OLEH:
WIDI NURFADHILLAH
E1A.18.0546
P a g e i | 36
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................3
PENDAHULUAN..................................................................................................................4
Latar Belakang...............................................................................................................4
BAB I...................................................................................................................................5
a. Sejarah Filsafat.......................................................................................................5
b. Cabang-cabang filsafat...........................................................................................8
c. Tokoh Filsafat.......................................................................................................13
BAB II................................................................................................................................14
Pengertian Filsafat Ilmu...............................................................................................15
3. Pengertian Metodologi................................................................................................20
Asumsi.........................................................................................................................27
KESIMPULAN....................................................................................................................33
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................35
P a g e ii | 36
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat limpahan Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun
makalah ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
sekalian.
Penulis
P a g e 3 | 36
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Filsafat Ilmu mulai merebak di awal ke dua puluh. Namun Francis dengan
metode induksi yang ditampilkannya pada abad ke sembilan belas dapat dikatakan
sebagai peletak dasar Filsafat Ilmu dalam hasanah bidang filsafat secara umum.
Filsafat adalah berpikir dan merasa sedalam-dalamnya terhadap segala sesuatu
sampai kepada inti persoalan. Filsafat berasal dari Bahasa Yunani yang tersusun
dari dua kata yaitu philos dan sophia. Philos berarti senang, gemar atau cinta,
sedangkan sophia dapat diartikan sebagai kebijaksanaan. Dengan begitu Filsafat
dapat diartikan sebagai suatu kecintaan kepada kebijaksanaan.
Dengan kata lain dengan Filsafat Ilmu kita dapat berpikir secara mendalam
untuk memperoleh kebenaran-kebenaran yang ingin kita dapat, serta menghindari
kesesatan atau kekeliruan baik dalam pemikiran-pemikiran manusia juga
kesimpulan yang dihasilkan berdasarkan pengetahuan-pengetahuan yang telah
digali dari sebuah fenomena-fenomena tang terjadi dialam maupun pada manusia
itu sendiri. Manusia yang telah dianugerahi akal fikiran oleh Allah SWT untuk
mengkajimenjadi sebuah pengetahuan yang bertujuan atas pencapaian
kesejahteraan umat manusia.Sebelum kita menuju lebih dalam tentang judul
makalah kami yakni “ Kebenaran dan Kesesatan Ilmu Pengetahuan” , kami
memaparkan terlebih dahulu apa pengertian dari Ilmu Pengetahuan itu sendiri.
Apa sih Ilmu Pengetahuan itu?Ilmu Pengetahuan ialah suatu pengetahuan tentang
objek tertentu yang disusunsecara sistematis sebagai hasil penelitian dengan
menggunakam metode tertentu.
Ilmu pengetahuan digunakan sebagai alat untuk memperoleh kebenaran
berdasarkan teori-teori yang telah dicetuskan oleh para ilmuwan dengan
menggunakan berbagai relevansi. Hal itu dilakukan bertujuan untuk
mempertahankan suatu kebenaran Ilmu Pengetahuan. Kebenaran merupakan hasil
penilaian, sehingga yang merupakan masalah adalah apa yang menjadi dasar dari
penilaian itu sendiri.
P a g e 4 | 36
BAB I
a. Sejarah Filsafat
P a g e 5 | 36
dan pengembangan ilmu pengetahuan. Bersama gurunya Plato, Aristotels menjadi
figur yang paling berpengaruh dalam filsafat barat. Setelah Aristoteles, filsafat
berkembang pesat sehingga menghasilkan berbagai penemuan-penmuan dan
pengembangan-pengembangan ilmu pengetahuan di berbagai bidang.
Walaupun kata filsafat berasal dari bahasa Yunani dan telah menjadi tradisi
bangsa Yunani kuno sejak abad ke-7 S.M, tidak berarti hanya bangsa Yunani-lah
yang berfilsafat. Di berbagai belahan dunia lain juga telah berkembang berbagai
pemikiran-pemikiran falsafi. Di Cina muncul filosof seperti Konfusius (551 – 479
S.M), Lao Tse (sekitar abad ke-6 S.M), Mau Tsu (497 – 438 S.M). Di India sejak
1000 tahun sebelum masehi muncul pemikir-pemikir yang disebut sebagai
Brahmana, kemudian pada abad ke-6 muncul Sidharta Gautama dengan membawa
ajaran Budha. Di Persia juga telah ada ajaran Zoroaster yang muncul pada abad
ke-7 sebelum masehi.
Setelah kematian Aristoteles, filsafat menyebar luas diberbagai penjuru
dunia. Filsafat yunani kemudian berbenturan dengan sistem pemikiran yang
berbeda, seperti di timur filsafat yunani berbenturan dengan agama Budha, di
Persia filsafat Yunani berbenturan dengan Zoroaster, dan di Palestina mereka
berhadapan dengan Yahudi, Dari benturan-benturan pemikiran ini, maka
terjadilah asimilasi pemikiran yang kemudian memunculkan pemikiran-pemikiran
baru hasil sintesa filsafat yunani dengan filsafat lain.
Perkembangan filsafat barat juga tidak bisa dilepaskan dari perkembangan
peradaban Islam yang member kontribusi yang sangat besar terhadap kemajuan
ilmu pengetahuan. Islam yang berkembang pada abad ke 7 di jazirah arab
menyebar dengan cepat ke berbagai penjuru. Pada masa awal perkembangan islam
belum dikenal istilah filsafat islam. Namun, seiring dengan perkebangan islam
dan kebutuhan akan pemahaman keislaman, banyak ulama-ulama islam yang
mulai menggali aspek-aspek filsafat, terutama filsafat Plato dan Aristoteles.
