Anda di halaman 1dari 31

KOTA DAN WILAYAH BELAKANGNYA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekonomi Regional


Dosen Pengampu:
Vida Maria Ulfa, S.E., M.M.

Disusun oleh :
Kelompok 7
1. Lailatur Rohmah (12402193197)
2. Elfa Lu’lu’un Indana Zulfa (12402193198)
3. Naning Cahyoningsi (12402193205)
4. Novia Nur Anggraini (12402193221)
5. Novita Shasadila Maulida (12402193234)
6. Nopita Maisando (12402193235)

SEMESTER 3
JURUSAN EKONOMI SYARIAH 3E
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG
NOVEMBER 2020

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayah–Nya, sehingga dapat menyelesaikan
tugas mata kuliah “EKONOMI REGIONAL” dalam bentuk makalah,
dengan lancar dan tepat pada waktunya.

Dalam penulisan makalah ini, kami menyadari bahwa sesuai dengan


kemampuan dan pengetahuan yang terbatas, maka makalah yang berjudul
“KOTA DAN WLIAYAH BELAKANGNYA” ini, masih jauh dari kata
sempurna. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat kami
harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini, kami berharap dari
makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan
bagi kami maupun pembaca. Aamiin.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Tulungagung, 16 November 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


KATA PENGANTAR ................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................. iii
BAB I : PENDAHULUAN ............................................................................ 1
A. Latar Belakang............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................... 1
BAB II : PEMBAHASAN ............................................................................. 3
A. Pendahuluan .................................................................................. 3
B. Bagaimana Terbentuknya Kota-Kota di Indonesia ....................... 3
C. Apa yang Didefinisikan Sebagai Kota........................................... 5
D. Keuntungan Berlokasi pada Tempat Konsentrasi ......................... 7
E. Bentuk Hubungan Antara Kota dan Wilayah Belakangnya ....... ..9
F. Pusat Pertumbuhan ...................................................................... 11
G. Hierarki Perkotaan ....................................................................... 13
H. Berbagai Metode Menetapkan Orde Perkotaan ........................... 17
I. Permasalahan dalam Menetapkan Orde Perkotaan ..................... 23
J. Manfaat Orde (Ranking) Perkotaan ............................................. 25
BAB III : PENUTUP ................................................................................... 27
A. Kesimpulan .................................................................................. 27
B. Saran ............................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 28

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kota merupakan suatu kawasan permukiman yang didalamnya
terdapat berbagai kegiatan sosial dan ekonomi, dimana terdapat
fasilitas-fasilitas pendukung untuk menunjang kegiatan masyarakat
yang ada di dalam wilayah tersebut. Kota dapat dilihat dari kepadatan
penduduk, status hokum, perindustrian, batas administrasi, dan
kepentingan lainnya. Perkembangan kota yang terdapat di Indonesia
merupakan kota-kota berkembang yang dipengaruhi oleh faktor
ekonomi dan mobilitas penduduk yang mempunyai kegiatan dalam
suatu kawasan kota tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana terbentuknya kota-kota di Indonesia?
2. Apa yang di definisikan sebagai kota?
3. Apa keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi?
4. Bagaimana bentuk hubungan antara kota dengan wilayah
belakangnya?
5. Bagaimana pusat pertumbuhan?
6. Bagaimana hirearki perkotaan?
7. Bagaimana berbagai metode menetapkan orde perkotaan?
8. Apa permasalahan dalam menetapkan orde perkotaan?
9. Apa manfaat orde (ranking) perkotaan?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana terbentuknya kota-kota di Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa yang didefinisikan sebagai kota.
3. Untuk mengetahui keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi.
4. Untuk mengetahui bentuk hubungan antara kota dengan wilayah
belakangnya.
5. Untuk mengetahui pusat pertumbuhan.
6. Untuk mengetahui hirearki perkotaan.
7. Untuk mengetahui berbagai metode menetapkan orde perkotaan.

1
8. Untuk mengetahui permasalahan dalam menetapkan orde perkotaan.
9. Untuk mengetahui manfaat orde (ranking) perkotaan.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENDAHULUAN
Dalam ekonomi regional terkadang secara implisit dibuat asumsi
bahwa daerah yang dianalisis adalah homogen. Hal itu karena sifat
analisis adalah makro. Pada bab ini sifat analisis adalah bahwa dalam
satu wilayah terdapat perbedaan yang menciptakan suatu hubungan
unik antara satu bagian dengan bagian lain dalam wilayah tersebut.
Perlu diingat bahwa sifat annalisis masih makro tetapi lebih sempit.
Kita namakan saja sifat analisis ini makro regional.
Sudah umum diketahui bahwa dalam suatu wilayah ada tempat-
tempat di mana penduduk/kegiatan yang terkonsentrasi da nada tempat-
tempat di mana penduduk/kegiatan kurang terkonsentrasi. Tempat
konsentrasi penduduk dan kegiatannya dinamakan dengan berbagai
istilah, yaitu kota, pusat perdagangan, pusat industry, pusat
pertumbuhan, simpul distribusi, pusat permukiman atau daerah nodal.
Masing-masing istilah itu bersangkut paut dengan asosiasi pikiran kita
tentang fungsi apa yang hendak ditonjolkan atas tempat-tempat
konsentrasi tersebut. Daerah di luar pusat konsentrasi dinamakan
dengan berbagai istilah seperti daerah pedalaman, wilayah belakang
(hinterland), dan daerah pertanian atau daerah pedesaan. Dalam bab ini
akan dijelaskan apa yang mendorong terjadinya konsentrasi tersebut
dan bagaimana bentuk hubungan antara kota dengan wilayah
belakangnya. Hal ini akan sangat bermanfaat dalam mengatur
pembangunan kota dan wilayah belakangnya dan menjamin suatu
hubungan yang saling menguntungkan.1
B. BAGAIMANA TERBENTUKNYA KOTA-KOTA DI INDONESIA

