Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

JAMINAN PRODUK HALAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP


PENGEMBANGAN BISNIS

Dosen Pengampu:

Prof. Dr. H. Muhammad Djakfar, S.H., M.Ag

NIDK: 8822233420

Disusun Oleh:

Rifqi Samsul Rozi (18510014)

Kelas: Hukum Bisnis – F

Semester 5

Waktu Pelaksanaan: 14 Desember 2020

HUKUM BISNIS - F

JURUSAN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM


MALANG

2020- 2021

1
DAFTAR ISI

COVER…..............................................................................................................1
DAFTAR ISI.........................................................................................................2
KATA PENGANTAR...........................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................4
A. Latar Belakang...........................................................................................4
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan........................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................6
A. Pengertian dan Kriteria Halal....................................................................6
B. Konsep Halal dalam Islam.........................................................................8
C. Jaminan Produk Halal................................................................................10
D. Implikasi Jaminan Produk Halal Terhadap Pengembangan Bisnis...........13
BAB III PENUTUP...............................................................................................16
A. Kesimpulan................................................................................................16
DAFTAR PUSAKA...............................................................................................17

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah S.W.T. yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah nya kepada kita semua. Shalawat dan salam tidak lupa dihaturkan
kepada nabi Muhammad S.A.W. yang telah membawa risalah kebenaran sehingga
kita dapat mengetahui yang haq dan batil. Penulis sangat bersyukur atas
terselesaikannya makalah ini sebagai tugas mata kuliah Hukum Bisnis dengan
judul “JAMINAN PRODUK HALAL DAN IMPLIKASINYA TERHADAP
PENGEMBANGAN BISNIS”.
Dalam penyusunan tugas makalah ini penulis menyadari bahwa masih
banyak terdapat kekurangan karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan
baik dalam bidang teori maupun praktek. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran untuk perbaikan di masa yang akan datang.

Akhir kata penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila terdapat


kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan makalah ini.

Malang, 14 Desember 2020


Penulis,

RIFQI SAMSUL ROZI

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Produk halal merupakan suatu hal yang pokok atau bahkan
menjadi acuan dalam pola konsumsi masyarakat terutama orang Islam.
Seiring dengan berkembangnya zaman, banyak produk yang beredar di
pasaran mulai dari produk kebutuhan sampai keinginan, produk untuk
manusia bahkan untuk hewan. Dengan kuantitas produk yang beredar
sangat besar, muncul suatu problematika atas status kehalalan suatu
produk sehingga dirasa perlu suatu jaminan atas kehalalannya. Disamping
itu, secara tidak langsung terdapat kesinambungan antara jumlah produk
yang beredar dengan jumlah produsen yang memproduksi produk.
Semakin banyak produk yang beredar maka semakin banyak pula
produsen. Dari problematika-problematika tersebut, tidak menutup
kemungkinan anatara konsumen dan produsen membutuhkan jaminan atas
kehalalan suatu produk.
Maka dari itu, perlu adanya suatu pencerahan atas jaminan produk
halal agar seluruh elemen masyarakat tidak ragu membeli produk
kebutuhan ataupun keinginan atas status kehalalannya. Selain itu,
pencerahan atas jaminan produk halal juga bermanfaat untuk produsen,
sebab akan berimplikasi langsung kepada perkembangan bisnis dengan
mendaftarkan produknya kepada lembaga penjamin kehalalan produk.
sehingga terjadi hubungan saling menguntungkan antara konsumen dan
produsen, yaitu konsumen percaya dengan produk yang dijual sebab sudah
dijamin kehalalannya dan produsen dapat meningkatkan penjualan atas
kepercayaan konsumen dengan adanya jaminan produk halal.
B. Rumusan Masalah
a. Apa pengertian dan kriteria halal?
b. Bagaimana konsep halal dalam Islam?
c. Apakah jaminan produk halal?
d. Bagaimana implikasi jaminan produk halal terhadap pengembangan
bisnis?

