Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien berkewajiban untuk


mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional yang penting. Hal
ini mencakup seluruh area baik manajerial maupun fungsional, termasuk area pelayanan, tempat
pelayanan, juga area klinis. Rumah sakit perlu menjamin berjalannya sistim untuk
mengendalikan dan mengurangi risiko. Manajemen risiko berhubungan erat dengan pelaksanaan
keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak kepada pencapaian sasaran mutu rumah sakit.
Ketiganya berkaitan erat dalam suatu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011).

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa peran Manajemen resiko dalam keselamatan pasien?

2. Mengapa manajemen resiko itu penting?

3. Bagaimana proses manajemennya resiko?

4. Bagaimana hirarki pengendalian resiko?

5. Bagaimana manajemen resiko K3 didalam gedung?

1
6. Bagaimana manajemen resiko K3 diluar

gedung?

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Peran manajement risiko dalam keselamatan pasien

Manajemen Risiko K3 adalah suatu upaya mengelola risiko untuk mencegah terjadinya
kecelakaan yang tidak diinginkan secara komprehensif, terencana dan terstruktur dalam suatu
kesisteman yang baik. Sehingga memungkinkan manajemen untuk meningkatkan hasil dengan
cara mengidentifikasi dan menganalisis risiko yang ada. Pendekatan manajemen risiko yang
terstruktur dapat meningkatkan perbaikan berkelanjutan.

Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan


menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya.
Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk
mengurangi risiko cedera dan kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan
organisasinya sendiri (The Joint Commission on Accreditation of Healthcare
Organizations/JCAHO).

Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan


cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi akan membantu langkah-langkah
yang akan diambil manajemen terhadap risiko tersebut

Adapun manfaat dalam menerapkan manajemen resiko K3, yaitu :


a. Menjamin kelangsungan usaha dengan mengurangi risiko dari setiap kegiatan yang
mengandung bahaya.
b. Menekan biaya untuk penanggulangan kejadian yang tidak diinginkan
c. Menimbulkan rasa aman dikalangan pemegang saham mengenai kelangsungan dan
keamanan investasinya
d. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran mengenai risiko operasi bagi setiap unsur
dalam organisasi/ perusahaan
e. Memenuhi persyaratan perundangan yang berlaku (Ramli, Soehatman.“Pedoman Praktis

3
Manajemen Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 4”. Jakarta :
PT.Dian Rakyat. 2010)

2.2 Pentingnya manajement risiko

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011).

Risiko adalah “peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh
negatif terhadap perusahaan.” (ERM) Pengaruhnya dapat berdampak terhadap kondisi :

 Sumber Daya (human and capital)


 Produk dan jasa , atau
 Pelanggan,
 Dapat juga berdampak eksternal terhadap masyarakat,pasar atau lingkungan.

Risiko adalah “fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari suatu kejadian yang tidak
diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari kejadian tersebut.

Risk = Probability (of the event) X Consequence

Risiko di Rumah Sakit:


 Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan
pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif.
 Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak terhadap
tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi.

Kategori risiko di rumah sakit ( Categories of Risk ) :


 Patient care care-related risks

4
 Medical staff staff-related risks
 Employee Employee-related risks
 Property Property-related risks
 Financial risks
 Other risks

Adapun pentingnya dari manajemen resiko ini dapat kita lihat dari tujuan dalam menerapkan
manajemen resiko K3 itu, yaitu :
a. Meminimalkan kemungkinan kejadian yang memiliki konsekuensi negatif bagi
konsumen / pasien, staf dan organisasi.
b. Meminimalkan risiko kematian, cedera dan / atau penyakit bagi konsumen / pasien,
karyawan dan orang lain sebagai akibat dari pelayanan yang diberikan.
c. Meningkatkan hasil asuhan pasien.
d. Mengelola sumber daya secara efektif.
e. Mendukung kepatuhan terhadap regulasi / peraturan Perundang-undangan dan
memastikan kelangsungan dan pengembangan organisasi.