Seandainya ada suatu daratan yang luas dan memiliki potensi


yang sama, kemudian pada daratan tersebut ditempatkan keluarga-
keluarga secara merata dengan jarak yang sama antara satu dan lainnya

1
Robinson Tarigan, Ekonomi Regional, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2006), hal.154

3
maka cepat atau lambat akan terjadi konsentrasi domisili keluarga-
keluarga tersebut. Hal ini terjadi baik karena kebutuhan sosial maupun
karena pertimbangan ekonomi. Kebutuhan sosialnya antara kebutuhan
lain tolong-menolong, bertukar pikiran, berteman, melakukan pekerjaan
yang tidak mampu dikerjakan sendiri, atau alasan keamanan.
Konsentrasi domisili berdasarkan pertimbangan ekonomi terutama
muncul karena bakat dan keahlian yang berbeda yang akan
menciptakan spesialis.2 Artinya, kebutuhan keluarga tidak lagi
dihasilkan oleh masing-masing keluarga, tetapi cukup
mengkonsentrasikan diri pada kegiatan tertentu sedangkan kebutuhan
lainnya diperoleh melalui pertukaran (jual beli). Spesialisasi itu sendiri
akan meningkatkan produktivitas dan menekan ongkos serta menambah
jenis dan jumlah produksi. Akan tetapi, karena masing-masing
keluarga hanya menghasilkan produk tertentu, terjadilah pertukaran
barang yang akhirnya menciptakan perdagangan. Perdagangan
berbagai komoditas yang terkonsentrasi di suatu lokasi akan menolong
konsumen maupun produsen. Konsumen cukup mendatangi satu
tempat untuk memperoleh seluruh kebutuhannya dan produsen mudah
memperoleh bahan baku dan menjual hasil produksinya. Karena
adanya keuntungan yang diperoleh pada lokasi jual beli, baik sebagai
produsen atau sebagai perantara (jual beli) maka banyak keluarga yang
tertarik untuk pindah dari tempat lain ke lokasi perdagangan tersebut.
Untuk suatu wilayah yang luas, maka tidak hanya terdapat satu tempat
konsentrasi tetapi bisa ada beberapa tempat konsentrasi.

Ketika manusia bergerak dari satu tempat ke tempat lain


(melakukan perjalanan), manusia memiliki kecenderungan untuk
mengikuti alur lalu lintas yang sudah lazim digunakan oleh orang lain.
Pada mulanya hal ini dilakukan untuk menghindari jangan sampai
tersesat dan memberi kepastian bahwa alur itu akan membawanya ke
tempat yang dituju. Lambat laun, alur itu menyediakan berbagai
layanan bagi pelalu lintas, misalnya tempat istirahat, konsumsi,
2
Ibid., hal.154

4
penginapan, dan lain-lain. Karena tujuan perjalanan yang berbeda-beda
maka alur jalan tersebut akan memiliki persimpangan. Persimpangan
inilah yang sering tumbuh menjadi tempat konsentrasi permukiman.
Persimpangan yang memiliki kesempatan untuk berkembang menjadi
pusat konsentrasi adalah jumlah pelalu lintasnya cukup besar (termasuk
barang) dan tempat yang digunakan sebagai tempat transit. Kota-kota
lain di pedalaman kebanyakan dapat bertahan sebagai kota karena
memiliki banyak cabang jalan. Suatu tempat konsentrasi yang bisa
terjadi karena tempat diputuskan sebagai pusat kerajaan/pemerintahan
tetapi setelah hilangnya masa kerajaan, tempat itu hanya bisa bertahan
sebagai tempat konsentrasi kalau di tempat itu sudah terdapat banyak
Jalan ke berbagai jurusan.3

C. APA YANG DI DEFINISIKAN SEBAGAI KOTA

Di dalam perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan


suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota
atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga
kebutuhan fasilitasnya pun berbeda dibanding dengan daerah pedesaan
dan pedalaman. Padahal di pedesaan pun terdapat lokasi pemukiman
plus berbagai kegiatan nonpertanian, seperti perdagangan, warung kopi,
tukang pangkas, dan tukang jahit pakaian. Di pedesaan umumnya yang
menjadi kegiatan basis adalah sektor penghasilan barang (pertanian
industri dan pertambangan.
Di dalam menetapkan apakah suatu konsentrasi pemukiman itu
sudah dapat dikategorikan sebagai kota atau belum, perlu ada kriteria
yang jelas untuk membedakannya. salah satu kriteria yang umum
digunakan adalah Jumlah dan kepadatan penduduk. Bagi kota yang
dulunya sudah berstatus Kotamadya atau sudah dikenal luas sebagai
Kota, permasalahannya adalah berapa besar sebetulnya kota tersebut.4

