OLEH
SI ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
JEMBRANA
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
GANGGUAN ELIMINASI FEKAL
(KONSTIPASI)
I. Tinjauan Teori
A. Definisi
Konstipasi adalah suatu penurunan defekasi yang normal pada seseorang,
disertai dengan kesulitan keluarnya feses yang tidak lengkap atau keluarnya feses
yang sangat keras dan kering (Wilkinson, 2006). Konstipasi adalah defekasi
dengan frekuensi yang sedikit, tinja tidak cukup jumlahnya, berbentuk keras dan
kering (Oenzil, 1995). Konstipasi adalah kesulitan atau kelambatan pasase feses
yang menyangkut konsistensi tinja dan frekuensi berhajat. Konstipasi dikatakan
akut jika lamanya 1 sampai 4 minggu, sedangkan dikatakan kronik jika lamanya
lebih dari 1 bulan (Mansjoer, 2000).
Konstipasi adalah kesulitan atau jarang defekasi yang mungkin karena feses
keras atau kering sehingga terjadi kebiasaaan defekasi yang tidak teratur, faktor
psikogenik, kurang aktifitas, asupan cairan yang tidak adekuat dan abnormalitas
usus. (Paath, E.F. 2004) .
Konstipasi merupakan gejala, bukan penyakit. Konstipasi adalah penurunan
frekunsi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses yang lama atau keras dan
kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu tanda yang terkait
dengan konstipasi. Apabila motilitas usus halus melambat, masa feses lebih lama
terpapar pada dinding usus dan sebagian besar kandungan air dalam feses
diabsorpsi. Sejumlah kecil air ditinggalkan untuk melunakkan dan melumasi
feses. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan nyeri pada
rektum. (Potter & Perry, 2005). Normalnya pola defekasi yang biasanya setiap 2
sampai 3 hari sekali tanpa ada kesulitan, nyeri, atau perdarahan dapat dianggap
normal.
B. Etiologi
Penyebab umum konstipasi yang dikutip dari Potter dan Perry, 2005 adalah
sebagai berikut:
1. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk
defekasi dapat menyebabkan konstipasi.
2. Klien yang mengonsumsi diet rendah serat dalam bentuk hewani
(misalnya daging, produk-produk susu, telur) dan karbohidrat murni
(makanan penutup yang berat) sering mengalami masalah konstipasi,
karena bergerak lebih lambat didalam saluran cerna. Asupan cairan yang
rendah juga memperlambat peristaltik.
3. Tirah baring yang panjang atau kurangnya olahraga yang teratur
menyebabkan konstipasi.
4. Pemakaian laksatif yag berat menyebabkan hilangnya reflex defekasi
normal. Selain itu, kolon bagian bawah yang dikosongkan dengan
sempurna, memerlukan waktu untuk diisi kembali oleh masa feses.
5. Obat penenang, opiat, antikolinergik, zat besi (zat besi mempunyai efek
menciutkan dan kerja yang lebih secara lokal pada mukosa usus untuk
menyebabkan konstipasi. Zat besi juga mempunyai efek mengiritasi dan
dapat menyebabkan diare pada sebagian orang), diuretik, antasid dalam
kalsium atau aluminium, dan obat-obatan antiparkinson dapat
menyebabkan konstipasi.
6. Lansia mengalami perlambatan peristaltic, kehilangan elastisitas otot
abdomen, dan penurunan sekresi mukosa usus. Lansia sering
mengonsumsi makanan rendah serat.
7. Konstipasi juga dapat disebabkan oleh kelainan saluran GI
(gastrointestinal), seperti obstruksi usus, ileus paralitik, dan divertikulitus.
8. Kondisi neurologis yang menghambat implus saraf ke kolon (misalnya
cedera pada medula spinalis, tumor) dapat menyebabkan konstipasi.
9. Penyakit-penyakit organik, seperti hipotirodisme, hipokalsemia, atau
hypokalemia dapat menyebabkan konstipasi.
10. Peningkatan stres psikologi. Emosi yang kuat diperkirakan menyebabkan
konstipasi dengan menghambat gerak peristaltik usus melalui kerja dari
epinefrin dan sistem syaraf simpatis. Stres juga dapat menyebabkan usus
spastik (spastik/konstipasi hipertonik atau iritasi colon ). Yang
berhubungan dengan konstipasi tipe ini adalah kram pada abdominal,
meningkatnya jumlah mukus dan periode bertukar-tukarnya antara diare
dan konstipasi.