5
2.3 Proses manajement risiko

Dalam menerapkan Manajemen Risiko K3, ada beberapa tahapan / langkah yang perlu
dilakukan, yaitu keseluruhan proses mengenai identifikasi bahaya (hazards identification),
penilaian risiko (risk assessment), dan menentukan pengendaliannya (risk control) (Ramli,
2010). Hal ini bertujuan agar proses manajemen risiko k3 dapat berjalan dengan tepat dan
sesuai. Tahapan yang perlu dilakukan dalam menerapkan manajemen risiko k3 adalah :
1. Menentukan Konteks

Dalam menentukan konteks dilakukan dengan cara melihat visi misi perusahaan, ruang
lingkup bisnis perusahaan mulai dari proses kerja awal sampai akhir. Hal ini dilakukan
karena konteks risiko disetiap perusahaan berbeda-beda sesuai dengan kegiatan bisnis

6
yang dilakukan. Kemudian langkah selanjutnya adalah menetapkan kriteria risiko yang
berlaku untuk perusahaan berdasarkan aspek nilai kerugian yang dapat ditanggulangi
oleh perusahaan. Kriteria risiko didapat dari kombinasi kriteria tingkat kemungkinan dan
keparahan. Dalam menentukan tingkatan tersebut dapat digambarkan pada beberapa
tabel berikut :

Tabel 1. Nilai Tingkat Kemungkinan


Likelihood/Probability Rating Deskripsi

Frequent 5 Selalu terjadi

Probable 4 Sering terjadi

Occasional 3 Kadang-kadang dapat terjadi

Unlikely 2 Mungkin dapat terjadi

Improbable 1 Sangat jarang terjadi

Untuk menentukan nilai tingkat keparahan, dapat digunakan tabel tersebut.


Sehingga setiap kegiatan dapat dinilai tingkatan kemungkinannya dalam menimbulkan
incident atau kerugian.

7
Untuk menentukan tingkatan nilai keparahan yang terjadi dari kegiatan yang
dilakukan, dapat menggunakan tabel 2. Kemudian kriteria risiko dapat digambarkan
seperti pada tabel berikut :

Konteks manajemen risiko ini akan dijalankan dalam organisasi atau perusahaan
untuk acuan langkah manajemen risiko k3 yang selanjutnya.

2. Identifikasi Resiko (Bahaya)

Identifikasi bahaya adalah salah satu tahapan dari manajemen risiko k3 yang
bertujuan untuk mengetahui semua potensi bahaya yang ada pada suatu kegiatan kerja /
proses kerja tertentu. Identifikasi bahaya memberikan berbagai manfaat antara lain :

8
a. Mengurangi peluang kecelakaan karena dengan melakukan identifikasi dapat
diketahui faktor penyebab terjadinya keceakaan,
b. Untuk memberikan pemahaman bagi semua pihak mengenai potensi bahaya yang
ada dari setiap aktivitas perusahaan, sehingga dapat meningkatkan pengetahuan
karyawan untuk meningkatkan kewaspadaan dan kesadaran akan safety saat
bekerja,
c. Sebagai landasan sekaligus masukan untuk menentukan strategi pencegahan dan
penanganan yang tepat, selain itu perusahaan dapat memprioritaskan tindakan
pengendalian berdasarkan potensi bahaya tertinggi.
d. Memberikan informasi yang terdokumentasi mengenai sumber bahaya dalam
perusahaan. (Ramli, Soehatman.“Pedoman Praktis Manajemen Risiko Dalam
Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 54-55”. Jakarta : PT.Dian Rakyat.
2010)

Adapun tujuan dari identifikasi resiko, yaitu :


a. Langkah identifikasi risiko berusaha mengidentifikasi risiko klinis yang perlu
dikelola.
b. Sistem identifikasi yang komprehensif menggunakan proses sistematis yang
terstruktur dengan baik sangat penting, karena potensi risiko yang tidak
teridentifikasi pada tahap ini akan dikeluarkan dari analisis dan pengelolaan lebih
lanjut.