3
Ibid., hal.155
4
Robinos Tarigan, Ekonomi Regional, (Jakarta: PT Bumi Aksara,2006), hal.156

5
Permasalahan bagi konsentrasi pemukiman atau bagi kota kecil
(ibukota Kecamatan) adalah apakah konsentrasi itu dapat dikategorikan
sebagai kota atau masih sebagai desa. Jadi, perlu menetapkan kriteria
apakah suatu lokasi konsentrasi itu sudah memenuhi syarat untuk
dinyatakan sebagai Kota. Biro Pusat Statistik (BPS), dalam pelaksanaan
survei status desa/kelurahan yang dilakukan pada tahun 2000,
menggunakan beberapa kriteria untuk menetapkan apakah suatu
desa/kelurahan dikategorikan sebagai desa atau sebagai kota. Kriteria
yang digunakan adalah :
1. Kepadatan penduduk per km2
2. Presentase rumah tangga yang mata pencaharian utamanya pertanian
atau non pertanian,
3. Presentase rumah tangga yang memiliki telepon prosentase rumah
tangga yang menjadi pelanggan listrik,
4. Fasilitas umum yang ada di Desa/kelurahan, seperti: fasilitas
pendidikan, pasar, tempat hiburan, kompleks pertokoan, dan fasilitas
lain. Masing-masing fasilitas diberi skor (nilai). Atas dasar skor yang
dimiliki desa/kelurahan tersebut maka ditetapkan desa/kelurahan
tersebut masuk dalam salah satu kategori berikut perkotaan besar,
perkotaan sedang, perkotaan kecil, dan pedesaan.
Kriteria BPS diatas hanya didasarkan pada kondisi (besaran) fisik
dan mestinya dilengkapi dengan melihat apakah tempat konsentrasi itu
menjalankan fungsi perkotaan. Misalnya mengenai mata pencaharian
penduduk dibuat ketentuan bahwa mata pencaharian penduduknya
adalah bervariasi dan tidak tergantung hanya pada satu sektor yang
dominan (walaupun itu bukan pertanian).5
Pada dasarnya untuk melihat apakah konsentrasi itu sebagai kota
atau tidak, adalah dari seberapa banyak jenis fasilitas perkotaan yang
tersedia dan seberapa jauh kota itu menjalankan fungsi perkotaan.
Fasilitas perkotaan atau fungsi perkotaan antara lain adalah sebagai
berikut:

5
Ibid., hal. 157

6
1. Pusat perdagangan, yang tingkatnya dapat dibedakan an-nas
melayani masyarakat kota itu sendiri, melayani masyarakat kota dan
daerah pinggiran, melayani beberapa kota kecil, melayani Pusat
Provinsi atau pusat kegiatan perdagangan antar pulau/ekspor di
provinsi tersebut dan besar perdagangan beberapa provinsi sekaligus.
2. pusat pelayanan jasa baik jasa perorangan maupun jasa perusahaan.
3. Tersedianya prasarana perkotaan, seperti sistem jalan kota yang baik,
jaringan listrik, jaringan telepon, jaringan air minum, pelayanan
sampah, sistem drainase, taman kota, dan pasar.
4. Pusat penyediaan fasilitas sosial seperti prasarana pendidikan
(Universitas Akademi SMU SLTP SD), termasuk berbagai khusus
keterampilan, prasarana kesehatan dengan berbagai tingkatnya, dan
lain-lain.
5. Pusat pemerintahan, banyak kota yang Sekaligus merupakan lokasi
pusat pemerintahan.6
6. Pusat komunikasi dan pangkalan transportasi, artinya dari kota
tersebut masyarakat bisa terhubung ke banyak tujuan dengan
berbagai pilihan alat penghubung, misalnya telepon, internet, radio,
dan faksimili.
7. Lokasi Pemukiman yang tertata, suatu lokasi dikatakan kota karena
jumlah penduduknya banyak.
Makin banyak Fungsi dan fasilitas perkotaan makin
menggambarkan hierarki yang sebenarnya dari kota tersebut makin
tinggi hirarkinya makin luas wilayah pengaruhnya.7
D. KEUNTUNGAN BERLOKASI PADA TEMPAT KONSENTRASI
Yang dibahas dalam bagian ini adalah lokasi dari kegiatan
produksi dan bukan lokasi perumahan. Dalam kenyataan dapat
disaksikan bahwa kegiatan produksi terutama industri dan jasa sering
kali bertumpuk di suatu tempat, yaitu di perkotaan. Umumnya harga
tanah di kota atau pinggiran kota lebih mahal dibandingkan di desa.

6
Ibid., hal. 158
7
Ibid., hal. 159

7
Namun demikian, banyak industri yang memilih tempat di kota atau
pinggiran kota daripada di tempat sumber bahan baku utamanya.
Keuntungan berlokasi pada tempat konsentrasi atau terjadinya
agglomerasi disebabkan faktor skala ekonomi (economic of scale) atau
agglomeration (economic of localization). Biaya per unit bisa lebih
murah karena mesin itu lebih efisien maupun karena biaya tetap (fixed
cost) tidak bertambah, walaupun jumlah produksi ditingkatkan (sampai
batas tertentu ataupun proporsi kenaikannya tidak sebesar kenaikan
produksi).