4
C. Tujuan Masalah
a. Mengetahui pengertian dan kriteria halal
b. Mengetahui konsep halal dalam Islam
c. Mengetahui jaminan produk halal
d. Mengetahui implikasi jaminan produk halal terhadap pengembangan
bisnis

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian dan Kriteria Halal

Kata halalan bahasa Arab berasal dari kata Halla, yang artinya
lepas atau tidak terikat. Sedangkan halal secara etimologi kata halalan
berarti hal-hal yang boleh dan dapat dilakukan karena bebas atau tidak
terikat dengan ketentuan-ketentuan yang melarangnya atau diartikan
sebagai segala sestua yang bebas dari bahaya duniawi dan ukhrawi. 1 Jadi
halal adalah segala sesuatu yang diperbolehkan oleh syariat baik makanan
atau peerbuatan. Anonim atau lawan kata dari halal adalah haram. Kata
haram yang juga berasal dari bahasa Arab diartikan sebagai terlarang,
dilarang oleh syari’ah Islam, tidak halal, tidak sah. 2 Haram berarti segala
sesuatu atau perkara-perkara yang dilarang oleh syara’ (hukum Islam), jika
perkara tersebut dilakukan akan menimbulkan dosa dan jika ditinggalkan
akan berpahala, seperti minum khamar dan sebaginya.3

Dalam persfektif halal dalam makanan, terdapat konsep Halalan


Thayyiban seperti yang dijelaskan dalam surat al-Baqarah:

‫ات‬
ِ ‫ط َو‬ ِ ‫س ُك لُ وا ِم َّم ا فِ ي ا أْل َ ْر‬
ُ ‫ض َح اَل اًل َط ِّي بً ا َو اَل َت َّت ِب ُع وا ُخ‬ ُ ‫الن ا‬ َّ ‫َي ا أَ ُّي َه ا‬

ِ ‫الش ْي َط‬
‫ان ۚ إِ َّن هُ لَ ُك ْم َع ُد ٌّو ُم ِب ي ٌن‬ َّ

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang
terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti Langkah-langkah
syaithon, karena sesungguhnya syaithan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”.4

Ayat diatas menjelaskan tentang konsep halalan thayyiban,


maksudnya adalah makanan yang boleh dikonsumsi secara Syariat dan

1
Asy’ari Hasyim, Kriteria Sertifikasi Makanan Halal Dalam Perspektif Ibnu Hazm Dan Mui, Skripsi,
2011, hlm. 46.
2
Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, Cet.ke-7, 1983, hlm. 51.
3
Al-‘Utsaimin, Syaih Muhammad bin Shahih, Syarah Hadits Arba’in, Jakarta: Pustaka Ibnu Katsir,
2010, hlm. 170.
4
QS, Al-Baqarah, 2:168

6
baik bagi tubuh secara Kesehatan (medis).5 Sebagai umat Islam, sudah
seharusnya memakan makan yang halal lagi baik, sebab dengan makanan
yang halal maka akan mendapat keberkahan hidup.

Terdapat kriteria halal dalam suatu produk atau makanan, yaitu:

1. Halal Zatnya

Makanan halal zatnya adalah makanan yang pada dasarnya


halal dikonsumsi karena tidak ada dalil yang melarangnya. 6 Jadi,
makanan halal zatnya secara harfiah memang sudah diperbolehkan
untuk dikonsumsi, namun karena alasan atau dalil tertentu yang
melarang kehalalan makanan tersebut, maka makanan tersebut
menjadi haram contohnya seperti buah anggur. Secara zat buah
anggur adalah makanan yang halal zatnya namun ketika anggur
tersebut dikonsumsi berlebihan sehingga menimbulkan mabuk,
maka anggur (dalam kasus diatas) tersebut haram dikonsumsi.