Diantara filosofi islam generasi awal seperti Al-Kindi (800-870 M), Al-Farabi
(870- 950 M), Ar-Razi (925 M). Kemudian muncul filosof generasi berikutnya
seperti Ibnu Sina (980-1037 M), Ibnu Miskawayh (w. 1030), Al-Ghazali (w.
1111), Ibnu Rushd (1126-1198), Fakhruddin Ar-Razi (w.1209), Suhrawardi
(w.1193), Ibnu Arabi (w.1240).
P a g e 6 | 36
Sejarah Filsafat Barat bisa dibagi menurut pembagian berikut: Filsafat Klasik,
Abad Pertengahan, Modern dan Kontemporer.
a. Klasik (600 S.M – 500 M)
c. Modern
Filsafat barat modern dimulai pada tahun 1500 yang dapat dikelompokkan
kedalam beberapa periode, yaitu:
P a g e 7 | 36
Filsafat pada abad ke-20 di tandai dengan pemisahan dua tradisi pemikiran, yaitu,
analisa logis yang di perkenalkan oleh Locke and Hume, dengan analisa
Spekulatif oleh Heggel. Para filosof pada periode ini seperti; Michel Foucault,
Martin Heidegger, Karl Popper, Bertrand Russell, Jean-Paul Sartre, Albert Camus,
Jurgen Habermas, Richard Rotry, Feyerabend, Jacques Derrida, Mahzab Frankfurt
b. Cabang-cabang filsafat
Sidi Gazalba (1973) mengemukakan bidang permasalahan filsafat terdiri
atas:
1. Metafisika, dengan pokok-pokok masalah: filsafat hakikat atau ontologi,
filsafat alam atau kosmologi, filsafat manusia, dan filsafat ketuhanan atau
teodyce.
2. Teori pengetahuan atau epistemologi, yang mempersoalkan: hakikat
pengetahuan, dari mana asal atau sumber pengetahuan, bagaimana membentuk
pengetahuan yang tepat dan yang benar, apa yang dikatakan pengetahuan yang
benar, mungkinkah manusia mencapai pengetahuan yang benar dan apakah
dapat diketahui manusia, serta sampai di mana batas pengetahuan manusia.
3. Filsafat nilai atau aksiologi yang membicarakan: hakikat nilai, di mana letak
nilai, apakah pada bendanya atau pada perbuatannya atau pada manusia yang
menilainya; mengapa terjadi perbedaan nilai antara seseorang dengan orang
lain, siapakah yang menentukan nilai, mengapa perbedaan ruang dan waktu
membawa perbedaan penilaian Louis O. Kattsoff (1987: 74-82) membagi
cabang-cabang filsafat menjadi dua bagian besar, yaitu cabang filsafat yang
memuat materi ajar tentang alat dan cabang filsafat yang memuat tentang isi
atau bahan-bahan dan informasi. Cabang filsafat yang merupakan alat adalah
Logika, termasuk di dalamnya Metodologi. Sedangkan cabang filsafat yang
merupakan isi adalah:
P a g e 8 | 36
Metafisika
Epistemologi
Biologi Kefilsafatan
Psikologi Kefilsafatan
Antropologi Kefilsafatan
Sosiologi Kefilsafatan
Etika
Estetika
Filsafat Agama
1. Logika
P a g e 9 | 36
2. Metodologi
P a g e 10 | 36
terdalam dari yang ada, sedangkan kosmologi berusaha untuk mengetahui
ketertibannya serta susunannya. Contoh pandangan ontologis adalah materialisme.
4. Biologi kefilsafatan
5. Psikologi Kefilsafatan
6. Antropologi Kefilsafatan
P a g e 11 | 36
Antropologi kefilsafatan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan tentang manusia.
Dimulai sejak abad kelima sebelum Masehi, setelah melalui penyelidikan yang
lama, Socrates tampil ke depat dengan semboyannya:
7. Etika
8. Estetika
P a g e 12 | 36
yakni keindahan. Cabang filsafat yang membicarakan definisi, susunan dan
peranan keindahan, khususnya di dalam seni, dinamakan estetika. Pertanyaan-
pertanyaan filsafati di dalam perbincangan estetika adalah: Apakah keindahan itu?
Apa hubungan antara yang indah dengan yang benar dan yang baik? Apakah ada
ukuran yang dapat dipakai untuk menanggapi suatu karya seni dalama rti yang
objektif? Apakah fungsi keindahan dalam hidup kita? Apakah seni itu ? Apakah
seni hanya sekedar reproduksi alam kodrat belaka, ataukah suatu ungkapan
perasaaan seseorang, ataukah suatu penglihatan ke dalam kenyataan yang
terdalam?