Economic of scale adalah keuntungan karena dapat berproduksi


berdasarkan spesialisasi sehingga produksi lebih besar dan biaya per
unitnya lebih efisien. Dengan memilih tempat di kota berarti lebih dapat
melakukan spesialisasi sehingga dengan modal yang sama dapat dipilih
suatu bagian produksi khusus walaupun tidak komplit, tetapi dapat
dibuat secara besar-besaran.8 Bagian-bagian lain dapat dibeli dari luar
apabila ingin menghasilkan suatu barang akhir atau hasil produksi,
misalnya, suku cadang, bisa langsung dijual kepada perusahaan lain
sebagai bahan bakunya untuk menghasilkan suatu produk yang lengkap.
Hal ini akan sulit dilakukan apabila hanya ada satu industri saja yang
berlokasi di dacrah tersebut. Artinya industri itu harus memproduksi
seluruh suku cadang untuk menghasilkan suatu barang yang komplit
atau harus mendatangkan dari daerah lain yang tentunya membutuhkan
ongkos angkut yang tinggi. Dasar dari economic of scale adalah faktor-
faktor produksi yang tidak dapat dibagi (indivisibility). Misalnya,
adanya mesin-mesin atau peralatan yang hanya terdapat dalam ukuran
tertentu. Dengan melakukan spesialisasi, dapat dibeli mesin dengan
kapasitas yang lebih besar sehingga biaya per unit kapasitas biasanya
lebih murah. Indivisibilitas juga berlaku untuk tenaga buruh dan
pimpinan. Biaya per unit bisa lebih murah baik karena mesin itu lebih
efisien maupun karena biaya tetap (fixed cost) tidak bertambah,

8
Ibid., hal. 159

8
walaupun jumlah produksi ditingkatkan sampai batas tertentu ataupun
proporsi kenaikannya tidak sebesar kenaikan produksi).

Economic of agglomeration ialah keuntungan karena di tempat itu


terdapat berbagai keperluan dan fasilitas yang dapat digunakan oleh
perusahaan. Berbagai fasilitas yang memperlancar kegiatan perusahaan,
misalnya jasa perbankan, asuransi, perbengkelan, perusahaan listrik,
perusahaan air bersih, tempat latihan, dan tempat reklame. Mudah
memperoleh tenaga buruh maupun pimpinan dengan berbagai tingkat
keahlian tanpa harus melatihnya sendiri terlebih dahulu. Pusat
konsentrasi juga sekaligus sebagai pusat perdagangan baik untuk
memperoleh bahan baku maupun untuk menjual barang yang
diproduksi. Apabila di lokasi itu terdapat banyak industri maka supplier
(penjual bahan) akan mendatangi tempat tersebut dan bersedia
menyerahkan bahan keperluan pabrik di lokasi pabrik. Biaya pemasaran
dan biaya angkutan supplier per unit lebih murah karena jumlah bahan
yang dipasok ke lokasi tersebut dalam volume besar. Semua hal ini
dapat meningkatkan efisiensi perusahaan yang berlokasi di tempat
tersebut. Dari sudut keamanan berusaha, lokasi tersebut biasanya terasa
lebih aman. Dalam kondisi huru-hara, pemerintah biasanya memberi
perhatian khusus terhadap lokasi seperti itu baik karena nilai asset yang
ada di dalamnya cukup besar, lapangan kerja yang disediakannya cukup
banyak, dan nilai produk yang dihasilkannya sangat berarti bagi
perekonomian.9

E. BENTUK HUBUNGAN ANTARA KOTA DENGAN WILAYAH


BELAKANGNYA
Kota generatif artinya kota yang menjalankan bermacam-macam
fungsi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk daerah belakangnya
sehingga bersifat saling menguntungkan/ mengembangkan. Kota-kota
seperti ini membutuhkan bahan makanan, bahan mentah, dan tenaga
kerja dari daerah pedalaman. Dengan kata lain dapat

9
Ibid., hal. 160

9
menyerap/memasarkan produksi daerah pedalaman dan sekaligus dapat
memenuhi kebutuhan daerah pedalaman yang berarti tempat pemasaran
untuk produk yang dihasilkan di perkotaan. Dengan demikian, terdapat
kebutuhan timbal balik dan saling menunjang. Perkembangan
perkotaan akan meningkatkan daya serapnya terhadap produk
pedalaman sehingga kedua pihak akan berkembang sejajar. Selain
daripada itu, perkotaan merupakan sumber inovasi dan modernisasi
yang dapat diserap oleh daerah pedalaman.10

Kota parasitif adalah kota yang tidak banyak berfungsi untuk


menolong daerah belakangnya dan bahkan bisa mematikan berbagai
usaha yang mulai tumbuh di desa. Kota parasitif umumnya adalah kota
yang belum banyak berkembang industrinya dan masih memiliki sifat
daerah pertanian tetapi juga perkotaan sekaligus. Kegiatan
industri/kerajinan sering bersifat duplikatif dengan apa yang dapat
dilakukan di pedesaan, misalnya pembuatan minyak kelapa sederhana,
anyaman tikar, pembuatan tempe, tahu, tape, dan kue. Karena kegiatan
di kota memiliki pasar yang lebih luas, kegiatan di desa menjadi kalah
bersaing dan tidak mampu bertahan. Hal ini mengakibatkan
bertambahnya pengangguran tidak kentara di pedesaan dan tidak dapat
ditampung di perkotaan karena industrinya sendiri belum berkembang
dan belum mampu menembus pasar di luar daerah pengaruhnya selama
ini. Jadi, selama kota itu belum mampu memasarkan hasil produksinya
keluar dari wilayah pengaruhnya yang sempit (daerah pedalaman)
maka kota belum mampu menolong dirinya sendiri dan daerah
belakangnya.