11. Otot semakin melemah dan melemahnya tonus spinkter yang terjadi pada
orang tua turut berperan menyebabkan konstipasi.
Tanda dan gejala akan berbeda antara seseorang dengan seseorang yang lain,
karena pola makan, hormon, gaya hidup dan bentuk usus besar setiap orang
berbeda-beda, tetapi biasanya tanda dan gejala yang umum ditemukan pada
sebagian besar atau kadang-kadang beberapa penderitanya adalah sebagai berikut:
1. Perut terasa begah, penuh, dan bahkan terasa kaku karena tumpukan tinja
(jika tinja sudah tertumpuk sekitar 1 minggu atau lebih, perut penderita
dapat terlihat seperti sedang hamil).
2. Tinja menjadi lebih keras, panas, dan berwarna lebih gelap daripada
biasanya, dan jumlahnya lebih sedikit daripada biasanya (bahkan dapat
berbentuk bulat-bulat kecil bila sudah parah).
3. Pada saat buang air besar tinja sulit dikeluarkan atau dibuang, kadang-
kadang harus mengejan ataupun menekan-nekan perut terlebih dahulu
supaya dapat mengeluarkan tinja.
4. Terdengar bunyi-bunyian dalam perut.
5. Bagian anus terasa penuh, dan seperti terganjal sesuatu disertai sakit
akibat bergesekan dengan tinja yang panas dan keras.
6. Frekuensi buang angin meningkat disertai bau yang lebih busuk daripada
biasanya (jika kram perutnya parah, bahkan penderita akan kesulitan
atau sama sekali tidak bisa buang
7. Menurunnya frekuensi buang air besar, dan meningkatnya waktu transit
buang air besar (biasanya buang air besar menjadi 3 hari sekali atau
lebih).
8. Terkadang mengalami mual bahkan muntah jika sudah parah.
Suatu batasan dari konstipasi diusulkan oleh Holson, meliputi paling sedikit
dua dari keluhan di bawah ini dan terjadi dalam waktu 3 bulan :
1. Konsistensi feses yang keras,
2. Mengejan dengan keras saat BAB,
3. Rasa tidak tuntas saat BAB, meliputi 25% dari keseluruhan BAB, dan
4. Frekuensi BAB 2 kali seminggu atau kurang.
D. Patofisiologi
Defekasi seperti juga pada berkemih adalah suatu proses fisiologis yang
menyertakan kerja otot-otot polos dan serat lintang, persarafan sentral dan perifer,
koordinasi dari sistem refleks, kesadaran yang baik dan kemampuan fisis untuk
mencapai tempat BAB. Kesukaran diagnosis dan pengelolaan dari konstipasi
adalah karena banyaknya mekanisme yang terlibat pada proses BAB normal
(Dorongan untuk defekasi secara normal dirangsang oleh distensi rektal melalui
empat tahap kerja, antara lain: rangsangan refleks penyekat rektoanal, relaksasi
otot sfingter internal, relaksasi otot sfingter external dan otot dalam region pelvik,
dan peningkatan tekanan intra-abdomen). Gangguan dari salah satu mekanisme ini
dapat berakibat konstipasi. Defekasi dimulai dari gerakan peristaltik usus besar
yang menghantarkan feses ke rektum untuk dikeluarkan. Feses masuk dan
meregangkan ampula dari rektum diikuti relaksasi dari sfingter anus interna.
Untuk meghindarkan pengeluaran feses yang spontan, terjadi refleks kontraksi
dari sfingter anus eksterna dan kontraksi otot dasar pelvis yang depersarafi oleh
saraf pudendus. Otak menerima rangsang keinginan untuk BAB dan sfingter anus
eksterna diperintahkan untuk relaksasi, sehingga rektum mengeluarkan isinya
dengan bantuan kontraksi otot dinding perut. kontraksi ini akan menaikkan
tekanan dalam perut, relaksasi sfingter dan otot elevator ani. Baik persarafan
simpatis maupun parasimpatis terlibat dalam proses BAB.
