Analisa Kasus Hiv Upload

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 11

ANALISA KASUS

Seorang wanita 21 tahun dirawat dengan keluhan batuk lama, demam, penurunan berat

badan yang drastis, diare kronis ( 3 bulan ), nyeri telan, luka pada mulut dan labia

mayora. Radiologi torak didapatkan infiltrat pada kedua paru. Nyeri yang dirasakan skala

5, hilang timbul, nyeri dibagian tenggorokan, rasa nyeri meningkat jika digunakan untuk

batuk. Penderita sebelumnya telah dirawat sebagai penderita HIV/AIDS dan

Tuberkulosis (TB) paru (kasus drop out). Hasil pemeriksaan TTV TD : 115 / 80 MmHg,

Nadi : 82 x/ Menit, Suhu : 38 °C, RR : 18X/ Menit. BB sebelum masuk Rumah sakit 45

Kg, selama sakit turun menjadi 38 Kg. Hasil laboratorium didapatkan CD4 absolut : 6;

CD 4 % : 3 % , hasil sputum didapatkan bakteri tahan asam (BTA), ulkus pada oral dan

pada labia mayora. Penderita dirawat di ruang isolasi, diberikan : O2 3 – 4 liter/menit,

infus RL / D5 / Aminofusin, dipasang nasogastric tube. Parasetamol 3x500 mg, tranfusi

packet red cell (PRC), Kotrimoksazole 1x960 mg, Nystatin oral drops 4x2 cc,

Fluconazole oral 1x100 mg, Fusidic cream pada labia mayora, Rifamfisin 450 mg, INH

300 mg, Ethambutol 1000 mg. Dalam 4 hari pertama keadaan umum membaik, diare

berkurang. Hari berikutnya keadaan umum menurun diberikan tambahan antibiotika

Ciprofloxacin 200mg/12jam. Penderita dirawat selama 12 hari dengan diagnosa kerja

HIV/AIDS dan TB paru serta infeksi opportunis, penderita meninggal dunia setelah

dirawat 12 hari.
ANALISIS KASUS

A. Identifikasi Kata kata sulit yang belum diketahui.


Infeksi Opportunis

B. Definisi kata kata sulit yang dituliskan.


Infeksi oportunistik adalah infeksi akibat virus, bakteri, jamur, atau parasit
yang terjadi pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah. Dengan kata
lain, infeksi ini mengambil kesempatan dari lemahnya daya tahan
tubuh, untuk bisa berkembang.
Infeksi oportunitistik tidak menyerang orang yang sehat dan memiliki sistem
kekebalan tubuh yang baik. Namun, jika terjadi pada orang dengan daya tahan
tubuh yang sangat lemah, misalnya penderita AIDS, infeksi ini bisa menyebabkan
kematian.
Ketika kuman penyebab penyakit masuk ke dalam tubuh orang yang sehat,
sel-sel darah putih yang disebut limfosit akan merespons untuk melawannya,
sehingga infeksi tidak terjadi. Kalaupun terjadi infeksi, umumnya dapat sembuh
dengan mudah.
Sedangkan pada penderita AIDS, di mana jumlah sel darah putih yang disebut
sel CD4 tidak cukup untuk melawan kuman penyakit, infeksi dapat terjadi dengan
mudah. Bahkan bakteri atau jamur yang biasanya tidak berbahaya dan hidup normal
di dalam maupun di permukaan tubuh bisa menimbulkan infeksi.
Bukan hanya penyakit HIV yang bisa menyebabkan infeksi oportunistik.
Semua kondisi yang membuat sistem kekebalan tubuh menjadi lemah dapat
menjadi “pintu” bagi infeksi oportunistik untuk masuk.
Berikut adalah beberapa kondisi yang rentan terkena infeksi oportunistik:
a. Luka bakar yang parah
b. Menjalani kemoterapi
c. Diabetes
d. Malnutrisi
e. Leukemia
f. Multiple myeloma
Berikut ini adalah beberapa jenis infeksi oportunistik yang umum terjadi:
a. Candidiasis
Candidiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh jamur Candida yang
bisa muncul di bagian tubuh mana pun. Orang dengan infeksi HIV sering
mengalami candidiasis, terutama di mulut dan vagina.
b. Pneumonia
Pneumonia adalah infeksi oportunistik yang paling serius bagi penderita HIV.
Infeksi pneumonia yang biasa terjadi pada penderita HIV
adalah Pneumocystis pneumonia (PCP) yang dapat diobati dengan antibiotik.
c. Kanker serviks invasive
Kanker ini dimulai di dalam leher rahim (serviks), yang kemudian menyebar
ke bagian tubuh lainnya. Kemunculan kanker ini bisa dideteksi secara dini dan
segera ditangani bila dilakukan pemeriksaan skrining secara rutin, yaitu
dengan Pap smear.
d. Cryptosporidiosis
e. Cryptosporidiosis adalah infeksi pada saluran cerna yang disebabkan oleh
parasit Criptosporidium. Penyakit ini mengakibatkan diare dengan feses yang
cair. Pada penderita HIV, penyakit ini bisa bertahan lebih lama dan
menyebabkan gejala yang lebih parah.
f. Herpes simpleks
Infeksi virus ini dapat menyebabkan munculnya gelembung kecil dan luka
yang khas di sekitar mulut dan alat kelamin. Herpes simpleks bisa menular
lewat hubungan seksual, bisa juga menular dari ibu ke bayinya melalui proses
persalinan. Selain di mulut dan kelamin, infeksi ini juga dapat menyerang
saluran napas. Orang yang daya tahan tubuhnya lemah lebih mudah terkena
herpes simpleks, dan gejala yang dialaminya juga akan lebih berat.
g. Toksoplasmosis
Toksoplasmosis adalah infeksi yang disebabkan oleh parasit Toxoplasma
gondii. Pada orang sehat, infeksi ini umumnya tidak berbahaya. Namun, pada
orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, toksoplasmosis dapat
menyerang otak dan menyebabkan gangguan penglihatan, gangguan
pendengaran, kejang, hingga koma.
h. Tuberkulosis
Tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis.
Penyakit ini dapat menyebar melalui percikan ludah ketika penderitanya
batuk, bersin, atau bicara. Penderita HIV sangat mudah terkena penyakit TB.
Bila tidak diobati, penyakit ini dapat menyebabkan kematian.