Kota yang bersifat enclave (tertutup). Hubungan yang tidak


menguntungkan ialah apabila kota itu berkembang tetapi tidak
mengharapkan input dari daerah sekitarnya melainkan dari luar. Dalam
hal ini, kota adalah suatu enclave, yaitu seakan-akan terpisah sama
sekali dari daerah sekitarnya (daerah pedalaman). Buruknya prasarana,

10
Ibid., hal.161

10
perbedaan taraf hidup/pendidikan yang sangat mencolok dan faktor lain
dapat membuat kurangnya hubungan antara perkotaan dengan daerah
pedalaman di sekitarnya.11 Hal ini membuat daerah pedalaman itu
semakin ketinggalan dan keadaan antara kota dengan desa makin
pincang. Untuk menghindari hal ini, daerah pedalaman perlu didorong
sedangkan daerah perkotaan mungkin dapat berkembang atas
kemampuan sendiri. Sering kali agar pertumbuhan kota dan daerah
belakangnya dapat sejajar maka daerah belakang memerlukan bantuan
yang lebih banyak.12

F. PUSAT PERTUMBUHAN
Pusat pertumbuhan (growth pole) dapat diartikan dengan dua
cara, yaitu secara fungsional dan secara geografis. Secara fungsional,
pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi konsentrasi kelompok usaha
atau cabang industri yang karena sifat hubungannya memiliki unsur-
unsur kedinamisan sehingga mampu menstimulasi kehidupan ekonomi
baik ke dalam maupun ke luar (daerah belakangnya). Secara geografis,
pusat pertumbuhan adalah suatu lokasi yang banyak memiliki fasilitas
dan kemudahan sehingga menjadi pusat daya tarik (pole of attraction),
yang menyebabkan berbagai macam usaha tertarik untuk berlokasi di
situ dan masyarakat senang datang memanfaatkan fasilitas yang ada di
kota tersebut, walaupun kemungkinan tidak ada interaksi antara usaha-
usaha tersebut. Tidak semua kota generatif dapat dikategorikan sebagai
pusat pertumbuhan. Pusat pertumbuhan harus memiliki empat ciri, yaitu
adanya hubungan intern antara berbagai macam kegiatan yang memiliki
nilai ekonomi, adanya multiplier effect (unsur pengganda), adanya
konsentrasi geografis, dan bersifat mendorong pertumbuhan daerah
belakangnya.

1. Adanya hubungan internal dari berbagai macam kegiatan yang


memiliki nilai ekonomi

11
Ibid., hal.161
12
Ibid., hal.162

11
Hubungan internal sangat menentukan dinamika sebuah kota. Ada
keterkaitan antara satu sektor dengan sektor lainnya sehingga apabila
ada satu sektor yang tumbuh akan mendorong pertumbuhan sektor
lainnya, karena saling terkait. Jadi, kehidupan kota menjadi satu
irama dengan berbagai komponen kehidupan kota dan menciptakan
sinergi untuk saling mendukung terciptanya pertumbuhan.
Pertumbuhan tidak terlihat pincang, ada sektor yang tumbuh cepat
tetapi ada sektor lain yang tidak terkena imbasnya sama sekali. Hal
ini berbeda dengan sebuah kota yang fungsinya hanya sebagai
perantara (transit). Kota perantara apabila kota itu hanya berfungsi
mengumpulkan berbagai bahan dari daerah belakangnya dan
menjualnya ke kota lain yang lebih besar luar wilayah dan membeli
berbagai kebutuhan masyarakat dari kota lain dan dijual atau
didistribusikan ke wilayah belakangnya. Pada kota perantara tidak
terdapat banyak pengolahan ataupun kegiatan yang menciptakan
nilai tambah. Kalaupun ada pengolahan hanya bersifat penyortiran
(seleksi) dan pembungkusan, sedangkan kegiatan yang bersifat
mengubah bentuk dan kegunaan barang masih sedikit. Dengan
demikian, sedikit sekali terjadi interaksi dengan sektor lain di kota
tersebut. Pertumbuhan sektor perantara itu tidak banyak mendorong
pertumbuhan sektor lain di kota itu.13
2. Ada efek pengganda (multiplier effect)
Keberadaan sektor-sektor yang saling terkait dan saling mendukung
akan menciptakan efek pengganda. Apabila ada satu sektor atas
permintaan dari luar wilayah, produksinya meningkat karena ada
keterkaitan membuat produksi sektor lain juga meningkat dan akan
terjadi beberapa kali putaran pertumbuhan sehingga total kenaikan
produksi bisa beberapa kali lipat dibandingkan dengan kenaikan
permintaan dari luar untuk sektor tersebut (sektor yang pertama
meningkat permintaannya). Unsur efek pengganda sangat berperan
dalam membuat kota itu mampu memacu pertumbuhan belakangnya.

