu chancre harus dibedakan dari
berbagai penyakit yang ditularkan melalui hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale,
limfogranuloma venerium, verrucae acuminata, skabies, dan keganasan (kanker).

a) Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin, darah rutin)
pemeriksaan T Palidum

Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat bentuk dan pergerakannya
dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan dilakukan 3 hari berturut-turut jika pada hasil pada hari
1 dan 2 negatif sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam saal bila negative bukan selalu
berarti diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.

b) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :

· Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu kardiolopin yang
dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu test ini dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu
(RBS) atau Biologic Fase Positif (BFP). Contoh test non treponemal :

· Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer

· Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn, RPR (Rapid Plasma Reagin),
ART (Automated Reagin Test), dan RST (Reagin Screen Test).

· Tes treponemal: Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya dan
dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :

· Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)

· Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation Test)

· Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody Absorption Test), ada dua : IgM,
IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent treponemal Antibody – Absorption Double Staining)

· Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination Assay),19S IgM SPHA (Solid-
phase Hemabsorption Assay), HATTS (Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).

a) Pemeriksaan Yang Lain

Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi pada sifilis
kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat aneurisma aorta. Pada
neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan
protein total pada likuor serebrospinalis hanya menunjukan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf
pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3 sel/mm3, Jika limfosit
melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika
melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat peradangan:

· Imunologi

Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal, yang sebelumnya
telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya antibody. Terdapat dua antibody yang khas yaitu
terhadap T. Pallidum dan yang tidak khas yaitu yang ditujukan pada golongan antigen protein
Spirochaetales yang pathogen

8. Penatalaksanaan

1) Penatalaksanaan Medis
Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin
4×500 mg/hr, atau eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15 hari
bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan bagi ibu hamil, efektifitas
meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan
tetrasiklin hanya 60-80%. Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr
selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin dapat digunakan untuk S I dan
S II.

1) Sifilis primer dan sekunder

a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan diberikan 1 x seminggu

b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM sehari selama 10 hari.

c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit, diberikan 2,4 juta
unit/kali sebanyak dua kali seminggu.

2) Sifilis laten

a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit

b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000 unit sehari).

c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali,
dua kali seminggu).

3) Sifilis III

a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit

b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000 unit)

c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit (diberikan 1,2 juta unit/kali,
dua kali seminggu)

4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:

a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.

5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:

a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari

b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.

Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak.
a. Penatalaksanaan Keperawatan

Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai berikut:

1) Bahaya PMS dan komplikain

2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan

3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya

4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak dapat dihindarkan
lagi.

5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin

6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

b. Program Diet

1) Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.

2) Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.

3) Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.

4) Sayuran dan buah-buah untuk jus.

5) Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau kedelai).

6) Hindari makanan di awetkan atau beragi.

7) Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.

8) Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran pencernaan.

9) Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.

10) Hindari rokok, kafein dan alcohol.

B. Konsep Keperawatan

1. Pengkajian

a. Identitas

Sifilis bisa menyerang pada semua usia dan jenis kelamin.

b. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.

c. Riwayat Penyakit Sekarang

Biasanya klien mengeluh demam, anoreksia dan terdapat lesi pada kulit.

d. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat adanya penyakit sifilis pada anggota keluarga lainnya sangat menentukan.

e. Pengkajian Persistem

· Sistem integument, Kulit biasanya terdapat lesi. Berupa papula, makula, postula.

· Kepala biasanya terdapat nyeri kepala

- Mata pada sifilis kongenital terdapat kelainan pada mata (keratitis inter stisial).

- Hidung, pada stadium III dapat merusak tulang rawan pada hidung dan palatum.

- Telinga, pada sifilis kengenital dapat menyebabkan ketulian.

- Mulut : Pada sifilis kongenital, gigi hutchinson (incisivus I atas kanan dan kiri bentuknya seperti
obeng).

- Leher, pada stadium II biasanya terdapat nyeri leher.

· Sistem kardiovaskuler, kemungkinan adanya hipertensi, arteriosklerosis dan penyakit jantung


reumatik sebelumnya.

· Sistem penceranaan, biasanya terjadi anorexia pada stadium II.

· Sistem musculoskeletal, pada neurosifilis terjadi athaxia.