9. Filsafat Agama
Jika kita ingin mengetahui sesuatu di dalam kepercayaan agama tertentu, maka
tanyalah kepada para ahli agama atau ulama-ulamanya. Sedangkan bagi seorang
filsuf, ia akan membicarakan jenis-jenis pertanyaan yang berbeda mengenai
agama. Pertama-tama ia mungkin akan bertanya: Apakah agama itu? Apakah
yang dimaksud dengan istilah Tuhan itu? Apakah bukti-bukti tentang
adanya Tuhan itu sehat menurut logika? Bagaimanakah cara kita mengetahui
Tuhan? Apakah makna ―eksistensi‖ bila istilah ini dipergunakan dalam
hubungannya dengan Tuhan? Filsafat agama tidak berkepentingan dengan apa
yang orang percayai. Tetapi kepada makna istilah-istilah yang dipergunakan,
keruntutan di antara kepercayaan-kepercayaan, bahan-bahan bukti bagi
kepercayaan, dan hubungan antara kepercayaan agama dengan kepercayaan-
kepercayaan yang lain. Yang erat hubungannya dengan kepercayaan agama
adalah kepercayaan mengenai keabadian hidup. Meskipun masalah ini tidak
monopoli milik agama, tetapi merupakan masalah terpenting bagi penganut-
penganutnya.
P a g e 13 | 36
C. Tokoh Filsafat
P a g e 14 | 36
BAB II
Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari dan
mempertanyakan secara sistematis mengenai hakikat pengetahuan ilmu yang
berhubungan dalam masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat
pada ilmu untuk mencapai pengetahuan yang ilmiah. Intinya, filsafat ilmu
adalah filsafat dengan pokok bahasan ilmu sebagai inti dari apa yang
dipertanyakan mengenai kebenaran. Masalahnya, mudah untuk mengingat dan
menjelaskan apa definisi dari filsafat ilmu namun sulit untuk benar-benar
memahami esensi apa yang dipelajari dalam filsafat ilmu. Contoh nyatanya
dijelaskan oleh Lacey (1996) yang membuat beberapa poin bahasan yang akan
dieksplorasi dalam filsafat ilmu, poin-poin pokok bahasan tersebut adalah:
Untuk memperdalam pemahaman terhadap filsafat ilmu pula kita harus benar-
benar paham apa yang dimaksud dengan filsafat.
Pengertian Filsafat
P a g e 15 | 36
melalui pencarian ulang dan analisis konsep dasar untuk menciptakan
kebenaran, pertimbangan dan kebijaksanaan yang lebih baik.
Pengertian Ilmu
Pengetahuan Ilmu
P a g e 16 | 36
yang dibutuhkan. Data yang telah dihimpun dan dinilai cukup sebagai hasil
penelitian dihadapkan pada hipotesis.
Pengertian Pengetahuan
Jenis pengetahuan
P a g e 17 | 36
1. Pengetahuan biasa. Yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan
dengan istilah common sense atau nalar wajar; sesuatu yang masuk akal.
Terkadang disebut sebagai good sense pula yang berarti pengetahuan yang
diterima secara baik. Contohnya: semua orang menyebutnya sesuatu itu
merah karena itu memang merah, benda itu panas karena memang dirasakan
panas dan sebagainya. Terkadang terdapat beberapa pengetahuan biasa yang
sebetulnya kurang tepat hingga tidak benar, namun sudah diterima apa adanya
oleh masyarakat.
2. Pengetahuan ilmu. Merupakan ilmu sebagai terjemahan dari science yang
pada prinsipnya adalah usaha untuk mengorganisasikan,
mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari
pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari atau dugaan lain
yang belum dibuktikan. Untuk kemudian dilanjutkan dengan suatu pemikiran
secara cermat dan teliti menggunakan berbagai metode. Ilmu dapat
merupakan suatu metode berpikir secara objektif (objective thinking),
tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual.
Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi,
eksperimen, dan klasifikasi. Analisis ilmu itu objektif dan menyampingkan
unsur pribadi atau subjektif, pemikiran logika diutamakan, netral dan
menjunjung fakta.
3. Pengetahuan filsafat. Yaitu pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran
yang kontemplatif dan spekulatif. Pengetahuan filsafat menekankan pada
universalitas kedalaman kajian mengenai Ilmu hanya pada satu bidang
pengetahuan yang mengerucut, sementara filsafat membahas hal yang lebih
luas namun tetap mendalam. Filsafat biasanya memberikan pengetahuan
reflektif dan kritis sehingga ilmu yang tadinya kaku dan cenderung tertutup
dilonggarkan kembali untuk menerima perubahan yang dianggap lebih
positif.
4. Pengetahuan agama. Merupakan pengetahuan yang hanya diperoleh dari
Tuhan lewat para utusan-Nya. Pengetahuan agama bersifat mutlak, absolut
dan wajib diyakini oleh para penganutnya tanpa bukti empiris sekalipun.
P a g e 18 | 36
Dari berbagai uraian diatas, tampak timbul kerancuan antara
pengertian pengetahuan dan ilmu. Kedua kata tersebut sering dianggap
memiliki persamaan arti. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, ilmu
disamakan artinya dengan pengetahuan. Hal itu diperumit dengan fenomena
ilmu dan pengetahuan terkadang disatukan menjadi kata majemuk; ilmu
pengetahuan.
Hal tersebut sering kita jumpai dalam berbagai karangan yang membicarakan
tentang ilmu pengetahuan. Namun, jika kedua kata ini berdiri sendiri akan
tampak perbedaan antara keduanya. Dari asal katanya, dapat ketahui bahwa
pengetahuan diambil dari bahasa inggris yaitu: knowledge, sementara ilmu
diambil dari kata science dan peralihan dari bahasa arab: alima.