13
Ibid., hal. 162

12
Karena kegiatan berbagai sektor di kota meningkat tajam maka
kebutuhan kota akan bahan baku/tenaga kerja yang dipasok dari
belakangnya akan meningkat tajam.
3. Adanya konsentrasi geografis
Konsentrasi geografis dari berbagai sektor atau fasilitas, selain bisa
menciptakan efisiensi di antara sektor-sektor yang saling
membutuhkan, juga meningkatkan daya tarik (attractiveness) dari
kota tersebut. Orang yang datang ke kota tersebut bisa mendapatkan
berbagai kebutuhan pada lokasi yang berdekatan. Jadi, kebutuhan
dapat diperolch dengan lebih hemat waktu, tenaga dan biaya. Hal ini
membuat kota itu menarik untuk dikunjungi dan karena volume
transaksi yang makin meningkat akan menciptakan economic of
scale schingga tercipta efisiensi lanjutan.
4. Bersifat mendorong daerah belakangnya
Hal ini berarti antara kota dan wilayah belakangnya terdapat
hubungan yang harmonis, Kota membutuhkan bahan baku dari
wilayah belakangnya dan menyediakan berbagai kebutuhan wilayah
belakangnya untuk dapat mengembangkan diri. Apabila terdapat
hubungan yang harmonis dengan wilayah belakangnya dan kota itu
memiliki tiga karakteristik yang disebutkan terdahulu, otomatis kota
itu akan berfungsi untuk mendorong belakangnya.
Jadi, konsentrasi kegiatan ekonomi dapat dianggap pusat pertumbuhan
apabila konsentrasi itu dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi baik
ke dalam (di antara berbagai sektor di dalam kota) maupun ke luar (ke
daerah belakangnya).14

G. HIERARKI PERKOTAAN
Seseorang perencanaan wilayah sangat perlu memiliki
pengetahuan di bidang hierarki perkotaan. Hieraki perkotaan sangat
terkait dengan hierarki fasilitas kepentingan umum yang ada di masing-
masing kota yang dapat membantu menentukan fasilitas atau sarana apa
yang harus ada atau perlu dibangun di masing-masing kota. Fasilitas

14
Ibid., hal.163

13
atau sarana perkotaan bukan hanya menyangkut jenisnya, tetapi juga
kapasitas pelayanan dan kualitasnya. Tujuan pengaturan adalah agar
terdapat efisiensi biaya pembangunan dan perawatan sarana tidak
berlebihan namun masyarakatpun dapat terlayani tanpa mengorbankan
biaya yang berlebihan untuk mendatangi sarana yang letaknya jauh.
Tempat-tempat konsentrasi umumnya di daerah perkotaan
tersebar di suatu wilayah atau negara dengan penduduk yang tidak
sama. Setiap kota memiliki daerah belakang atau wilayah pengaruhnya.
Jika suatu kota kecil banyak tergantung dengan kota besar maka kota
kecil itu masuk dalam daerah pengaruh dari kota besar. Adanya kota
yang tergantung dan yang menggantungkan akan memunculkan suatu
ranking dari kota-kota tersebut. Biasanya kota yang paling besar
wilayah pengaruhnya diberikan ranking satu atau kota orde kesatu. Kota
yang lebih kecil selanjutnya masuk pada ranking dua, dan seterusnya.
Kota dengan orde kesatu bukan merupakan kota subordinat kota lain,
kota orde kedua termasuk subordinat kota orde kesatu, kota dengan
orde ketiga merupakan subordinat kota dengan orde kedua, dan
seterusnya.15
Menurut Rondinelli dan Ruddle hirarki pelayanan di negara
sedang berkembang dapat dibagi menjadi empat tingkatan pelayanan,
yaitu: 16
1. Pusat Desa (Village Service Centre)
Pusat desa adalah pemukiman dengan berbagai kriteria, seperti:
penyedia fasilitas dan pelayan dasar yang dapat meningkatkan
kualitas hidup penduduk di sekitar wilayah pedesaan, terdapat
fasilitas yang diperlukan untuk memacu kegiatan non-pertanian yaitu
aktifitas industri skala kecil (industri rumah tangga) dan
meningkatkan produktivitas pertanian, suatu pusat yang
menyediakan pelayanan dasar dan berbagai kebutuhan rumah tangga
dan kegiatan pertanian bagi desa-desa terpencil dan wilayah

15
Ibid., hal.164
16
Purhatmanto, Arahan Pusat Pelayanan Sebagai Upaya Pengendalian Pemanfaatan
Ruang Di Jalan Lingkar Kota Weleri, (Semarang: Tesis Tidak Diterbitkan, 2007), hal. 27-29