2. Halal Cara Perolehannya


Mekanisme perolehan juga menjadi factor halal dan
haramnya suatu makanan. Makanan yang awalnya halal namun
cara perolehannya dengan cara yang tidak baik atau tidak sah maka
makanan tersebut menjadi haram hukumnya. Seperti makanan
yang diperoleh dengan cara mencuri, merampok, menipu, dan lain
sebagainya. Adapun sebab atau alasan pengharaman suatu
makanan dikarenakan cara perolehannya antara lain sebab adanya
unsur perampasan hak manusia (adami) yang dilakukan dengan
cara melawan hukum.
3. Halal Cara Pengolahannya
Kriteria halal selanjutnya adalah halal cara pengolahannya,
artinya makanan dapat dikonsumsi atau dikatakan halal juga
ditinjau dari cara pengolahannya. Mekanisme pengolahan yang
tidak sah atau tidak baik dapat menjadikan makanan yang awalnya
5
Djakfar Muhammad, Hukum Bisnis: Membangun Wacana Integrasi Perundangan Nasional
Dengan Syariah, Malang: Uin-Maliki Press, 2016, Cet. 3, hlm. 227.
6
Ibid., 227

7
halal menjadi haram, seperti sapi yang mati tanpa disembelih,
bakso yang diolah dengan lemak babi, anggur yang diolah menjadi
minuman keras, dan lain-lain.
Dalam konsep halalan thayyiban sudah dijelaskan bahwa
manusia wajib memakan yang halal lagi baik. Baik disini
dijelaskan bahwa makanan yang bermanfaat dan tidak
mengganggu kesehatan tubuh. Makanan yang bermanfaat diproses
atau diolah dengan baik sebab proses pengolahan juga menjadi
factor baik tidaknya suatu makanan. Jika pengolahannya tidak baik
maka akan berimplikasi pada tidak baiknya makanan tersebut
untuk dikonsumsi. Maka cara pengolahan makanan menjadi salah
satu kriteria halal dalam Islam.
B. Konsep Halal dalam Islam
Islam adalah agama Universal yang dapat dipahami sebagai sebuah
pandangan hidup, aturan tentang ritual (ibadah) dan muamalah yang
berfungsi untuk membimbing manusia agar bisa hidup layak, hidup
bahagia dengan ridho Allah SWT baik di dunia maupun di akhirat. 7 Islam
telah mengatur tentang konsep dasar halal dan haram dalam proses
transaksi atau bisnis yang ditegaskan didalam al-Quran, contohnya praktik
mu’amalah atau jual beli. Pada hakikatnya semua jenis mu’amalah adalah
boleh kecuali ada dalil yang mengharamkannya. 8 Selanjutnya Mustaq
Ahmad mengemukakan bahwa semua hal yang berkaitan dengan harta
benda hendaknya dilihat dari hukum dengan dua kriteria yakni halal dan
haram, sebab kriteria halal dan haram merupakan suatu patokan untuk
kemaslahatan hidup manusia. Artinya kriteria halal dan haram sangat
penting dijadikan patokan agar manusia tidak melakukan sesuatu atau
perbuatan yang merugikan sesama, seperti praktek riba. Riba adalah
sesuatu yang jelas keharamannya dalam proses transaksi dan hal tersebut
adalah perbuatan yang merugikan orang lain. Merugikan orang lain adalah

7
Djakfar Muhammad, Op. Cit. hlm. 231.
8
Faisal Badroen, dan Suhendra, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Kencana Media Group dan UIN
Jakarta Press, 2007, hlm. 169-170

8
perbuatan yang dilarang oleh Islam. Hal tersebut jelas termaktub dalam al-
Quran:
ً ‫ار ة‬
َ ‫ون ِت َج‬ ِ ‫آم ُن وا اَل َت أْ ُك لُ وا أَ ْم َو َال ُك ْم َب ْي َن ُك ْم ِب ْال َب‬
َ ‫اط ِل إِ اَّل أَ ْن َت ُك‬ َ ‫ين‬ َ ‫َي ا أَ ُّي َه ا الَّ ِذ‬
ً ‫ان ِب ُك ْم َر ِح‬
‫يم ا‬ َ ‫اض ِم ْن ُك ْم ۚ َو اَل َت ْق ُت لُ وا أَ ْن فُ َس ُك ْم ۚ إِ َّن هَّللا َ َك‬ ٍ ‫َع ْن َت َر‬

