Anda di halaman 1dari 23

Bab 1

Eksistensi Allah serta esensi dan Urgensi Nilai-Nilai Spiritualitas


Islam Sebagai Landasan Kebertuhanan

I. Hakikat eksistensi Allah

Mengetahui Allah sangat erat kaitannya dengan fitrah manusia yang suci dan selaras
dengan akal yang lurus. Adapun bukti keberadaan Allah, sangat jelas dan jelas bagi mereka yang
menggunakan akal. Hal itu dapat dibuktikan dengan tiga dalil: dalil fitrah, indra dan syar'i.
berikut penjelasannya:

1. Dalil Fitrah
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata, Dalil fitrah yang mendasari eksistensi
Allah merupakan dalil terkuat dari dalil-dalil lainnya, sepanjang fitrah tersebut tidak
diselewengkanoleh setan. Allah Ta'ala berfirman,

‫ك ال ِّدينُ ْال َق ِّي ُم َولَكِنَّ أَ ْك َث َر‬


َ ِ‫اس َعلَ ْي َها اَل َت ْبدِي َل ل َِخ ْل ِق هَّللا ِ َذل‬ َ ‫ين َحنِي ًفا ف ِْط َر‬
َ ‫ت هَّللا ِ الَّتِي َف َط َر ال َّن‬ َ ‫َفأَقِ ْم َوجْ َه‬
ِ ‫ك لِل ِّد‬
)30( ‫اس اَل َيعْ لَمُو‬ ِ ‫)ال َّن‬

"Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada
fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui."
(QS. Ar Rum: 30).

2. Dalil Inderawi
Berbagai peristiwa yang berlangsung di alam semesta. tidak terjas secara tiba-
tiba. Pasti ada latar belakang penyebabnya. Artinya ada yang mencitpakan segala
sesuatu di Dunia ini. Demikian juga, semua yang ada di dalamnya. Semua pohon,
bebatuan, manusia, bumi dan langit, lautan sungai dan sebagainya. Disini dibuktikan
bahwa disana ada yang mengadakan dan mencipta alam semesta, yaitu Allah Ta'ala,
sebagaimana tersebut dalam al Qur'anul karim,
َ ْ‫ت َواأْل َر‬
َ ‫ض َب ْل اَل يُوقِ ُن‬
)36( ‫ون‬ ِ ‫) أَ ْم َخلَقُوا ال َّس َم َاوا‬35( ‫ون‬
َ ُ‫أَ ْم ُخلِقُوا مِنْ َغي ِْر َشيْ ٍء أَ ْم ُه ُم ْال َخالِق‬

"Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul? Ataukah mereka yang menciptakan (diri
mereka sendiri)?. Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi?. Sebenarnya
mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)." (Ath Thur: 35-36).

3. Dalil syar'i
Sedangkan dalil syar'i yang menunjukkan adanya Sang Pencipta (menurut Syekh Ibn
Uthaimin), bahwa peraturan hidup tentang larangan dan kewajiban umat muslim yang
dia dirikan menunjukkan keberadaan Allah, dengan kesempurnaan ilmu, hikmah dan
rahmat-Nya. Karena aturan kehidupan yang sangat tertib ini membutuhkan keberadaan
maha pengatur yaitu Allah Ta'ala.

Allah berfirman, "Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di
antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun."
(QS. Al Mulk: 2).

)56( ‫ون‬ َ ‫ت ْال ِجنَّ َواإْل ِ ْن‬


ِ ‫س إِاَّل لِ َيعْ ُب ُد‬ ُ ‫َو َما َخ َل ْق‬

"Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepada-Ku."
(QS. Adz-Dzariyat; 56).

II. Karakteristik Dan Urgensi Spiritualitas sebagai landasan ketuhanan

Sangat penting mengenal Allah SWT bagi manusia adalah agar manusia tersebut
lebih medekatkan diri kepada Allah SWT, agar ia senantiasa mengingat Allah Ta’aal. Dan
kita memperoleh manfaat dan berkah dunia dan akhirat, diperintahkan dalam al-quraan
karena mengetahui Allah merupakan suatu keharusan bagi umat muslim dengan
mengenal Allah membuat diri kita dijauhi dari api neraka. Mengenal Allah dengan
meliputi:

A. Mengenal keberadaan Allah SWT


Mengenal keberadaan Allah merupakan suatu hal yang harus senantiasa
dilakukan. Dengan mengenal Allah membuat diri kita lebih tenang dalam
menyikap berbagai macam masalah. Ketika kita mengenal Allah. Allah akan
memberikan kebaikan disetiap kegiatan kita. sebagaimana firman-Nya dalam al-
quraan yang terjemahannya:

"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi dan pergantian siang


dan malam terdapat (tanda-tanda kebesaran Allah) bagi orang-orang yang
memiliki akal." (QS. Ali ‘Imran: 190).

B. Mengenal keesaan rububiyah Allah SWT
Rububiyah Allah SWT seperti itu hanya Allah SWT yang menciptakan,
memiliki, menguasai, dan mengatur semua makhluk-Nya di dunia. Selain itu
harus diakui juga bahwa hanya Allah SWT yang dapat menghidupkan,
mematikan, memberi rezeki, membawa kebaikan, dan membawa malapetaka
pada segala sesuatu di muka bumi. Allah berfirman:

“Segala puji bagi Allah, Rabb (Pemilik, Penguasa) semesta alam."


(al-Fâtihah/1:2).
C. Mengenal keesaan uluhiyah Allah SWT (hak Allah untuk di ibadahi)
Mengenal Uluhiyah Allah SWT berarti meyakini bahwa hanya Allahlah
tuhan yang harus disembah. Tiada tuhan selain Allah. Dengan segala
kekuasaanya atas dunia dan isinya. Janganlah berbuat musyrik dengan
menyembah suatu hal selain Allah. Dengan itu seluruh umat muslim wajib
menganggap hanyalah Allah yang maha esa tuhan yang wajib disembah.