P a g e 19 | 36
Ismaun (2001) merangkum beberapa pengertian filsafat ilmu menurut
beberapa ahli, pendapat-pendapat para ahli tersebut adalah:
Robert Ackerman ‘Filsafat ilmu dalam satu sisi adalah suatu tinjauan kritis
mengenai pendapat-pendapat ilmiah, dewasa ini, melalui perbandingan
terhadap kriteria-kriteria yang dikembangkan dari pendapat-pendapat tertentu,
tetapi filsafat ilmu juga jelas bukan suatu kemandirian cabang ilmu dari
praktek ilmiah secara aktual’.
Lewis White Beck ‘Beck berpendapat bahwa filsafat ilmu membahas dan
mengevaluasi metode-metode pemikiran ilmiah serta upaya untuk mencoba
menemukan ilmu dan pentingnya upaya ilmiah ilmu secara keseluruhan’.
1. Objek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana wujud yang hakiki dari obyek
tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia yangmembuahkan pengetahuan ? (Landasan ontologis)
2. Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan
yang berupailmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus
diperhatikan agar menandakan pengetahuan yang benar? Apa saja
kriterianya? Apa yang disebutkebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara,
teknik, sarana apa yang membantu kitadalam mendapatkan pengetahuan yang
berupa ilmu? (Landasan epistemologis)
3. Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana kaitan antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-
kaidah moral? Bagaimana penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan
pilihan-pilihan moral ? Bagaimana kaitan antara teknik prosedural
yang merupakan operasionalisasi metode ilmiah dengan norma-norma
moral/profesional? (Landasan aksiologis)
P a g e 20 | 36
3. Pengertian Metodologi
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi biasa diartikan
ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari kata
Yunani methods. Sambungan kata depan meta ( menuju, melalui,
mengikiuti,sesudah) dan kata benda hodos ( jalan, perjalanan, cara, arah ) kata
Imethodos I sendiri lalu berarti : penelitian, metode, ilmiah, hipotesis ilmiah, urian
ilmiah. Metode ialah cara bertindak menurut system aturan tertentu. ( Anton
Bakker, 1984, hlm . 10 )
Pengertian metode berbeda dengan metodologi. Metode adalah suatu cara,
jalan, petunjuk pelaksanaan atau teknis, sehingga memiliki sifat yang
membicarakan cara, jalan atau petunjuk dalam penelitian, sehingga metodologi
penelitian membahas konsep konsep teoritis berbagai metode. Dapat pula
dikatakan bahwa metodologi penelitian adalah membaasa tentangdasar-dasar
filsafat ilmu dari metode penelitian, karena metodologi belum memiliki langkah-
langkah praktis, adapun derivasinya adalah pada metode penelitian. Bagi ilmu-
ilmu seperti sosiologi, antropoplogi, polotik, komunikasi, ekonomi, hokum, serta
ilmu-ilmu kealama, metodologi adalah merupakan dasar-dasar filsafat ilmu
darisuatu metode, atau dasar dari langkah-langkah praktis penelitian. Seorang
peneliti dapat memilih suatu metode dengan dasar-dasar filosofis tertentu, yang
konsekuensinya diikuti dengan metode penelitian yang konsisten dengan metode
yang dipilihnya. ( Kaeln, 2005, hlm. 7 )
3. Unsur-unsur metodologi
Menurut anton Baker dan ahmad charris zubair adalah :
a. Interpretasi (menafsirkan)
Artinya menafsirkan, membuat tafsiran, tetapi yang tidak bersifat subjektif
( menurut selera orang menafsirkan ) melainkan haus bertumpu pada evidensi
objektif, untuk dapat memperoleh pengertian, pemahaman atau versetehen. Pada
dasarny interprestasi berarti tercapainya pemahaman yang benar mengeni
ekspresi manusiawi yang dipelajarinya.
P a g e 21 | 36
Dikatakan oleh Beerling, bahwa setiap ilmu terdapat penggunaan metode
induksi dan deduksi, menurut pengertian siklus empiris. Siklus empiris meliputi
bebrapa tahapan, yakni observasi, induksi, deduksi, kajian (eksperimentasi ) dan
evaluasi. Tahapan itu pada dasarnya tidak berlaku secara berturut-turut melainkan
terjadi sekaligus. Akan tetapi, siklus ini diberi bentuk tersendiri dalam penelitian
filsafat, berhubungan dengan sifat-sifat objek formal yang istimewa, yaitu
manusia.
1) Metode Deduktif
Aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
memadai dan dapat dipercaya adalah akal (rasio). Hanya pengetahuan yang
diperoleh melalui akal saja yang memenuhi syarat yang dituntut oleh sifat umum
dan harus mutlak, yaitu syarat yang dituntut oleh semua pengetahuan ilmiah.
Sedangkan pengalaman hanya dapat dipakai untuk mengukuhkan kebenaran
pengetahuan yang telah diperoleh melalui akal. Akal tidak memerlukan
pengalaman dalam memperoleh pengetahuan yang benar, karena akal dapat
menurunkan kebenaran itu dari dirinya sendiri, dengan menerapkan metode
deduktif.
Berpikir deduktif memberikan sifat yang rasional kepada pengetahuan ilmiah dan
bersifat konsisten dengan pengetahuan yang telah dikumpulkan sebelumnya.