Persyaratan untuk identifikasi risiko klinis yang efektif, yaitu :


a. Identifikasi dan pemeriksaan semua sumber risiko klinis internal dan eksternal
b. Akses ke informasi berkualitas untuk memungkinkan staf mengidentifikasi risiko
klinis dan memahami kemungkinan dan konsekuensi
c. Staf dan manajemen yang memiliki pengetahuan tentang manajemen risiko klinis dan
kegiatan yang sedang ditinjau

Cara melakukan identifikasi bahaya adalah :

9
a. Tentukan pekerjaan yang akan diidentifikasi
b. Urutkan langkah kerja mulai dari tahapan awal sampai pada tahap akhir pekerjaan.
c. Kemudian tentukan jenis bahaya apa saja yang terkandung pada setiap tahapan
tersebut, dilihat dari bahaya fisik, kimia, mekanik, biologi, ergonomic, psikologi,
listrik dan kebakaran.
d. Setelah potensi bahaya diketahui, maka tentukan dampak/kerugian yang dapat
ditimbulkan dari potensi bahaya tersebut. Dapat menggunakan metode What-If.
e. Kemudian catat dalam tabel, semua keterangan yang didapat.
Salah satu metoda yang dapat digunakan dalam melakukan identifikasi bahaya
adalah dengan membuat Job Safety Analysis/Job Hazard Analysis. Selain JSA, ada
beberapa teknik yang dapat dipakai seperti (Fault Tree Analysis) FTA, (Event Tree
Analysis) ETA, (Failure Mode and Effect Analysis) FMEA, (Hazards and Operability
Study) Hazop, (Preliminary Hazards Analysis) PHA, dll.

3. Penilaian Resiko

Setelah semua tahapan kerja diidentifikasi, langkah selanjutnya adalah melakukan


penilaian risiko untuk menentukan besarnya tingkatan risiko yang ada. Tahapan ini
dilakukan melalui proses analisa risiko dan evaluasi risiko.

Analisa Risiko :

Analisa risiko dilakukan untuk menentukan besarnya suatu risiko dengan


mempertimbangkan tingkat keparahan dan kemungkinan yang mungkin terjadi. Analisa
ini dilakukan berdasarkan konteks yang telah ditentukan oleh perusahaan, seperti
tingkat kemungkinan tabel 1., tingkat keparahan tabel 2. dan tingkat risiko tabel 3.

Cara melakukan analisa adalah :


a. Lakukan analisa dari setiap langkah kerja yang telah diidentifikasi pada tahapan
identifikasi bahaya.
b. Mengukur tingkat kemungkinan terjadinya incident dari setiap tahapan kegiatan
yang dilakukan berdasarkan acuan konteks yang telah ditentukan pada tabel 1.

10
c. Mengukur tingkat keparahan yang dapat ditimbulkan dari setiap potensi bahaya
pada setiap tahapan kerja yang telah diidentifikasi. Ukuran tingkat keparahan
ditentukan berdasarkan acuan konteks yang telah dibuat pada tabel 2.
d. Setelah tingkatan kemungkinan dan keparahan diketahui, lakukan perhitungan
menggunakan rumus berikut untuk mengetahui nilai risikonya.
e. Membuat matriks risiko.

Sumber : http://saiglobal.com, diunduh : 9 Januari 2013


f. Tentukan tingkatan risiko pada setiap tahapan kerjanya berdasarkan nilai risiko
yang telah didapat dari perhitungan. Ukuran tingkat risiko dinilai berdasarkan acuan
konteks yang telah dibuat pada tabel 2.3.
Evaluasi Risiko :
Setelah setiap tahapan kerja diidentifikasi dan dianalisa tingkat risikonya, langkah
selanjutnya adalah melakukan evaluasi risiko. Evaluasi risiko dilakukan untuk
menentukan apakah risiko dari setiap tahapan kerja dapat diterima atau tidak. Cara
melakukan evaluasi adalah :1. Perusahaan/organisasi membuat kriteria risiko yang dapat
diterima (tingkat risiko low), tidak dapat diterima (tingkat risiko high dan very high)
dan dapat ditolerir (tingkat risiko medium).2. Setiap tahapan kerja yang telah dianalisa
dan diketahui tingkat risikonya, maka lakukan evaluasi apakah tingkatan risiko tersebut
dapat diterima, tidak dapat diterima atau dapat ditolerir.3. Jika tingkatan risiko yang ada

11
tidak dapat diterima, maka Unknown at 7:17 PM perlu dilakukan tindakan pengendalian
risiko guna menurunkan tingkatan risiko tersebut sampai tingkatan rendah atau dapat
ditolerir.

