Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH FILSAFAT

Makalah ini Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Filsafat Ilmu

OLEH:
WIDI NURFADHILLAH
E1A.18.0546

FAKULTAS ILMU KOMUNIKASI


UNIVERSITAS SUBANG
2020

P a g e i | 36
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
Latar Belakang...............................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................................5
a. Sejarah Filsafat.......................................................................................................5
b. Cabang-cabang filsafat...........................................................................................8
c. Tokoh Filsafat.......................................................................................................13
BAB II................................................................................................................................14
Pengertian Filsafat Ilmu...............................................................................................15
3. Pengertian Metodologi................................................................................................20
Asumsi.........................................................................................................................27
KESIMPULAN....................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................35

P a g e ii | 36
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada


makalah ini. Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran
serta kritik yang dapat membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat
kami harapkan untuk penyempurnaan makalah selanjutnya.

Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.

Subang, 12 Agustus 2020

Penulis

P a g e 3 | 36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filsafat Ilmu mulai merebak di awal ke dua puluh. Namun Francis dengan
metode induksi yang ditampilkannya pada abad ke sembilan belas dapat dikatakan
sebagai peletak dasar Filsafat Ilmu dalam hasanah bidang filsafat secara umum.
Filsafat adalah berpikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu
sampai kepada inti persoalan. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani yang tersusun
dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos berarti senang, gemar atau cinta,
sedangkan  sophia  dapat diartikan sebagai kebijaksanaan. Dengan begitu Filsafat
dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
Dengan kata lain dengan Filsafat Ilmu kita dapat berpikir secara mendalam
untuk memperoleh kebenaran-kebenaran yang ingin kita dapat, serta menghindari
kesesatan atau kekeliruan baik dalam pemikiran-pemikiran manusia juga
kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah
digali dari sebuah fenomena-fenomena tang terjadi dialam maupun pada manusia
itu sendiri. Manusia yang telah dianugerahi akal fikiran oleh Allah SWT untuk
mengkajimenjadi sebuah pengetahuan yang bertujuan atas pencapaian
kesejahteraan umat manusia.Sebelum kita menuju lebih dalam tentang judul
makalah kami yakni “ Kebenaran dan Kesesatan Ilmu Pengetahuan” , kami
memaparkan terlebih dahulu apa pengertian dari Ilmu Pengetahuan itu sendiri.
Apa sih Ilmu Pengetahuan itu?Ilmu Pengetahuan ialah suatu pengetahuan tentang
objek tertentu yang disusunsecara sistematis sebagai hasil penelitian dengan
menggunakam metode tertentu.
Ilmu pengetahuan digunakan sebagai alat untuk memperoleh kebenaran
berdasarkan teori-teori yang telah dicetuskan oleh para ilmuwan dengan
menggunakan berbagai relevansi. Hal itu dilakukan bertujuan untuk
mempertahankan suatu kebenaran Ilmu Pengetahuan. Kebenaran merupakan hasil
penilaian, sehingga yang merupakan masalah adalah apa yang menjadi dasar dari
penilaian itu sendiri.

P a g e 4 | 36
BAB I
a. Sejarah Filsafat

Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad


ke 7 S.M.. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi
akan keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak lagi
menggantungkan diri kepada dogma agama untuk mencari jawaban atas yang
pertanyaan-pertanyaan yang muncul . Phytagoras dianggap sebagai orang pertama
yang membawa filsafat ke Yunani. Namun demikian, orang pertama yang digelari
filosof adalah Thales (sekitar abad ke-6 S.M) dari Mileta karena dia-lah yang
pertama kali menjelaskan asal-usul dunia yang terlepas dari kepercayaan akan
mitos-mitos kuno. Kemudian, muridnya Aneximander (610-546 S.M)
menjelaskan lebih dalam tentang asal-usul dunia dan alam semesta yang
kemudian dikenal dengan teori kosmologi. Selain itu juga ada beberapa filosof
lain seperti Xenophanes dari Colophon (560-478 S.M) yang berargumentasi
tentang satu tuhan sebagai penguasa alam semesta yang kekal, Permenides dari
Elea (lahir sekitar tahun 515 S.M), Heraklitus dari Ephesus (540-480 S.M),
Anaxagoras dari Clazomenae (500–428 S.M), dan Democritus (460–370 S.M).
Dalam banyak literatur filsafat para filosof ini dikelompokkan sebagai filosof pra-
Sokrates.
Fase berikutnya dalam filsafat barat adalah fase Sokrates (470-399 S.M).
Pemikirannya telah mempengaruhi filsafat barat dari dahulu sampai sekarang.
Walaupun Socrates tidak menulis apapun, namun dia melakukan dialog-dialog
dengan di kumpulan-kumpulan kecil orang-orang yang mengaguminya seperti
Plato dan Xenophon. Diskusi-diskusinya membahas topik-topik kritis seperti
mitos-mitos klasik, pemerintahan dan kehidupan sosial, Dia dianggap sebagai
pembangkang dan kemudian dihukum dengan meminum racun. Pemikiran-
pemikirannya kemudian dilanjutkan oleh murid-muridnya, salah satunya adalah
Plato (427-347 S.M) yang mebahas tentang estetika, politik, teologi,
epeistimologi, dan filsafat bahasa. Pemikiran-pemikirannya tertuang dalam buku-
buku seperti Phaedo dan Repblic. Muridnya yang paling terkenal adalah
Aristoteles (384-322) yang mendirikan sekolah Lyceum sebagai pusat penelitian

P a g e 5 | 36
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Bersama gurunya Plato, Aristotels menjadi
figur yang paling berpengaruh dalam filsafat barat. Setelah Aristoteles, filsafat
berkembang pesat sehingga menghasilkan berbagai penemuan-penmuan dan
pengembangan-pengembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang.
Walaupun kata filsafat berasal dari bahasa Yunani dan telah menjadi tradisi
bangsa Yunani kuno sejak abad ke-7 S.M, tidak berarti hanya bangsa Yunani-lah
yang berfilsafat. Di berbagai belahan dunia lain juga telah berkembang berbagai
pemikiran-pemikiran falsafi. Di Cina muncul filosof seperti Konfusius (551 – 479
S.M), Lao Tse (sekitar abad ke-6 S.M), Mau Tsu (497 – 438 S.M). Di India sejak
1000 tahun sebelum masehi muncul pemikir-pemikir yang disebut sebagai
Brahmana, kemudian pada abad ke-6 muncul Sidharta Gautama dengan membawa
ajaran Budha. Di Persia juga telah ada ajaran Zoroaster yang muncul pada abad
ke-7 sebelum masehi.
Setelah kematian Aristoteles, filsafat menyebar luas diberbagai penjuru
dunia. Filsafat yunani kemudian berbenturan dengan sistem pemikiran yang
berbeda, seperti di timur filsafat yunani berbenturan dengan agama Budha, di
Persia filsafat Yunani berbenturan dengan Zoroaster, dan di Palestina mereka
berhadapan dengan Yahudi, Dari benturan-benturan pemikiran ini, maka
terjadilah asimilasi pemikiran yang kemudian memunculkan pemikiran-pemikiran
baru hasil sintesa filsafat yunani dengan filsafat lain.
Perkembangan filsafat barat juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
peradaban Islam yang member kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan
ilmu pengetahuan. Islam yang berkembang pada abad ke 7 di jazirah arab
menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru. Pada masa awal perkembangan islam
belum dikenal istilah filsafat islam. Namun, seiring dengan perkebangan islam
dan kebutuhan akan pemahaman keislaman, banyak ulama-ulama islam yang
mulai menggali aspek-aspek filsafat, terutama filsafat Plato dan Aristoteles.
Diantara filosofi islam generasi awal seperti Al-Kindi (800-870 M), Al-Farabi
(870- 950 M), Ar-Razi (925 M). Kemudian muncul filosof generasi berikutnya
seperti Ibnu Sina (980-1037 M), Ibnu Miskawayh (w. 1030), Al-Ghazali (w.
1111), Ibnu Rushd (1126-1198), Fakhruddin Ar-Razi (w.1209), Suhrawardi
(w.1193), Ibnu Arabi (w.1240).