Untuk mencegah infeksi oportunistik, ada beberapa langkah yang bisa


dilakukan, yaitu:
a. Terapkan gaya hidup sehat, termasuk melakukan seks yang aman.
Gunakan kondom saat berhubungan intim, untuk mencegah infeksi menular
seksual.
b. Cuci dan masak makanan dengan baik. Pastikan kebersihan peralatan masak yang
digunakan untuk mengolah makanan.
c. Hindari mengonsumsi susu, daging, dan telur yang mentah atau kurang matang.
d. Gunakan sarung tangan untuk mengambil kotoran hewan peliharaan, dan jauhkan
kucing dari dalam ruangan agar tidak membawa kuman yang dapat membahayakan
Anda.
e. Hindari berbagi penggunaan sikat gigi atau handuk dengan orang lain.
f. Hindari menelan atau meminum air yang langsung berasal dari kolam, danau, atau
sungai.
g. Ikuti program vaksinasi yang diwajibkan dan dianjurkan oleh pemerintah untuk
menjaga kekebalan tubuh.
h. Bagi wanita, lakukan pemeriksaan panggul dan Pap smear untuk mendeteksi
kanker atau infeksi.
C. Patofisiologi ( pohon masalah ) sampai muncul diagnosa keperawatan
D. Perawatan palliative care pada penderita AIDS
Perawatan paliatif merupakan perawatan total yang dilakukan secara aktif
terutama pada pasien yang menderita penyakit yang membatasi hidup, dan keluarga
pasien, yang dilakukan oleh tim secara interdisiplin, dimana penyakit pasien
tersebut sudah tidak dapat lagi berespon terhadap pengobatan atau pasien yang
mendapatkan intervensi untuk memperpanjang masa hidup.
Komponen-komponen perawatan paliatif pada pasien HIV/AIDS adalah:
1. Penilaian kebutuhan fisik, emosional, sosial dan spiritual pasien maupun
keluarga, meliputi: skrining nyeri dan gejala fisik lain (termasuk efek samping
obat antiretroviral) dan skrining kesehatan mental serta kebutuhan dukungan
sosial.
2. Mengobati gejala berdasarkan temuan medis.
3. Memberikan kebutuhan kesehatan mental dan dukungan sosial berdasarkan
kapasitas pelayanan.
4. Mendiskusikan dengan pasien dan keluarga mengenai kebutuhan dalam
keahlian perawatan diri dan jangka panjang.
5. Melakukan follow-up dan membantu membuat rujukan apabila dibutuhkan.