4. Pengendalian Resiko
Pengendalian risiko merupakan langkah penting dan menentukan dalam
keseluruhan manajemen risiko. (Ramli, Soehatman.“Pedoman Praktis Manajemen
Risiko Dalam Perspektif K3 OHS Risk Management - hal 103”. Jakarta : PT. Dian
Rakyat. 2010) Pengendalian risiko berperan dalam meminimalisir/ mengurangi tingkat
risiko yang ada sampai tingkat terendah atau sampai tingkatan yang dapat ditolerir.
Cara pengendalian risiko dilakukan melalui :
a. Eliminasi : pengendalian ini dilakukan dengan cara menghilangkan sumber bahaya
(hazard).
b. Substitusi : mengurangi risiko dari bahaya dengan cara mengganti proses, mengganti
input dengan yang lebih rendah risikonya.
c. Engineering : mengurangi risiko dari bahaya dengan metode rekayasa teknik pada
alat, mesin, Infrastruktur, lingkungan, dan atau bangunan.
d. Administratif : mengurangi risiko bahaya dengan cera melakukan pembuatan
prosedur, aturan, pemasangan rambu (safety sign), tanda peringatan, training dan
seleksi terhadap kontraktor, material serta mesin, cara pengatasan, penyimpanan dan
pelabelan.
e. Pengunaan APD : mengurangi risiko bahaya dengan cara menggunakan alat
perlindungan diri misalnya safety helmet, masker, sepatu safety, coverall, kacamata
keselamatan, dan alat pelindung diri lainnya yang sesuai dengan jenis pekerjaan
yang dilakukan. Hal ini disebabkan karena alat pelindung diri bukan untuk
mencegah kecelakaan (reduce likehood) namun hanya sekadar mengurangi efek atau
keparahan kecelakaan (reduce consequences).

2.4 Hirarki pengendalian risiko

12
Resiko /bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian  memerlukan
langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya-nya menuju ke titik yang
aman. Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan,
kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki
setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun.

Hierarki Pengendalian Resiko K3

Eliminasi Eliminasi Sumber Bahaya

Substitusi
Substitusi Tempat Kerja /Pekerjaan
Alat/Mesin/Bahan
Aman
Mengurangi Bahaya
Modifikasi/Perancangan
Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja
yang Lebih Aman

Administrasi Prosedur, Aturan, Pelatihan, Tenaga Kerja  Aman

13
Hierarki Pengendalian Resiko K3

Durasi Kerja, Tanda


Bahaya, Rambu ,
Poster, Label
Mengurangi Paparan

Alat Perlindungan Diri


APD
Tenaga Kerja

2.5 Manajement risiko K3 didalam gedung

Faktor Risiko K3 Didalam Rumah Sakit

Dalam pekerjaan sehari-hari petugas keshatan selalu dihadapkan pada bahaya-


bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, reagensia yang toksik , peralatan listrik
maupun peralatan kesehatan. Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit
atau instansi kesehatan dapat digolongkan dalam :
1.    Bahaya kebakaran dan ledakan dari zat/bahan yang mudah terbakar atau meledak
(obat– obatan).
2.    Bahan beracun, korosif dan kaustik .
3.    Bahaya radiasi .
4.    Pencahayaan.
5.    Syok akibat aliran listrik .
6.    Luka sayat akibat alat gelas yang pecah dan benda tajam . Cth : Ampul Obat, Jarum
Suntik,

14
7.    Bahaya infeksi dari kuman, virus atau parasit.

Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3 Didalam Gedung Rumah Sakit :
a) Planning/ (Perencanaan)

Fungsi perencanaan adalah suatu usaha menentukan kegiatan yang akan dilakukan di
masa mendatang guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dalam hal ini adalah keselamatan
dan kesehatan kerja di rumah sakit dan instansi kesehatan.perencanaan ini dilakukan untuk
memenuhi standarisasi kesehatan pacsa perawatan dan merawat (hubungan timbal balik pasien –
perawat / dokter, serta masyarakat umum lainnya).