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta


sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”9

Dari ayat diatas jelas bahwa Islam mengajarkan manusia untuk


menghargai hak-hak manusia, yaitu manusia dilarang untuk memakan
harta sesama dengan jalan yang bathil dan menganjurkan dengan jalan
perniagaan yang belaku suka sama suka (rela) diantara manusia.

Selanjutnya adalah perkara halal dan haram dalam Islam. Islam sendiri
telah merumuskan perkara mana yang boleh dilakukan dan perkara mana
yang tidak boleh dilakukan. Sebagaimana hadist Rasulullah:

“Sesungguhnya perkara halal itu jelas dan perkara haram itu pun jelas,
dan diantara keduanya terdapat perkara-perkara yang syubhat
(meragukan) yang tidak diketahui oleh orang banyak. Oleh karena itu,
barang siapa yang menjaga diri dari perkara syubhat, ia telah terbebas
(dari kecaman) untuk agamanya dan kehormatannya. Dan orang yang
terjerumus ke dalam syubhat, berarti terjerumus ke dalam perkara haram,
seperti pengembala yang mengembala di suatu tempat terlarang, maka
kemungkinan besar gembalanya masuk ke tempat terlarang tadi. Ingat!
Sesungguhnya didalam tubuh itu terdapat sebuah gumpalan, apabila ia
baik maka baik pula seluruh tubuh, jika ia rusak maka rusak pula seluruh
tubuh, tidak lain ia adalah hati. (HR. Muslim 2574).

Dari hadist diatas dijelaskan bahwa perkara halal dan haram jelas
dalam Islam dan diantara keduanya adalah perbuatan syubhat atau
perbuatan yang ragu kehalalan dan keharamannya. Oleh karena itu, konsep
halal dalam Islam sangat jelas diatur dalam Islam yang berpatokan pada

9
QS., Ani-Nisa’, 4:29

9
dasar suka sama suka diantara manusia dengan penjelasan perkara yang
boleh dan tidak dilakukan.

C. Jaminan Produk Halal


Di dalam UU Republik Indonesia No. 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk halal pada Pasal 1 ayat (2), Jaminan Produk Halal atau
JPH adalah kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang
dibuktikan dengan Sertifikat Halal. Sertifikat Halal merupakan pengakuan
kehalalan suatu Produk yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara
Jaminan Produk Halal berdasarkan fatwa halal tertulis yang dikeluarkan
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI). Badan Penyelenggara Jaminan
Produk Halal (BPJH) adalah badan yang dibentuk oleh Pemerintah untuk
menyelenggarakan JPH. Sedangkan Majelis Ulama Indonesia (MUI)
adalah wadah musyawarah para ulama, zuama, dan cendekiawan muslim.10
Produk halal dapat dimaknai sebagai produk farmasetik, makanan
atau minuman yang diperbolehkan untuk dikonsumsi oleh seorang
muslim.11 Produk halal sendiri didalam Islam diatur dengan sangat baik
dan rinci dalam Islam. Seperti yang termaktub dalam QS. Al-Maidah Ayat
3:

‫ير َو َما أ ُ ِه َّل ل َِغي ِْر هَّللا ِ ِب ِه َو ْال ُم ْن َخ ِن َق ُة َو ْال َم ْوقُو َذةُ َو ْال ُم َت َر ِّد َي ُة‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْي َت ُة َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِز‬ْ ‫حُرِّ َم‬
ۗ ‫ب َوأَنْ َتسْ َت ْقسِ مُوا ِباأْل َ ْزاَل ِم ۚ ٰ َذلِ ُك ْم فِسْ ٌق‬ ِ ‫ص‬ ُ ‫يح ُة َو َما أَ َك َل ال َّس ُب ُع إِاَّل َما َذ َّك ْي ُت ْم َو َما ُذ ِب َح َعلَى ال ُّن‬ َ ِ‫َوال َّنط‬
‫ت َعلَ ْي ُك ْم‬ ُ ‫ت لَ ُك ْم دِي َن ُك ْم َوأَ ْت َم ْم‬ ُ ‫اخ َش ْو ِن ۚ ْال َي ْو َم أَ ْك َم ْل‬ْ ‫ِين َك َفرُوا مِنْ دِي ِن ُك ْم َفاَل َت ْخ َش ْو ُه ْم َو‬ َ ‫ِس الَّذ‬ َ ‫ْال َي ْو َم َيئ‬
‫ص ٍة َغي َْر ُم َت َجانِفٍ إِل ِ ْث ٍم ۙ َفإِنَّ هَّللا َ َغ ُفو ٌر َرحِي ٌم‬ َ ‫طرَّ فِي َم ْخ َم‬ ُ ْ‫يت َل ُك ُم اإْل سْ اَل َم دِي ًنا ۚ َف َم ِن اض‬
ِ ُ ِ‫نِعْ َمتِي َو َرض‬

“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi,


(daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik,
yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas,
kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib
dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah

10
UU Republik Indonesia No. 33, Tahun 2014, Tentang Jaminan Produk Halal.
11
Abdul Rohman, Pengembangan dan Analisis Produk Halal, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012,
hlm. 1.

10
kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk
(mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka
dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu
agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-
ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang.12

Dari ayat diatas, menunjukkan betapa Islam mengajarkan umatnya


untuk berhati-hati dan senantiasa mengonsumsi produk atau makanan yang
baik dan halal kecuali dalam keadaan darurat. Jadi mengkonsumsi
makanan halal adalah perintah agama yang sifatnya mutlak bagi kaum
muslimin. Melalui perintah untuk menggunakan produk atau makanan
yang baik dan halal sebenarnya Islam tidak hanya sekedar menitikberatkan
pada aspek materi semata dan pada aspek pembinaan tubuh, namun Islam
juga memperhatikan sesuatu yang berpengaruh terhadap akhlak, jiwa
(kepribadian) dan perilakunya.13

Namun masih banyak umat Islam belum mengetahui bahkan belum


terlalu memerhatikan kehalalan suatu produk. artinya umat Islam sendiri
belum memahami dan mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari
akan pentingnya kehalalan suatu produk. Oleh karena itu, perlu adanya
doktrin halalan thoyyib (halal dan baik) secara efektif dan operasional
kepada masyarakat disertai dengan sarana dan prasarana yang memadai.
Salah satu sarana penting untuk mengawal doktrin halalan thayyib adalah
dengan hadirnya pranata hukum yang mapan, sentral, humanis, progresif,
akamodatif dan tidak diskriminatif yakni dengan hadirnya Undang-
Undang Jaminan Produk Halal.14

Jaminan produk halal dibutuhkan untuk menjamin kehalalan suatu


produk untuk dikonsumsi oleh konsumen (terutama konsumen muslim)
12
QS. Al-maidah 5:3
13
Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 1996,
hlm. 44.
14
Sofyan Hasan, Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif, Regulasi dan Implementasinya di
Indonesia, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014, hlm. 351.

11
baik berupa makanan, obat-obatan maupun barang-barang konsumsi
lainnya, dan juga sebagai instrument kepercayaan konsumen terhadap
produk yang dijual oleh produsen. Oleh karena itu, pemerintah dituntut
untuk berperan lebih aktif dalam pengaturan sistem ekonomi yang
dijabarkan dalam strategi yang dilakukan pemerintah dalam menjalankan
instrumen perdagangan (bisnis) di antaranya melalui regulasi.15 Regulasi
yang ditetapkan disahkan menjadi hukum yang diberlakukan untuk
kepentingan rakyat yang tujuannya membahagiakan rakyat. Soebekti
menyatakan bahwa tujuan hukum itu mengabdi kepada tujuan negara,
yaitu mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan rakyatnya.16