P a g e 6 | 36
Sejarah Filsafat Barat bisa dibagi menurut pembagian berikut: Filsafat Klasik,
Abad Pertengahan, Modern dan Kontemporer.
a. Klasik (600 S.M – 500 M)

Pra Sokrates”: Thales, Anaximander, Anaximenes, Pythagoras, Xenophanes,


Parmenides, Zeno, Herakleitus, Empedocles, Democritus, Anaxagoras.

a. Zaman Keemasan: Sokrates, Plato, Aristoteles

Helenisme: Epecureanisme, Stoikisme, dan Skeptisisme.

b. Abad pertengahan (500-1500)

Pada abad pertengahan filsafat yang berkembang banyak membicarakan


permasalahan teologis dan alam. Diatara filosof abad pertengahan adalah:
Boethius, Maximus, Peter Damian, Thomas Aquinas

c. Modern

Filsafat barat modern dimulai pada tahun 1500 yang dapat dikelompokkan
kedalam beberapa periode, yaitu:

Renaisans (1500–1600):pada periode ini tema-tema pemikiran para filosof pada


saat itu berkisar pada masalah humanisme, sosial dan politik. Diantara filosof
pada fase ini adalah: Niccòlo Machiavelli, Sir Francis Bacon, Thomas Hobbes,
Periode modern awal (1600–1700):, Pada periode ini didominasi oleh pemikiran
empiris dan rational. Filosof pada periode ini diantaranya: René Descartes,
Nicolaus Copernicus, Johannes Kepler, Galileo Galilei, Leonardo da Vinci, Jean-
Jacques Rousseau, Benedict de Spinoza, Immanuel Kant

d. Periode Pencerahan (1700-1900): Pada periode ini filsafat didominasi


pemikiran bertemakan Tuhan, Akal, Alam dan kemanusiaan. Diantara filosof
periode ini adalah: John Locke, George Berkeley, David Hume, John Stuart Mill,
Henry Sidgwick, Karl Marx, Charles Darwin, Georg Wilhelm Friedrich Hegel,
Auguste Comte, Charles Sanders Peirce, Friedrich Nietzsche.
e. Kontemporer (1900–present).

P a g e 7 | 36
Filsafat pada abad ke-20 di tandai dengan pemisahan dua tradisi pemikiran, yaitu,
analisa logis yang di perkenalkan oleh Locke and Hume, dengan analisa
Spekulatif oleh Heggel. Para filosof pada periode ini seperti; Michel Foucault,
Martin Heidegger, Karl Popper, Bertrand Russell, Jean-Paul Sartre, Albert Camus,
Jurgen Habermas, Richard Rotry, Feyerabend, Jacques Derrida, Mahzab Frankfurt

Seiring dengan sejarah panjang filsafat, muncul banyak filosof-filosof dari


berbagai penjuru dunia. Baik filsafat barat ataupun filsafat timur saling mengisi
dan saling menkoreksi satu sama lain yang menghasilkan sintesa dan pemahaman
baru bagi manusia dalam memahami diri dan alam sekitaranya. Selama manusia
masih berfikir, maka selama itulah filsafat itu ada.

b. Cabang-cabang filsafat
Sidi Gazalba (1973) mengemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri
atas:
1. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau ontologi,
filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau
teodyce.
2. Teori pengetahuan atau epistemologi, yang mempersoalkan: hakikat
pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagaimana membentuk
pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang
benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang benar dan apakah
dapat diketahui manusia, serta sampai di mana batas pengetahuan manusia.
3. Filsafat nilai atau aksiologi yang membicarakan: hakikat nilai, di mana letak
nilai, apakah pada bendanya atau pada perbuatannya atau pada manusia yang
menilainya; mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang
lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu
membawa perbedaan penilaian Louis O. Kattsoff (1987: 74-82) membagi
cabang-cabang filsafat menjadi dua bagian besar, yaitu cabang filsafat yang
memuat materi ajar tentang alat dan cabang filsafat yang memuat tentang isi
atau bahan-bahan dan informasi. Cabang filsafat yang merupakan alat adalah
Logika, termasuk di dalamnya Metodologi. Sedangkan cabang filsafat yang
merupakan isi adalah:

P a g e 8 | 36
 Metafisika
 Epistemologi
 Biologi Kefilsafatan
 Psikologi Kefilsafatan
 Antropologi Kefilsafatan
 Sosiologi Kefilsafatan
 Etika
 Estetika
 Filsafat Agama
1. Logika

Logika membicarakan teknik-teknik untuk memperoleh kesimpulan dari


suatu perangkat bahan tertentu. Kadang-kadang Logika didefinisikan sebagai ilmu
pengetahuan tentang penarikan kesimpulan. Logika dibagi dalam dua cabang
utama, yakni logika deduktif dan logika induktif. Logika deduktif berusaha
menemukan aturan-aturan yang dapat dipergunakan untuk menarik kesimpulan-
kesimpulan yang bersifat keharusan dari satu premis tertentu atau lebih.
Memperoleh kesimpulan yang bersifat keharusan itu yang paling mudah ialah bila
didasarkan atas susunan proposisi- proposisi dan akan lebih sulit bila yang
diperhatikan ialah isi proposisi- proposisi tersebut. Logika yang membicarakan
susunan-susunan proposisi dan penyimpulan yang sifat keharusannya berdasarkan
atas susunannya, dikenal sebagai logika deduktif atau logika formal.
Bagi logika deduktif ada suatu perangkat aturan yang dapat dikatakan
hampir-hampir otomatis; bagi logika induktif tidak ada aturan-aturan yang
demikian itu, kecuali hukum-hukum probabilitas. Yang termasuk pertanyaan-
pertanyaan terpokok di dalam logika ialah:
a. Apakah aturan-aturan bagi penyimpulan yang sah?
b. Apakah ukuran-ukurannya bagi hipotesis yang baik?
c. Apakah corak-corak penalaran yang logis itu?
d. Apakah yang menyebabkan tersusunnya sebuah definisi yang baik.