E. Masalah keperawatan yang muncul


1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. spasme jalan nafas d.d. batuk tidak
efektif, sputum berlebih, frekuensi nafas berubah dan dispnea
2. Defisit Nutrisi b.d. ketidakmampuan menelan makan d.d. berat badan menurun
3. Diare b.d. inflamasi gastrointestinal d.d. feses cair
4. Nyeri akut b.d. agen cidera fisiologis d.d. tampak meringis, frekuensi nadi
meningkat, bersikap protektif dan nafsu makan berubah
5. Hipertermi b.d. proses penyakit d.d. suhu tubuh diatas normal
6. Risiko Infeksi d.d. Penyakit Kronis dan Malnutrisi
(SDKI)
F. Intervensi yang harus ditetapkan untuk mengatasi masalah keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d. spasme jalan nafas d.d. batuk tidak
efektif, sputum berlebih, frekuensi nafas berubah
Luaran/ Outcome Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi ( I. 01001 ) Managemen jalan nafas
keperawatan selama 1x24 Observasi
jam,  Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman,
Maka Bersihan jalan nafas usaha nafas )
meningkat dengan  Monitor bunyi nafas tambahan ( gurgling,
kriteria hasil : mengi, wheezing, ronchi kering )
( L.01001)  Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma)
 Produksi sputum Terapeutik
menurun  Pertahankan kepatenan jalan nafas dengan
 Mengi menurun headtill dan chin lift ( jaw thrust jika curiga
 Wheezing menurun trauma cervical )
 Dispneu menurun  Posisikan semi fowler atau fowler.
 Ortopneu menurun  Berikan minum hangat
 Sianosis menurun  Lakukan fisioterapi dada jika perlu
 Gelisah menurun  Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15
 Frekwensi nafas detik
membaik  Berikan oksigen jika perlu
 Pola nafas membaik Edukasi
Anjurkan asupan cairan 2000 ml/ hari, jika
tidak kontra indikasi.
Ajarkan batuk efektif
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronchodilator,
ekspectoran, mukolitik jika perlu
( I.01006) Latih batuk efektif
Observasi
 Identifikasi kemampuan batuk
 Monitor adanya retensi sputum
 Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
 Monitor input dan output cairan
Terapeutik
 Atur posisi semi fowler atau fowler
 Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
 Buang secret pada tempat sputum
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
 Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung
selama 4 detik,di tahan selama 2
detik,kemudian keluarkan dari mulut dengan
bibir mecucu (dibulatkan selama 8 detik)
 Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga
3 kali
 Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah
tarik nafas dalam yang ketiga
Kolaborasi
 Pemberian mukolitik/ekspectoran
(I.01014 ) Pemantauan Respirasi
Observasi
 Monitor frekuensi,irama,kedalaman & upaya
napas
 Monitor pola napas
 Monitor adanya kemampuan batuk efektif
 Monitor adanya produksi sputum
 Monitor adanya sumbatan jalan napas
 Monitor saturasi oksigen
 Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
 Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tentang prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan

2. Defisit Nutrisi b.d. ketidakmampuan menelan makan d.d. berat badan menurun
Luaran/ Outcome Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi (I.03119)Manajemen Nutrisi
keperawatan selaa 3x24 jam Observasi:
Maka Status Nutrisi  Identifikasi status nutrisi
membaik dengan kriteria  Identifikasi alergi dan toleransi makanan
hasil:  Identifikasi makanan yang disukai
 Identifikasi kebutuhan kalori dan nutrient
(L. 03030)  Identifikasi perlunya penggunaan selang
 Porsi makan yang makan
dihabiskan meningkat  Monitor asupan makan
 Berat badab membaik  Monitor berat badan
 IMT membaik  Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
 Frekuensi makan Terapeutik:
membaik  Lakukan oral hygine sebelum makan, jika
 Napsu makan membaik perlu
 Kekuatan otot menelan  Fasilitasi menentukan pedoman diet
meningkat  Berikan makanan yang tinggi serat untuk
 Kekuatan otot penguyah mencegah konstipasi
meningkat  Berikan makan tinggi kalori tinggi protein
 Berikan suplemen makan, jika perlu
 Hentikan pemberian makanan lewat NGT jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi:
 Anjurkan posisi duduk jika mampu
 Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian anti emetik , jika perlu
 Kolaborasi dengan ahli gisi, jika perlu
3. Diare b.d. inflamasi gastrointestinal d.d. feses cair
Luaran/ Outcome Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi (I.03121) Pemantauan cairan
keperawatan selama 1x24 Observasi
jam  Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
Maka Eliminasi fekal  Monitor frekuensi nafas
membaik dengan kriteria  Monitor tekanan darah
hasil:  Monitor berat badan
(L.04033)  Monitor waktu pengisian kapiler
 Kontrol pengeluaran  Monitor elastisitas atau turgor kulit
feses meningkat  Monitor jumlah, warna, dan berat jenis urin
 Keluhan defekasi lama  Monitor kadar albumin dan protein total
dan sulit menurun  Monitor hasil pemeriksaan serum
 mengejan saat defekasi  Monitor intake dan output cairan
menurun  Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
 Konsistensi feses  Identifikasi tanda- tanda hipervolemia
membaik  Identifikasi faktor resiko ketidakseimbangan
 Frekuensi defekasi cairan
membaik Terapeutik
 Peristaltik usus membaik  Atur interval waktu pemantauan sesuai
 Nyeri abdomen menurun dengan kondisi pasien
 Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
 Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan jika perlu