Regulasi pemerintah tentang jaminan produk halal direalisasikan


dalam payung hukum yang tertera dalam UU No. 33 Tahun 2014 tentang
Jaminan Produk Halal yang mana peraturan tersebut diberlakukan sebagai
perlindungan, keamanan, dan kenyamanan dalam membeli dan
mengonsumsi suatu produk. Peraturan JPH tersebut menjadi sangat
bermanfaat mengingat Indonesia merupakan negara dengan populasi umat
Muslim terbesar di dunia yang berpedoman untuk senantiasa
mengonsumsi makanan yang halal. Sehingga UU JPH memang sangat
penting diberlakukan di Indonesia.

Terdapat beberapa faktor yang menjadi dasar atas pentingnya UU-


Jaminan Produk Halal yaitu:

1. Berbagai peraturan perundang-undangan yang telah ada yang


mengatur atau yang berkaitan dengan produk halal belum
memberikan kepastian hukum dan jaminan hukum bagi konsumen
untuk dapat mengkonsumsi produk halal, sehingga masyarakat
mengalami kesulitan dalam membedakan antara produk yang halal
dan produk yang haram. Selain itu, pengaturan produknya masih
sangat terbatas hanya soal pangan dan belum mecakup obat-obatan,
kosmetika, produk kimia biologis, maupun rekayasa genetik.

15
Ali Yafie Dkk, Fikih Perdagangan Bebas, Jakarta: Teraju, 2004, hlm. 77.
16
Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2015, hlm. 84

12
2. Tidak ada kepastian hukum kepada institusi mana keterlibatan
negara secara jelas di dalam jaminan produk halal. Sistem yang ada
belum secara jelas memberikan kepastian wewenang, tugas, dan
fungsi dalam kaitan implementasi JPH, termasuk koordinasinya.
3. Peredaran dan produk di pasar domestik makin sulit dikontrol
akibat meningkatnya teknologi pangan, rekayasa teknomoli,
bioteknologi, dan proses kimia biologis.
4. Produk halal Indonesia belum memiliki standar dan tanda halal
resmi (standar halal nasional) yang ditetapkan oleh pemerintah
sebagaimana di Singapura, Amerika Serikat, dan Malaysia.
5. Sistem informasi produk halal belum sesuai dengan tingkat
pengetahuan dan kebutuhan masyarakat tentang produk-produk
yang halal.17

Dari factor-faktor tersebut, sudah sangat jelas bahwa terdapat


kekhawatiran oleh umat Islam tentang kehalalan suatu produk yang
beredar di Indonesia, sehingga sangat perlu adanya Lembaga penjamin
kehalalan serta undang-undang yang mengatur didalamnya.

D. Implikasi Jaminan Produk Halal Terhadap Pengembangan Bisnis

Jaminan produk halal telah diatur dalam UU No. 33 Tahun 2014


tentang Jaminan Produk Halal yang memberikan manfaat yang sangat
dirasakan masyarakat Indonesia, salah satunya adalah pengembangan
bisnis. Pemberlakuan jaminan prodok halal dengan adanya sertifikasi halal
memberikan implikasi yang besar terhadap perkembangan bisnis produk
halal di Indonesia.

Indonesia merupakan negara dengan populasi Muslim terbesar di


dunia, artinya Indonesia mempunya potensi yang sangat besar dalam
industri pengembangan produk halal di dunia.18 Indonesia berpeluang
untuk menjadi pusat ekonomi halal terbesar di dunia. Seperti data
kependudukan yang diperoleh dari laman www.kompas.com, dilansir dari
17
Naskah Akademik RUU-JPH, hlm. 6-7
18
Warto, Samsuri, Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal di Indonesia, Jurnal Al Maal:
Journal of Islamic Economics and Banking Vol 2 No. 1 Bulan Juli Tahun 2020: 105