2) Metode Francis Bacon: Metode Induktif
Sumber pengetahuan yang memadai adalah pengalaman, yaitu pengalaman
lahir (dunia) dan pengalaman batin (pribadi manusia). Sedangkan akal hanya
berfungsi dan bertugas untuk mengatur dan mengolah bahan-bahan / data yang
diperoleh melalui pengalaman. Menurut pendapat aliran empirisme metode ilmu
pengetahuan bukan a priori tapi a posteriori yaitu metode yang berdasarkan hal-
hal yang ada atau terjadinya kemudian. Aliran ini yakin bahwa manusia tidak
punya innate ideas ( ide-ide bawaan). Aliran ini dipelopori oleh Francis Bacon,
kemudian Thomas Hobbes dan David Hume. Bacon dengan metode
eksperimennya, manusia melalui pengalaman dapat mengetahui benda- benda dan
hukum-hukum relasi antara benda-benda.
Berdasarkan hal-hal yang telah diuraikan di atas maka dapat diketahui
bahwa ciri khas pemikiran rasional bersifat a priori yang terdiri dari proposisi
P a g e 22 | 36
analitik, yaitu proposisi yang predikatnya sudah tercakup dalam subyek,
sedangkan ciri khas pemikiran empiris adalah a posteriori, dengan proposisi
sintetik yaitu yang tidak dapat diuji kebenarannya dengan menganalisis
pernyataan, tapi harus diuji kebenarannya secara empiris.
Epistemologi adalah filsafat ilmu. Sifat filsafat adalah nalar atau
pemikiran. Landasan ilmu adalah juga nalar, namun titik beratnya pada empiri,
nalar untuk mengungkapkan alam empiri. Dengan demikian kita bisa melihat
pertautan antara metodologi dan filsafat ilmu.
Metodologi merupakan upaya untuk mengembangkan sains, sehingga baik
metodologi maupun epistemologi (filsafat ilmu) adalah keduanya perlu dan
penting, dan tidak dapat hanya mempelajari salah satunya saja. Mempelajari
metodologi tanpa menjamah epistemologi (filsafat ilmu) akan sampai pada
kedangkalan ilmu.
Dengan demikian pemikiran atau metode deduktif yang dikemukakannya
belum dapat memberikan kesimpulan yang bersifat final, karena sesuai dengan
sifat rasionalisme yang pluralistik maka dimungkinkan disusunnya berbagai
jawaban atau penjelasan atas suatu persoalan yang menjadi obyek pemikiran.
Meskipun dalam argumentasi yang rasional didasarkan pada premis-premis ilmiah
yang teruji kebenarannya namun ada kemungkinan terdapat pilihan kesimpulan
yang berbeda-beda.
Menurut Bacon, logika silogistis tradisional tidak sanggup menghasilkan
penemuan-penemuan empiris. Ia mengatakan bahwa logika silogistis tradisional
hanya dapat membantu mewujudka konsekuensi deduktif dari apa yang
sebenarnya telah diketahui. Agar pengetahuan itu berkembang dan memperoleh
pengetahuan baru, metode deduktif harus ditinggalkan dan diganti dengan metode
induktif.
Metode induktif adalah penarikan kesimpulan dari hal-hal khusus ke hal-
hal yang umum. Bacon memang bukan penemu metode induktif, namun ia
berupaya memperbaiki dan menyempurnakan metode itu melalui
pengkombinasian metode induktif tradisional dengan eksperimentasi yang cermat.
P a g e 23 | 36
c. Koherensi Intern
Yaitu usaha untuk memahami secara benar guna memperoleh hakikat
dengan menunjukkan semua unsur structural dilihat dalam suatu struktur yang
konsisten, sehingga benar-benar merupakan internal structure atau internal
relations. walaupun mungkin terdapat semacam oposisi di antaranya, tetapi
unsur-unsur itu tidak boleh bertentangan satu sama lain. Dengan demikian akan
terjadi suatu lingkaran pemahaman antara hakikat menurut keseluruhannya dari
suatu pihak dan unsur-unsurnya dipihak lain.
d. Holistis
Tinjauan secara lebih dalam untuk mencapai suatu kebenaran secara utuh.
Objek dilihat interaksi dengan seluruh kenyataannya. Identitas objek akan terlihat
bila ada korelasi dan komunikasi dengan lingkungnnya. Objek ( manusia ) hanya
dapat dipahami dengan mengamati seluruh kenyataan dalam hubungannya dengan
manusia, dan manusia sendiri dalam hubungannya dengan segalanya yang
mencakup hubungan ajksi-reaksi sesuai dengan tema zamannya. Pandangan
menyeluruh ini juga disebut totalitas.
e. Kesinambungan Historis
Jika ditinjau menurut perkembangannya, manusia itu adalah makhluk
historis. Manusia disebut demikian karena ia berkembang dalam pengalaman dan
pikiran, bersama dengan lingkungan zamannya. Masing-masing orang bergerumul
dalam relasi dengan dunianya untuk membentuk nasib sekaligus nasibnya
dibentuk oleh mereka.
f. Idealisasi
Idealisasi merupakan proses untuk membuat ideal, artinya upaya dalam
penelitian untuk memperoleh hasil yang ideal atau sempurna.
g. Komparasi
Adalah usaha untuk memperbandingkan sifat hakikat dalam objek
penelitian sehingga dapat menjadi lebih jelas dan lebih tajam. Justru perbandingan
itu dapat menentukan secara tegas kesamaan dan perbedaan sesuatu sehingga
hakikat objek dapat dipahami dengan semakin murni. Komparasi dapat diadakan
P a g e 24 | 36
dengan objek lain yang sangat dekat dan serupa dengan objek utama. Dengan
perbandingan itu, meminimalkan perbedaan yan masih ada, banyak ditemukan
kategori dan sifat yang berlaku bagi jenis yang bersangkutan. Komparasi juga
dapat diadakan dengan objek lain yang sangat berbeda dan jauh dari objek utama.