4. Nyeri akut b.d. agen cidera fisiologis d.d. tampak meringis, frekuensi nadi
meningkat, bersikap protektif dan nafsu makan berubah
Luaran/ Outcome Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi (I.08238) Managemen nyeri
keperawatan selama 1x24 Observasi
jam  Identifikasi skala nyeri
Maka tingkat nyeri  Identifikasi respon nyeri non verbal
menurun dengan kriteria  Identifikasi factor yang memperberat dan
hasil: memperingan nyeri
 Identifikasi tentang pengetahuan dan keyakinan
(L.08066) nyeri
 Keluhan Nyeri menurun  Monitoring efek samping analgetik
 Meringis menurun Terapeutik
 Gelisah menurun  Berikan teknik non farmakologis
 Kesulitan tidur menurun  Kompres hangat/dingin
 Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi
 Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
 Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
 Anjurkan menggunakan analegtik secara tepat
 Ajarkan teknik nonfarmakologis
Kolaborasi
 Pemberian analgetik (jika perlu)
(I.08243) Pemberian Analgesik
Observasi
 Identifikasi karakteristik nyeri
 Identifikasi riwayat alergi obat
 Identifikasi kesesuaian jenis analgesic
 Monitor tanda-tanda vital sebelum dan sesudah
pemberian analgesic
 Monitor efektifitas analgesic
Terapeutik
 Pertimbangkan penggunaan infus kontinyu
 Tetapkan target efektifitas analgesic
 Dokumentasikan respon terhadap analgesic
Edukasi
 Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
 Pemberian dosis dan jenis analgetik

5. Hipertermi b.d. proses penyakit d.d. suhu tubuh diatas normal


Luaran/ Outcome Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi(I. 15506) Manajemen Hipertermia
keperawatan selama 1x24 Observasi
jam  Identifikasi Identifikasi penyebab hipertermi
Maka termoregulasi  Monitor suhu tubuh
membaik dengan kriteria  Monitor haluaran urine
hasil: Terapeutik
 Sediakan lingkungan yang dingin
( L. 14134)  Longgarkan atau lepaskan pakaian
 Suhu tubuh membaik  Basahi dan kipasi permukaan tubun
 Menggigil menurun  Berikan cairan oral
 Takikardi menurun  Ganti linen setiap hari atau lebih sering jiak
 Hipoksia menurun mengalami hyperhidrosis ( keringat berlebih)
 Pengisian kapiler  Lakukan pendinginan eksternal missal
membaik kompres dingin pada dahi,leher, dada,
 Tekanan darah membaik abdomen,aksila.
Edukasi
 Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit, jika
perlu
6. Risiko Infeksi d.d. Penyakit Kronis dan Malnutrisi
Luaran/ Outcome Intervensi Keperawatan
Setelah dilakukan intervensi (I.14539) Pencegahan infeksi
keperawatan selama 3x24 jam Observasi
Maka tingkat infeksi menurun  Monitor tanda dan gejala lokasi dan sistemik
dengan kriteria hasil: Terapeutik
 Batasi jumlah pengunjung
( L.14137)  Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
 Demam menurun pasien dan lingkungan pasien
 Cairan berbau busuk  Pertahankan teknik aseptic
menurun Edukasi
 Nyeri menurun  Jelaskan tanda dan gejala infeksi
 Bengkak menurun  Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
 Drainase/lochea purulen  Ajarkan etika batuk
menurun  Ajarkan cara memeriksa cairan vagina
 Piuria menurun  Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
 Letargi menurun  Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
 Kolaborasi pembeerian imunisasi jika perlu

(SDKI, SLKI, SIKI)

Anda mungkin juga menyukai