(1278-1349 H/1862-1930 M)
A. Biografi Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri
Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri yang nama lengkapnya yaitu Syekh
Raden Muhammad Mukhtar bin Atharid al-Bughuri al-Batawi al-Jawi al-Makki. Beliau adalah
putera dari Raden Aria Natanegara atau Kiai ‘Atharid. Raden Aria Natanagara dikatahui sebagai
putra dari Raden Wira Tani Datar VI yang nasabnya menyambung dengan ulama-ulama besar
keturunan Walisongo dan keturunan Eyang Dalem Cikundul, seorang Bupati pertama di
Cianjur.1
Beliau dilahirkan di Bogor, Jawa Barat, pada hari Kamis, 14 Sya’ban 1278 H/ 14
Februari 1862. Menurut beberapa sumber bahwasannya beliau wafat dan dimakamkan di Kota
Makkah Musyarrafah, Ahad, 17 Shafar 1349 H/13 Juli 1930 M. 2 sumber lain menyebutkan
bahwa dimakamkan di Ma’lah, makamnya dekat dengan Imam Mazhab Syafi’iyyah, yaitu Syekh
Ibnu Hajar Al-Haitamy Al-Makkiy.3
Biografi Syaikh Mukhtar bin ‘Atharid al-Bughuri banyak disebutkan dalam beberapa
kitab (tarajim) para ulama terkemuka di dunia Islam yang mengajar di Masjidil Haram sekitar
abad ke-14 H (20 M), seperti dalam kitab Nats al-Jawahir wa al-Durar (karya Yusuf al-
Mar’ashli), Tasynif al-Asma’ (karya Mahmud al-Syafi’i), al-Jawahir al-Hisan (karya Zakariyya
Billa), dan karya lainnya. Dalam kitab-kitab yang disebutkan tersebut, Syaikh Muhammad
Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri ialah salah satu diantara tokoh agama sentral dalam blantika
intelektual di tanah Haramain pada saat itu, seperti Syaikh Mahfuzh bin Abdullah al-Tarmasi
(Tremas), Syaikh Baqir bin Nur al-Jukjawi (Jogja), Syaikh Muhammad Shalih bin Umar al-
Samarani (Sholeh Darat). Bukan hanya itu, nama beliau juga sering dirujuk dan tercantum dan
sanad-sanad keilmuan (geneologi intelektual), terutama dalam beberapa sanad kitab fiqih dan
hadits.4
Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri adalah salah satu diantara ulama al-
5
jawwi tersohor yang berasal dari Pasundan/Bogor, Jawa Barat yang menjadi seorang pengajar di
Makkah al-Mukarramah melanjutkan jejak gurunya yaitu Syaikh Nawawi al-Bantani.
Diperkirakan beliau mengajar di Masjdil Haram kurang lebih selama 28 tahun, sejak tahun 1321
H/1903 M sampai tahun 1349 H/1930 M. Ketika di Makkah, terdapat beberapa ulama Nusantara
1
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Mukhtar_bin_Atharid_al-Bughuri
2
https://www.google.com/amp/s/wartamandailing.com/2019/12/24/biografi-syeikh-muhammad-mukhtar-
atharid-al-bughuri-al-batawi-al-jawi/amp/?espv=1
3
Maulana La Eda, 100 Ulama Nusantara Di Tanah Suci, (Solo: Anggota SPI (Serikat Penerbit Islam), 2020), hal. 129.
4
A Ginanjar Sya’ban, Mahakarya Islam Nusantara Kitab Naskah, Manuskrip, dan Korespondesi Ulama
Nusantara, (Tangerang: Pustaka Compass, 2017), hal. 418.
5
Al-Jawwi atau ashab al-jawiyyin adalah sebutan yang disandarkan kepada para kaum terpelajar Nusantara yang
berguru dengan para ulama Timur Tengah dan menetap di Timur Tengah (Haromain) pada abad ke-19, seperti
Abdurrauf al-Sinkili, Yusuf al-Makassari, dan al-Riniri, mereka bertiga yang memprakarsai komunitas lingkaran Jawi.