“Hanya kepada-Mu ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu ya


Allah kami meminta.” (Al-Fatihah: 5)
D. Mengenal nama-nama dan sifat Allah SWT
Salah satu cara mendekatkan diri kepada Allah SWT ialah dengan
mengenal dan mengimani nama-nama dan sifat-sifat Allah. Dengan
mengenal nama-nama dan sifat-sifat Allah artinya kita telah meninggikan
Allah sebagai tuhan yang maha esa.

III. Sumber Normatif Dan Sosiologis Konsep Agama
a) Sumber normatif: Pendekatan teologis normatif dalam memahami agama secara
harfiah dapat diartikan sebagai upaya memahami agama dengan menggunakan
landasan ilmu ketuhanan, yang bersumber dari keyakinan bahwa bentuk agama yang
empiris dianggap paling benar dibandingkan dengan yang lain.

b) Sumber sosiologi: Banyak bidang kajian agama yang hanya dapat dipahami secara
proporsional dan tepat, dan pentingnya pendekatan sosiologis untuk memahami agama,
sebagaimana tersebut di atas, dapat dipahami karena banyak sekali ajaran agama yang
berkaitan dengan masalah sosial.

Bab 2

Peran Agama Dalam Meraih Kebahagiaan Dunia dan Akhirat

I. Hakikat agama

Hakikat memiliki arti kebenaran atau yang benar-benar ada. Kata ini berasal dari
kata pokok hak (al-Haq), yang berarti milik (ke- punyaan) atau benar (kebenaran).
Agama itu adalah suatu aturan atau peraturan yang di tetapkan oleh Allah SWT
untuk menarik dan menuntun para umat-Nya yang berakal kuat dan patuh terhadap
kebijakan yang ada di dalamnya. Jadi hakitat agama yaitu kebenaran tentang adanya
suatu kepercayaan mengenai aturan yang menjadi pedoman hidup manusia dan
mengarahkan umatnya supaya mereka memperoleh kesuksesan dan kejayaan di dunia,
kebahagiaan di akhirat, negeri abadi guna mengecap kelezatan yang tiada
tandingannya,serta kekal selama-lamanya.

II. Hajat manusia pada agama

kedudukan agama dalam kehidupan manusia sebagai pedoman, aturan dan


undang-undang Tuhan yang harus di taati dan mesti dijalankan dalam kehidupan.
Agama sebagai way of life, sebagai pedoman hidup yang harus diberlakukan dalam
segala segi kehidupan. Orang yang beragama dapat mendisiplinkan dirinya sendiri,
menguasai nafsunya sesuai dengan ajaran agama. Orang yang beragama cendrung
berbuat baik sebanyak-banyaknya, dengan hartanya, tenaganya dan pikirannya. Dan dia
akan berusaha sehabis daya upayanya untuk menghindarkan dirinya dari segala
perbuatan yang keji dan munkar.

III. Konsep dan implementasi tauhid sebagai jalan beragama yang benar

Seseorang yang beragama Islam disebut Muslim. Seorang Muslim adalah orang
atau seseorang yang berserah diri secara serius kepada Allah. Jadi dapat dijelaskan
bahwa “bentuk pribadi muslim” adalah orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah,
berserah diri, taat dan ikhlas dalam perbuatannya karena keimanan kepada-Nya.
Teladan seseorang yang beriman kepada Tuhan, selain berbuat baik yang diperintahkan,
adalah menciptakan keselarasan dan integrasi antara faktor keimanan, Islam, dan Iqsan.
Orang yang dapat menjalankan aktivitas hidupnya dengan baik seperti salat,
membayar zakat, orang yang menepati janji ketika berjanji, dan orang yang sabar
dengan kesusahan penderitaan dan perang disebut Muslim yang saleh dan dianggap
shalih. . Itu adalah model kesalehan sebagai gambaran kepribadian yang akan
diwujudkan dalam diri umat Islam. Apakah pola ini dapat “mewujud” atau
“mempribadi” dalam diri seseorang, sehingga Nampak perbedaannya dengan orang lain,
karena takwanya, maka; orang itu adalah orang yang dikatakan sebagain seseorang yang
mempunyai “Kepribadian Muslim”.

IV. Urgensi agama dalam meraih kebahagiaan

Agama adalah pedoman hidup yang dapat membebaskan manusia dari


kekacauan. Agama dalam Islam adalah cara hidup, cara berpikir, berdialog, dan
bertindak. Agama meliputi sistem politik, ekonomi, sosial, hukum dan ketatanegaraan.
Agama berperan dalam membentuk pribadi sekaligus masyarakat yang ideal.
Orang beragama biasanya percaya pada Tuhan yang mengatur kelangsungan
hidup dalam bentuk aturan surgawi yang diyakini semua orang percaya ikuti. Tidak
dapat disangkal bahwa agama menawarkan solusi masalah psikologis manusia. Masalah-
masalah yang dihadapi oleh psikologi manusia dan agama kemudian menjadi terapi agar
masalah tersebut dapat diselesaikan. Adapun pentingnya agama bagi manusia karena
ada berbagai alasan berikut ini:
1) Agama merupakan sumber moral;
2) agama merupakan petunjuk kebenaran;
3) Agama adalah merupakan sumber informasi mengenai masalah metafisika (gaib);
dan
4) Agama memberikan bimbingan rohani kepada manusia, baik saat suka maupun
duka.