13
Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia yang melakukan sensus penduduk
setiap 5 tahun sekali menunjukkan adanya peningkatan jumlah penduduk
Indonesia sebanyak 271.066.000 jiwa di tahun 2020, angka tersebut
meningkat daripada tahun 2015 sebesar 238.518.000 jiwa.19 Data populasi
muslim Indonesia tahun 2020 yang diperoleh dari laman
www.gomuslim.co.id menunjukkan bahwa pada tahun 2020 populasi
penduduk Muslim di Indonesia sebesar 229.000.000 jiwa,20 artinya
sebanyak 87% total penduduk Indonesia memeluk agama Islam. Dengan
banyaknya populasi Muslim tersebut akan mempengaruhi pertumbuhan
permintaan akan produk halal dan tentunya membutuhkan jaminan
keamanan, kenyamanan, perlindungan, dan kepastian hukum mengenai
kehalalan produk yang dikonsumsi maupun yang digunakan atau
dimanfaatkan sehingga tercipta regulasi yang mengatur tentang kehalalan
suatu produk. Produk halal sendiri memiliki tingkat pertumbuhan rata-rata
7% per tahun yang disebabkan oleh tumbuhnya kesadaran konsumen
muslim terhadap produk-produk halal dan meningkatnya jumlah penduduk
Muslim.21

Dengan banyaknya penduduk Muslim di Indonesia yang


membutuhkan produk halal, akan menguntungkan atau mempunyai efek
positif dalam pengembangan bisnis. Implikasi positif JPH bagi
pengembangan bisnis antara lain:
1. Menjadikan Indonesia Pusat Industri Halal Dunia
Indonesia mempunyai peluang untuk menjadi pusat industri halal
dunia mengingat Indonesia adalah negara dengan populasi terbesar di
dunia. Dengan banyaknya populasi Muslim, secara tidak langsung
akan meningkatkan permintaan terhadap produk halal, dengan tingkat
konsumsi yang juga tinggi mengingat penduduk Indonesia adalah
masyarakat yang begitu konsumtif, akan menjadikan Indonesia sebagai

19
Di akses Jumlah Penduduk Indonesia 2020 Halaman all - Kompas.com, pada 26/11/2020 Pukul 15.00 WIB.
20
Di akses Peta Sebaran Data Populasi Muslim Dunia 2020: Indonesia Paling Besar | gomuslim, pada
26/11/2020 Pukul 15.03 WIB.
21
Warto, Samsuri, Loc. Cit., hlm. 106

14
pangsa pasar yang sangat potensial untuk perkembangan bisnis produk
halal.
2. Mampu Bersaing di Pasar International
Perdagangan internasional berpengaruh besar terhadap
perekonomian antar negara, sehingga dapat menciptakan iklim
kondusif yang saling menguntungkan dari perdagangan timbal balik,
bahkan lebih efesien dalam memproduksi dan memasarkan barang.22
Produk halal Indonesia berpeluang besar untuk dapat bersaing dengan
negara lain melalui perdagangan International. Dengan adanya
labelisasi sertifikasi halal para pelaku usaha, baik produsen maupun
eksportir Indonesia lebih mudah diterima oleh konsumen produk halal
di negara lain.
3. Meningkatkan Pamor Ekspor Indonesia
Dengan adanya sertifikasi halal, Indoneisa juga bisa menaikkan
pamor ekspor sebab lembaga yang menangani hal tersebut sudah
mengantongi akreditasi ISO dan bekerja sama dengan negara-negara
muslim lain. Hal tersebut memberikan keuntungan bagi bisnis
Indonesia untuk mengeskpor produk halal ke berbagai negara lainnya
yang akan meningkatkan jumlah ekspor Indonesia. Tentunya akan
memperbaiki perekonomian Indonesia.