Patogenesis dari konstipasi bervariasi, penyebabnya multipel, mencakup
beberapa faktor yang tumpang tindih. Walaupun konstipasi merupakan keluhan
yang banyak pada usia lanjut, motilitas kolon tidak terpengaruh oleh
bertambahnya usia. Proses menua yang normal tidak mengakibatkan perlambatan
dari perjalanan saluran cerna. Perubahan patofisiologi yang menyebabkan
konstipasi bukanlah karena bertambahnya usia tapi memang khusus terjadi pada
mereka dengan konstipasi.
Penelitian dengan petanda radioopak yang ditelan oleh orang usia lanjut
yang sehat tidak mendapatkan adanya perubahan dari total waktu gerakan usus,
termasuk aktivitas motorik dari kolon. Tentang waktu pergerakan usus dengan
mengikuti petanda radioopak yang ditelan, normalnya kurang dari 3 hari sudah
dikeluarkan. Sebaliknya, penelitian pada orang usia lanjut yang menderita
konstipasi menunjukkan perpanjangan waktu gerakan usus dari 4-9 hari. Pada
mereka yang dirawat atau terbaring di tempat tidur, dapat lebih panjang lagi
sampai 14 hari. Petanda radioaktif yang dipakai terutama lambat jalannya pada
kolon sebelah kiri dan paling lambat saat pengeluaran dari kolon sigmoid.
Pemeriksaan elektrofisiologis untuk mengukur aktivitas motorik dari kolon pasien
dengan konstipasi menunjukkan berkurangnya respons motorik dari sigmoid
akibat berkurangnya inervasi intrinsic karena degenerasi plexus mienterikus.
Ditemukan juga berkurangnya rangsang saraf pada otot polos sirkuler yang dapat
menyebabkan memanjangnya waktu gerakan usus.
Individu di atas usia 60 tahun juga terbukti mempunyai kadar plasma beta-
endorfin yang meningkat, disertai peningkatan ikatan pada reseptor opiate
endogen di usus. Hal ini dibuktikan dengan efek konstipatif dari sediaan opiate
yang dapat menyebabkan relaksasi tonus kolon, motilitas berkurang, dan
menghambat refleks gaster-kolon.
Selain itu, terdapat kecenderungan menurunnya tonus sfingter dan kekuatan
otot-otot polos berkaitan dengan usia, khususnya pada perempuan. Pasien dengan
konstipasi mempunyai kesulitan lebih besar untuk mengeluarkan feses yang kecil
dan keras sehingga upaya mengejan lebih keras dan lebih lama. Hal ini dapat
berakibat penekanan pada saraf pudendus sehingga menimbulkan kelemahan lebih
lanjut.
Sensasi dan tonus dari rektum tidak banyak berubah pada usia lanjut.
Sebaliknya, pada mereka yang mengalami konstipasi dapat mengalami tiga
perubahan patologis pada rektum, sebagai berikut:
1. Diskesia Rektum
Ditandai dengan penurunan tonus rektum, dilatasi rektum, gangguan
sensasi rektum, dan peningkatan ambang kapasitas. Dibutuhkan lebih
besar regangan rektum untuk menginduksi refleks relaksasi dari sfingter
eksterna dan interna. Pada colok dubur pasien dengan diskesia rektum
sering didapatkan impaksi feses yang tidak disadari karena dorongan
untuk BAB sering sudah tumpul. Diskesia rektum juga dapat
diakibatkan karena tanggapnya atau penekanan pada dorongan untuk
BAB seperti yang dijumpai pada penderita demensia, imobilitas, atau
sakit daerah anus dan rectum.
2. Dis-sinergis Pelvis
Terdapatnya kegagalan untuk relaksasi otot pubo-rektalis dan sfingter
anus eksterna saat BAB. Pemeriksaan secara manometrik menunjukkan
peningkatan tekanan pada saluran anus saat mengejan.
3. Peningkatan Tonus Rektum
Terjadi kesulitan mengeluarkan feses yang bentuknya kecil. Sering
ditemukan pada kolon yang spastik seperti pada penyakit Irritable
Bowel Syndrome, dimana konstipasi merupakan hal yang dominan.
