Anda di halaman 1dari 3

Rasisme adalah suatu sistem kepercayaan atau doktrin yang menyatakan bahwa

perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau
individu. Di mana suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur ras
yang lainnya. Rasisme adalah paham bahwa ras diri sendiri adalah ras yang paling unggul.
Rasisme adalah paham diskriminasi suku, agama, ras, adat (SARA), golongan, ataupun ciri-
ciri fisik umum (biologis) untuk tujuan tertentu.
Rasisme berkembang pesat di suatu negara seiring berkembangnya teknologi dan
perdagangan yang mengakibatkan berkembangnya tingkat kemajemukan dalam negara
tersebut. Mitos mengenai ras unggul dan ras kelas bawah adalah faktor penyebab semakin
peliknya masalah rasisme yang terjadi di lapangan.

Latar belakang Donald Trump menang sebagai berikut :

1. Gelombang Putih

Donald Trump mendapat suara banyak di Negara Bagian Ohio, Florida, dan North
Carolina. Karena Kelas pekerja kulit putih, terutama yang tidak mengenyam pendidikan
universitas, laki-laki dan perempuan, beramai-ramai meninggalkan Demokrat dan
memilih calon Republik. Mereka yang tinggal di pedesaan menggunakan suara, antara
lain dengan tujuan suara mereka didengar. Mereka inilah yang selama ini merasa
ditinggal oleh kalangan mapan.
2. Antipeluru

Trump mengejek politikus dan veteran perang John McCain, adu mulut dengan
Fox News dan pembawa acaranya, Megyn Kelly. Mengejek peserta ratu kecantikan dan
setengah hati saat meminta maaf dalam kasus video yang menunjukkan ia sangat
merendahkan perempuan.
Tapi semua itu tak berdampak buruk bagi Trump. Begitu juga dengan jajak pendapat
sebelum pemilihan. Tetapi juga berbagai kontorvesi yang terus menerus public juga tidak
punya waktu
3. Status orang luar

Trump tak hanya harus bertarung dengan calon Demokrat, tapi juga dengan para
tokoh Republik, yang satu per satu meninggalkannya. Dan ia menang. Para pesaing di
kubu Republik seperti Marco Rubio, Ted Cruz, Chris Christie, Ben Carson, bertekuk
lutut. Bisa jadi, ia naik dan populer karena berani 'melawan' tokoh-tokoh mapan
Republik.
4. Faktor Comey

Pada saat tidak meyakinkan bahwa Donald Trump akan menang, direktur FBI
James Comey, mengeluarkan surat berisi keputusan FBI untuk membuka lagi kasus
penggunaan email pribadi dalam korespondensi Clinton sebagai menteri luar negeri.

Pendapat itu ketat, tapi langkah FBI memberi nafas bagi Trump untuk melakukan
konsolidasi, di sisi lain bagi kubu Clinton, surat Comey menyulitkan kampanye mereka
yang memasuki tahap akhir.

5. Percaya dengan insting

Kampanye Trump jelas bukan kampanye biasa. Ia tak terlalu tergantung dengan
jajak pendapat dan lebih memilih terjun langsung ke lapangan dengan mengunjungi para
pemilih di Wisconsin dan Michigan, yang dikatakan para analis tak mungkin
dimenangkan oleh Republik.

Ia tak mengetok pintu warga, ia lebih suka menggelar rapat-rapat akbar seraya mengirim
pesan agar warga menggunakan hak suara. Sebenarnya kampanye kalah rapi dengan tim
Clinton tetapi Trump tidak peduli.

II. Silahkan pilih satu negara saja dengan latar belakang naiknya rasisme di negara tersebut
dan bandingkan dengan potensi yang ada di Indonesia

 Di Luar Negeri

Di Amerika kasus rasisme sangat tinggi salah satunya dengan adanya pengasingan warna
kulit hitam. Adanya kasus pembunuhan George Floyd telah memercikkan gerakan protes anti-
rasisme yang kini telah mengambil karakter insureksioner. George Floyd meninggal dengan cara
yang tidak wajar, yaitu leher George Floyd ditindih oleh Chauvin (seorang kepolisian berkulit
putih) selama hampir 9 menit. Inilah yang membangkitkan krisis berupa aksi unjuk rasa di
ratusan kota AS, karena menurut mereka (bekulit hitam) kegeraman dalam sukma yang sudah
meluap dan tidak tertanggungkan lagi. Gerakan protes ini sudah bukan hanya mengenai rasisme
terhadap kaum kulit hitam saja, tetapi telah menjelma menjadi kecaman terhadap ketidakadilan
dalam tatanan yang ada, telah menjadi kanal ketidakpuasan massa luas terhadap penindasan,
eksploitasi, kemiskinan, dan kesengsaraan di bawah kapitalisme. Rasisme adalah bagian integral
yang tak terpisahkan dari kapitalisme, terutama kapitalisme AS. Maka dari itu, kecaman terhadap
rasisme secara tak terelakkan – cepat atau lambat, dengan satu cara atau lainnya – menjadi
kecaman terhadap kapitalisme. Walaupun luapan amarah ini belum menemukan ekspresi
politiknya yang jernih serta program yang jelas, tetapi kita sudah bisa melihat anasir-anasirnya.

 Di Indonesia

Di Indonesia sendiri rasisme juga terjadi pada mereka yang memiliki kulit hitam. Khususnya
untuk orang-orang yang berasal dari, Papua, Timika, Flores dll. Orang West Papua yang pertama
merasakan ini adalah orang tua, pelajar asal West Papua yang sekolah di pulau Jawa, Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, NTB dan lainnya. Di sekolah, kampus, jalanan, kantor,
dan kompleks asrama,  kontrakan, kos-kosan dan lainnya sering disamakan (dengan ujaran)
seperti ‘kera, monyet atau disimbolkan dengan pisang dan lain sebagainya. Mereka sangat
dipandang rendah oleh orang-orang yang berasal dari non-papua. Kemudian nampak pula dalam
liga sepakbola di Indonesia. Klub-klub asal West Papua, seperti Persipura, Persiwa, Perseman,
Persiraja dan lainnya banyak sekali mendapatkan ujaran rasis di lapangan hingga di tempat
akomodasi. Media masa milik kolonial Indonesia, sering menampilkan gambar atau menulis
berita dengan sarat diskriminasi rasial. Hal ini sudah terjadi selama bertahun-tahun lamanya.
Diskriminasi rasial juga berakar pada sistem politik aneksasi. Sampai kapan pun
diskriminasi rasial kolonial Indonesia terhadap orang West Papua tidak akan pernah hilang.
Selama orang West Papua menjadi budak atau dijakan budak kolonial Indonesia, selama itu juga
mereka akan mengalami diskriminasi rasial. Bakal itu telah, sedang dan akan berlaku di segala
sektor sepanjang kolonial Indonesia menjadi penguasa tunggal di tanah koloni modern itu.
Kedepan orang West Papua juga harus menyepakati hari rasisme. Setiap tahun harus peringati.
Saya usul 17 Agustus ditetapkan sebagai Hari Rasisme Orang West Papua.

Anda mungkin juga menyukai