P a g e 9 | 36
2. Metodologi

Metodologi ialah ilmu pengetahuan tentang metode dan khususnya metode


ilmiah. Tampaknya semua metode yang berharga dalam menemukan pengetahuan
mempunyai garis-garis besar umum yang sama. Metodologi membicarakan hal-
hal seperti sifat observasi, hipotesis, hukum, teori, susunan eksperimen dan
sebagainya.
3. Metafisika
Metafisika adalah cabang filsafat mengenai yang ada. Aristoteles
mendefinisikan metafisika sebagai ilmu mengenai yang ada sebagai yang ada,
yang dilawankan dengan yang ada sebagai yang digerakkan dan yang ada sebagai
yang dijumlahkan. Istilah metafisika sejak lama digunakan di Yunani untuk
menunjukkan karya-karya tertentu Aristoteles. Maka, istilah metafisikapun
berasal dari bahasa Yunani: meta ta physika yang berarti ―hal- hal yang terdapat
sesudah fisika‖.
Secara sederhana metafisika dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat
atau bagian pengetahuan manusia yang bersangkutan dengan pertanyaan
mengenai hakikat ada yang terdalam.
Pada umumnya orang mengajukan dua pertanyaan yang bercorak
metafisika, misalnya :
(1) Apakah saya ini tidak berbeda dengan batu karang? Apakah roh saya hanya
merupakan gejala materi?
(2) Apakah yang merupakan asal mula jagad raya? Apakah yang menjadikan
pusat jagad raya dan bukannya suatu keadaan yang bercampur aduk? Apakah
hakikat ruang dan waktu itu?
Pertanyaan jenis pertama termasuk ontologi, pertanyaan kedua termasuk
kosmologi. Perkataan ―kosmologi‖ berasal dari perkataan Yunani, cosmos
(alam semesta yang teratur) dan logos (penyelidikan tentang, azas-azas rasional
dari). Jadi, kosmologi berarti penyelidikan tentang alam semesta yang teratur.
Perkataan ―ontologi‖ berasal dari perkataan Yunani ontos yang berarti yang
ada dan logos yang berarti penyelidikan tentang. Jadi, ontologi diartikan sebagai
penyelidikan tentang yang ada. Ontologi berusaha untuk mengetahui esensi yang

P a g e 10 | 36
terdalam dari yang ada, sedangkan kosmologi berusaha untuk mengetahui
ketertibannya serta susunannya. Contoh pandangan ontologis adalah materialisme.
4. Biologi kefilsafatan

membicarakan persoalan-persoalan mengenai biologi, menganalisa pengertian


hakiki dalam biologi. Ia mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai pengertian
hidup, adaptasi, teleologi, evolusi dan penurunan sifat-sifat. Biologi kefilsafatan
juga membicarakan tentang tempat hidup dalam rangka segala sesuatu, dan arti
pentingnya hidup bagi penafsiran kita tentang alam semesta tempat kita hidup.
Seorang filsuf dapat menghubungkan bahan-bahan yang ditemukan oleh ilmuwan
biologi dengan teori-teori yang dikemukakan untuk menerangkan bahan-bahan
tersebut. Ia dapat menolong seorang ahli biologi untuk bersifat kritis, bukan hanya
terhadap istilah-istilahnya, melainkan juga terhadap metode-metode dan teori-
teorinya.

5. Psikologi Kefilsafatan

Pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam bidang psikologi kefilsafatan adalah:


Apakah yang dinamakan jiwa itu? Apakah jiwa tiada lain dari kumpulan jalur
urat-urat syaraf, ataukah sesuatu yang bersifat khas? Apakah kita harus
mengadakan pembedaan antara jiwa (mind) dengan nyawa (soul)? Apakah
hubungan antara jiwa dan tubuh, bila kedua hal itu dianggap berbeda? Apakah
yang dimaksud dengan ―ego‖? Apakah yang merupakan kemampuan-
kemampuan yang menyebabkan ego itu berfungsi? Bagaimanakah susunan jiwa
itu? Bagaimana halnya dengan perasaan dan kehendak? Apakah keduanya
merupakan bagian dari jiwa ataukah merupakan kemampuan yang terpisah?
Apakah akal itu dan bagaimana hubungannya dengan tubuh? Demikianlah di
dalam lapangan psikologi, seorang filsuf mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
bersifat hakiki. Dan apa yang pada suatu ketika dulu semuanya merupakan bagian
filsafatm dibagi dalam dua lapangan psikologi, yaitu psikologi sebagai ilmu dan
psikologi kefilsafatan. Kedua hal ini tidak pernah terpisah, melainkan hanya segi-
segi yang berbeda dari masalah yang sama.

6. Antropologi Kefilsafatan

P a g e 11 | 36
Antropologi kefilsafatan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang manusia.
Dimulai sejak abad kelima sebelum Masehi, setelah melalui penyelidikan yang
lama, Socrates tampil ke depat dengan semboyannya:

Kenalilah dirimu sendiri!‖. Artinya, filsafat tidak cukup hanya membicarakan


tentang alam saja, tetapi yang tak-kalah penting adalah bertanya dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan tentang manusia itu sendiri. Apakah hakikat terdalam
manusia itu ? Ada pilihan penafsiran apa sajakah mengenai hakikat manusia?
Yang manakah yang lebih mendekati kebenaran? Membicarakan tentang makna
sejarah manusia dan arah kecenderungan sejarah. Sejarah juga dikaji dalam
hubungannya dengan ilmu-ilmu alam, atau dengan nafsu-nafsu atau dogma
keagamaan, atau perjuangan untuk kelangsungan hidup. Telah banyak penjelasan
yang diberikan mengenai hal ini. Sosiologi Kefilsafatan Sosiologi kefilsafatan
merupakan istilah lain untuk filsafat sosial dan filsafat politik.

7. Etika

Di dalam melakukan pilihan, manusia mengacu kepada istilah-istilah seperti baik,


buruk, kebajikan, kejahatan dan sebagainya. Istilah-istilah ini merupakan predikat-
predikat kesusilaan (etik). Cabang filsafat yang membahas masalah ini adalah
etika. Dalam kondisi yang bagaimanakah kita mengadakan tanggapan-tanggapan
kesusilaan? Ukuran-ukuran apakah yang dipakai untuk menguji tanggapan-
tanggapan kesusilaan? Tujuan pokok etika adalah menemukan norma-norma
untuk hidup dengan baik. Berkaitan dengan itu muncul pertanyaan-pertanyaan:
Apakah yang menyebabkan suatu perbuatan yang baik itu adalah baik secara etik?
Bagaimanakah cara kita melakukan pilihan di antara hal-hal yang baik? Itulah
beberapa contoh pertanyaan di dalam penyelidikan etika.

8. Estetika

Dua istilah pokok telah digunakan di dalam kajian filsafat, yakni


kebenaran‖ dan kebaikan. Kebenaran merupakan tujuan yang hendak dicapai
dalam pembicaraan kita tentang epistemologi dan metodologi. Kebaikan
merupakan masalah yang diselidiki dalam etika. Pada hal-hal ini kita tambahkan
unsur ketiga dari ketritunggalan besar yang mendasari semua peradaban,

P a g e 12 | 36
yakni keindahan. Cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan dan
peranan keindahan, khususnya di dalam seni, dinamakan estetika. Pertanyaan-
pertanyaan filsafati di dalam perbincangan estetika adalah: Apakah keindahan itu?
Apa hubungan antara yang indah dengan yang benar dan yang baik? Apakah ada
ukuran yang dapat dipakai untuk menanggapi suatu karya seni dalama rti yang
objektif? Apakah fungsi keindahan dalam hidup kita? Apakah seni itu ? Apakah
seni hanya sekedar reproduksi alam kodrat belaka, ataukah suatu ungkapan
perasaaan seseorang, ataukah suatu penglihatan ke dalam kenyataan yang
terdalam?

9. Filsafat Agama

Jika kita ingin mengetahui sesuatu di dalam kepercayaan agama tertentu, maka
tanyalah kepada para ahli agama atau ulama-ulamanya. Sedangkan bagi seorang
filsuf, ia akan membicarakan jenis-jenis pertanyaan yang berbeda mengenai
agama. Pertama-tama ia mungkin akan bertanya: Apakah agama itu? Apakah
yang dimaksud dengan istilah Tuhan itu? Apakah bukti-bukti tentang
adanya Tuhan itu sehat menurut logika? Bagaimanakah cara kita mengetahui
Tuhan? Apakah makna ―eksistensi‖ bila istilah ini dipergunakan dalam
hubungannya dengan Tuhan? Filsafat agama tidak berkepentingan dengan apa
yang orang percayai. Tetapi kepada makna istilah-istilah yang dipergunakan,
keruntutan di antara kepercayaan-kepercayaan, bahan-bahan bukti bagi
kepercayaan, dan hubungan antara kepercayaan agama dengan kepercayaan-
kepercayaan yang lain. Yang erat hubungannya dengan kepercayaan agama
adalah kepercayaan mengenai keabadian hidup. Meskipun masalah ini tidak
monopoli milik agama, tetapi merupakan masalah terpenting bagi penganut-
penganutnya.