Pada periode berikutnya, perkembangan istilah tersebut juga berlaku untuk para pelajar yang berasal dari daratan
Asia Tenggara. Lihat Mukani, Ulama Al-Jawwi di Arab Saudi dan Kebangkitan Umat Islam di Indonesia, (Al Murabbi:
Volume 2, Nomor 2, Januari 2016), hal. 211.
yang berkiprah di haromain, seperti Syaikh Mahfuzh ibn Abdullah al-Tarmasi (Tremas), Syaikh
Baqir bin Nur al-Samarani (Soleh Darat), dan ulama lainnya. Tercatat dalam sejarah, terdapat
beberapa cendekiawan Muslim dari tataran pasundan yang bermukim dan berkiprah di Haramain
yang sezaman dengan Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri seperti Hasan Mustapa
(Garut), Abu Bakar Djayadiningrat, Muhammad Ahyad bin Idris (Bogor), dan Tubagus Bakri
(Mama Sempur). Kualitas pengetahuan dan keilmuan yang dimiliki Syaikh Muhammad Mukhtar
Bogor sebagai pengajar di Masjidil Haram tidak perlu diragukan. Para golongan tajdid pun
banyak yang membicarakan kehebatan Syaikh Muhammad Mukhtar yang menguasai beraneka
ragam bidang disiplin ilmu diantaranya ilmu hadits. Dalam hal mazhab, Syaikh Muhammad
Mukhtar Bogor adalah seorang muslim bermazhab Syafi’i dan pengikut setia Ahlus Sunnah
aliran Imam Abu Hasan as-Asy’ari dan Imam Abu Manshur al-Maturidi.
1. Matan di bidang ilmu nahwu; Matan al-Milhah, Matan Alfiyah, dan Matan al-Qathar.
2. Matan di bidang ilmu fiqh; Matan al-Ghayah wa at-Taqrib, Matan al-Irsyad, Matan
Zubad.
Masih terdapat beberapa ulama besar yang menjadi guru dari Syekh Muhammad
Mukhtar. Adapun beberapa guru lainnya, diantaranya :
Dalam bidang Ilmu Fiqih, Syaikh Muhamad Mukhtar ‘Atharid al- Bughuri al-Batawi al-
Jawi pun telah menyelesaikan beberapa kitab, yang dibimbing oleh Syaikh Ahmad al-Fathani,
seperti Kitab Fathul Mu’in beserta syarahnya, dan kitab I’anathuth Thalibin. Kitab-kitab tersebut
membahas perihal ilmu fiqih. Ketika menyelesaikan beberapa kitab tersebut, Syaikh Muhamad
Mukhtar ‘Atharid al- Bughuri al-Batawi al-Jawi mendapat bimbingan keilmuan langsung dari
Syaikh Bakri asy-Syatha, sebagai muallif kitab I’anathuth Thalibin. Dalam mempelajari ilmu
fiqih, Syaikh Muhamad Mukhtar ‘Atharid al- Bughuri al-Batawi al-Jawi juga menggunakan kitab
Fiqih Mazhab Imam Syafi’i, melalui kitab Tuhfah dan Nihayah.7 Karena kualitas keilmuannya di
bidang ilmu Fiqih, beliau dikenal sebagai satu diantara ulama fiqih Masjidil Haram yang menjadi
rujukan pada masa pertengahan abad ke-14 H/20 M.
Dalam bidang ilmu hadits, beliau berguru kepada Sayyid Husein bin Sayyid Muhammad
al-Habsyi melalui kitab Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim. Kedua kitab tersebut diselesaikan
oleh Syaikh Mukhtar bersama gurunya tersebut dari awal hingga akhir.
Dalam bidang ilmu tafsir, beliau berguru kepada Syaikh Muhammad bin Sulaiman
Hasbullah al-Makki dan Sayyid Husein bin Sayyid Muhammad al-Habsyi. Kedua guru tersebut
juga sekaligus guru dari Syaikh Ahmad al-Fathani.
Atas rekomendasi dari guru-gurunya, maka Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-
Bughuri mengadakan majelis di rumahnya yang dilakukan setelah Sholat Shubuh. Disiplin ilmu
yang diajarkan dirumahnya seperti ilmu nahwu, ilmu sharaf, dan balaghah. Kemudian dilanjut
setelah Sholat Ashar dengan kajian kitab Ihya’Ulumu ad-Din karya Imam al-Ghazali. Selain
mengajarkan beberapa kitab karya ulama tersohor, beliau juga mengajarkan kitab-kitab
karangannya. Beberapa kitab karangannya yang diajarkan di rumahnya itu rutin setiap hari
Selasa. Beberapa kitab tersebut, biasanya mengenai miqat dan ilmu falak. Diriwayatkan juga
bahwasannya Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-Bughuri merupakan salah satu dari
masyaikh di Haramain yang ahli di bidang Ilmu Falak salah satu muridnya yaitu Syaikh
Muhammad Yasin al-Fadani.