Perlambatan Kelainan Kondisi Penyakit Stress Melemahnya Penggunaan Tirah baring Mengonsumsi Kebiasaan
peristaltic saluran GI neurologis organik psikologis tonus spingter laksatif, obat panjang diet rendah defekasi yang
penenang lemak tidak teratur
1. Perut terasa begah 1. Mual muntah dalam 1. Tinja menjadi lebih keras
2. Tinja menjadi lebih keras kondisi yang parah 2. Terasa panas
3. Tinja sulit dikeluarkan 3. Rasa sakit akan
4. Bagian anus terasa penuh bergesekan dengan tinja
5. Frekuensi platus meningkat yag panas dan keras
6. Rasa tidak tuntas saat BAB
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Nyeri Akut
Konstipasi
II. Tinjauan Kasus
A. Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama
Umur
Agama
Jenis Kelamin
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Suku Bangsa
Alamat
Tanggal Masuk
Tanggal Pengkajian
No. Register
Diagnosa Medis
b. Identitas Penanggung Jawab
Nama
Umur
Hub. Dengan Pasien
Pekerjaan
Alamat
2. Status Kesehatan
a. Status Kesehatan Saat Ini
1) Keluhan Utama (Saat MRS dan saat ini)
2) Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Riwayat kesehatan dibuat untuk mendapatkan informasi tentang
riwayat dan durasi konstipasi, pola emliminasi saat ini dan masa lalu,
serta harapan pasien tentang elininasi defekasi. Informasi gaya hidup
harus dikaji, termasuk latihan dan tingkat aktifitas, pekerjaan, asupan
nutrisi dan cairan, serta stress. Riwayat medis dan bedah masa lalu,
terapi obat-obatan saat ini, dan penggunaan laksatif serta enema adalah
penting. Pasien harus ditanya tentang adanya tekanan rektal atau rasa
penuh, nyeri abdomen, mengejan berlebihan saat defekasi, flatulens,
atau diare encer.
3) Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya.
b. Satus Kesehatan Masa Lalu
1) Penyakit yang pernah dialami
- Pernah dirawat
- Alergi
2) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
3) Riwayat Penyakit Keluarga
4) Diagnosa Medis dan therapy
3. Pola Kebutuhan Dasar ( Data Bio-psiko-sosio-kultural-spiritual)
a. Pola Persepsi dan Manajemen Kesehatan
b. Pola Nutrisi-Metabolik
c. Pola Eliminasi
1) BAB
2) BAK
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan
minum
Mandi
Toileting
Berpakaian
Berpindah
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain dan
alat, 4: tergantung total
2) Latihan
e. Pola kognitif dan Persepsi
f. Pola Persepsi-Konsep diri
g. Pola Tidur dan Istirahat
h. Pola Peran-Hubungan
i. Pola Seksual-Reproduksi
j. Pola Toleransi Stress-Koping
k. Pola Nilai-Kepercayaan
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum :
Tingkat kesadaran : komposmetis / apatis / somnolen / sopor/koma
GCS : verbal:……….Psikomotor:……….Mata :……………..
b. Tanda-tanda Vital :
- Nadi
- Suhu
- TD
- RR
c. Keadaan fisik
1) Kepala dan leher
2) Dada
Paru
Jantung
3) Payudara dan ketiak
4) Abdomen
5) Genetalia
6) Integumen
7) Ekstremitas
Atas
Bawah
8) Neurologis
Status mental dan emosi
Pengkajian saraf kranial :
Pemeriksaan refleks :
d. Pemeriksaan Penunjang
1) Data laboratorium yang berhubungan
2) Pemeriksaan radiologi
3) Hasil konsultasi
4) Pemeriksaan penunjang diagnostic lain
5. Analisa Data
Pengkajian objektif mencakup inspeksi feses terhadap warna, bau,
konsistensi, ukuran, bentuk, dan komponen. Abdomen diauskultasi terhadap
adanya bising usus dan karakternya. Distensi abdomen diperhatikan. Area
peritonial diinspeksi terhadap adanya hemoroid, fisura, dan iritasi kulit.
C. Rencana Keperawatan
1. Konstipasi berhubungan dengan pola defekasi tidak teratur
Tujuan : Pasien dapat defekasi dengan teratur (setiap hari)
Kriteria hasil
1) Defekasi dapat dilakukan satu kali sehari.