Demikianlah pembahasan cabang-cabang filsafat sebagaimana dikemukakan oleh


Louis O. Kattsoff. Tetapi, di samping cabang-cabang yang telah diuraikan
tersebut, sebenarnya masih banyak cabang-cabang filsafat yang berkaitan dengan
hal-hal khusus, disebut sebagai cabang filsafat khusus.

P a g e 13 | 36
C. Tokoh Filsafat

1. Aristoteles (384-322 S.M.)


Ia memberikan dua macam definisi terhadap prote philosophia itu, yakni
sebagai ilmu tentang asas-asas pertama (the science of first principles) dan sebagai
suatu ilmu yang menyelidiki peradaan sebagai peradaan dan ciri-ciri yang
tergolong pada objek itu berdasarkan sifat alaminya sendiri. Dalam
perkembangannya kemudian prote philosophia dari Aristoteles disebut metafisika.
Ini merupakan suatu istilah tehnis untuk pengertian filsafat spekulatif.

3. Plato (427-347 S.M.)


Dalam konsepsi Plato filsafat merupakan pencarian yang bersifat
spekulatif atau perekaan terhadap pandangan tentang seluruh kebenaran. Filsafat
Plato itu kemudian digolongkan sebagai filsafat spekulatif.

4. Socrates (469-399 S.M.)


Dalam pemahaman Socrates filsafat adalah suatu peninjauan diri yang
bersifat reflektif atau perenungan terhadap asas-asas dari kehidupan yang adil dan
bahagia ( principle of the just and happy life ).

5. Pythagoras (572-497 S.M.)


Menurut tradisi filsafati dari zaman Yunani Kuno, orang yang pertama-
tama memperkenalkan istilah philosophia ialah Pythagoras. Pythagoras
mendirikan aliran filsafat pythagoreanisme yang mengemukakan sebuah ajaran
metafisis bahwa bilangan merupakan intisari dari semua benda maupun dasar
pokok dari sifat-sifat benda. Filsafat Pythagoras dan mazhab pythagoreanisme
dipadatkan menjadi sebuah dalil yang berbunyi “ Bilangan memerintah jagat raya
(Number rules the universe).”

P a g e 14 | 36
BAB II
Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mempertanyakan secara sistematis mengenai hakikat pengetahuan ilmu yang
berhubungan dalam masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat
pada ilmu untuk mencapai pengetahuan yang ilmiah. Intinya, filsafat ilmu
adalah filsafat dengan pokok bahasan ilmu sebagai inti dari apa yang
dipertanyakan mengenai kebenaran. Masalahnya, mudah untuk mengingat dan
menjelaskan apa definisi dari filsafat ilmu namun sulit untuk benar-benar
memahami esensi apa yang dipelajari dalam filsafat ilmu. Contoh nyatanya
dijelaskan oleh Lacey (1996) yang membuat beberapa poin bahasan yang akan
dieksplorasi dalam filsafat ilmu, poin-poin pokok bahasan tersebut adalah:

1. Hakikat ilmu itu sendiri


2. Tujuan dari ilmu
3. Metode ilmu
4. Bagian-bagian ilmu
5. Jangkauan ilmu
6. Hubungan ilmu dengan masalah kehidupan atau filosofi yang lain seperti:
nilai, etika, moral dan kesejahteraan manusia

Untuk memperdalam pemahaman terhadap filsafat ilmu pula kita harus benar-
benar paham apa yang dimaksud dengan filsafat.

Pengertian Filsafat

Filsafat adalah pemikiran dan kajian menyeluruh terhadap suatu


pemikiran, kepercayaan dan sikap yang sudah dijunjung tinggi kebenarannya

P a g e 15 | 36
melalui pencarian ulang dan analisis konsep dasar untuk menciptakan
kebenaran, pertimbangan dan kebijaksanaan yang lebih baik.

Filsafat secara harfiah berarti “mencintai kebijaksanaan”. Itu artinya, filsafat


juga memiliki arti mencintai mencari menuju penemuan kebijaksanaan atau
kearifan. Mencintai kearifan disini tentunya bermakna mencintainya dengan
melakukan proses dalam arti pencarian kearifan sekaligus produknya. Di
dalam proses pencarian itu, yang dicari adalah kebenaran-kebenaran prinsip
yang bersifat general. Prinsip yang bersifat general ini harus dapat dipakai
untuk menjelaskan segala sesuatu kajian atas objek filsafat. Lebih jauh
mengenai pengertian filsafat, dapat dibaca pada artikel dibawah ini:

Pengertian Ilmu

Kata ilmu berasal dari bahasa Arab, yaitu alima yang berarti


pengetahuan. Pemakaian kata ilmu dalam bahasa Indonesia merujuk pada
kata science dalam bahasa inggris. Science  sendiri berasal dari bahasa Latin:
Scio, Scire yang artinya juga pengetahuan. Ilmu adalah pengetahuan, namun
ada berbagai macam pengetahuan, seperti: pengetahuan biasa dan
pengetahuan ilmu. Pengetahuan biasa adalah pengetahuan keseharian yang
kita dapatkan dari berbagai sumber bebas dan belum tentu benar atau
berdasarkan kenyataan. Sementara pengetahuan ilmu adalah pengetahuan
yang pasti, eksak, berdasarkan kenyataan dan terorganisir.

Pengetahuan Ilmu

Ilmu harus disusun secara sistematis dan berdasarkan metodologi


untuk berusaha mencapai suatu kesimpulan atau generalisasi. Ilmu terbagi
menjadi tiga kategori pembentuknya, yaitu: hipotesis, teori, dalil hukum.
Dalam kajian ilmiah untuk membangun ilmu, jika data faktual yang terkumpul
masih belum banyak atau belum cukup, maka peneliti baru membentuk
hipotesis. Seperti yang telah dijelaskan diatas, hipotesis adalah dugaan
pemikiran berdasarkan sejumlah data tebatas yang belum cukup kuat.
Hipotesis akan memberikan arah pada penelitian untuk menghimpun data

P a g e 16 | 36
yang dibutuhkan. Data yang telah dihimpun dan dinilai cukup sebagai hasil
penelitian dihadapkan pada hipotesis.

Apabila data yang telah dikumpulkan mampu memvalidasi hipotesis, maka


hipotesis tersebut berubah menjadi tesis atau teori. Jika teori mencapai
generalisasi atau kesimpulan umum, maka teori tersebut berubah menjadi dalil
atau teori, namun teori mapan yang telah banyak digunakan oleh para peneliti
lain sebagai tinjauan pustaka. Tahapan terakhir adalah jika teori dapat
memastikan hubungan sebab-akibat yang serba tetap dimana saja, maka ia
akan menjadi hukum (e.g: hukum newton, dsb).

Pengertian Pengetahuan

Pengetahuan berasal dari bahasa Inggris yaitu: knowledge. Dalam


encyclopedia of philosophy, definisi pengetahuan adalah kepercayaan yang
benar. Sementara secara terminologi akan dikemukakan salah satu pendapat
ahli mengenai definisi tentang pengetahuan dibawah ini:

Pengetahuan adalah apa yang diketahui atau hasil pekerjaan tahu.


Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf, mengerti, dan
pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran. Dengan
demikian, pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu
(Gazalba, 1973). Pengetahuan adalah suatu proses kehidupan yang diketahui
manusia secara langsung dari kesadarannya sendiri. Orang pragmatis,
terutama John Dewey tidak membedakan pengetahuan dengan kebenaran
(antara knowledge dengan truth). Jadi, menurut Dewey pengetahuan itu harus
benar, kalau tidak benar maka hal tersebut bukanlah pengetahuan.

Jenis pengetahuan

Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah


pengetahuan maka di dalam kehidupan manusia dapat memiliki pengetahuan
dan kebenaran. Burhanuddin Salam mengemukakan bahwa pengetahuan yang
dimiliki manusia ada empat, yaitu:

P a g e 17 | 36
1. Pengetahuan biasa. Yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sense atau nalar wajar; sesuatu yang masuk akal.
Terkadang disebut sebagai good sense pula yang berarti pengetahuan yang
diterima secara baik. Contohnya: semua orang menyebutnya sesuatu itu
merah karena itu memang merah, benda itu panas karena memang dirasakan
panas dan sebagainya. Terkadang terdapat beberapa pengetahuan biasa yang
sebetulnya kurang tepat hingga tidak benar, namun sudah diterima apa adanya
oleh masyarakat.
2. Pengetahuan ilmu. Merupakan ilmu sebagai terjemahan dari science yang
pada prinsipnya adalah usaha untuk mengorganisasikan,
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari atau dugaan lain
yang belum dibuktikan. Untuk kemudian dilanjutkan dengan suatu pemikiran
secara cermat dan teliti menggunakan berbagai metode. Ilmu dapat
merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.
Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi,
eksperimen, dan klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan
unsur pribadi atau subjektif, pemikiran logika diutamakan, netral dan
menjunjung fakta.
3. Pengetahuan filsafat. Yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran
yang kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat menekankan pada
universalitas kedalaman kajian mengenai Ilmu hanya pada satu bidang
pengetahuan yang mengerucut, sementara filsafat membahas hal yang lebih
luas namun tetap mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan
reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup
dilonggarkan kembali untuk menerima perubahan yang dianggap lebih
positif.
4. Pengetahuan agama. Merupakan pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak, absolut
dan wajib diyakini oleh para penganutnya tanpa bukti empiris sekalipun.

Perbedaan Ilmu dan Pengetahuan

P a g e 18 | 36
Dari berbagai uraian diatas,  tampak timbul kerancuan antara
pengertian pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut sering dianggap
memiliki persamaan arti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu
disamakan artinya dengan pengetahuan. Hal itu diperumit dengan fenomena
ilmu dan pengetahuan terkadang disatukan menjadi kata majemuk; ilmu
pengetahuan.

Hal tersebut sering kita jumpai dalam berbagai karangan yang membicarakan
tentang ilmu pengetahuan. Namun, jika kedua kata ini berdiri sendiri akan
tampak perbedaan antara keduanya. Dari asal katanya, dapat ketahui bahwa
pengetahuan diambil dari bahasa inggris yaitu: knowledge, sementara ilmu
diambil dari kata science  dan peralihan dari bahasa arab: alima.

Untuk memperjelas pemahaman kita juga harus mampu membedakan antara


pengetahuan yang sifatnya pra ilmiah dan pengetahuan ilmiah. Pengetahuan
pra ilmiah adalah pengetahuan yang belum memenuhi syarat-syarat ilmiah
pada umumnya seperti:

1. harus memiliki objek tertentu (objek formal dan materil)


2. harus bersistem
3. memiliki metode tertentu
4. sifatnya umum

Sebaliknya, pengetahuan ilmiah adalah pengetahuan yang harus memenuhi


syarat-syarat ilmiah. Pengetahuan pertama disebut sebagai pengetahuan biasa
dan pengetahuan kedua disebut pengetahuan ilmiah seperti yang telah
dijelaskan pada uraian sebelumnya diatas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
pada dasarnya pengetahuan berbeda dengan ilmu. Perbedaan tersebut terlihat
dari sifat sistematisnya dan cara memperolehnya. Namun dalam
perkembangannya, pengetahuan dengan ilmu bersinonim arti, sedangkan
dalam arti material keduanya mempunyai perbedaan.

Pengertian Filsafat Ilmu Menurut Para Ahli

P a g e 19 | 36
Ismaun (2001) merangkum beberapa pengertian filsafat ilmu menurut
beberapa ahli, pendapat-pendapat para ahli tersebut adalah:

Robert Ackerman ‘Filsafat ilmu dalam satu sisi adalah suatu tinjauan kritis
mengenai pendapat-pendapat ilmiah, dewasa ini, melalui perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat tertentu,
tetapi filsafat ilmu juga jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual’.

Lewis White Beck ‘Beck berpendapat bahwa filsafat ilmu membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran  ilmiah serta upaya untuk mencoba
menemukan ilmu dan pentingnya upaya ilmiah ilmu secara keseluruhan’.

Ruang Lingkup Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi atau filsafat pengetahuan


yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu, dengan ruang lingkup seperti :

1. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut? Bagaimana hubungan   antara   obyek   tadi   dengan   daya  
tangkap  manusia   yangmembuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
2. Bagaimana proses  yang  memungkinkan  ditimbanya   pengetahuan  
yang   berupailmu?   Bagaimana   prosedurnya?   Hal-hal   apa   yang   harus  
diperhatikan   agar menandakan   pengetahuan   yang   benar?   Apa saja  
kriterianya?  Apa   yang   disebutkebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara, 
teknik, sarana apa yang membantu kitadalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
3. Untuk apa   pengetahuan   yang   berupa  ilmu  itu   dipergunakan? 
Bagaimana  kaitan antara   cara   penggunaan   tersebut   dengan   kaidah-
kaidah   moral?   Bagaimana penentuan  obyek   yang   ditelaah  berdasarkan 
pilihan-pilihan   moral   ?   Bagaimana kaitan  antara  teknik   prosedural 
yang   merupakan  operasionalisasi   metode  ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional? (Landasan aksiologis)

P a g e 20 | 36
3. Pengertian Metodologi

Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi biasa diartikan
ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari kata
Yunani methods.  Sambungan kata depan meta ( menuju, melalui,
mengikiuti,sesudah) dan kata benda hodos  ( jalan, perjalanan, cara, arah ) kata
Imethodos I sendiri lalu berarti : penelitian, metode, ilmiah, hipotesis ilmiah, urian
ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut system aturan tertentu. ( Anton
Bakker, 1984, hlm . 10 )  
Pengertian metode berbeda dengan metodologi. Metode adalah suatu cara,
jalan, petunjuk  pelaksanaan atau teknis, sehingga memiliki sifat yang
membicarakan cara, jalan atau petunjuk dalam  penelitian, sehingga metodologi
penelitian membahas konsep konsep teoritis berbagai metode. Dapat pula
dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah membaasa tentangdasar-dasar
filsafat ilmu dari metode penelitian, karena metodologi belum memiliki langkah-
langkah praktis, adapun derivasinya adalah pada metode  penelitian. Bagi ilmu-
ilmu seperti sosiologi, antropoplogi, polotik, komunikasi, ekonomi, hokum, serta
ilmu-ilmu kealama, metodologi adalah  merupakan dasar-dasar filsafat ilmu
darisuatu metode, atau dasar dari langkah-langkah  praktis penelitian. Seorang
peneliti dapat memilih suatu metode dengan dasar-dasar filosofis tertentu, yang
konsekuensinya diikuti dengan metode penelitian yang konsisten dengan metode
yang dipilihnya. ( Kaeln, 2005, hlm. 7 )
3.    Unsur-unsur metodologi
Menurut anton Baker dan ahmad charris zubair adalah :
a.    Interpretasi (menafsirkan)
Artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak bersifat subjektif
( menurut selera orang menafsirkan ) melainkan haus bertumpu pada evidensi
objektif, untuk dapat memperoleh pengertian, pemahaman atau versetehen. Pada
dasarny interprestasi  berarti tercapainya pemahaman yang benar mengeni
ekspresi manusiawi yang dipelajarinya.