7
Rizem Aizid, Biografi Ulama Nusantara disertai Pemikiran dan Pengaruh Mereka, (Yogyakarta: DIVA Press, 2016),
hal. 52.
‘Atharid Al-Bughuri sebagai “Salah satu tokoh ulama Jawa di Tanah Suci Mekkah yang menjadi
suri teladan”.8
Selain peran Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-Bughuri sebagai pengajar agama
Islam, beliau juga berperan sebagai seorang imam tarekat. Setiap hari Kamis malam, beliau
memimpin pengajin dzikir dan doa. Dzikir yang selalu beliau dawam yaitu dzikir tarekat
Qadiriyah dan Naqsyabandiyah, sehingga beliau dijuluki sebagai “Ulama Ahli Syariat dan
Hakikat”. Hal tersebut memperlihatkan kepada kita aktivitas lain beliau selain mengajar.
Sebagaimana mestinya, di mana ada guru pasti ada murid, Syaikh Muhammad Mukhtar
‘Atharid Al-Bughuri mempunyai bayak sekali murid yang jumlahnya hingga ribuan. Beberapa
diantaranya terdapat murid-murid yang kemudian kelak menjadi ulama besar yang ahli di
bidangnya masing-masing, seperti:
Selain dari yang telah disebutkan di atas, Murid Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-
Bughuri pun ada yang berasal dari negeri Malaysia, diantaranya seperti Tuan Guru Haji Hasyim
(Pemimpin Podok Pasir Tumbuh, Kelantan) dan Tuan Guru Haji Abdullah bin Abdur Rahman
(Pemimpin Pondok Lubuk Tapah, Kelantan).
Dalam beberapa sumber menyebutkan bahwa belum ditemukan sebuah sumber yang
lengkap yang membicarakan mengenai corak pemikiran dan ajaran Syaikh Muhammad Mukhtar
‘Atharid Al-Bughuri, yang lebih sering ditemukan dalam beberapa sumber hanya membahas
perjalanan hidup dan beberapa karya tulisnya. Maka, penulis berusaha menggambarkan
pemikiran serta ajaran dari Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-Bughuri melalui beberapa
karya-karyanya.
Penulis hanya menyebutkan beberapa karya Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-
Bughuri dengan menyertakan keterangan singkatnya, diantaranya:11
1. ‘Aqaid Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah. Karya tulis ini ditulis menggunakan bahasa Sunda
dalam wujud aksara Arab, karya ini termasuk salah satu karya tulis berbahasa Sunda yang
ditulis dan diterbitkan di Timur Tengah yang diterbitkan di Kota Kairo, Mesir, oleh
penerbitnya yaitu Maktabah Musthafa al-Babi al-Halabi, bulan Jumadil Ula 1341
H/Desember 1922 M. Karya ini ditulis atas reaksi Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid
Al-Bughuri sebagai ulama Ahlussunnahwaljamaah terhadap munculnya dan
berkembangnya paham Wahabi, sebuah tradisi Islam baru yang bermotif puritan dan
11
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Muhammad_Mukhtar_bin_Atharid_al-Bughuri
sentralnya di Nejd (Semenanjung Arabia). Dalam karya tulis ini, beliau mendeskripsikan
perkara teologi Islam tradisional yang resmi yaitu Ahlussunnah wal jamaah.12
2. Taqrib al-Maqshad fi al-‘Amali bir a-Rub’il al-Mujayyab. Karya tulis ini diselesaikan
oleh Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-Bughuri pada hari Kamis, 15 Sya’ban
1308 H/26 Maret 1891, , pada cetakan kedua karya tulis ini diterbitkan Mekkah, oleh
penerbitnya yaitu Mathba’ah al-Miriyah al-Kainah tahun 1331 H. kemudian dicetak juga
oleh Maktabah Musthafa al-Babi al-Halabi , bulan Jumadil Ula 1347 H. bahkan
ditemukan juga manuskrip salinannya, yang disalin oleh Saidi dan Ihsan bin Haji Abdur
Rahman bin Haji Ibrahim, yang disalin pada hari Rabu Rajab 1313 H. karya tulis ini
membahas tentang disiplin ilmu Falakiyyah. Diriwayatkan bahwa Syaikh Muhammad
Mukhtar mengijazahkan kepada Syaikh Muhammad Yasin al-Fadani kitab ini yaitu
Taqrib al-Maqshad fi al-‘Amali bi a-Rub’iI al-Mujayyab. Dalam kitab ini disebutkan juga
Syaikh Muhammad Mukhtar belajar ilmu falak kepada Syaikh Sulaiman Zuhdi an-
Naqsyabandi al-Khalidi.13
3. Ushul ad-Din I’tiqad Ahlis Sunnah wa al-Jamaah. Karya tulis ini diselesikan pada hari
Kamis, 24 Dzulqa’dah 1323 H/19 Januari 1906 M. Kemdian, kitab ini dicetak oleh
Mathba’ah At-Taraqqil Majidiyah al-Utsmaniyah tahun 1330 H/1923 H. Karya tulis ini
mengandung unsur pembahasan mengenai aqidah dan Sifat Dua Puluh.