2) Konsistensi feses lembut
3) Eliminasi feses tanpa perlu mengejan berlebihan
Intervensi Rasional
Mandiri: 1. Untuk mengembalikan
1. Tentukan pola defekasi bagi keteraturan pola defekasi klien
klien dan latih klien untuk 2. Untuk memfasilitasi refleks
menjalankannya defekasi
2. Atur waktu yang tepat untuk 3. Nutrisi serat tinggi untuk
defekasi klien seperti sesudah melancarkan eliminasi fekal
makan 4. Untuk melunakkan eliminasi
3. Berikan cakupan nutrisi feses
berserat sesuai dengan indikasi 5. Untuk melunakkan feses
4. Berikan cairan jika tidak
kontraindikasi 2-3 liter per hari
Kolaborasi:
5. Pemberian laksatif atau enema
sesuai indikasi
D. Implementasi
E. Evaluasi
KASUS :
Tn. TN berumur 65 tahun mengeluh bahwa sudah seminggu belum BAB.
Pasien mengatakan nyeri pada perut bagian bawah, pasien tampak meringis.
Biasanya pasien bisa BAB dua hari sekali. Sejak tanggal 20 juni pasien tidak
pernah menghabiskan porsi makan sehari-harinya karena kurang nafsu makan.
Setelah dikaji inspeksi terdapat pembesaran abdomen dan saat dipalpasi ada
impaksi feses.
I. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Identitas Pasien
Nama : Tn. TN
Umur : 65 tahun
Agama : Hindu
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Petani
Suku Bangsa : Indonesia
Alamat : Pekutatan
Tanggal Masuk : 27 Juni 2016
Tanggal Pengkajian : 27 Juni 2016
No. Register : 0577409
Diagnosa Medis : Gangguan Eliminasi Fekal (Konstipasi)
2) Pernah dirawat
Pasien mengatakan sebelumnya tidak pernah dirawat di RS
3) Alergi
Pasien tidak memilki riwayat alergi obat, makanan, dan debu
4) Kebiasaan (merokok/kopi/alkohol dll)
Pasien mengatakan sering minum kopi.
b. Pola Eliminasi
1) BAB
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAB dua hari 1x, dengan
konsistensi feses keras, berwarna kecoklatan
tidak disertai darah.
Saat sakit : Pasien mengatakan seminggu terakhir ini tidak
BAB. Pasien mengatakan ketika ingin BAB
susah untuk mengeluarkan tinjanya sehingga
pasien merasa sakit saat mengedan. Rasa sakit
yang dirasakan tidak tertahankan.
2) BAK
Sebelum sakit : Pasien mengatakan BAK 4x dalam sehari, urine
berwarna kekuningan dan berbau pesing.
Saat sakit : Pasien mengatakan BAK 3x dalam sehari, urine
berwarna kekuningan dan berbau pesing.
d. Pola aktivitas dan latihan
1) Aktivitas
Kemampuan 0 1 2 3 4
Perawatan Diri
Makan dan √
minum
Mandi √
Toileting √
Berpakaian √
Berpindah √
0: mandiri, 1: Alat bantu, 2: dibantu orang lain, 3: dibantu orang lain
dan alat, 4: tergantung total
2) Latihan
Sebelum sakit : Pasien mengatakan sebelum sakit dapat melakukan
kegiatan yang ringan dengan madiri.
Saat sakit : Pasien mengtakan tidak dapat melakukan kegiatan
yang ringan akibat merasa nyeri pada perut bagian
bawah saat bergerak. Pasien mengatakan tidak
nyaman saat beraktivitas.
4. Pengkajian Fisik
a. Keadaan umum : Composmetis E4V5M5
b. Tanda-tanda Vital : Nadi = 90x/menit
Suhu = 38 ̊ C
TD = 140/90 mmHg
RR = 24x/menit
c. Keadaan fisik
1. Abdomen
a. Inspeksi : Tidak ada jaringan parut, tidak ada inflamasi, terjadi
pembesaran abdomen
b. Palpasi : Perut terasa keras dan penuh, ada impaksi feses, tedapat
nyeri tekan dan nyeri lepas, pasien mengatakan skala
nyeri 7 dari 0-10 yang diberikan.
c. Perkusi : Redup
d. Auskultasi : Bising usus 12x/menit.