Dalam perencanaan tersebut, kegiatan yang ditentukan meliputi:

a. Hal apa yang dikerjakan

b. Bagaiman cara mengerjakannya

c. Mengapa mengerjakan

d. Siapa yang mengerjakan

e. Kapan harus dikerjakan

f. Dimana kegiatan itu harus dikerjakan

g. hubungan timbal balik ( sebab akibat)

Kegiatan kesehatan ( rumah sakit / instansi kesehatan ) sekarang tidak lagi hanya di
bidang pelayanan, tetapi sudah mencakup kegiatan-kegiatan di bidang pendidikan dan penelitian,
juga metode-metode yang dipakai makin banyak ragamnya. Semuanya menyebabkan risiko
bahaya yang dapat terjadi dalam ( rumah sakit / instansi kesehatan ) makin besar. Oleh karena itu

15
usaha-usaha pengamanan kerja di rumah sakit / instansi kesehatan harus ditangani secara serius
oleh organisasi keselamatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan.

b) Organizing/ (Organisasi)

Organisasi keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit / instansi kesehatan dapat
dibentuk dalam beberapa jenjang, mulai dari tingkat rumah sakit / instansi kesehatan daerah
(wilayah) sampai ke tingkat pusat atau nasional. Keterlibatan pemerintah dalam organisasi ini
baik secara langsung atau tidak langsung sangat diperlukan. Pemerintah dapat menempatkan
pejabat yang terkait dalam organisasi ini di tingkat pusat (nasional) dan tingkat daerah (wilayah),
di samping memberlakukan Undang-Undang Keselamatan Kerja.

Di tingkat daerah (wilayah) dan tingkat pusat (nasional) perlu dibentuk Komisi
Keamanan Kerja rumah sakit / instansi yang tugas dan wewenangnya dapat berupa :

1. Menyusun garis besar pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

2. Memberikan bimbingan, penyuluhan, pelatihan pelaksana- an keamanan kerja rumah


sakit / instansi kesehatan .

3. Memantau pelaksanaan pedoman keamanan kerja rumah sakit / instansi kesehatan .

4. Memberikan rekomendasi untuk bahan pertimbangan penerbitan izin rumah sakit /


instansi kesehatan.

5. mengatasi dan mencegah meluasnya bahaya yang timbul dari suatu rumah sakit /
instansi kesehatan.

6. Dan lain-lain.

Perlu juga dipikirkan kedudukan dan peran organisasi /Cermin Dunia Kedokteran No.
154, 2007 5/ background image Manajemen keselamatan kerja profesi (PDS-Patklin) ataupun

16
organisasi seminat (Patelki, HKKI) dalam kiprah organisasi keselamatan dan kesehatan kerja
rumah sakit / instansi kesehatan ini. Anggota organisasi profesi atau seminat yang terkait dengan
kegiatan rumah sakit / instansi kesehatan dapat diangkat menjadi anggota komisi di tingkat
daerah (wilayah) maupun tingkat pusat (nasional). Selain itu organisasi-organisasi profesi atau
seminar tersebut dapat juga membentuk badan independen yang berfungsi sebagai lembaga
penasehat atau Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah Sakit / Instansi
Kesehatan.

c)    Actuating/ (Pelaksanaan)

Fungsi pelaksanaan atau penggerakan adalah kegiatan mendorong semangat kerja,


mengerahkan aktivitas, mengkoordinasikan berbagai aktivitas yang akan menjadi aktivitas yang
kompak (sinkron), sehingga semua aktivitas sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan
sebelumnya. Pelaksanaan program kesehatan dan keselamatan kerja rumah sakit / instansi
kesehatan sasarannya ialah tempat kerja yang aman dan sehat. Untuk itu setiap individu yang
bekerja maupun masyarakat dalam rumah sakit / instansi kesehatan wajib mengetahui dan
memahami semua hal yang diperkirakan akan dapat menjadi sumber kecelakaan kerja dalam
rumah sakit / instansi kesehatan, serta memiliki kemampuan dan pengetahuan yang cukup untuk
melaksanakan pencegahan dan penanggulangan kecelakaan kerja tersebut. Kemudian mematuhi
berbagai peraturan atau ketentuan dalam menangani berbagai spesimen reagensia dan alat-alat.
Jika dalam pelaksanaan fungsi penggerakan ini timbul permasalahan, keragu-raguan atau
pertentangan, maka menjadi tugas semua untuk mengambil keputusan penyelesaiannya.

d)   Controlling/ (Pengawasan)

Fungsi pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan


terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan atau hasil yang dikehendaki.

17
Untuk dapat menjalankan pengawasan, perlu diperhatikan 2 prinsip pokok, yaitu :

a. Adanya rencana

b. Adanya instruksi-instruksi dan pemberian wewenang kepada bawahan.

