Anda di halaman 1dari 7

TUGAS

ADMINISTRASI PERTANAHAN

“POLITIK DAN HUKUM AGRARIA“

OLEH :

JENRIAWAN

217 101 026

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU ADMINISTRASI

UNIVERSITAS LAKIDENDE

UNAAHA

2020
A. Politik Dan Hukum Agraria
Agraria menjadi salah satu fokus atau kajian di dalam ilmu politik yang cukup
penting untuk dibahas. Boleh jadi agraria menjadi salah satu hal penting yang cukup
kompleks untuk dibahas. Banyak persoalan sosial maupun hukum yang selalu
mewarnai pemberitaan di media sosial terkait dengan agraria. Sebelum melangkah
lebih jauh mengenai agraria, tulisan ini setidaknya akan membahas asal mula atau
sejarah dari agraria dan pengertian agraria dalam berbagai perspektif seperti
pengertian agraria dalam arti sempit dan luas. Selanjutnya, tulisan ini akan
memaparkan dimensi-dimensi yang ada dalam mempelajari agraria. Selain itu, tulisan
ini juga akan membahas agraria dari berbagai perspektif seperti dari segi hukum,
sosial, ekonomi, sejarah, politik, dan lain sebagainya. Pembahasan mengenai agraria
menjadi menarik karena permasalahan agraria menjadi isu hangat yang sampai saat
ini masih simpang siur pengaturannya, khususnya di Indonesia.
Agraria secara umum biasanya disebut sebagai tanah atau pertanian. Menurut
Ali Achmad, istilah atau pengertian agraria berasal dari bahasa Yunani yaitu Ager
yang berarti tanah atau ladang. Selain itu, pengertian agraria menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI) berarti urusan pertanian atau urusan kepemilikan tanah.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian agraria secara sempit berarti
tanah. Pengertian tersebut tentu masih bersifat multitafsir karena ada beberapa orang
yang boleh jadi menganggap tanah sebagai sesuatu yang ada di permukaan bumi saja.
Di sisi lain, pengertian agraria secara luas mempunyai makna atau cakupan yang lebih
besar lagi, tidak hanya tanah, tetapi juga hal-hal yang terkandung di dalam tanah itu
sendiri.
Secara lebih ringkas, pengertian agraria secara luas mencakup berbagai hal
seperti bumi, air, angkasa, dan kekayaan alam yang ada di dalamnya sesuai dengan
UUPA. Selanjutnya, kekayaan alam yang terkandung di dalamnya diartikan sebagai
hal-hal yang berhubungan dengan bahan-bahan galian seperti unsur kimia, bahan
mineral, batuan, dan lain sebagainya, Selain itu, kekayaan alam yang ada di daerah
perairan yaitu ikan, rumput laut, dan lain sebagainya juga termasuk di dalam
pengertian agraria secara luas. Dengan mengacu UUPA, agraria tidak hanya diartikan
sebagai tanah dalam artian fisik, tetapi juga dalam artian yuridis yang berupa hak.
Dengan demikian, kekayaan alam yang terkandung di suatu area atau wilayah berhak
dieksplorasi oleh pihak yang memiliki wilayah tersebut (semisal negara).
B. Hukum agrarian
Hukum Agraria dalam ilmu hukum sebenarnya memiliki pengertian yang
lebih luas. Jika kita buka dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan bahwa
“Agraria” berarti urusan pertanahan dan atau tanah pertanahan serta urusan pemilikan
atas tanah. Sedang dalam bahasa inggris istilah agraria atau sering disebut dengan
“agrarian” yang berarti tanah dan sering dihubungkan dengan berbagai usaha
pertanian.
A. Hukum Agraria Menurut Para Ahli
Ada beberapa ahli hukum yang mengemukaakn pendapatnya mengenai hukum
agraria, yaitu :
1. Mr. Boedi Harsono
menyatakan bahwa Hukum agraria ialah suatu kaidah-kaidah hukum