5. Analisa Data
A. Tabel Analisa Data
NO DATA ETIOLOGI PROBLEM
1 DS : Pola defekasi Konstipasi
1. Pasien mengatakan sudah tidak teratur.
seminggu belum BAB.
2. Pasien mengatakan ketika
ingin BAB susah untuk
mengeluarkan tinjanya.
DO :
1. Adanya pembesaran abdomen.
2. Adanya impaksi feses
3. Konsistensi frses keras
4. Terdengar bising usus
12x/menit
5. Perut teraba keras
6. Nadi = 90x/menit
Suhu = 38 ̊ C
TD = 140/90 mmHg
R = 24x/menit
3 DS : Hilangnya Ketidakseimbang
1. Pasien mengatakan makan 2x nafsu makan. an nutrisi kurang
sehari, habis ½ porsi. dari kebutuhan
2. Pasien mengatakan tidak napsu tubuh
makan.
DO :
1. Pasien tampak pucat.
2. Porsi makan habis ½ dari porsi
yang diberikan.
Pukul 09.15 wita III Memebrikan makan dan minum S : Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
O : Pasien hanya makan 2 sendok
makan, minum 250 ml
Pukul 10.15 wita I Mengatur waktu yang tepat untuk S : Pasien mengtakan ingin BAB,
defekasi pasien seperti sesudah tetapi susah untuk
makan. mengelurkan.
O : Pasien tampak meringis
Pukul 13.00 wita III Memberikan makan dan minum S : Pasien mengatakan tidak nafsu
makan
O : Pasien hanya makan ¼ porsi
yang disediakan, minum 350
ml
Pukul 13.30 wita I,II Memberikan Dulcolac 1x15 mg S : Pasien mengatakan perutnya
dan Asam mefenamat 1x500 mg terasa penuh
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 15.00 wita I Menentukan pola defekasi bagi S : Pasien mengatakan susah
klien dan melatih klien untuk untuk mengedan.
menjalankannya O : Pasien tampak melatih cara
defekasi, pasien BAB dengan
jumlah sedikit, konsistensi
feses keras.
Pukul 15.30 wita II Mengajarkan teknik distraksi dan S : Pasien mengatakan mengerti
relaksasi. dan ingin melakukan teknik
distrasi dan relaksasi.
O : Pasien tampak lebih tenang.
Pukul 18.00 wita III Memberikan makan dan minum S : Pasien mengatakan ingin
makan dalam jumlah sedikit.
O : Pasien hanya makan ¼ porsi
yang disediakan, minum 350
ml
Pukul 18.30 wita I,II Memberikan Dulcolac 1x15 mg S : Pasien mengatakan ingin cepat
dan Asam mefenamat 1x500 mg sembuh
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 19.15 wita III Memastikan diet memenuhi S : Pasien mengatakan ingin
kebutuhan tubuh sesuai indikasi makan tapi dalam jumlah
sedikit
O : Kebutuhan diet belum
terpenuhi.
Pukul 19.45 wita III Mengajarkan metode untuk S : Pasien mengatakan mengerti
perencanaan makan. dengan metode perencanaan
makan yang diajarkan.
O : Pasien tampak mengerti
Pukul 09.45 wita I,II Memberikan obat Dulcolac 1x15 S : Pasien mengatakan mau untuk
mg, Asam mefenamat 1x500 mg minum obat
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 10.15 wita I Mengatur waktu yang tepat untuk S : Pasien mengtakan ingin BAB
defekasi pasien seperti sesudah O : Pasien BAB dengan jumlah
makan. sedikit, konsistensi feses keras
Pukul 13.00 wita III Memberikan makan dan minum S : Pasien mengatakan ingin
makan.
O : Pasien makan ½ porsi yang
disediakan, minum 450 ml
Pukul 13.30 wita I,II Memberikan Dulcolac 1x15 mg S : Pasien mengucapkan terima
dan Asam mefenamat 1x500 mg kasih setelah diberikan obat
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 15.00 wita I Menentukan pola defekasi bagi S : Pasien mengatakan saat BAB
klien dan melatih klien untuk terasa sakit, tetapi tidak
menjalankannya sesakit kemarin.
O : Pasien tampak melatih cara
defekasi, pasien BAB dengan
jumlah sedikit, konsistensi
feses agak keras.