22
Hatta, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non
Hukum, Bandung: PT Refika Aditama, 2006, hlm. 17.

15
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Produk halal adalah produk yang boleh digunakan dan tidak


merugikan diri sendiri maupun orang lain yang ditinjuau dari aspek
zatnya, cara perolehannya, dan cara pengolahannya. Islam sendiri telah
merumuskan perkara mana yang boleh dilakukan dan perkara mana yang
tidak boleh dilakukan maupun produk apa yang boleh dikonsumsi dan
produk apa yang tidak boleh dikonsumsi. Di dalam kehidupan, banyak
produk halal tercampur dengan produk non-halal yang membuat
kerancuan atas kehalalan suatu produk, sehingga membutuhkan
penjaminan atas status kehalalan produk halal tersebut. Oleh karena itu
terciptalah UU tentang Jaminan Produk Halal dengan bentuk Labelisasi
Halal yang dikeluarkan oleh MUI. UU JPH diatur dalam UU Republik
Indonesia No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk halal pada Pasal 1
ayat (2). Menurut UU JPH tersebut, Jaminan Produk Halal adalah
kepastian hukum terhadap kehalalan suatu Produk yang dibuktikan dengan
Sertifikat Halal. Jaminan Produk Halal sendiri akan ber-Implikasi (positif)
Terhadap Pengembangan Bisnis. Adapun implikasinya adalah dapat
menjadikan Indonesia pusat industri halal dunia, mampu bersaing di pasar
International, dan meningkatkan pamor ekspor Indonesia.

16
DAFTAR PUSTAKA

Buku, Undang-Undang, dan lain-lain

Abdul Rohman, Pengembangan dan Analisis Produk Halal, Yogyakarta: Pustaka


Pelajar, 2012

Ahmad Syauqi al-Fanjari, Nilai Kesehatan Dalam Syari’at Islam, Jakarta: Bumi
Aksara, 1996

Al-‘Utsaimin, Syaih Muhammad bin Shahih, Syarah Hadits Arba’in, Jakarta:


Pustaka Ibnu Katsir, 2010

Ali Yafie Dkk., Fikih Perdagangan Bebas, Jakarta: Teraju, 2004

Faisal Badroen, dan Suhendra, Etika Bisnis Dalam Islam, Jakarta: Kencana Media
Group dan UIN Jakarta Press, 2007

Hasyim Asy’ari, Kriteria Sertifikasi Makanan Halal Dalam Perspektif Ibnu Hazm
Dan Mui, Skripsi: 2011

Hatta, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek


Hukum dan Non Hukum, Bandung: PT Refika Aditama, 2006.

Marwan Mas, Pengantar Ilmu Hukum, Bogor: Ghalia Indonesia, 2015

Muhammad Djakfar, Hukum Bisnis: Membangun Wacana Integrasi Perundangan


Nasional Dengan Syariah, Malang: Uin-Maliki Press, 2016, Cet. 3

Naskah Akademik RUU-JPH

Sofyan Hasan, Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif, Regulasi dan


Implementasinya di Indonesia, Yogyakarta: Aswaja Pressindo, 2014

Subekti dan Tjitrosudibio, Kamus Hukum, Jakarta: Pradnya Paramita, 1983, Cet.
ke-7

Undang-Undang Republik Indonesia No. 33, Tentang Jaminan Produk Halal,


2014

Jurnal

17
May Lim Charity, “JAMINAN PRODUK HALAL DI INDONESIA (HALAL
PRODUCTS GUARANTEE IN INDONESIA)”, dalam Jurnal LEGISLASI
INDONESIA Vol 14 No. 01-Maret 2017: 99-108

Warto, Samsuri, Sertifikasi Halal dan Implikasinya Bagi Bisnis Produk Halal di
Indonesia, Jurnal Al Maal: Journal of Islamic Economics and Banking Vol 2
No. 1 Bulan Juli Tahun 2020: 98-112

Internet

Jumlah Penduduk Indonesia 2020 Halaman all - Kompas.com


Peta Sebaran Data Populasi Muslim Dunia 2020: Indonesia Paling Besar |
gomuslim

18

Anda mungkin juga menyukai