14
pertanian yang terisolasi, terdapat organisasi kemasyarakatan yang
berguna untuk meningkatkan partisipasi penduduk dalam
melaksanakan pembangunan, terletak pada titik simpul (fisik,
ekonomi dan sosial) yang menghubungkan wilayah perdesaan
dengan kota kecil dan pusat wilayah.
2. Kota Kecil/Kota Pasar (Small City/Market Town)
Fungsi utama dari kota kecil atau kota pasar ini adalah untuk
kegiatan pemasaran serta berperan dalam menghubungkan
kehidupan perdesaan dan perkotaan. Kegiatan pemasaran ini
utamanya untuk produk pertanian perdesaan. Hal ini akan dapat
terlaksana jika ada berbagai fasilitas dan kelembagaan untuk koleksi
dan distribusi barang dan jasa ke kota yang lebih besar.
3. Kota Menengah Pusat Wilayah Regional (Regional Centre)
Pusat Wilayah ini berperan penting dalam proses tranformasi dan
pengembangan ekonomi wilayah serta struktur ruang. Hal ini
dikarenakan secara sosial dan ekonomi kehidupan di kota menengah
sangat beragam maka terjadi interaksi antara pola hidup modern
(perkotaan) dengan pola tradisional (perdesaan). Kota ini juga
berperan dalam menyerap penduduk migran dari desa serta
menciptakan suatu mekanisme sehingga penduduk-penduduk dari
desa dapat menyesuaikan diri dengan struktur ekonomi kota. Kota
ini dilihat dari karakteristik fisiknya, merupakan gabungan antara
wilayah yang memiliki karakter desa dengan wilayah yang
berkarakter kota.
4. Kota Utama (Primacy City)
Kota utama berperan sebagai pusat utama dan merupakan tingkat
pelayanan paling tinggi dalam melayani seluruh kegiatan dan
memiliki kedudukan yang sangat dominan. Adapun kegiatan yang
terdapat di kota utama adalah komersial, jasa, administrasi
pemerintahan, pendidikan, industri dan perdagangan, dengan
pertumbuhan ekonomi yang mengalami transformasi menuju ke
kegiatan tersier.

15
Dari sini kemudian timbul suatu pertanyaan yaitu, bagaimana cara
menetapkan batas pengaruh dari pusat kota terhadap daerah di
sekitarnya termasuk terhadap kota lain yang lebih kecil? Untuk
menetapkan batas pengaruh antara dua kota yang berlainan orde
memang sulit, namun masih ada kemungkinan untuk menetapkan batas
pengaruh dua kota yang memiliki orde sama. Untuk kota yang memiliki
orde sama, bisa dilakukan dengan survei lapangan pada titik mana
mayoritas penduduk berhubungan dengan kota A dan pada sisi lainya
banyak berhubungan dengan kota B. Sedangkan kota dengan orde yang
berbeda, maka kota kecil merupakan suatu kota pengaruh dari kota
yang lebih besar. Namun untuk kegiatan perdagangan eceran
(pemenuhan kebutuhan sehari-hari) masih mungkin untuk menetapkan
batas pengaruh dari dua kota berdekatan yang berlainan orde. Dengan
begitu kita dapat memakai rumus breaking point theory oleh
Hartshorn,dkk pada tahun 1988.
Rumus breaking point theory :

𝒅
BP =
𝑷𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒁
𝟏+ √
𝑷𝒆𝒏𝒅𝒖𝒅𝒖𝒌 𝒀

Di mana :
d = Jarak antara kedua kota (diukur dari pusat perdagangan masing-
masing)
Pend. Z = Penduduk kota yang lebih besar
Pend. Y = Penduduk kota yang lebih kecil
Contoh perhitungan :
Misalnya kota Tulungagung bertetangga dengan kota Kediri. Penduduk
kota Tulungagung sebanyak 120.000 jiwa, sedangkan kota Kediri
penduduknya ada 60.000 jiwa. Jarak antar kedua kota adalah 30 km. Di
manakah batas pengaruh kota Kediri untuk perdagangan eceran?
Jawab:

16
𝑑
BP = 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑍
1+ √𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑌

30
= 120.000
1+ √ 60.000

30
= 1+ √2
30
= 2,41

= 12,45
Jadi, pengaruh kota yang lebih kecil yaitu kota Kediri adalah 12,45 km
dari pusat kota (pusat perdagangan).
Bentuk hubungan keluar sebuah kota dapat dibagi dua, Jika
hubungan keluar yang paling besar adalah ke kota orde lebih tinggi,
bentuk hubungan keluar dinamakan subordinat. Sedangkan untuk
hubungan keluar ke kota dengan orde lebih rendah, bentuk hubungan
tersebut disebut independen. Hubungan subordinat menunjukka bahwa
suatu kota sangat tergantung dengan kota orde lebih tinggi tempatnya
berhubungan. Untuk hubungan independen menunjukka bahwa kota
tersebut tidak tergantung dengan kota lebih besar darinya dan ada
kemungkinan di kota tersebut terdapat kegiatan yang dapat menciptakan
suatu nilai tambah.
H. BERBAGAI METODE MENETAPKAN ORDE PERKOTAAN
Metode menetapkan orde perkotaan dapat dibagi menjadi 3 kelompok :
1. Hanya menggunakan variabel penduduk.
Kelompok 1 yang menggunakan variabel penduduk terdiri atas
metode :
a. Metode christaller
Christaller berpendapat bahwa perbandingan jumlah penduduk
antara kota orde lebih tinggi dengan kota orde setingkat lebih
rendah setidaknya tiga kali lipat. Contoh metode perhitungannya
sebagai berikut :
Misalnya pada sebuah kabupaten,penentuan kota didasarkan atas
data BPS tentang penduduk perkotaan dan penduduk pedesaan.