Dalam fungsi pengawasan tidak kalah pentingnya adalah sosialisasi tentang perlunya
disiplin, mematuhi segala peraturan demi keselamatan kerja bersama di rumah sakit / instansi
kesehatan. Sosialisasi perlu dilakukan terus menerus, karena usaha pencegahan bahaya yang
bagaimanapun baiknya akan sia-sia bila peraturan diabaikan.

Dalam rumah sakit / instansi kesehatan perlu dibentuk pengawasan rumah sakit / instansi
kesehatan yang tugasnya antara lain :

1. Memantau dan mengarahkan secara berkala praktek- praktek rumah sakit / instansi
kesehatan yang baik, benar dan aman.

2. Memastikan semua petugas rumah sakit / instansi kesehatan memahami cara- cara
menghindari risiko bahaya dalam rumah sakit / instansi kesehatan.

3. Melakukan penyelidikan / pengusutan segala peristiwa berbahaya atau kecelakaan.

4. mengembangkan sistem pencatatan dan pelaporan tentang keamanan kerja rumah


sakit / instansi kesehatan .

5. Melakukan tindakan darurat untuk mengatasi peristiwa berbahaya dan mencegah


meluasnya bahaya tersebut.

6. Dan lain-lain.

2.6 Manajement risiko K3 diluar gedung

Faktor Resiko K3 Diluar Rumah Sakit

18
Secara garis besar bahaya yang dihadapi dalam rumah sakit atau instansi kesehatan
dapat digolongkan dalam :

1. Ruang bangunan dan halaman RS.


2. Lingkungan bangunan RS.
3. Lingkungan bangunan RS harus bebas dari banjir.
4. Lingkungan RS harus bebas dari asap rokok, tidak berdebu, tidak becek, atau tidak
terdapat genangan air, dan dibuat landai menuju ke saluran terbuka atau tertutup,
tersedia lubang penerima air masuk dan disesuaikan dengan luas halaman.
5. Pencahayaan Faktor-Faktor Risiko K3 di Luar Gedung
6. Kebisingan
7. Kebersihan
8. Saluran air limbah domestik dan limbah medis harus tertutup dan terpisah
9. Luas lahan bangunan dan halaman harus disesuaikan dengan luas lahan keseluruhan
10. Tempat-tempat tertentu yang menghasilkan sampah harus disediakan tempat sampah.
11. Selalu dalam keadaan bersih dan tersedia fasilitas sanitasi secara kualitas dan
kuantitas yang memenuhi persyaratan kesehatan.
12. Jalur lalu lintas pejalan kaki dan jalur kendaraan harus dipisahkan.
13. Ketetapan yang diatur oleh the environment protection act 1990 mendefinisikan :
Polutan, Limbah terkendali, Limbah khusus.
14. Kriteria limbah berbahaya.

Cara Pengendalian dan Monitoring Risiko Dalam K3 Diluar Gedung Rumah Sakit :

a. Eliminasi – memodifikasi desain untuk menghilangkan bahaya; misalnya,


memperkenalkan perangkat mengangkat mekanik untuk menghilangkan penanganan
bahaya manual;
b. Subtitusi – pengganti bahan kurang berbahaya atau mengurangi energi sistem (misalnya,
menurunkan kekuatan, ampere, tekanan, suhu, dll);

19
c. Kontrol teknik / Perancangan – menginstal sistem ventilasi, mesin penjagaan,
interlock, dll.
d. Kontrol administratif – tanda-tanda keselamatan, daerah berbahaya tanda, tanda-tanda
foto-luminescent, tanda untuk trotoar pejalan kaki, peringatan sirene / lampu, alarm,
prosedur keselamatan, inspeksi peralatan, kontrol akses, sistem yang aman, penandaan,
dan izin kerja, dll.
e. Alat Pelindung Diri (APD) – kacamata safety, perlindungan pendengaran, pelindung
wajah, respirator, dan sarung tangan.