V. Sumber normatif dan sosiologis konsep agama

Islam normatif merupakan pendekatan yang menekankan pada aspek normatif dari
ajaran Islam yang terkandung dalam Alquran dan Sunnah (hadits). Islam normatif adalah
bentuk tekstual Islam, yaitu Alquran dan Sunnah (hadits). Islam memiliki beberapa kajian
antara lain: Teologi (kajian ketuhanan), Tafsir (penjelasan atau makna), tasawuf
(pendekatan sendiri kepada Tuhan), filsafat (pemikiran), Fiqh (tatanan hukum). Pendekatan
Islam normatif merupakan pendekatan yang memandang agama sebagai ajaran utama dan
asli dari Tuhan
Maksud dari islam sosiologis ialah diharapkan kehadiran agama islam diperlukan
untuk berperan aktif dalam menyelesaikan berbagai masalah umat manusia. Agama
hendaknya tidak hanya digunakan sebagai simbol keterampilan atau berhenti disampaikan
dalam khotbah, tetapi secara konseptual menunjukkan cara yang paling efektif untuk
menyelesaikan masalah.

Bab 3

Esensi dan Urgensi Integrasi Iman, Islam dan Ihsan Dalam


Pembentukan Insan Kamil

I. Konsep tiga pilar beragama dalam Islam (Iman, Islam dan Ihsan).

1. Iman

Keyakinan seseorang pada sesuatu berarti jika hati seseorang memiliki keyakinan
dan keyakinan yang melekat pada sesuatu. Maksudnya ialah jika seseorang mengakui
dan percaya keberadaan Allah di dalam hatinya. Keyakinan kepada Allah adalah
kebutuhan dasar seseorang. Allah memerintahkan umat manusia untuk beriman
padanya. iman disini lebih merujuk ke enam rukun iman.
1) Iman kepada Alllah
2) Iman kepada Malaikat
3) Iman kitab-kitab Allah
4) Iman kepada Nabi dan Rosul
5) Iman kepada hari akhir
6) Iman kepada Qada dan Qadar

2. Islam

Islam ialah sepenuhnya berserah diri kepada Allah dengan tauhid dan patuh
kepada-Nya. Islam juga dimaksud sebagai tunduk dan mematuhi perintah dan larangan
Allah. Perintah dan larangan Allah itu terkandung dalam ajaran Islam, oleh karena itu
hanya orang yang tunduk dan mengikuti ajaran Islam yang akan mendapat keamanan
dan kedamaian hidup, di dunia dan di akhirat. Dalam hal ini Islam berarti rukun Islam,
yaitu lima tindakan dasar Islam yang dianggap sebagai landasan kewajiban beriman dan
landasan kehidupan umat Islam.
1) Mengucapkan dua kalimat syahadat
2) Mendirikan Shalat
3) Berpuasa di bulan Ramadhan
4) Membayar Zakat
5) Pergi Haji (jika mampu)

3. Ihsan

Secara bahasa ihsan adalah yang terbaik atau sempurna. Ihsan adalah ikhlas
dalam beribadah dan seorang hamba merasa selalu diawasi oleh Tuhan dengan penuh
khusuk, khuduk dan sebagainya. Makna ihsan adalah sikap seorang hamba yang
menyembah Allah, seolah-olah Allah melihat dirinya sendiri secara langsung, jika ia tidak
dapat membayangkan melihat Allah, maka ia dapat membayangkan Allah yang
mengawasi segala sesuatu yang dilakukannya.

II. Karakteristik insan kamil

Insan kamil secara harfiah dapat diartikan sebagai manusia yang sempurna.
Sedangkan secara istilah insan kamil bermakna sebagai manusia yang sempurna secara
sifat bukan fisik. Jadi Insan kamil itu ialah makhluk yang mempunyai daya nalar, berilmu
dan beradab yang sempurnaInsân Kamil yakni mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
1) Jasmani yang sehat serta kuat dan berketerampilan.
Orang islam memiliki jasmani sehat serta kuat, terutama berhubungan dengan
penyiaran dan pembelaan serta penegakkan agama islam.
2) Cerdas serta pandai.
Cerdas ditandai oleh adanya kemampuan menyelesaikan masalah dengan cepat
dan tepat, sedangkan pandai ditandai oleh banyak memiliki pengetahuan
3) Rohani yang berkualitas tinggi.
Ketaatan beragama kepada Allah Swt adalah rohani yang berisi iman dan takwa
kepada Allah Swt, rohani beriman itu ditandai salah satunya adalah mengerjakan shalat.

III. Sumber normatif dan sosiologis konsep tiga pilar beragama.

Umat Islam menentukan adanya tiga unsur penting dalam Islam yaitu, Iman, Islam, dan
ihsan sebagai satu kesatuan yang utuh. Para ulama mengembangkan ilmu-ilmu Islam untuk
memahami ketiga unsur tersebut. (Hadiyanto, Andy. Dkk, 2016: 98)
Umat Islam di Indonesia lebih mengenal istilah akidah, syariat, dan akhlak sebagai tiga unsur
utama ajaran Islam. Akidah merupakan salah satu cabang ilmu agama untuk memahami rukun iman;
Syariah adalah cabang ilmu agama untuk memahami rukun Islam dan akhlak merupakan cabang
agama untuk memahami rukun ihsan.

No Unsur Ilmu Objek Kajian


1. Islam Syariat Lima rukun Islam
2. Iman Akidah Lima rukun Iman

3. Ihsan Akhlak Akhlak yang baik adalah buah


dari iman dan kepribadian
Bab 4

Paradigma Qur’an dalam Membangun Komitmen untuk Mewujud 
Dunia yang Damai, Aman dan Sejahtera

I. Konsep dan Karakteristik Paradigma Qurani dalam Membentuk Kehidupan


yang Damai, Aman dan Sejahtera

Secara etimologis, kata paradigma berasal dari bahasa Yunani, yang asalnya
adalah para dan digma. Para berarti "di samping", "di samping" dan "kondisi
lingkungan". Digma merepresentasikan sudut pandang "contoh" dan "ideal". Dapat
dikatakan bahwa paradigma adalah cara mengamati, cara berpikir, dan cara berpikir
tentang realitas. Secara terminologi, paradigma adalah cara berpikir yang didasarkan
pada pemikiran konseptual yang komprehensif tentang realitas atau masalah dengan
menggunakan teori ilmiah standar, eksperimen, dan metode ilmiah yang andal. Oleh
karena itu, paradigma Alquran merupakan cara mengamati dan memikirkan tentang
realitas atau permasalahan yang didasarkan pada Alquran.
Alquran berisi konsep hidup yang sempurna; Alquran berisi pemikiran meta-
historis murni. Faktanya, Quran menawarkan kemungkinan besar untuk berpikir.
Faktanya, Alquran menawarkan kemungkinan besar sebagai cara berpikir.
Perkembangan eksperimen ilmiah yang didasarkan pada paradigma "Alquran" jelas akan
memperkaya khasanah keilmuan umat manusia. Tentunya kegiatan ini bahkan bisa
menjadi bidang ilmu baru alternatif.