b.    Deduksi dan Induksi

P a g e 21 | 36
Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode
induksi dan deduksi, menurut pengertian siklus empiris. Siklus empiris meliputi
bebrapa tahapan, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian (eksperimentasi ) dan
evaluasi. Tahapan itu pada dasarnya tidak berlaku secara berturut-turut melainkan
terjadi sekaligus. Akan tetapi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam penelitian
filsafat, berhubungan dengan sifat-sifat objek formal yang istimewa, yaitu
manusia.
1)    Metode Deduktif
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
memadai dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Hanya pengetahuan yang
diperoleh melalui akal saja yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum
dan harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah.
Sedangkan pengalaman hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan kebenaran
pengetahuan yang telah diperoleh melalui akal. Akal tidak memerlukan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar, karena akal dapat
menurunkan kebenaran itu dari dirinya sendiri, dengan menerapkan metode
deduktif.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan
bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.
2)     Metode Francis Bacon: Metode Induktif
Sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman, yaitu pengalaman
lahir (dunia) dan pengalaman batin (pribadi manusia). Sedangkan akal hanya
berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan / data yang
diperoleh melalui pengalaman. Menurut pendapat aliran empirisme metode ilmu
pengetahuan bukan a priori tapi a posteriori yaitu metode yang berdasarkan hal-
hal yang ada atau terjadinya kemudian. Aliran ini yakin bahwa manusia tidak
punya innate ideas ( ide-ide bawaan). Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon,
kemudian Thomas Hobbes dan David Hume. Bacon dengan metode
eksperimennya, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda- benda dan
hukum-hukum relasi antara benda-benda.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat diketahui
bahwa ciri khas pemikiran rasional bersifat a priori yang terdiri dari proposisi

P a g e 22 | 36
analitik, yaitu proposisi yang predikatnya sudah tercakup dalam subyek,
sedangkan ciri khas pemikiran empiris adalah a posteriori, dengan proposisi
sintetik yaitu yang tidak dapat diuji kebenarannya dengan menganalisis
pernyataan, tapi harus diuji kebenarannya secara empiris.
Epistemologi adalah filsafat ilmu. Sifat filsafat adalah nalar atau
pemikiran. Landasan ilmu adalah juga nalar, namun titik beratnya pada empiri,
nalar untuk mengungkapkan alam empiri. Dengan demikian kita bisa melihat
pertautan antara metodologi dan filsafat ilmu.
Metodologi merupakan upaya untuk mengembangkan sains, sehingga baik
metodologi maupun epistemologi (filsafat ilmu) adalah keduanya perlu dan
penting, dan tidak dapat hanya mempelajari salah satunya saja. Mempelajari
metodologi tanpa menjamah epistemologi (filsafat ilmu) akan sampai pada
kedangkalan ilmu.
Dengan demikian pemikiran atau metode deduktif yang dikemukakannya
belum dapat memberikan kesimpulan yang bersifat final, karena sesuai dengan
sifat rasionalisme yang pluralistik maka dimungkinkan disusunnya berbagai
jawaban atau penjelasan atas suatu persoalan yang menjadi obyek pemikiran.
Meskipun dalam argumentasi yang rasional didasarkan pada premis-premis ilmiah
yang teruji kebenarannya namun ada kemungkinan terdapat pilihan kesimpulan
yang berbeda-beda.
Menurut Bacon, logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan
penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis tradisional
hanya dapat membantu mewujudka konsekuensi deduktif dari apa yang
sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu berkembang dan memperoleh
pengetahuan baru, metode deduktif harus ditinggalkan dan diganti dengan metode
induktif.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-
hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktif, namun ia
berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui
pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.

P a g e 23 | 36
c.    Koherensi Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat
dengan menunjukkan semua unsur structural dilihat dalam suatu struktur yang
konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau  internal
relations. walaupun mungkin terdapat semacam  oposisi di antaranya, tetapi
unsur-unsur itu tidak boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan
terjadi suatu lingkaran pemahaman antara hakikat menurut keseluruhannya dari
suatu pihak dan unsur-unsurnya dipihak lain.
d.    Holistis
Tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai suatu kebenaran secara utuh.
Objek dilihat interaksi dengan seluruh kenyataannya. Identitas objek akan terlihat
bila ada korelasi dan komunikasi dengan lingkungnnya. Objek ( manusia ) hanya
dapat dipahami dengan mengamati seluruh kenyataan dalam hubungannya dengan
manusia, dan manusia sendiri dalam hubungannya dengan segalanya yang
mencakup hubungan ajksi-reaksi sesuai dengan tema zamannya. Pandangan
menyeluruh ini juga disebut totalitas.
e.    Kesinambungan Historis
Jika ditinjau menurut perkembangannya, manusia itu adalah makhluk
historis. Manusia disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan
pikiran, bersama dengan lingkungan zamannya. Masing-masing orang bergerumul
dalam relasi dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus nasibnya
dibentuk oleh mereka.
f.     Idealisasi
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam
penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau sempurna.
g.    Komparasi
Adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakikat dalam objek
penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan
itu dapat menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga
hakikat objek dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan

P a g e 24 | 36
dengan objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan
perbandingan itu, meminimalkan perbedaan yan masih ada, banyak ditemukan
kategori dan sifat yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga
dapat diadakan dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari objek utama.
Dalam perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan-perbedaan yang berlaku untuk
dua objek, namun skaligus dapat ditemukan beberapa persamaan ang mungkin
sangat strategies.

h.   Heuristika
Adalah metode untuk menemukan jalan baru secra ilmiah untuk
memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya
pembaharuan ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang
mengacu.
i. Analogical
Adalah filsafat meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam
fakta dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi antar situasi atau kasus
yang lebih terbatas dengan yang lebih luas.
j.    Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang
dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap.
4.    Beberapa pandangan tentang prinsip metodologi
a.    Rene Descartes
Dalam  karyanya  Discourse On Methoda, dikemukakan 6 (enam ) prinsip
metodologi yaitu :
1)    Membicarakan masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal
sehat (common sense) yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Akal sehat
menurut Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya,
namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
2)    Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan
dalam aktivitas ilmiah maupun penelitian.
3)    Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan
metode sebagai berikut.