Umumnya tiga tingkat pertama adalah paling diinginkan, namun tiga tingkat tersebut  tidak
selalu mungkin untuk diterapkan. Dalam menerapkan hirarki, Anda harus mempertimbangkan
biaya relatif, manfaat pengurangan risiko, dan keandalan dari pilihan yang tersedia. Dalam
membangun dan memilih kontrol, masih banyak hal yang perlu dipertimbangkan, diantaranya:

 Kebutuhan untuk kombinasi kontrol, menggabungkan unsur-unsur dari hirarki di atas


(misalnya, perancangan dan kontrol administratif),
 Membangun praktik yang baik dalam pengendalian bahaya tertentu yang
dipertimbangkan, beradaptasi bekerja untuk individu (misalnya, untuk memperhitungkan
kemampuan mental dan fisik individu),
 Mengambil keuntungan dari kemajuan teknis untuk meningkatkan kontrol,
 Menggunakan langkah-langkah yang melindungi semua orang (misalnya, dengan
memilih kontrol rekayasa yang melindungi semua orang di sekitar bahaya daripada
menggunakan Alat Pelindung Diri),
 Perilaku manusia dan apakah ukuran kontrol tertentu akan diterima dan dapat
dilaksanakan secara efektif,
 Tipe dasar kegagalan manusia/human error (misalnya, kegagalan sederhana dari tindakan
sering diulang, penyimpangan memori atau perhatian, kurangnya pemahaman atau
kesalahan penilaian, dan pelanggaran aturan atau prosedur) dan cara mencegahnya,
 Kebutuhan untuk kemungkinan peraturan tanggap darurat bila pengendalian risiko gagal,

20
 Potensi kurangnya pengenalan terhadap tempat kerja, contoh: visitor atau personil
kontraktor.

Setelah kontrol telah ditentukan, organisasi dapat memprioritaskan tindakan untuk


melaksanakannya. Dalam prioritas tindakan, organisasi harus memperhitungkan potensi
pengurangan risiko kontrol direncanakan. Dalam beberapa kasus, perlu untuk memodifikasi
aktivitas kerja sampai pengendalian risiko di tempat atau menerapkan pengendalian risiko
sementara sampai tindakan yang lebih efektif diselesaikan – misalnya, penggunaan mendengar
perlindungan sebagai langkah sementara sampai sumber kebisingan dapat dihilangkan, atau
aktivitas kerja dipisahkan untuk mengurangi paparan kebisingan. kontrol sementara tidak harus
dianggap sebagai pengganti jangka panjang untuk langkah-langkah pengendalian risiko yang
lebih efektif.

Seleksi dan pelaksanaan kontrol adalah bagian paling penting dari Sistem Manajemen K3,
tapi itu tidak cukup untuk membuatnya bekerja. Efek dari implementasi kontrol harus dipantau
untuk menentukan apakah sudah mencapai hasil yang diinginkan, dan organisasi harus selalu
mengejar kemungkinan adanya kontrol baru yang lebih efektif dan lebih low cost.

21
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat
asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan
mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan
atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil

3.2 Saran

Semoga kekurangan dimakalah ini dapat kami perbaiki dan dapat menjadi acuan perawat
dalam bidang K3 dirumah sakit maupun diluar rumah sakit

22
DAFTAR PUSTAKA

Komalawati,Veronica.2010.Community & Patient Safety dalam Perspektif Hukum Kesehatan

Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety).2005.

Nurhayati, N.2015.Manajemen Resiko dan Patient Safety. Jawa Barat : TIM

Adityanto, Beryl,dkk. 2013. Manajemen Risiko Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Pada
Pekerjaan Struktur Bawah dan Struktur Atas Gedung Bertingkat. Jurusan Teknik Sipil
Fakultas Teknik Universitas Diponegoro Semarang.

Anwar, Fahmi Nurul. 2014. Analisis Manajemen Risiko Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
Pada Pekerjaan Upper Structure Gedung Bertingkat (Studi Kasus Proyek Skyland City –
Jatinangor). Jurnal Konstruksi ISSN : 2302-7312 Vol. 13 No. 1 2014.

Soputan, Gabby E. M.,dkk. 2014. Manajemen Risiko Kesehatan Dan Keselamatan Kerja (K3)
Study Kasus Pada Pembangunan Gedung SMA Eben Haezar. Universitas Sam Ratulangi.
Jurnal Ilmiah Media Engineering Vol.4 No.4, Desember 2014 (229-238) ISSN: 2087-9334.

23
https://sistemmanajemenkeselamatankerja.blogspot.com/2013/09/pengendalian-
resikobahaya.html

https://www.scribd.com/document/353764971/5-Hirarki-Kontrol-Bahaya-k3-Dan-Lingkungan

24

Anda mungkin juga menyukai