yang mengatur mengenai bumi, air dalam batas tertentu juga ruang angkasa
serta kekayaan alam yang terdapat di dalam bumi, baik dalam bentuk tertulis
maupun tidak tertulis.
2. Drs. E. Utrecht SH
menyatakan bahwa Hukum agraria ialah sebagai hukum istimewa
memungkinkan pejabat administrasi bertugas mengurus permasalahan tentang
agraria untuk melakukan tugas mereka.
3. Bachsan Mustafa SH
menyatakan bahwa Hukum agraria ialah himpunan peraturan yang
mengatur tentang bagaimana para pejabat pemerintah menjalankan tugas
mereka dibidang keagrariaan.
4. W.L.G Lemaire
membicarakan hukum agraria adalah suatu kelompok hukum bulat
yang meliputi bagian hukum privat maupun bagian hukum tata negara dan
hukum administrasi negara.
B. Asas Hukum Agraria
Berikut Ini Merupakan Asas – Asas Hukum Agraria.
1. Asas nasionalisme
Asas nasionalisme menyatakan hanya warga Negara Indonesia saja
yang mempunyai hak milik atas tanah dan hubungan antara bumi dan ruang
angkasa tanpa membedakan laki-laki atau perempauan baik warga negara asli
ataupun keturunan.
2. Asas dikuasai oleh Negara
Asas dikuasai oleh Negara menyatakan bahwa bumi, air dan ruang
angkasa beserta kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh
negara.
3. Asas hukum adat yang disaneer
Asas hukum adat yang disaneer menyatakan bahwa hukum adat yang
sudah bersih dari dari segi negatif dapat digunakan sebagai hukum agrarian.
4. Asas fungsi social
Asas fungsi social menyatakan bahwa penggunaan tanah tidak boleh
bertentangan dengan norma kesusilaan dan keagamaan dan juga hak-hak orang
lain serta kepentingan umum.
5. Asas kebangsaan atau (demokrasi)
Asas kebangsaan menyatakan bahwa setiap warga negara mempunyai
hak milik tanah.
6. Asas non diskriminasi (tanpa pembedaan)
Asas non diskriminasi merupakan asas yang mendasari hukum agraria.
7. Asas gotong royong
Asas gotong royong menyatakan bahwa segala usaha bersama
berdasarkan kepentingan bersama dalam rangka mewujudkan kepentingan
nasional dalam bentuk gotong royong.
8. Asas unifikasi
Menurut Asas unifikasi Hukum agraria disatukan menjadi satu UU
yang berlaku bagi seluruh Warga Negara Indonesia.
9. Asas pemisahan horizontal (horizontale scheidings beginsel)
Asas pemisahan horizontal menyatakan ada pemisahan hak
kepemilikan antara pemilik tanah dengan benda dan bangunan yang ada di
atasnya.
C. Ruang Lingkup Hukum Agraria
Dalam Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria, tidak memberikan pengertian agraria. Di dalamnya hanya
memberikan penjelasan tentang ruang lingkup agraria sebagaimana yang
tercantum dalam konsidera (pasal-pasal maupun penjelasannya). Bunyinya
sebagai berikut:
1) Hubungan hukum antara bangsa Indonesia dengan bumi, air, ruang udara dan
kekayaan alam yang terkandung di dalamnya.
2) Hubungan hukum antara negara sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat
Indonesia dengan bumi, air, ruang udara dan kekayaan alam yang terkandung
di dalamnya.
D. Pengertian Hukum Tanah
Tanah sebagai bagian dari bumi. Disebutkan dalam pasal 4 ayat (1) UUPA
yaitu atas dasar hak menguasai dari Negara sebagai yang dimaksud dalam pasal
12 ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi yang disebut
tanah, yang dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri
maupun bersama-sama dengan orang lain, serta Badan Hukum. Dengan demikian,
jelaslah bahwa tanah dalam pengertian yuridis adalah permukaan bumi,