P a g e 25 | 36
4)    Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh
indera. Kita memang dapat membayangkan diri kita tidak berubah namun kita
tidak dapat membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat
menyangsikan kebenaran pendapat lain.  Oleh karena itu, kita dapat saja
meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang
sedang dalam keadaan ragu-ragu.
5)    Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua
substansi yaitu RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani
yang meluas).
b.    Alfred Julesayer
Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic yang terkait
dengan prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi
yaitu: Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana
kebenaran suatu proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara
meyakinkan.  Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka
kemungkinan untuk menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau)
dan ramalan masa depan sebagai pernyataan yang mengandung makna. Ayer
menampik kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-
pernyataan metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang
MEANING LESS (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi
apapun
5.    Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan gabungan metode deduktif dan induktif yang
mana deduktif (rasionalisme) memberikan kerangka pemikiran yang logis,
sedangkan metode induktif (empirisme) memberikan kerangka pembuktian atau
kerangka pengujian untuk memastikan suatu kebenaran. Kerangka pemikiran
demikian disebut dengan “deducto-hypothetico-verifikatif”, dengan langkah-
langkahnya sebagai berikut:
1) Perumusan masalah
2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengujian hipotesis
3) Perumusan hipotesis,
4) Pengujian hipotesis

P a g e 26 | 36
5) Penarikan kesimpulan
Filsafat berusaha untuk menyatukan masing-masing ilmu, karena filsafat
itu merupakan salah satu bagian dariproses pendidikan secara alami dari mahluk
yang berpikir yaitu manuisa. Manusia dalam mencari kebenaran dapat
menggunakan metode ilmiah yaitu yang menggabungkan metode deduktif dan
induktif, yang dikenal dengan “deduct hypothetico-verifikatif”, walaupun
kebenarannya bersifat relatif karena ilmu pengetahuan berkembang terus agar
dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia, sesuai dengan aspek
epistemologi dan aksiologi dari ilmu itu sendiri.
Asumsi
Idealnya ilmu pengetahuan bebas asumsi. Ini dikarenakan ilmu
pengetahuan sebenarnya berasal dari kritik terhadap filsafat idealisme yang selalu
terjebak dalam asumsi. Ilmu pengetahuan ingin membuang asumsi-asumsi yang
tak berdasar dan menggantikannya dengan sebuah pemikiran yang murni Induksi.
Berasal dari pengamatan yang jelas tanpa terjebak dengan teori-teori lalu yang
bisa salah. Semua pernyataan harus dibuktikan secara empiris.
Sayangnya hal semacam ini sangat tidak mungkin. Ilmu pengetahuan akan
selalu menyimpan asumsi di dalamnya. Dalam sebuah percobaan seorang ilmuan
tidak bisa tidak terperangkap dalam sebuah kondisi sosio-historis-kultural. Misal,
dalam sebuah percobaan beberapa orang ilmuan mencoba mengetahui apa saja
yang mempengaruhi titik didih sebuah benda. Dia kemudian meletakkan air di
sebuah teko besi dan merebus benda itu dengan api. Kemudian berturut-turut
mereka memakai teko perunggu, teko emas,  teko perak. Ini untuk menentukan
apakah wadah mempengaruhi titik didih air. Salah seorang filsuf lewat sambil
mengorek-orek hidungnya. “Eh, kenapa kalian merebus benda itu?”. Ilmuan-
ilmuan itu kemudian menjawab “Eh, kami sedang mengadakan percobaan dengan
merebus benda itu?” Sang filsuf kemudian bertanya “Tidakkah kalian pikir bahwa
warna juga mempengaruhi, bagaimana kalau kalian coba wadah dengan berbagai
warna”. Para ilmuan tertawa “Mana mungkin warna mempengaruhi titik didih”.
Ini menunjukkan bahwa sebelum melakukan penelitian ilmuan sudah memiliki
asumsi. Asumsi itu adalah bahwa beda jenis wadah akan mempengaruhi titik didih
api, bukan warna. Mereka juga tidak memilih penelitian dalam berbagai bentuk

P a g e 27 | 36
wadah. Ini artinya sebelum penelitian dilakukan, mereka sudah memiliki asumsi
sehingga akan berpengaruh dengan penelitian.
Dari cerita di atas, asumsi dapat diartikan sebagai dugaan yang diterima
sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar. Sedangkan pengertian
asumsi dalam filsafat ilmu ini merupakan anggapan/ andaian dasar tentang realitas
suatu objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi penyusunan
pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa asumsi
anggapan orang atau pihak tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut
pandang dan kacamata apa. Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat
di Universitas of Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya
keberadaan asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang
mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah
menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu objek
sebelum melakukan penelitian
1.  Asumsi Mengenai Hukum Alam
Suatu peristiwa alam tak luput dari adanya asumsi, semuanya tidaklah
terjadi secara kebetulan saja, namun memiliki pola yang tetap dan teratur, seperti
langit mendung pertanda akan turun hujan walaupun masih terdapat peluang kecil
disana bahwa hujan pun terkadang tidak turun meski langit telah berubah menjadi
mendung, akan tetapi kejadian langit mendung kemudian turun hujan sering kali
terulang dan menjadi suatu sistem yang teratur. Asumsi terhadap hukum alam ini
pun berbeda-beda menurut kelompok penganut paham berikut ini:
a.    Deterministik
Kelompok penganut paham ini menganggap hukum alam tunduk kepada hukum
alam yang bersifat universal (determinisme). William Hamilton dan Thomas
Hobbes dua orang tokoh yang menyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empiris
yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Pada kenyataannya
ilmu sains lebih kental dengan sifat deterministik ini jika dibandingkan dengan
ilmu social, contohnya perhitungan tahun dinyatakan bahwa dalam satu tahun
terdapat 12 bulan, 365 hari, 8760 jam, dst.  
b.  Pilihan bebas

P a g e 28 | 36
Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang mengatur itu tanpa
sebab karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas. Penganut ini
menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya
tanpa terikat hukum alam. Kebalikan dari deterministik bahwa
ilmu social menemukan banyak karakteristiknya disini dibandingkan dengan
ilmu sains, contohnya seorang pengusaha baju ingin membuka satu cabang
perusahaan di wilayah pedalaman Irian Jaya yang penduduknya tidak mengetahui
tentang fashion serta belum mengetahui cara berpakaian, apakah perusahaannya
akan mengalami kesuksesan disana? tentunya dia dihadapkan diantara dua pilihan
“ya” atau “tidak”. Asumsi yang pertama, “ya” dia akan mengalami kesuksesan
karena dia menjadi pelopor di wilayah tersebut, dia akan memperkenalkan kepada
penduduk setempat apa itu pakaian, bagaimana penggunaannya, serta apa
keuntungannya, bahkan dia menjadi satu-satunya trendsetter di tempat itu,
sehingga seluruh penduduk disana hanya akan membeli pakaian hanya dari hasil
produksinya. Asumsi yang kedua, “tidak” akan mengalami kesuksesan karena dia
akan menghadapi kerugian besar disebabkan tak ada satu penduduk pun yang
akan membeli produknya, memang karena mereka telah terbiasa
menggunakan koteka saja tanpa pakaian lengkap atau trendy. Dari kedua asumsi
tersebut, keduanya adalah pilihan bebas dan orang bisa bebas memilih salah satu
diantaranya sesuai dengan asumsi yang diyakininya.  
c.  Probabilistik
Kelompok penganut paham ini berada diantara deterministik dan pilihan bebas
yang menyatakan bahwa gejala umum yang universal itu memang ada namun
sifatnya berupa peluang (probabilistik). Seperti yang kita ketahui sebelumnya
bahwa hukum alam tunduk kepada hukum alam (deterministik) akan tetapi suatu
kejadian tertentu tidak harus selalu mengikuti pola tersebut. Jujun (1992)
memaparkan bahwa ilmu itu tidak mengemukakan kalau X selalu mengakibatkan
Y, melainkan X memiliki peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y.
Sebagai contoh sederhananya, langit mendung pertanda akan turun hujan
(sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya), memang disana terdapat peluang
besar akan datangnya hujan, tetapi masih ada peluang kecil didalamnya bahwa
tidak akan datang hujan walaupun langit telah mendung.

