Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Pembimbing Akademik:
Masta Hutasoit, M. Kep., Ns
DISUSUN OLEH :
I. DEFINISI
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang
umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, Arif, et al, 2000).
Sedangkan menurut Linda Juall C. dalam buku Nursing Care Plans and
Documentation menyebutkan bahwa Fraktur adalah rusaknya
kontinuitas tulang yang disebabkan tekanan eksternal yang datang lebih
besar dari yang dapat diserap oleh tulang. Pernyataan ini sama yang
diterangkan dalam buku Luckman and Sorensen’s Medical Surgical
Nursing Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang
(Price 1985). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang atau tulang
rawan (Purnawan junadi 1982).
IV. ETIOLOGI
1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di
tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya
benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).
2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh
dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada
pegelangan tangan.
3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang
itu sendiri rapuh/ ada “underlying disesase” dan hal ini disebut
dengan fraktur patologis.
V. PATOFISIOLOGI
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan
gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat
diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, Lynda Juall,
1995). Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta
saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus
tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera
berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami
nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai
denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel
darah putih. Kejadian inilah yang merupakan dasar dari proses
penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, et al, 1993)
X. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
A. Pemeriksaan Radiologi
1. X-Ray
Sebagai penunjang, pemeriksaan yang penting adalah
“pencitraan” menggunakan sinar rontgen (x-ray). Untuk
mendapatkan gambaran 3 dimensi keadaan dan kedudukan
tulang yang sulit, maka diperlukan 2 proyeksi yaitu AP atau PA
dan lateral. Dalam keadaan tertentu diperlukan proyeksi
tambahan (khusus) ada indikasi untuk memperlihatkan pathologi
yang dicari karena adanya superposisi. Perlu disadari bahwa
permintaan x-ray harus atas dasar indikasi kegunaan
pemeriksaan penunjang dan hasilnya dibaca sesuai dengan
permintaan. Hal yang harus dibaca pada x-ray: Bayangan
jaringan lunak. Tipis tebalnya korteks sebagai akibat reaksi
periosteum atau biomekanik atau juga rotasi. Trobukulasi ada
tidaknya rare fraction. Sela sendi serta bentuknya arsitektur
sendi.
2. Tomografi: menggambarkan tidak satu struktur saja tapi
struktur yang lain tertutup yang sulit divisualisasi. Pada kasus ini
ditemukan kerusakan struktur yang kompleks dimana tidak pada
satu struktur saja tapi pada struktur lain juga mengalaminya.
3. Myelografi: menggambarkan cabang-cabang saraf spinal dan
pembuluh darah di ruang tulang vertebrae yang mengalami
kerusakan akibat trauma.
4. Arthrografi: menggambarkan jaringan-jaringan ikat yang
rusak karena ruda paksa.
5. Computed Tomografi-Scanning: menggambarkan potongan
secara transversal dari tulang dimana didapatkan suatu struktur
tulang yang rusak.
B. Pemeriksaan Laboratorium
1. Kalsium Serum dan Fosfor Serum meningkat pada
tahap penyembuhan tulang.
2. Alkalin Fosfat meningkat pada kerusakan tulang
dan menunjukkan kegiatan osteoblastik dalam membentuk
tulang.
3. Enzim otot seperti Kreatinin Kinase, Laktat
Dehidrogenase (LDH-5), Aspartat Amino Transferase (AST),
Aldolase yang meningkat pada tahap penyembuhan tulang.
C. Pemeriksaan lain-lain
1. Pemeriksaan mikroorganisme kultur dan test
sensitivitas: didapatkan mikroorganisme penyebab infeksi.
2. Biopsi tulang dan otot: pada intinya pemeriksaan ini
sama dengan pemeriksaan diatas tapi lebih dindikasikan bila
terjadi infeksi.
3. Elektromyografi: terdapat kerusakan konduksi saraf
yang diakibatkan fraktur.
4. Arthroscopy: didapatkan jaringan ikat yang rusak
atau sobek karena trauma yang berlebihan.
5. Indium Imaging: pada pemeriksaan ini didapatkan
adanya infeksi pada tulang.
6. MRI: menggambarkan semua kerusakan akibat
fraktur.
XI. PENATALAKSANAAN
Prinsip penatalaksaanannya pada fraktur ada dua jenis yaitu konservatif
dan operatif. Kriteria untuk menentukan pengobatan dapat dilakukan
secara konservatif atau operatif selamanya tidak absolut.
Sebagai pedoman dapat di kemukakan sebagai berikut:
A.Cara konservatif:
1. Anak-anak dan remaja, dimana masih ada pertumbuhan tulang
panjang.
2. Adanya infeksi atau diperkirakan dapat terjadi infeksi.
3. Jenis fraktur tidak cocok untuk pemasangan fiksasi internal.
4. Ada kontraindikasi untuk di lakukan operasi.
Pengobatan konservatif dapat dilakukan dengan:
- Pemasangan Gips.
- Pemasangan traksi (skin traksi dan skeletal traksi). Beban
maksimal untuk skin traksi adalah 5 Kg.