II. Landasan Teologis dan Sosiologis Tentang Paradigma Qurani untukKehidup
an yang Damai, Aman dan Sejahtera
Bab 5

Hadist dan Ijtihad Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam

A. Sunnah (hadis)
Hadits menurut bahasa yaitu sesuatu yang baru, menunjukkan sesuatu yang dekat atau
waktu yang singkat. Hadits juga berarti berita yaitu sesuatu yang diberitakan, diperbinca
ngkan, dan dipindahkan dari seorang kepada orang
lain. Fungsi hadits yang utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an. Sunnah (hadis)
merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al- Quran. Menurut para ahli hadis,
sunnah sama dengan hadis yaitu suatu yang dinisbahkan oleh Rasullullah SAW baik
perkataan, perbuatan maupun sikap yang baik dan harus dicontoh para umatnya. Hadist
juga menjalankan fungsi sebagai berikut :
 Menguatkan dan mengaskan hukum-hukumyang tersebut dalam Al-Qur’an
Memberikan penjelasan terhadap apa yang dimaksud dalam Al-Qur’an dalam
hal:
a. Menjelaskan arti yang masih samar dalam Al-Qur’an
b. Merinci apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secari garis besar.
c. Membatasi apa-apa yang dalam Al-Qur’an disebutkan secara umum
B. Itjihad
Sedangkan menurut istilah ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan
pikiran secara sungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Ijtihat dapat
dilakukan ketika suatu masalah yang hukumnya tidak ada di dalam Al Quran dan hadis.
Sehingga bisa menggunakan ijtihad dengan menggunakan akal pikiran, namun tetap
mengacu berdasarkan Al Quran dan hadist. Ijtihad berfungsi sebagai landasan hukum
jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di
suatu masa waktu tertentu yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran
dan Al Hadist. Yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang telah memenuhi
persyaratan, berikut ciri-cirinya :
a. Memahami Nash (Al-Qur'an dan Hadits)
b. Memahami soal ijma‘
c. Memahami Bahasa Arab
d. Memahami Ilmu Ushul Fiqih
e. Memahami Nasikh mansukh

Urgensi Hadits dan Ijtihad Sebagai Salah Satu Sumber Ajaran Islam
Bab 6

Implementasi Islam Di Indonesia

I. Transormasi Wahyu Dan Implikasinya Terhadap Corak Keberagamaan

Islam di satu sisi bisa disebut high tradision dan di sisi lain disebut low tradision.
Pada istilah pertama Islam melupakan firman Tuhan yang menjelaskan syariat-Nya yang
dimaksudkan sebagai pedoman bagi manusia untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan
akhirat, yang terkandung dalam kitab suci atau teks suci kemudian disusun dalam suhu dan
kitab suci. (Al-quraan). Tegasnya, hanya Allah SWT yang paling mengetahui segala makna,
makna, dan maknanya, oleh karena itu kebenaran Islam dalam tradisi tinggi ini adalah
mutlak.
Sedangkan tradisi rendah Islam yang terkandung dalam teks atau teks suci bergumul
dengan realitas sosial berbagai masyarakat yang secara budaya berbeda. Islam dalam isi
kitab suci atau teks suci dibaca, dipahami, dipahami, kemudian ditafsirkan dan dipraktikkan
dalam masyarakat dengan situasi dan kondisi yang berbeda.
Dalam nalar Islam, wahyu yang terkuak diberikan oleh Nabi Muhammad dengan
bakat intelektual yang luar biasa dan rahmat Allah melalui Malaikat Jibril. Wahyu yang
diucapkan itu kemudian disebut Alquran. Jika mengacu pada pemikiran yang dikemukakan
oleh Sahrur, tanda-tanda Allah di alam yang terkuak disebut Al-Quran al-'Azhim sedangkan
tanda-tanda yang terdapat dalam wahyu lisan disebut Al-Quran al-Karīm. Selanjutnya dalam
pembahasan di buku ini, ada baiknya kita terus menggunakan istilah wahyu terungkap (Al-
Quran al-Azhim) dan wahyu lisan (Al-Quran al-Karīm).
Wahyu lisan adalah bentuk hubungan antara nalar manusia, wahyu yang terungkap,
dan anugerah kasih karunia Tuhan. Melalui rahmat-Nya, Allah memberikan hadiah kepada
alam semesta untuk menampung dan mewakili tanda-tanda-Nya. Di sisi lain, melalui kasih
karunia-Nya pula manusia diberi kemampuan untuk berpikir, memahami, dan menghayati
tanda-tanda alam sebagai tanda-tanda-Nya. Al-Qur'an al-Karim merupakan salah satu
bentuk penghubung antara akal Arab abad ke-7, wahyu yang mewujud (Al-Qur'an al-Azhim)
dan anugerah rahmat Allah.