P a g e 29 | 36
Ilmu mempelajari tentang hukum alam. Agar ilmu itu ada kita harus
mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua kejadian itu ada. Tanpa
asumsi itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum diartikan sebagai aturan main
atau pola kejadian yang diikuti sebagian besar orang, gejalanya berulang kali
dapat diamati dan menghasilkan hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian
yang seharusnya melainkan mempelajari kejadian sebagaimana adanya.

2.  Asumsi dalam Ilmu


Ilmu yang paling maju yaitu fisika karena mempunyai cakupan objek zat,
gerak, ruang, dan waktu. Newton dalam bukunya Philosophiae Naturalis
Principia Mathematica (1686) berasumsi bahwa keempat komponen ini bersifat
absolut. Zat bersifat absolut dan dengan demikian berbeda secara substantif
dengan energi. Sedangkan Einstein berbeda pendapat dengan Newton, dalam The
Special Theory of Relativity (1905) berasumsi bahwa keempat komponen itu
bersifat relatif. Tidak mungkin kita mengukur gerak secara absolut.
Asumsi dalam ilmu sosial lebih rumit. Masing-masing ilmu sosial
mempunya berbagai asumsi mengenai manusia. Siapa sebenarnya manusia?
Jawabnya tergantung kepada situasinya dalam kegiatan ekonomis maka dia
makhluk ekonomi, dalam politik maka dia political animal, dalam pendidikan dia
homo educandum. Hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengembangan
asumsi:
a.       Asumsi harus relevan dengan bidang dan tujuan pengkajian disipin 
keilmuan.
b.      Asumsi ini harus operasional dan merupakan dasar bagi pengkajian teoretis.
c.       Asumsi harus positif  bukan normatif.
d.      Asumsi harus disimpulkan dari keadaan sebagaimana
adanya bukan bagaimana keadaan yang seharusnya.

Dalam kegiatan ekonomis manusia yang berperan adalah manusia ‘yang


mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan pengorbanan sekecil-kecilnya’ dan

P a g e 30 | 36
inilah yang dijadikan sebagai pegangan. Asumsi seperti ini dipakai dalam
penyusunan kebijaksanaan atau strategi, serta penjabaran peraturan lainnya,
Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini
seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika
keilmuan berdasarkan kenyataan sesungguhnya berdasarkan keadaan yang
sebenarnya. Seseorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang
dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang
berbeda, maka akan berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan.

3.  Asumsi Mengenai Objek Empiris


Dalam mendapatkan pengetahuan, seorang ilmuwan melakukan berbagai
macam asumsi mengenai objek-objek empiris. Asumsi diperlukan sebagai
landasan dan penunjuk arah dalam kegiatan penelaahan mereka. Asumsi yang
benar akan menjembatani tujuan penelitian sampai penarikan kesimpulan dari
hasil pengujian hipotesis. Bahkan asumsi berguna sebagai jembatan untuk
melompat suatu bagian jalur penalaran yang sedikit atau hampa fakta dan data
sekalipun
Adapun beberapa ilmu yang mengemukakan beberapa asumsi mengenai
objek empiris, yaitu:
a. Menganggap bahwa objek-objek tertentu mempunyai kesamaan satu sama
lain.Seperti dalam hal bentuk, struktur, dan sifat. Berdasarkan ini, maka dapat
dikelompokkan beberapa objek yang serupa ke dalam satu golongan. Klasifikasi
merupakan pendekatan keilmuan yang pertama terhadap objek-objek yang
ditelaahnya dan taksonomi merupakan cabang keilmuan pertama yang
menggunakan teori ini. Setelah taksonomi, mulai berkembang konsep
perbandingan atau komparatif. Dengan klasifikasi ini, maka individu dalam satu
kelas tertentu mempunyai ciri-ciri yang serupa. Contohnya seperti yang dilakukan
oleh Linnaeus (1707-1778), seorang biolog yang mengklasifikasikan hewan dan
tumbuhan sesuai dengan kelas tertentu.

P a g e 31 | 36
b. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka
waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu
objek dalam keadaan tertentu. Kegiatan ini tidak mungkin dilakukan apabila objek
selalu berubah-ubah tiap waktu. Walaupun tidak mungkin menuntut adanya
kelestarian yang relatif atau sifat-sifat pokok suatu benda tidak berubah dalam
jangka waktu tertentu, misalnya ilmu yang mempelajari tentang benda-benda
ruang angkasa, planet-planet memperlihatkan perubahannya dalam jangka waktu
yang relativ lama.
c. Menganggap bahwa setiap gejala bukan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan
yang sama dan gejala itu akan mengikiti pola yang ada. Misalnya sate yang
dibakar akan mengeluarkan bau sedap yang menggugah selera makan. Ini
bukanlah suatu kebetulan sebab memang sudah seperti itu hakekatnya suatu pola,
karena sate apabila dibakar akan selalu menimbulkan bau yang merangsang
selera.

P a g e 32 | 36
KESIMPULAN
Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7
S.M. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak lagi
menggantungkan diri kepada dogma agama untuk mencari jawaban atas yang
pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Phytagoras dianggap sebagai orang pertama
yang membawa filsafat ke Yunani. Namun demikian, orang pertama yang digelari
filosof adalah Thales (sekitar abad ke-6 S.M) dari Mileta karena dia-lah yang
pertama kali menjelaskan asal-usul dunia yang terlepas dari kepercayaan akan
mitos-mitos kuno. Louis O. Kattsoff (1987: 74-82) membagi cabang-cabang
filsafat menjadi dua bagian besar, yaitu cabang filsafat yang memuat materi ajar
tentang alat dan cabang filsafat yang memuat tentang isi atau bahan-bahan dan
informasi
Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mempertanyakan
secara sistematis mengenai hakikat pengetahuan ilmu yang berhubungan
dalam masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat pada ilmu
untuk mencapai pengetahuan yang ilmiah.
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi biasa diartikan
ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari kata

P a g e 33 | 36
Yunani methods.  Sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikiuti,
sesudah) dan kata benda hodos ( jalan, perjalanan, cara, arah ) kata Imethodos I
sendiri lalu berarti : penelitian, metode, ilmiah, hipotesis ilmiah, urian ilmiah.
Metode ialah cara bertindak menurut system aturan tertentu. (Anton Bakker,
1984, hlm .10)  
Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang
sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus
ada. Asumsi memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan
keberadaan asumsi pun ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang
terjadi di alam ini bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola
tertentu yang terus terulang. Sedangkan dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan
menentukan asumsi pokok (the standard presumption) dari keberadaan suatu
objek penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh si peneliti itu
sendiri, karena asumsi akan dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan
penelaahan.

P a g e 34 | 36
DAFTAR PUSTAKA

Kattsoff, Louis O.1987. Pengantar filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana.


Penerjemah: Soejono Soemargono

Loren Bagus. Kamus Filsafat. Gramedia:Jakarta (2005), hal. 246-247

Salam, Burhanuddin. (2003). Logika Materiil : Filsafat ilmu pengetahuan.


Jakarta: Rineka Cipta.

Gazalba, Sidi. (1973). Sistematika filsafat; pengantar kepada dunia filsafat,


teori pengetahuan, metafisika, teori nilai . Jakarta: Bintang Bulan.

Hanurawan. (2012). Filsafat Ilmu Psikologi. Malang: UNM.

Ismaun. (2001). Filsafat Ilmu. Bandung: Penerbit UPI.

Suaedi. (2016). Pengantar Filsafat Ilmu. Bogor: Penerbit IPB.

P a g e 35 | 36
P a g e 36 | 36

Anda mungkin juga menyukai