sedangkan hak atas tanah adalah hak atas sebagian tertentu permukaan bumi,
yang berbatas, berdimensi dua dengan ukuran panjang dan lebar.
Sebelum memasuki pada pengertian hukum tanah, maka kita uraikan dulu
pengertian hukum. Hukum adalah sesuatu yang abstrak yang tidak dapat dilihat
tetapi dapat dirasakan adanya, itu sebabnya hingga saat ini belum didapatkan
suatu definisi tentang hukum yang tepat dan sempurna yang diterima oleh setiap
orang (Apeldorn, 1980)
Menurut rs. E. Utrecht, S.H. hukum adalah himpunan peraturan-peraturan
(perintah dan larangan) yang mengurus tata tertib suatu masyarakat dank arena itu
harus ditata oleh masyarakat itu (Ulrecht, 1957) Effendi Perangin menyatakan
bahwa hukum tanah adalah keseluruhan peraturan-peraturan hukum baik yang
tertulis maupun tidak terdaftar yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah
yang merupakan lembaga-lembaga hukum dan hubungan-hubungan hukum yang
kongkret.
Dari berbagai uraian di atas dapat kita garis bawahi bahwasannya hukum
tanah nadalah keseluruhan ketentuan hukum baik tertulis maupun tidak tertulis,
yang semuanya mempunyai objek pengaturan yang sama yaitu hak-hak
penguasaan atas tanah sebagai lembaga-lembaga hukum dan sebagai hubungan
hukum yang konkrit, beraspek pablik dan privat, yang dapat disusun dan
dipelajari secara sistematis hingga keseluruhannya menjadi satu kesatuan yang
merupakan satu system.
Objek hukum tanah adalah hak penguasaan atas tanah, yang dimaksud hak
penguasaan atas tanah adalah hak yang berisi serangkaian wewenang, kewajiban,
atau larangan-larangan bagi pemegang haknya untuk berbuat sesuatu mengenai
tanah yang dihaki, sesuatu yang boleh, wajib/dilarang untuk diperbuat yang
merupakan isi hak penguasaan itulah yang menjadi kriteria atau tolok ukur
pembeda diantara hak-hak penguasaan atas tanah yang diatur dalam hukum tanah.
Pasal 2 Permenag No. 11 Tahun 2016 menyatakan:
1) Penyelesaian Kasus Pertanahan, dimaksudkan untuk:
a. mengetahui riwayat dan akar permasalahan Sengketa, Konflik atau
Perkara;
b. merumuskan kebijakan strategis penyelesaian Sengketa, Konflik atau
Perkara; dan
c. menyelesaikan Sengketa, Konflik atau Perkara, agar tanah dapat
dikuasai, dimiliki, dipergunakan dan dimanfaatkan oleh pemiliknya.
2) Penyelesaian Kasus Pertanahan bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum dan keadilan mengenai penguasaan, pemilikan, penggunaan dan
pemanfaatan tanah.
Penyelesaian Sengketa dan Konflik dilakukan berdasarkan:
a. Inisiatif dari Kementerian (peran pers dan Pemda menjadi penting
sebagai pewarta berita dan sebagai pelapor disamping fungsi monitoring
internal Kementerian Agraria itu sendiri); atau
b. Pengaduan masyarakat.
Dalam melaksanakan penyelesaian Sengketa dan Konflik berdasarkan
inisiatif dari Kementerian, Kementerian melaksanakan pemantauan
untuk mengetahui Sengketa dan Konflik yang terjadi dalam suatu
wilayah tertentu, secara rutin oleh Kepala Kantor Pertanahan, Kepala
Kantor Wilayah BPN atau Dirjen terhadap pengaduan atau pemberitaan
pada surat kabar terkait Sengketa dan Konflik. Dalam hal hasil
pemantauan perlu ditindaklanjuti, Menteri atau Kepala Kantor Wilayah
BPN memerintahkan Kepala Kantor Pertanahan untuk melakukan
kegiatan penyelesaian Sengketa dan Konflik.
Dalam melaksanakan penyelesaian Sengketa atau Konflik berdasarkan
Pengaduan masyarakat, Kementerian menerima Pengaduan terkait Sengketa dan