Dalam perbandingan itu dimaksimalkan perbedaan-perbedaan yang berlaku untuk
dua objek, namun skaligus dapat ditemukan beberapa persamaan ang mungkin
sangat strategies.
h. Heuristika
Adalah metode untuk menemukan jalan baru secra ilmiah untuk
memecahkan masalah. Heuristika benar-benar dapat mengatur terjadinya
pembaharuan ilmiah dan sekurang-kurangnya dapat memberikan kaidah yang
mengacu.
i. Analogical
Adalah filsafat meneliti arti, nilai dan maksud yang diekspresikan dalam
fakta dan data. Dengan demikian, akan dilihat analogi antar situasi atau kasus
yang lebih terbatas dengan yang lebih luas.
j. Deskripsi
Seluruh hasil penelitian harus dapat dideskripsikan. Data yang
dieksplisitkan memungkinkan dapat dipahami secara mantap.
4. Beberapa pandangan tentang prinsip metodologi
a. Rene Descartes
Dalam karyanya Discourse On Methoda, dikemukakan 6 (enam ) prinsip
metodologi yaitu :
1) Membicarakan masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal
sehat (common sense) yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang. Akal sehat
menurut Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya,
namun yang terpenting adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
2) Menjelaskan kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan
dalam aktivitas ilmiah maupun penelitian.
3) Menyebutkan beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan
metode sebagai berikut.
P a g e 25 | 36
4) Menegaskan pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh
indera. Kita memang dapat membayangkan diri kita tidak berubah namun kita
tidak dapat membayangkan diri kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat
menyangsikan kebenaran pendapat lain. Oleh karena itu, kita dapat saja
meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin meragukan kita sendiri yang
sedang dalam keadaan ragu-ragu.
5) Menegaskan perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua
substansi yaitu RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani
yang meluas).
b. Alfred Julesayer
Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic yang terkait
dengan prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua jenis verifikasi
yaitu: Verifikasi dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana
kebenaran suatu proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara
meyakinkan. Verifikasi dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka
kemungkinan untuk menerima pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau)
dan ramalan masa depan sebagai pernyataan yang mengandung makna. Ayer
menampik kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-
pernyataan metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang
MEANING LESS (tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi
apapun
5. Metode Ilmiah
Metode ilmiah merupakan gabungan metode deduktif dan induktif yang
mana deduktif (rasionalisme) memberikan kerangka pemikiran yang logis,
sedangkan metode induktif (empirisme) memberikan kerangka pembuktian atau
kerangka pengujian untuk memastikan suatu kebenaran. Kerangka pemikiran
demikian disebut dengan “deducto-hypothetico-verifikatif”, dengan langkah-
langkahnya sebagai berikut:
1) Perumusan masalah
2) Penyusunan kerangka berpikir dalam pengujian hipotesis
3) Perumusan hipotesis,
4) Pengujian hipotesis
P a g e 26 | 36
5) Penarikan kesimpulan
Filsafat berusaha untuk menyatukan masing-masing ilmu, karena filsafat
itu merupakan salah satu bagian dariproses pendidikan secara alami dari mahluk
yang berpikir yaitu manuisa. Manusia dalam mencari kebenaran dapat
menggunakan metode ilmiah yaitu yang menggabungkan metode deduktif dan
induktif, yang dikenal dengan “deduct hypothetico-verifikatif”, walaupun
kebenarannya bersifat relatif karena ilmu pengetahuan berkembang terus agar
dapat dimanfaatkan demi kesejahteraan manusia, sesuai dengan aspek
epistemologi dan aksiologi dari ilmu itu sendiri.
Asumsi
Idealnya ilmu pengetahuan bebas asumsi. Ini dikarenakan ilmu
pengetahuan sebenarnya berasal dari kritik terhadap filsafat idealisme yang selalu
terjebak dalam asumsi. Ilmu pengetahuan ingin membuang asumsi-asumsi yang
tak berdasar dan menggantikannya dengan sebuah pemikiran yang murni Induksi.
Berasal dari pengamatan yang jelas tanpa terjebak dengan teori-teori lalu yang
bisa salah. Semua pernyataan harus dibuktikan secara empiris.
Sayangnya hal semacam ini sangat tidak mungkin. Ilmu pengetahuan akan
selalu menyimpan asumsi di dalamnya. Dalam sebuah percobaan seorang ilmuan
tidak bisa tidak terperangkap dalam sebuah kondisi sosio-historis-kultural. Misal,
dalam sebuah percobaan beberapa orang ilmuan mencoba mengetahui apa saja
yang mempengaruhi titik didih sebuah benda. Dia kemudian meletakkan air di
sebuah teko besi dan merebus benda itu dengan api. Kemudian berturut-turut
mereka memakai teko perunggu, teko emas, teko perak. Ini untuk menentukan
apakah wadah mempengaruhi titik didih air. Salah seorang filsuf lewat sambil
mengorek-orek hidungnya. “Eh, kenapa kalian merebus benda itu?”. Ilmuan-
ilmuan itu kemudian menjawab “Eh, kami sedang mengadakan percobaan dengan
merebus benda itu?” Sang filsuf kemudian bertanya “Tidakkah kalian pikir bahwa
warna juga mempengaruhi, bagaimana kalau kalian coba wadah dengan berbagai
warna”. Para ilmuan tertawa “Mana mungkin warna mempengaruhi titik didih”.