B. Cara operatif di lakukan apabila:
1. Bila reposisi mengalami kegagalan.
2. Pada orang tua dan lemah (imobilisasi akibat yang lebih
buruk).
3. Fraktur multipel pada ekstrimitas bawah.
4. Fraktur patologik.
5. Penderita yang memerluka imobilisasi cepat.
Pengobatan operatif:
- Reposisi.
- Fiksasi.
Atau yang lazim di sebut juga dengan tindakan ORIF (“Open
Reduction Internal Fixation”)
Pada prinsipnya penangganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi
dan pengembalian fungsi dan kekuatan normal dengan rehabilitasi.
- Reduksi fraktur berarti mengembalikan fragmen tulangpada
kesejajarannya dan rotasi anatomis. Metode dalam reduksi
adalah reduksi tertutup, traksi dan reduksi terbuka, yang masing-
masing di pilih bergantung sifat fraktur
Reduksi tertutup dilakukan untuk mengembalikan fragmen
tulang ke posisinya (ujung-ujung saling behubungan) dengan
manipulasi dan traksi manual.
Traksi, dapat digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan
imobilisasi. Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot
yang terjadi.
Reduksi terbuka , dengan pendekatan pembedahan, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi internal dalam bentuk pin, kawat,
sekrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk
mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang solid terjadi.
- Imobilisai fraktur, setelah fraktur di reduksi fragmen tulang
harus di imobilisasi atau di pertahankan dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Immobilisasi
dapat dilakukan dengan fiksasi eksternal atau inernal. Fiksasi
eksternal meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinui, pin
dan teknik gips atau fiksator eksternal. Fiksasi internal dapat
dilakukan implan logam yang berperan sebagai bidai interna
untuk mengimobilisasi fraktur. Pada fraktur femur imobilisasi di
butuhkan sesuai lokasi fraktur yaitu intrakapsuler 24 minggu,
intra trokhanterik 10-12 minggu, batang 18 minggu dan supra
kondiler 12-15 minggu.
- Mempertahankan dan mengembalikan fungsi, segala upaya
diarahkan pada penyembuhan tulang dan jaringan lunak, yaitu ;
Mempertahankan reduksi dan imobilisasi
Meninggikan untuk meminimalkan
pembengkakan
Memantau status neurologi.
Mengontrol kecemasan dan nyeri
Latihan isometrik dan setting otot
Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-
hari
Kembali keaktivitas secara bertahap.
XIII. Perencanaan
Diagnosa NOC/Tujua NIC/Intervensi Rasional
Keperawatan n
Nyeri akut b/d Setelah
Pain manajemen
agent injury dilakukan Manajemen nyeri
fisik (fraktur) tindakan - Kaji kondisi yang diberikan
perawatan nyeri diharapkan
selama 2 x - Observasi menekan
24 jam nyeri respon non stimulus/rangsang
NOC : kkomunikasi
-Tingkatkan teraupetik
nyeri, - Evaluasi
kontrol pengalaman
tingkat - Kontrol
kenyamanan lingkungan.
-Efek - Meminimalkan
Clien nyeri
dilakukan memperhatikan
tindakan aturan
perawatan pengobatan.
selama 1 x
Penkes proses
24 jam cidera
penyakit
dapat
- Kaji tingkat
dihindari
Pengetahuan
dengan
pasien tentang
Kurang kriteria: Fraktur
perawatan diri NOC : - Jelaskan Bantuan perawatan
b/d kerusakan Status patofisiologi diri dapat
muskuloskelet keselamatan fraktur membantu klien
al Injuri fisik - Jelaskan tanda, dalam beraktivitas
Client gejala dan dan melatih pasien
outcome : diskusikan untuk beraktivitas
- Bebas terapi yang kembali.
dari cidera diberikan.
- Pence
gahan
Manajemen
Cidera
Lingkungan
- Batasi
pengunjung
Setelah - Pertahankan
dilakukan kebersihan
24 jam nyaman
terjadi Memberikan
dengan Klien:
Client meningkatkan
Client - Pertahankan
outcome: kebersihan
- bebas lingkungan
Pencegahan
infeksi
Setelah
dilakukan - Monitor tanda
tindakan infeksi
selama 5 x Lab.
ditingkatkan infeksi
dengan
Monitor vital sign
kriteria:
NOC : Terapi ambulasi
- Ambulasi - Konsultasi
: dengan terapi
- Tingkat untuk
mobilisasi perencanaan
- Perawtan ambulasi
diri - Latih pasien
Client ROM sesuai
outcome : kemampuan
-Peningkatan - Ajarkan pasien
aktivitas berpindah
fisik tempat
- Monitor
kemampuan
ambulasi pasien
Pendidikan
kesehatan
- Jelaskan pada
pasien
pentingnya
ambulasi dini
- Jelaskan pada
pasien tahap
ambulasi
DAFTAR PUSTAKA
Apley, A. Graham , Buku Ajar Ortopedi dan Fraktur Sistem Apley, Widya
Medika, Jakarta, 1995.