4. Ar-Risalatul Wahbatil Ilahiyah fi Bayani Itsqati ma’alal Maiyiti minal Huquqi was
Shiyam was Shalati. Karya tulis ini selesai ditulis pada hari Ahad, 2 Muharram 1327 H/
24 Januari 1909. Kemudian, karya tulis ini dicetak oleh Mathba’ah At-Taraqqil
Majidiyah al-Utsmaniyah tahun 1330 H, yang ditashhih oleh Syaikh Idris bin Husein al-
Kalantani. Karya tulis ini mengadung unsur pembahasan mengenai permasalahan fiqh
shalat, puasa, dan yang lainnya.
5. As-Shawa’iqul Muhriqah lil Auhamil Kazibah fi Bayani Hillil Baluti wa raddu ‘ala man
Harramu. Karya tulis ini selesai ditulis pada hari Senin, 8 Muharram 1329 H/ 9 Januari
1911. Kemudian, karya tulis ini dicetak oleh Maktabah At-Taraqqil Majidiyah al-
Utsmaniyah tahun 1329 H. karya tulis ini menjelaskan secara detail mengenai hukum
mengkonsumsi Belut. Dalam kitab ini memaparkan berbagai argumentasi yang
menguatkan status halal mengkonsumsi belut. Kemunculan kitab ini bermula dari
perdebatan di kalangan para ulama Nusantara dan yang berada di Mekkah pada abad ke-
19. Sebagian golongan ulama ada yang mengharamkan mengkonsumsi belut, namun
banyak juga yang berpendapat kehalalan mengkonsumsi belut. Melalui korespondensi
surat, kemudian Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-Bughuri terinspirasi untuk
menulis risalah dengan fokus mengenai belut.
12
A. Ginanjar Sya’ban, Mahakarya Islam Nusantara Kitab Naskah, Manuskrip, dan Korespondesi Ulama
Nusantara, (Tangerang: Pustaka Compass, 2017), hal. 419.
13
Nur Hidayatullah, Jaringan Ulama Falak Nusantara (Studi Geneologi Keilmuan Falak Syekh Muhammad Yasin Al-
Fadani), (AL-AFAQ: Jurnal Ilmu Falak dan Astronomi: Vol. 1, No. 1 Tahun 2019), hal. 53.
6. Al-Manhal al-Warid fi Asanid Mukhtar ibn ‘Atharid. Karya tulis ini dikhususkan
mengenai Genealogi intelektual14 Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-Bughuri dan
juga ijazah beliau. Karya tulis ini ditulis dengan menggunakan bahasa Arab. Kitab ini
dikukuhkan oleh beliau kemudian diturunkan kepada muridnya yaitu Syaikh Muhammad
Zain bin Abbas Batubara, ulama asal Batubara, Sumatera Utara.
7. It-hafus Sadatil Muhadditsin bi Musalsalatil Ahadtsil Arba’in. Karya tulis ini selesai
ditulis pada tanggal 8 Rabiul Awal 1345 H/15 September 1926. Karya tulis ini dicetak di
Mesir, pada bulan Jumadil Awal 1345 H, oleh Mathaba’ah Dar Ihya al-Kutub
al-‘Arabiyah, kemudian karya tulis ini ditashhih oleh Syaikh Muhammad az-Zahari al-
Ghamrawi. Karya tulis ini membahas mengenai berbagai genealogi keilmuan (sanad
keilmuan) dan amalan (wirid).
8. Khutbah al-Jum’at. Karya tulis yang telah beliau tulis ini tidak tercantum keterangan
waktu penulisan (tahun selesai penulisan), serta tidak ada keterangan penerbitan atau pun
pencetakan. Dalam karya tulis ini mengandung pembahasan mengenai khutbah Jum’at,
khutbah yang pertama dan yang kedua.
9. Ad-Durril Munif fi Syarhil Wirdil Lathif. Karya tulis yang beliau tulis ini tidak tercantum
keterangan waktu penulisan (tahun selesai penulisan), serta tidak ada keterangan
penerbitan. Cetakan pertama karya tulis ini dicetak oleh Mathba’ah At-Taraqqil
Majidiyah al-Utsmaniyah tahun 1330 H. karya tulis ini membahas mengenai wirid, zikir,
doa-doa, dan lain-lain.