Ini menunjukkan bahwa sebelum melakukan penelitian ilmuan sudah memiliki
asumsi. Asumsi itu adalah bahwa beda jenis wadah akan mempengaruhi titik didih
api, bukan warna. Mereka juga tidak memilih penelitian dalam berbagai bentuk
P a g e 27 | 36
wadah. Ini artinya sebelum penelitian dilakukan, mereka sudah memiliki asumsi
sehingga akan berpengaruh dengan penelitian.
Dari cerita di atas, asumsi dapat diartikan sebagai dugaan yang diterima
sebagai dasar atau landasan berfikir karena dianggap benar. Sedangkan pengertian
asumsi dalam filsafat ilmu ini merupakan anggapan/ andaian dasar tentang realitas
suatu objek yang menjadi pusat penelaahan atau pondasi bagi penyusunan
pengetahuan ilmiah yang diperlukan dalam pengembangan ilmu. Tanpa asumsi
anggapan orang atau pihak tentang realitas bisa berbeda, tergantung dari sudut
pandang dan kacamata apa. Ernan McMullin seorang Professor Emeritus filsafat
di Universitas of Notre Dame, USA (2002) pun menyatakan tentang pentingnya
keberadaan asumsi dalam suatu ilmu pengetahuan, ia mengatakan bahwa hal yang
mendasar yang harus ada dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan adalah
menentukan asumsi pokok (the standard presumption) keberadaan suatu objek
sebelum melakukan penelitian
1. Asumsi Mengenai Hukum Alam
Suatu peristiwa alam tak luput dari adanya asumsi, semuanya tidaklah
terjadi secara kebetulan saja, namun memiliki pola yang tetap dan teratur, seperti
langit mendung pertanda akan turun hujan walaupun masih terdapat peluang kecil
disana bahwa hujan pun terkadang tidak turun meski langit telah berubah menjadi
mendung, akan tetapi kejadian langit mendung kemudian turun hujan sering kali
terulang dan menjadi suatu sistem yang teratur. Asumsi terhadap hukum alam ini
pun berbeda-beda menurut kelompok penganut paham berikut ini:
a. Deterministik
Kelompok penganut paham ini menganggap hukum alam tunduk kepada hukum
alam yang bersifat universal (determinisme). William Hamilton dan Thomas
Hobbes dua orang tokoh yang menyimpulkan bahwa pengetahuan bersifat empiris
yang dicerminkan oleh zat dan gerak yang bersifat universal. Pada kenyataannya
ilmu sains lebih kental dengan sifat deterministik ini jika dibandingkan dengan
ilmu social, contohnya perhitungan tahun dinyatakan bahwa dalam satu tahun
terdapat 12 bulan, 365 hari, 8760 jam, dst.
b. Pilihan bebas
P a g e 28 | 36
Kelompok penganut paham ini menganggap hukum yang mengatur itu tanpa
sebab karena setiap gejala alam merupakan pilihan bebas. Penganut ini
menyatakan bahwa manusia memiliki kebebasan dalam menentukan pilihannya
tanpa terikat hukum alam. Kebalikan dari deterministik bahwa
ilmu social menemukan banyak karakteristiknya disini dibandingkan dengan
ilmu sains, contohnya seorang pengusaha baju ingin membuka satu cabang
perusahaan di wilayah pedalaman Irian Jaya yang penduduknya tidak mengetahui
tentang fashion serta belum mengetahui cara berpakaian, apakah perusahaannya
akan mengalami kesuksesan disana? tentunya dia dihadapkan diantara dua pilihan
“ya” atau “tidak”. Asumsi yang pertama, “ya” dia akan mengalami kesuksesan
karena dia menjadi pelopor di wilayah tersebut, dia akan memperkenalkan kepada
penduduk setempat apa itu pakaian, bagaimana penggunaannya, serta apa
keuntungannya, bahkan dia menjadi satu-satunya trendsetter di tempat itu,
sehingga seluruh penduduk disana hanya akan membeli pakaian hanya dari hasil
produksinya. Asumsi yang kedua, “tidak” akan mengalami kesuksesan karena dia
akan menghadapi kerugian besar disebabkan tak ada satu penduduk pun yang
akan membeli produknya, memang karena mereka telah terbiasa
menggunakan koteka saja tanpa pakaian lengkap atau trendy. Dari kedua asumsi
tersebut, keduanya adalah pilihan bebas dan orang bisa bebas memilih salah satu
diantaranya sesuai dengan asumsi yang diyakininya.
c. Probabilistik
Kelompok penganut paham ini berada diantara deterministik dan pilihan bebas
yang menyatakan bahwa gejala umum yang universal itu memang ada namun
sifatnya berupa peluang (probabilistik). Seperti yang kita ketahui sebelumnya
bahwa hukum alam tunduk kepada hukum alam (deterministik) akan tetapi suatu
kejadian tertentu tidak harus selalu mengikuti pola tersebut. Jujun (1992)
memaparkan bahwa ilmu itu tidak mengemukakan kalau X selalu mengakibatkan
Y, melainkan X memiliki peluang yang besar untuk mengakibatkan terjadinya Y.
Sebagai contoh sederhananya, langit mendung pertanda akan turun hujan
(sebagaimana yang dipaparkan sebelumnya), memang disana terdapat peluang
besar akan datangnya hujan, tetapi masih ada peluang kecil didalamnya bahwa
tidak akan datang hujan walaupun langit telah mendung.