Konflik dari masyarakat. Pengaduan sebagaimana dimaksud diatas disampaikan
kepada Kepala Kantor Pertanahan secara tertulis, melalui loket pengaduan,
kotak surat atau website Kementerian. Dalam hal Pengaduan disampaikan
kepada Kantor Wilayah BPN dan/atau Kementerian, berkas Pengaduan
diteruskan kepada Kepala Kantor Pertanahan.
Pengaduan paling sedikit memuat identitas pengadu dan uraian singkat
kasus, dan harus dilampiri dengan fotokopi identitas pengadu, fotokopi identitas
penerima kuasa dan surat kuasa apabila dikuasakan, serta data pendukung atau
bukti-bukti yang terkait dengan pengaduan. (Note: Pengaduan dibuat sesuai
dengan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Permenag No. 11
Tahun 2016)
Pengaduan yang telah memenuhi syarat yang diterima langsung
melalui loket Pengaduan, kepada pihak pengadu diberikan Surat Tanda
Penerimaan Pengaduan. Dalam hal berkas pengaduan tidak memenuhi syarat,
maka petugas mengembalikan berkas pengaduan kepada pihak pengadu dengan
memberitahukan kekurang-lengkapan berkas Pengaduan secara tertulis. (Note:
Surat Tanda Penerimaan Pengaduan dibuat sesuai dengan format sebagaimana
tercantum dalam Lampiran II Permenag No. 11 Tahun 2016.)
Setelah Pengaduan diterima, petugas yang bertanggungjawab dalam
menangani pengaduan melakukan pemeriksaan berkas Pengaduan. Dalam hal
berkas pengaduan telah memenuhi syarat, petugas menyampaikan berkas
Pengaduan kepada pejabat yang bertanggung jawab dalam menangani Sengketa,
Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan, yang selanjutnya pejabat
dimaksud mengadministrasikan pengaduan dimaksud ke dalam Register
Penerimaan Pengaduan.
Setiap perkembangan penyelesaian Sengketa, Konflik dan Perkara
dicatat dalam Register Penyelesaian Sengketa, Konflik dan Perkara dengan
melampirkan bukti perkembangan dimaksud dan/atau dilakukan
pengadministrasian data melalui sistem informasi Sengketa, Konflik dan
Perkara.
Perkembangan penyelesaian Sengketa, Konflik dan Perkara dilaporkan
kepada Kepala Kantor Wilayah BPN setiap 4 (empat) bulan sekali dan
ditembuskan kepada Menteri. Sistem informasi tersebut terintegrasi antara
Kementerian, Kantor Wilayah BPN dan Kantor Pertanahan, serta merupakan
sub-sistem dari Pusat Data dan Informasi Kementerian.
Berdasarkan hasil pemantauan dan/atau Pengaduan yang telah di-
administrasikan, pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani Sengketa,
Konflik dan Perkara pada Kantor Pertanahan melakukan kegiatan pengumpulan
data, yang dapat berupa:
a. data fisik dan data yuridis;
b. putusan peradilan, berita acara pemeriksaan dari Kepolisian Negara RI,
Kejaksaan RI, Komisi Pemberantasan Korupsi atau dokumen lainnya yang
dikeluarkan oleh lembaga/instansi penegak hukum;
c. data yang dikeluarkan atau diterbitkan oleh pejabat yang berwenang;
d. data lainnya yang terkait dan dapat mempengaruhi serta memperjelas duduk
persoalan Sengketa dan Konflik; dan/atau
e. keterangan saksi.
Pejabat yang bertanggungjawab dalam menangani Sengketa, Konflik
dan Perkara pada Kantor Pertanahan, kemudian melakukan:
a. validasi terhadap data yang kebenarannya dinyatakan oleh pejabat atau
lembaga yang menerbitkan atau pencocokan dengan dokumen asli;
b. permintaan keterangan saksi yang dituangkan dalam Berita Acara, dalam
hal data yang diperoleh berasal keterangan saksi

Anda mungkin juga menyukai