II. Landasan Teologis, Filosofis, Historis Dan Sosiologis Tentang Islam

A. Pendekatan Teologis (Normatif atau Agamis).
Teologi yang dimaksud adalah bahwa teologi didasarkan pada wahyu dan / atau
doktrin agama, sedangkan ilmu-ilmu lain mengandalkan akal dan indera dalam sistem
epistemologisnya. Namun teologi juga menggunakan akal dalam karya-karya
epistemologisnya, hanya alasan itu bertindak lebih sebagai alat untuk menangkap,
menganalisis, dan mensistematisasikan apa yang terkandung dalam wahyu.
Merujuk pada semua doktrin atau ajaran Islam yang terkandung dalam teks (wahyu)
yang derajat kebenarannya bersifat mutlak, yang dalam konteks penafsiran Islam
menempatkan agama sebagai kata benda (doktrin) dan bukan kata kerja religius (menjadi
islami). Merujuk pada semua doktrin atau ajaran Islam yang terkandung dalam teks (wahyu)
yang derajat kebenarannya bersifat mutlak, yang dalam konteks penafsiran Islam
menempatkan agama sebagai kata benda (doktrin) dan bukan kata kerja religius (menjadi
islami). Perbedaan yang dimaksud adalah bahwa teologi didasarkan pada wahyu dan / atau
doktrin agama, sedangkan ilmu-ilmu lain mengandalkan akal budi dan indera dalam sistem
epistemologisnya. Namun teologi juga menggunakan nalar dalam karya epistemologisnya,
nalar hanya bertindak lebih sebagai alat untuk menangkap, menganalisis, dan
mensistematisasikan apa yang terkandung dalam wahyu.

B. Pendekatan Filosofis
Pembahasan Islam yang umumnya berbentuk dogma, ajaran, dan teks yang
berkembang di dunia Islam, lebih banyak menggunakan filosofi yang lebih berorientasi
pada penjabaran atau penjelasan ajaran dan doktrin yang ada dalam Islam. Tentu saja
kecenderungan berdiskusi secara filosofis lebih analitis atau digambarkan sebagai "Islam
kritis". Sebagai suatu pendekatan, filsafat sebenarnya dapat dibedakan dari filsafat
sebagai disiplin ilmu dan sebagai mazhab atau mazhab tertentu, seperti esensialisme,
keabadian, eksistensialisme, pragmatisme, progresivisme, dan sebagainya.

C. Pendekatan Historis
Sebenarnya pendekatan atau perspektif yang paling produktif dalam
perkembangan studi Islam adalah perspektif sejarah. Pendekatan historis ini bersumber
dari asumsi dasar bahwa “suatu pemikiran atau gerakan atau peristiwa yang telah terjadi
merupakan anak alamiah pada zamannya”. Kajian sejarah Islam biasanya menekankan
pada kronologi perkembangan pemikiran dan gerakan berdasarkan tanggal dan periode.

D. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis memandang komunitas Muslim atau fenomena religi pada
masyarakat, terutama dari perspektif posisi manusia yang menyebabkan perilaku
tersebut. Melalui sosiologi semacam ini, dimungkinkan untuk menganalisis keberadaan
fenomena sosial dengan mendorong relasi sosial, mobilitas sosial, dan kepercayaan yang
menjadi dasar proses sosial.

III.  Internalisasi Ajaran Islam

Internalisasi adalah apresiasi suatu ajaran, doktrin, atau nilai, yaitu percaya
dan sadar akan kebenaran suatu doktrin atau nilai yang terwujud dalam sikap dan
perilaku. Nilai adalah jenis kepercayaan dalam ruang lingkup sistem kepercayaan di
mana seseorang harus bertindak atau menghindari tindakan tentang sesuatu yang
benar atau salah untuk dilakukan.
Perilaku sosial keagamaan adalah hubungan antara perbuatan individu atau
individu, antara individu dengan lingkungan sekitarnya yang mengakibatkan
terjadinya ibadah baik secara vertikal (hablum min Allah) maupun horizontal
(hablum min al-Nass).
Untuk mewujudkan transformasi dan internalisasi nilai-nilai pendidikan
agama Islam dapat ditempuh dengan beberapa cara, yaitu:

a. Melalui pergaulan pendidikan agar nilai-nilai pendidikan agama Islam dapat


tersampaikan melalui diskusi atau tanya jawab

b. Melalui kebiasaan (learning by doing) yaitu belajar mengamalkan teori atau ilmu
yang telah dipelajari dan mempraktikkan

c. Melalui metode ceramah keagamaan. Materi agama yang dikemas dalam bentuk
ceramah yang disampaikan oleh ustadz dalam pengajian, Kiai dalam undangan
walimah dan da’i (mubaligh) dalam acara Hari Besar Islam merupakan salah satu
wujud transformasi ilmu keagamaan dalam mentransformasikan nilai-nilai
pendidikan agama Islam pada masyarakat.

Bab 7

Etika Islam

I. Pengertian Etika Islam

Dalam bahasa arab etika Islam sama artinya dengan akhalk jamak dari khulukun
yang berarti budi pekerti, perangai, tingkahlakku atau tabiat.22 Dengan demikian dari
beberapa arti di atas dapat di kemukakan bahwa etika menurut bahasa mempunyai
beberapa makna yang komprehensif antara teori dan praktek, yaitu kesusilaan, adat
tingkahlaku dan ungkapan perasaan batin. Secara umum etika adalah sepadan dengan
moral yang keduanya merupakan filsafat tentang adat kebiasaan

II. Etika Islam Dalam Kehidupan Modern

Etika Islam tidak hanya berbicara tentang perilaku manusia. Ini juga
mencakup semua hal yang berhubungan dengan manusia, termasuk hal-hal yang
berhubungan dengan manusia dan hal-hal yang berhubungan dengan manusia, dan
kemudian membawanya ke dalam Sang Pencipta. Etika Islam juga membahas
tentang hubungan antara manusia dengan lingkungan alam yang merupakan
perwujudannya.
Dengan cara ini, menurut etika Islam, manusia modern dapat merumuskan
kembali pandangannya tentang kehidupan berdasarkan hierarki "diri" yang
berkaitan dengan pencipta dan lingkungan alam. Sudut pandang yang dibahas
adalah yang berhubungan erat antara realitas yang ada. Semuanya berasal dari
tempat suci. Oleh karena itu, semua realitas ini juga harus dianggap suci. Dengan
pandangan holistik ini, masyarakat diharapkan mampu menyelesaikan krisis
multidimensi yang sedang melanda sebagian besar masyarakat modern.