P a g e 29 | 36
Ilmu mempelajari tentang hukum alam. Agar ilmu itu ada kita harus
mengasumsikan bahwa hukum yang mengatur semua kejadian itu ada. Tanpa
asumsi itu berbagai ilmu tidak bisa lahir. Hukum diartikan sebagai aturan main
atau pola kejadian yang diikuti sebagian besar orang, gejalanya berulang kali
dapat diamati dan menghasilkan hasil yang sama. Ilmu tidak mempelajari kejadian
yang seharusnya melainkan mempelajari kejadian sebagaimana adanya.
P a g e 30 | 36
inilah yang dijadikan sebagai pegangan. Asumsi seperti ini dipakai dalam
penyusunan kebijaksanaan atau strategi, serta penjabaran peraturan lainnya,
Namun penetapan asumsi yang berdasarkan keadaan yang seharusnya ini
seyogyanya tidak dilakukan dalam analisis teori keilmuan sebab metafisika
keilmuan berdasarkan kenyataan sesungguhnya berdasarkan keadaan yang
sebenarnya. Seseorang ilmuwan harus benar-benar mengenal asumsi yang
dipergunakan dalam analisis keilmuannya, sebab mempergunakan asumsi yang
berbeda, maka akan berbeda pula konsep pemikiran yang dipergunakan.
P a g e 31 | 36
b. Menganggap bahwa suatu benda tidak mengalami perubahan dalam jangka
waktu tertentu. Kegiatan keilmuan bertujuan mempelajari tingkah laku suatu
objek dalam keadaan tertentu. Kegiatan ini tidak mungkin dilakukan apabila objek
selalu berubah-ubah tiap waktu. Walaupun tidak mungkin menuntut adanya
kelestarian yang relatif atau sifat-sifat pokok suatu benda tidak berubah dalam
jangka waktu tertentu, misalnya ilmu yang mempelajari tentang benda-benda
ruang angkasa, planet-planet memperlihatkan perubahannya dalam jangka waktu
yang relativ lama.
c. Menganggap bahwa setiap gejala bukan suatu kejadian yang bersifat kebetulan.
Tiap gejala mempunyai pola tertentu yang bersifat tetap dengan urutan-urutan
yang sama dan gejala itu akan mengikiti pola yang ada. Misalnya sate yang
dibakar akan mengeluarkan bau sedap yang menggugah selera makan. Ini
bukanlah suatu kebetulan sebab memang sudah seperti itu hakekatnya suatu pola,
karena sate apabila dibakar akan selalu menimbulkan bau yang merangsang
selera.
P a g e 32 | 36
KESIMPULAN
Filsafat, terutama Filsafat Barat muncul di Yunani semenjak kira-kira abad ke 7
S.M. Filsafat muncul ketika orang-orang mulai berpikir-pikir dan berdiskusi akan
keadaan alam, dunia, dan lingkungan di sekitar mereka dan tidak lagi
menggantungkan diri kepada dogma agama untuk mencari jawaban atas yang
pertanyaan-pertanyaan yang muncul. Phytagoras dianggap sebagai orang pertama
yang membawa filsafat ke Yunani. Namun demikian, orang pertama yang digelari
filosof adalah Thales (sekitar abad ke-6 S.M) dari Mileta karena dia-lah yang
pertama kali menjelaskan asal-usul dunia yang terlepas dari kepercayaan akan
mitos-mitos kuno. Louis O. Kattsoff (1987: 74-82) membagi cabang-cabang
filsafat menjadi dua bagian besar, yaitu cabang filsafat yang memuat materi ajar
tentang alat dan cabang filsafat yang memuat tentang isi atau bahan-bahan dan
informasi
Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari dan mempertanyakan
secara sistematis mengenai hakikat pengetahuan ilmu yang berhubungan
dalam masalah-masalah filosofis dan fundamental yang terdapat pada ilmu
untuk mencapai pengetahuan yang ilmiah.
Metodologi berasal dari kata metode dan logos. Metodologi biasa diartikan
ilmu yang membicarakan tentang metode-metode. Kata metode berasal dari kata
P a g e 33 | 36
Yunani methods. Sambungan kata depan meta (menuju, melalui, mengikiuti,
sesudah) dan kata benda hodos ( jalan, perjalanan, cara, arah ) kata Imethodos I
sendiri lalu berarti : penelitian, metode, ilmiah, hipotesis ilmiah, urian ilmiah.
Metode ialah cara bertindak menurut system aturan tertentu. (Anton Bakker,
1984, hlm .10)
Keberadaan asumsi sebagai bagian dari filsafat ilmu merupakan hal yang
sangat penting karena asumsi berfungsi sebagai bagian yang mendasar yang harus
ada. Asumsi memiliki posisi di berbagai bidang disiplin keilmuwan bahkan
keberadaan asumsi pun ada dalam hukum alam sekalipun karena segala yang
terjadi di alam ini bukanlah suatu kebetulan semata akan tetapi terdapat pola-pola
tertentu yang terus terulang. Sedangkan dalam ontologi suatu ilmu pengetahuan
menentukan asumsi pokok (the standard presumption) dari keberadaan suatu
objek penelitian dilakukan sebelum pelaksanaan penelitian oleh si peneliti itu
sendiri, karena asumsi akan dapat memberi arah dan landasan bagi kegiatan
penelaahan.
P a g e 34 | 36
DAFTAR PUSTAKA
P a g e 35 | 36
P a g e 36 | 36