· Sistem Neurologis, biasanya terjadi parathesia.

· Sistem perkemihan, biasanya terjadi gangguan pada system perkemihan.

· Sistem Reproduksi, biasanya terjadi impotensi.

Diagnose Keperawatan yang lazim muncul

1. Hipertermi berhubungan dengan sepsis

2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (infeksi)

3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan diagnose sifilis


4. Disfungsi seksual berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh

5. Risiko infeksi berhubungan dengan kurang pengetahuan untuk menghindari pemajanan pathogen

Intervensi keperawatan

NO

DIAGNOSA

1 Hipertermi berhubungan dengan sepsis.

Batasan karakteristik :

a. Kulit terasa hangat

b. Takikardi

c. Suhu tubuh diatas normal

Noc

a. Tanda-tanda vital

b. Keparahan infeksi

Kriteria hasil :

a. Tanda-tanda vital dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 1 (deviasi berat dari
kisaran normal) ditingkatkan ke skala 4 (deviasi ringan dari kisaran normal)

b. Keparahan infeksi dengan skala target outcome dipertahankan pada skala 1 ditingkatkan ke skala 4

Nic

Intervnsi :

1. Perawatan demam

a. Pantau suhu dan tanda-tanda vital lainnya

b. Monitor warna kulit dan suhu


c. Monitor asupan dan keluaran , sadari perubahaan kehilangaan cairan yang tak dirasakan

d. Beri obat atau cairan IV

e. Tingkatkan sirkulasi udara

Implementasi Keperawatan

Implementasi keperawatan adalah tahap pelaksanaan yang dimulai setelah rencana tidankan disusun
untuk membantu klien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana tindakan yang
spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien.

5. Evaluasi

Perencanaan evaluasi memuat kriteria keberhasilan proses dan keberhasilan tindakan keperawatan,
keberhasilan proses dapat dilihat dengan jalan membandingkan antara proses dengan pedoman atau
rencana proses tersebut. Sedangkan keberhasilan tindakan dapat dilihat dengan membandingkan antara
tingkat kemandirian pasien dan tingkat kemajuan kesehatan pasien dengan tujuan yang telah
dirumuskan sebelumnya.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

PMS merupakan salah satu penyakit saluran reproduksi yang cara penularan utamanya adalah melalui
hubungan kelamin tetapi juga dapat ditularkan melalui transfiisi darah atau kontak langsung dengan
cairan darah atau produk darah, dan dari ibu ke anak selama kehamilan atau sesudah bayi lahir. PMS
dapat disebabkan oleh bakteri, jamur, virus dan parasit (Pinem, 2009).

Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.Penyakit menular
seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual. penyakit ini sangat kronik,bersifat
sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh dapat menyerupai banyak penyakit.mempunyai masa
laten dan dapat ditularkan dari ibu ke janin.

Herpes adalah salah satu penyakit menular seksual yang paling umum. Diperkirakan bahwa satu dari
setiap lima remaja akan terinfeksi oleh penyakit ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa wanita lebih
rentan untuk tertular infeksi ini daripada pria. Hal ini akan merusak penyakit alat kelamin atau anus baik
laki-laki dan perempuan yang terinfeksi.

B. Saran

1. Memberikan edukasi yang jelas kepada pasien tentang penyakitnya untuk mencegah penularan
dan mempercepat penyembuhan.

2. Penatalaksanaan yang efektif dan efisien pada pasien untuk mendapatkan hasil yang maksimal
dan mencegah terjadinya komplikasi.
DAFTAR PUSTAKA

Amin Huda, Hardi Kusuma, 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Nanda Nic-Noc. Edisi Revisi Jilid 3.
Penerbit : Mediaction Jogja

Bulechek G.M, Butcher H.K, Dochterman J.M, Wagner C.M. 2013. Nursing Interventions Classification
(NIC). Singapura: Elsevier Inc.

Herdman H.T (Eds), Kamitsuru S (Eds). 2015. NANDA Interntional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &
Klasifikasi 2015-2017. Edisi 10. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran

Moorhead S, Johnson M, Maas M.L, Swanson E. 2013. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Singapura: Elsevier Inc.

http://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/255

Anda mungkin juga menyukai