10. Mukhtashar Kitab ad-Durril fi Syarhil Wirdil Lathif. Karya tulis yang beliau tulis ini
tidak tercantum keterangan waktu penulisan (tahun selesai penulisan). Karya tulis ini
dicetak di Makkah, 13 Shafar 1352 H/7 Juni 1933. Kitab ini merupakan cetakan kedua
dari kitab ad-Durril fi Syarhil Wirdil Lathif yang dicetak pertama kali tahun 1330 H,
kemudian cetakan kedua ini pada tahun 1345 H, di Mesir. Dalam karya tulis ini masih
sama dengan cetakan pertamanya mengenai wirid, zikir, doa-doa, dan lain-lain, serta
tambahannya ialah Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid Al-Bughuri menghadirkan 30
hadits beserta syarahannya.
Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri merupakan salah satu diantara Ulama
Nusantara yang yang memberikan kontribusi terhadap Islam di Nusantara, bahkan kontribusinya
tersebut diakui hingga ke tingkat internasional. Melalui karya tulisnya yang paling monumental
yaitu As-Shawa’iqul Muhriqah lil Auhamil Kazibah fi Bayani Hillil Baluti wa raddu ‘ala man
Harramu, Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri memberikan titik terang dalam
sebuah polemik mengenai hukum mengkonsumsi belut yang biasa dikonsumsi oleh orang-orang
di Nusantara. Polemik tersebut yang terjadi pada permulaan tahun 1329 H menyebabkan
perdebatan yang cukup panjang antara ulama-ulama di Nusantara dengan beberapa ulama di
Timur Tengah. Beberapa diantara mereka ada yang menghalalakan mengkonsumsi belut, namun
beberapa diantara mereka ada yang mengharamkan mengkonsumsi belut dengan alasan bahwa
belut itu termasuk hewan jenis ular. Melalui kitab ini, Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-
Bughuri membela harkat dan martabat orang-orang Nusantara. Kitab ini kemungkinan menjadi
satu-satunya risalah yang secara khusus memaparkan argumentasi dari berbagai ulama di
Haromain termasuk argumentasi dari Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri yang
menguatkan bahwa belut itu statusnya halal untuk dikonsumsi.
Karya yang diselesaikan oleh Syaikh Muhammad Mukhtar ‘Atharid al-Bughuri pada 8
Muharram 1329 H/ 9 Januari 1911, sekarang telah ada dengan terjemahan bahasa Indonesia oleh
Amirul Ulum dan Khairul Anwar, yang diterbitkan oleh CV. Global Press, tahun 2017.
Karya tulis tersebut terdiri dari 10 bagian. Bagian pertama, adalah pengantar dari
pengarang yang menjelaskan awal mula polemik masalah belut tersebut. Bagian kedua,
menjelaskan beberapa hal yang berhubungan dengan belut yaitu pembagian jenis-jenis hewan.
Bagian ketiga, menjelaskan mengenai makna lautan yang berdasarkan kepada ulama-ulama lain.
Bagian keempat, mengenai sub bab yaitu Ancaman Terlalu Mudah Memberi Hukum Halal atau
Haram atas Suatu Perkara Tanpa Dalil Syar’i. Bagian kelima, pengarang mengutip pendapat
Imam Ibnu Hajar dalam Kitab “Fatawi Kubra” yang mengutip pendapat Imam Nawawi dalam
Kitab “al-Majmu” yang berhubungan dengan cara berargumentasi dalam hukum agama. Bagian
keenam, menjelaskan pendapat para imam tentang kehalalan hewan belut dan yang serupa.
Bagian ketujuh, menjelaskan bentuk dan gerak-gerik belut. Bagian kedelapan, penyebutan belut
sebagai hewan yang hidup di air. Bagian kesembilan, pengarang menetapkan hukum belut
disertai pendapat para ulama yang mengharamkan belut, kemudian dilanjutkan dengan bantahan
pengarang akan hal tersebut disertai argumentasinya. Bagian kesepuluh, pengarang menjelaskan
hukum mengkonsumsi beberapa jenis hewan seperti remis, keong, tutut. dalam terjemahan
Amirul Ulum, memasang naskah asli As-Shawa’iqul Muhriqah lil Auhamil Kazibah fi Bayani
Hillil Baluti wa raddu ‘ala man Harramu, namun naskah tersebut kurang jelas untuk dibaca.