III. Memahami Tasawuf Sebagai Alat Pengontrol Dan Pengendali Manusia

Tasawuf berfungsi sebagai alat pengendali dan pengontrol


manusia, agar dimensi kemanusiaan tidak ternodai oleh modernisasi
yang mengarah pada dekadensi moral dan anomali nilai-nilai, sehingga
Tasawuf akan mengantarkan manusia pada tercapainya supremation of
morality ( keunggulan dan kejayaan akhlak )

IV. Relevansi dan Signifikansi Tasawuf Dengan Problema Manusia Modern

Tasawuf memiliki relevansi dan signifikansi dengan problem


manusia modern, karena secara seimbang memberikan kesejukan batin
dan disiplin syari’ah sekaligus. Tasawuf daopat difahami sebagi
pembentuk tingkah laku melalui pendekatan Tasawuf-suluky ( tasawuf
akhlaky ) dan dapat memuaskan dahaga intelektual melalui pendekatan
tasawuf falsafy.
Turut serta terlibat dalam berbagai peran dalam menyelamatkan
kemanusiaan dari kondisi kebingungan akibat hilangnya nilai-nilai
spiritual sebagai berikut:
a. Memperkenalkan literatur atau pemahaman tentang aspek esoterik
(kebatinan) Islam, baik terhadap masyarakat islam yang mulai
melupakannya maupun non islam, khususnya terhadap masyarakat
barat
b. Untuk memberikan penegasan kembali bahwa sesungguhnya aspek
esoterik Islam, yakni sufisme, yaitu jantung dari ajaran islam sehingga
bila wilayah ini kering dan tidak berdenyut , maka keringlah aspek-
aspek lain ajaran islam

Bab 8

Penjelasan Tentang Islam Sebagai Agama Yang Membangun


Persatuan

Islam merupakan petunjuk bagi manusia menuju jalan yang lurus, benar dan
sesuai dengan tuntunan kitab suci Al Qur’an yang telah diajarkan oleh Nabi Muhammad
SAW. Islam sangat menjunjung keberagaman atau pluralitas, karena keberagaman
merupakan sunnatullah, yang harus kita junjung tinggi dan kita hormati keberadaannya.
Seperti dalam (Qs Al Hujurat:13), Allah SWT telah menyatakan:

” Wahai para manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki,
dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa, dan bersuku-suku, supaya
kamu saling mengenal”.

Terlihat dari ayat-ayat Alquran bahwa Allah sendiri telah menciptakan keberagaman,
artinya keragaman di dunia ini bersifat mutlak.

I. Menelusuri konsep Islam sebagai agama

TauhidTauhid (bahasa Arab: ‫ )توحيد‬merupakan dasar agama Islam yang secara


persis diungkapkan dalam frasa “Lā ilāha illallāh” (Tidak ada yang berhak disembah
selain Allah). tauhid adalah bentuk masdar dari fi'il wahhada-yuwahhidu yang artinya
menjadikan sesuatu jadi satu saja.
Seorang Muslim percaya bahwa tauhid adalah fondasi terbesar Islam dan esensi
terbesar Islam, dan merupakan salah satu syarat untuk menerima tindakan selain
mengikuti petunjuk Nabi.

Penjabaran Tauhid:
a) Rububiyah
Percayalah bahwa Allah adalah satu-satunya rabi yang memiliki, merencanakan,
menciptakan, mengatur, memelihara, mendukung, memberi manfaat, kebal
terhadap kerusakan, dan melindungi seluruh alam semesta. Termasuk dalam
surat Alquran (Az-Zumar 39:62)
b) Uluhiyah / Ibadah
Uluhiyah dapat diartikan sebagai tauhid atau penegasan Allah dari segala bentuk
ibadah, baik dzohir (terlihat) maupun internal. Artinya kami percaya bahwa
hanya Allah yang berhak disembah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
c) Asmau’l Husna
Percayalah bahwa Allah memiliki nama dan akhlak yang baik (Asma'ul Husna)
sesuai dengan keagungan-Nya, yang ditegaskan Allah dalam Al-Qur'an dan
Assuna.

II. Menelusuri dan menggali konsep Islamtentang pluralitas, toleransi, dan


multikulturalisme

a. Pluralitas

Keberagaman adalah sunnatullah yang harus diperhatikan dan dianut oleh


setiap bangsa, kesadaran umat beragama adalah kunci pembangunan berkelanjutan
dalam menganut agamanya. agama tidak dapat dibatasi olehnya, tetapi oleh apa
yang tidak dicakupnya, setiap agama pada dasarnya adalah utuh. Pluralisme adalah
kenyataan, agama-agama besar dunia, sekaligus bentukan berbagai pandangan
berbeda.
Islam memandang pluralisme sebagai sikap saling menghargai dan toleransi
terhadap agama lain, namun bukan berarti semua agama adalah sama artinya tidak
menganggap bahwa dalam Tuhan yang kami sembah adalah Tuhan yang kalian
sembah. Namun demikian Islam tetap mengakui adanya pluralisme agama yaitu
dengan mengakui perbedaan dan identitas agama masing-masing (lakum dinukum
waliyadin), disini pluralisme diorientasikan untuk menghilangkan konflik, perbedaan
dan identitas agama-agama yang ada.