Pukul 15.30 wita II Mengajarkan teknik distraksi dan S : Pasien mengatakan mengerti
relaksasi. dan ingin melakukan teknik
distrasi dan relaksasi.
O : Pasien tampak lebih tenang
dan rileks.
Pukul 18.00 wita III Memberikan makan dan minum S : Pasien mengatakan ingin
makan.
O : Pasien hanya makan ½ porsi
yang disediakan, minum 450
ml
Pukul 18.30 wita I,II Memberikan Dulcolac 1x15 mg S : Pasien mengatakan ingin cepat
dan Asam mefenamat 1x500 mg sembuh
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 19.15 wita III Memastikan diet memenuhi S : Pasien mengatakan nafsu
kebutuhan tubuh sesuai indikasi makan bertambah
O : Kebutuhan diet belum
terpenuhi.
Pukul 09.15 wita III Memebrikan makan dan minum S : Pasien mengatakan nafsu
makan bertambah
O : Pasien makan ½ porsi yang
diberikan, minum 450 ml
Pukul 09.45 wita I,II Memberikan obat Dulcolac 1x15 S : Pasien mengatakan mau untuk
mg, Asam mefenamat 1x500 mg minum obat
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 10.15 wita I Mengatur waktu yang tepat untuk S : Pasien mengtakan ingin BAB
defekasi pasien seperti sesudah O : Pasien BAB dengan jumlah
makan. normal, konsistensi feses agak
keras
Pukul 13.00 wita III Memberikan makan dan minum S : Pasien mengatakan ingin
makan.
O : Pasien makan 1 porsi yang
disediakan, minum 450 ml
Pukul 13.30 wita I,II Memberikan Dulcolac 1x15 mg S : Pasien mengucapkan terima
dan Asam mefenamat 1x500 mg kasih setelah diberikan obat
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 14.30 wita II Melakukan pengkajian nyeri S : Pasien mengatakan rasa nyeri
dengan teknik PQRST berkurang, pasien mengatakan
skala nyeri 4 dari 0-10 yang
diberikan, nyeri dirasakan
ketika mengedan.
O : Pasien merasa lebih nyaman,
skala nyeri 4 dari 0-10
Pukul 15.00 wita I Menentukan pola defekasi bagi S : Pasien mengatakan saat BAB
klien dan melatih klien untuk rasa sakit berkurang.
menjalankannya O : Pasien tampak melatih cara
defekasi, pasien BAB dengan
jumlah normal, konsistensi
feses lembek.
Pukul 15.30 wita II Mengajarkan teknik distraksi dan S : Pasien mengatakan mengerti
relaksasi. dan ingin melakukan teknik
distrasi dan relaksasi.
O : Pasien tampak lebih tenang
dan rileks.
Pukul 18.00 wita III Memberikan makan dan minum S : Pasien mengatakan ingin
makan.
O : Pasien makan 1 porsi yang
disediakan, minum 450 ml
Pukul 18.30 wita I,II Memberikan Dulcolac 1x15 mg S : Pasien mengatakan ingin cepat
dan Asam mefenamat 1x500 mg sembuh
O : Obat sudah benar-benar
dimium, tidak ada tanda-tanda
alergi
Pukul 19.15 wita III Memastikan diet memenuhi S : Pasien mengatakan nafsu
kebutuhan tubuh sesuai indikasi makan bertambah
O : Kebutuhan diet terpenuhi.
S :-
Pukul 20.30 wita III Memantau masukan dan O : Makan habis 1porsi setiap
pengeluaran secara periodik. sajian, porsi habis, minum
1350 ml per hari, infus 500
ml, BAK 600 ml per hari,
BAB 1 x jumlah normal,
konsistensi feses lembek
V. Evaluasi Keperawatan
Hari/Tgl No
No Evaluasi TTd
Jam Dx
1 Kamis, 30-6-2016, I S : Pasien mengatakan saat BAB rasa sakit berkurang,
pukul 09.30 wita pasien mengatakan ingin cepat sembuh.
O : TD : 120/70 mmHg, N : 80 x/menit, S : 37 ̊ C, R : 20
x/menit, pasien BAB dengan jumlah normal,
konsistensi feses lembek.
A : Tujuan tercapai, masalah teratasi.
P : Pertahankan kondisi pasien, pasien boleh pulang.