Dalam al-Qur’an terdapat ayat-ayat yang menunjukkan pada nilai-nilai


pluralisme, sebagaimana al-Qur’an sampaikan;

‫ظلَ ُم وا ِم ْنهُ ْم ۖ َوقُولُ وا‬ َ ‫ب إِاَّل بِ الَّتِي ِه َي أَحْ َس ُن إِاَّل الَّ ِذ‬
َ ‫ين‬ ِ ‫َواَل تُ َجا ِدلُوا أَ ْه َل ْال ِكتَا‬
َ ‫اح ٌد َونَحْ ُن لَهُ ُم ْس لِ ُم‬
‫ون‬ ِ ‫آ َمنَّا بِالَّ ِذي أُ ْن ِز َل إِلَ ْينَا َوأُ ْن ِز َل إِلَ ْي ُك ْم َوإِ ٰلَهُنَا َوإِ ٰلَهُ ُك ْم َو‬

Artinya: Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara
yang paling baik, kecuali dengan orang- orang zalim diantara mereka, dan
katakanlah kami telah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kami dan
yang diturunkan kepadamu; Tuhan kami dan Tuhanmu adalah satu; dan kami hanya
kepada-Nya berserah diri.” Qs. Al-Ankabut (29);46.
b. Multikulturalisme

Multikulturalisme adalah kesejajaran budaya. Masing- masing budaya


manusia atau kelompok etnis harus diposisikan sejajar dan setara. Tidak ada yang
lebih tinggi dan tidak ada yang lebih dominan. Melihat istilah ini, multikulturalisme
berarti ingin menumbuhkan sikap ragu-ragu atau skeptis sehingga yang ada hanya
relatif.
Ungkapan di atas dapat diartikan bahwa semua budaya itu sama, tidak ada
yang lebih tinggi. Artinya istilah baik dan buruk memiliki arti yang sama. Karena
semuanya dipukul rata. Tidak ada yang lebih baik. Padahal dalam ajaran Islam,
kebaikan itu derajatnya lebih tinggi dari buruknya. Apa kebenaran memiliki lebih
banyak ruang daripada kesalahan. Islam juga berbicara dengan sangat jelas tentang
haq dan bathil.

 Keanekaragaman dalam Islam


a) Multikulturalisme Internal
Multikultuiralisme Internal adalah keanekaragaman
internal dikalangan umat Islam, ini menunjukkan bahwa
kebudayaan Islam itu majemuk secara internal.
b) Multikulturalisme Eksternal
Multikultural eksternal ditandai dengan pluralitas
komunal-keagamaan, merupakan fakta yang tidak dapat
dihindari dalam kehidupan masyarakat Muslim.

Bab 9

Penjelasan bagaimana menganalisis ajaran Islam dalam konteks


kemoderenan dan Keindonesiaan

I. Menelusuri tentang Islam dan modernisasi

Islam adalah kata Arab yang berarti berserah atau berserah diri kepada Allah
SWT karena percaya kepada-Nya. Semua agama di bawah aturan para nabi (guru
kebenaran, pembawa kabar baik dan peringatan kepada orang-orang) mengajarkan
tentang ketaatan kepada Allah SWT. Islam juga merupakan agama yang memuat
ajaran yang diutus oleh Allah SWT oleh Nabi Muhammad SAW yang diutus sebagai
utusan ajaran tersebut.
Kedua kata modern, modernitas, modernisme dan modernisasi ini
bersumber dari etimologi yang sama, yaitu Modernus (Latin) yang berarti “sekarang
atau baru-baru ini, sikap dan cara berpikir serta cara bertindak sesuai tuntutan
zaman”. diartikan sebagai gerakan, genre atau usaha yang bertujuan untuk
menafsirkan kembali tradisionalisme dan menyesuaikannya dengan zaman dan ilmu
pengetahuan.
Oleh karena itu, modernisasi Islam merupakan sebuah gerakan, trend, dan
pemahaman yang diharapkan dapat membangun kembali dan mengoreksi nilai-nilai
yang terkandung dalam Islam sehingga dapat menyesuaikan dengan kebutuhan dan
relevansi umat Islam modern.

II. Menelusuri dan menggali konsep ajaran

Islam sebagai agama sepanjang zaman. Ajaran Islam merupakan


pengembangan dari agama Islam. Islam berasal dari Alquran yang berisi wahyu Allah
dan al-Hadits yang berisi Sunnah Nabi. Komponen Utama Islam atau Unsur Utama
Ajaran Islam (Akidah, Syari'ah dan Akhlak).

 Ada tiga sumber ajaran Islam yaitu


1) Alquran (Kitabullah),
Alquran adalah kandungan utama ajaran Islam, yang pertama
berisi (wahyu) Allah, sama seperti pesan yang disampaikan Malaikat Jibril
sebagai utusan Allah kepada Nabi Muhammad (Nabi Muhammad). tahun.
Nol 2 bulan dan 22 hari. Di Mekah, lalu di Madinah.
 Isi isinya
 Penjelasan tentang akidah yang harus dipercaya manusia.
 Petunjuk tentang syari'at
 Penjelasan akhlak, mengenai baik dan buruk

2) Sunnah (hadis)
Sunnah (hadis) merupakan sumber ajaran Islam kedua setelah Al-
Quran. Menurut para ahli hadis, sunnah sama dengan hadis yaitu suatu
yang dinisbahkan oleh Rasullullah SAW baik perkataan, perbuatan
maupun sikap yang baik dan harus dicontoh para umatnya.

3) Itjihad
Sedangkan menurut istilah ijtihad adalah mencurahkan
segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh untuk
menetapkan suatu hukum. Ijtihat dapat dilakukan ketika suatu
masalah yang hukumnya tidak ada di dalam Al Quran dan hadis.
Sehingga bisa menggunakan ijtihad dengan menggunakan akal
pikiran, namun tetap mengacu berdasarkan Al Quran dan hadist.
III. Membangun argumen tentang urgensi memahami Islam dalam konteks
masyarakat modern di Indonesia

Islam merupakan agama yang sangat mendukung kemajuan ilmu


pengetahuan. Oleh karena itu, Islam menghendaki manusia
menjalankan yang didasarkan rasional atau akal dan iman. Ayat-ayat al-
quran banyak memberi tempat yang lebih tinggi kepada orang yang
memiliki ilmu pengetahuan, Islam pun menganjurkan agar manusia
jangan pernah merasa puas dengan ilmu yang telah dimilikinya karena
berapapun ilmu dan pengetahuan yang dimilki itu, masih belum cukup
untuk dapat menjawab pertanyaan atau masalah yang ada di dunia.
Firman allah swt:

ْ ‫ض مِن َش َج َر ٍة أَ ْق ٰ َل ٌم َو ْٱل َبحْ ُر َي ُم ُّدهُۥ م ِۢن َبعْ ِدهِۦ َسب َْع ُة أَ ْبح ٍُر مَّا َنفِد‬
‫َت‬ ِ ْ‫َو َل ْو أَ َّن َما فِى ٱأْل َر‬
‫ت ٱهَّلل ِ ۗ إِنَّ ٱهَّلل َ َع ِزي ٌز َحكِي ٌم‬
ُ ‫َكلِ ٰ َم‬

Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta),
ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering)nya, niscaya tidak akan
habis-habisnya (dituliskan) kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana.
Bab 13
Peran dan Fungsi Masjid Sebagai Pusat Pengembangan
Budaya Islam

I. Konsep Islam tentang masjid


Secara etimologis, masjid diambil dari kata dasar sujud yang berarti ta'at, patuh,
tunduk dengan penuh rasa hormat dan takzim. Mengingat akar katanya bermakna
tunduk dan patuh, maka hakikat masjid itu adalah tempat melakukan segala aktivitas
(tidak hanya shalat) sebagai manifestasi dari ketaatan kepada Allah semata.
Sejarah masjid bermula sesaat setelah Rasulullah Saw, hijrah di Madinah. Saat
Rasulullah Saw tiba di Quba, beliau membangun masjid yang pertama yang disebut
masjid Quba. Pada awalnya tempat tersebut dibangun untuk tempat berteduh bagi
rombongan Rasulullah SAW. Seiringnya waktu masjid menjadi mempunyai fungsi dan
banyak peran yang dapat dimainkan. Di mesjid yang sederhana ini Rasulullah mulai
menggalang kekuatan dan mengumpulkan umat Islam.
konsep masjid pada masa itu ternyata tidak hanya sebatas tempat shalat saja,
atau tempat berkumpulnya kelompok masyarakat (kabilah) tertentu, melainkan masjid
menjadi sentra utama seluruh aktivitas keumatan, yaitu sentra pendidikan, politik,
ekonomi, sosial dan budaya. Masjid menjadi bagian utama dalam pembinaan umat
Islam. Ini menunjukkan bahwa masjid dalam agama Islam menduduki tempat sangat
penting dalam rangka membina pribadi dan umat Islam.

II. Menelusuri peran masjid sebagai pusat berbagai kegiatan pada zaman
Nabi SAW
Sebagaimana dijelaskan di atas, pada zaman Nabi, masjid bukan hanya
sebagai tempat sholat atau tempat pertemuan kelompok masyarakat (suku)
tertentu, tetapi masjid merupakan pusat utama segala aktivitas masyarakat.
Beberapa fungsi masjid pada masa Nabi, antara lain:
1. Tempat ibadah umat Islam.
Masjid pada masa Nabi Muhammad SAW digunakan sebagai tempat
ibadah para umat musljm seperi melaksanakan shalat lima waktu, sholat Jumat,
dzikir, dan jenis ibadah lainnya. Pada masa Nabi, masjid benar-benar menjadi
pusat ibadah umat Islam.
2. Tempat mempelajari ilmu.
Masjid pada masa Nabi Muhammad menjadi pusat studi agama dan ilmu
umum umat Islam. Masjid adalah tempat bagi umat Islam untuk berdiskusi
tentang agama dan pengetahuan umum.
3. Tempat memberi fatwa.
Pada masa Nabi Muhammad SAW, masjid menjadi tempat mengeluarkan
fatwa kepada umat Islam, terutama untuk menyelesaikan masalah sosial saat itu.
4. Tempat menyelesaikan perkara.
Jika terjadi perselisihan, pertengkaran dan permusuhan di antara umat
Islam, maka Nabi Muhammad harus mendamaikan mereka, menghakimi mereka
dan membuat keputusan hukum yang adil, yang dilakukan di masjid.
5. Tempat menyambut tamu, rombongan, atau utusan.
Menurut sejarah, Rasulullah Saw. pernah menyambut utusan dari
Nashrani Najran di dalam masjid.
6. Tempat melangsungkan pernikahan
Masjid sebagai tempat melangsungkan pesta pernikahan dimaksudkan
agar keluarga yang sedang melangsungkan pesta pernikahan pada saat itu dapat
menampung banyak tamu yang hadir.
7. Tempat layanan sosial.
Sebagai tempat tingga sementara para muhajirin yang datang tanpa
memiliki rumah dan tempat tinggal, Rasulullah SAW menempatkan mereka di
masjid.
8. Tempat latihan perang.
Pada masa Rasulullah SAW, masjid berfungsi sebagai tempat latihan
perang, baik untuk pembinaan fisik maupun mental.
9. Tempat layanan medis atau kesehatan.
Rasulullah Saw menjadikan masjid sebagai tempat untuk mengobati
orang sakit, khususnya pada masa perang.

III. Fungsi dan peran masjid kampus sebagai pusat kebudayaan

Peran masjid di kampus yaitu sebagai tempat yang membangun suasana religius.
Yang ditujukan sebagai pusat dari pembinaan untuk masyarakat kampus yang
beragama Islam. Membina para mahasiswa dan masyarakat kampus lainnya agar
menjaga ibadah dan senantiasa mengingat Allah SWT. Pada saat ini masjid kampus juga
aktif dalam beragam program keagamaan. Program tersebut disusun oleh organisasi
keagamaan yang ada dikampus. Program tersebut dibuat untuk membentuk karakter
mahasiswa yang berlandasan Islam dan pancasila.

Anda mungkin juga menyukai