17
Data disajikan per kelurahan/desa. Dengan demikian, untuk
menentukan penduduk suatu kota harus digabung penduduk
beberapa kelurahan yang bertetangga yang memang sudah
terlihat menyatu sebagai lapangan. Penduduk perkotaan di suatu
kelurahan yang terpisah jauh dari penduduk perkotaan lainnya
diperlakukan sebagai kota yang berdiri sendiri. Atas dasar
metode di atas maka di kabupaten itu misalnya terdiri dari 32
kota. Kota terbesar adalah ibukota kabupaten itu sendiri dengan
penduduk 135.000 jiwa, kota terkecil dengan penduduk 5.000
jiwa. Kota dengan penduduk dibawah 5.000 jiwa dikategorikan
sebagai kota non orde. Berdasarkan metode diatas maka dapat
dibuat susunan orde sebagai berikut:
Kota orde I,jumlah penduduknya 135.000 jiwa
Kota orde II,jumlah penduduknya 45.000 jiwa
Kota orde III,jumlah penduduknya 15.000 jiwa
Kota orde IV,jumlah penduduknya 5.000 jiwa
Dalam hal ini dapat dilihat angka penduduk kota mendekati
salah satu dari angka tersebut diatas,dan itulah yang menjadi
orde dari kota tersebut.17
b. Metode Rank Size Rule
Dalam menerapkan orde perkotaan, metode rank size rule
menggunakan rumus:

Pn = P1 × R n–1
Arti rumus ini adalah jumlah penduduk orde kota ke-n adalah
1/n jumlah penduduk kota orde tertinggi (orde I dalam hal ini P
1 ). Penentuan orde kota dengan metode rank size rule sebagai
berikut:
Kota orde I,jumlah penduduk 135.000 : 1 = 135.000
Kota orde II,jumlah penduduk 135.000 : 2 = 67.500
Kota orde III,jumlah penduduk 135.000 : 3 = 45.000

17
Robinson Tarigan,Ekonomi Regional,(Jakarta:PT Bumi Aksara,2006),hal.166

18
Kota orde IV,jumlah penduduk 135.000 : 4 = 33.750
Kota orde V,jumlah penduduk 135.000 : 5 = 27.000
Kota orde VI,jumlah penduduk 135.000 : 6 = 22.500
Pengalaman menunjukan bahwa metode ini menghasilkan orde
kota yang terlalu banyak.
c. Metode Zipf
Rumus berikut ini dibuat oleh Auerbach dan Singer tetapi
dipopulerkan oleh Zipf (Glasson, 1974) sehingga lebih dikenal
dengan metode Zipf. Rumusnya adalah :18

𝐏
Pn = 𝐧𝟏𝐪

Untuk dapat menggunakan terlebih dahulu harus ditetapkan


beberapa tingkat ranking perkotaan (n) yang akan dipakai
diwilayah tersebut. Dalam hal ini diperlukan data tentang kota
dengan penduduk terbesar dan penduduk terkecil (tetapi masih
memenuhi persyaratan sebagai kota). Dengan rumus Zipf maka
q dapat dihitung sebagai berikut:
135.000 135.000
5000 = → 4𝑞 = 27 → 4 log 𝑞 = log 27
4𝑞 5000

4 log q = 1,431637 → log q = 0,357841 → diantilogkan, maka q


= 2,279507
Dengan demikian rumus Zipf menjadi :

135.000
Pn =
n2,279507

Atas dasar rumus diatas, maka:


Kota orde I = 135.000 : (1 2,279507 ) = 135.000 jiwa
Kota orde II = 135.000 : ( 2 2,279507) = 27.806 jiwa

18
Ibid.,hal.167

19
Kota orde III = 135.000 : ( 3 2,279507) = 11.043 jwa
Kota orde IV = 135.000 : ( 4 2,27950) = 5.727 jiwa
Dari tiga metode yang digunakan diatas yang hanya
menggunakan variabel penduduk,timbul pertanyaan metode
mana yang lebih akurat. Jawabannya adalah hasil pengamatan
empiris dilapangan, yaitu pada perbandingan jumlah penduduk
yang bagaimana sebuah kota yang lebih kecil berada dibawah
pengaruh sebuah kota lain yang penduduknya lebih besar dan
lokasinya terdekat.19
2. Perbandingan presentasi hubungan keluar.
Hubungan keluar itu dapat berupa hubungan daerah
belakangnya (kota orde yang lebih rendah), hubungan dengan kota
orde sama dan hubungan dengan kota orde lebih tinggi. Hubungan
itu dapat berupa membeli bahan baku, menyediakan kebutuhan
daerah belakang termasuk pemanfaatan berbagai fasilitas yang ada
dikota oleh masyarakat dari daerah belakangnya dan arus tenaga
kerja. Banyaknya hubungan keluar ini dinyatakan dengan jumlah
trip. Secara teoritis,jumlah trip keluar sama dengan jumlah trip
masuk karena setiap trip pergi akan diikuti dengan trip pulang. Trip
dapat dinyatakan dalam satuan orang ataupun satuan mobil
penumpang(SMP). Dalam praktiknya yang paling banyak digunakan
adalah SMP karena lebih mudah menghitungnya. Presentase trip
keluar diantara pasangan kota dapat digunakan untuk menentukan
perbedaan orde dari kedua kota tersebut,artinya dapat ditentukan
kota mana yang lebih tinggi ordenya diantara kedua kota tersebut.
Kota dengan presentasi keluar ke kota pasangannya, yang lebih
rendah dinyatakan memiliki orde lebih tinggi.
Permasalahan dalam penggunaan metode ini tidak semua kota
berhubungan erat dan sulit membandingkan orde keseluruhan
diwilayah tersebut. Permasalahan lain adalah apabila perbandingan
presentase keluar tidak jauh berbeda,misalnya 11% dan 12%, apakah

19
Ibid.,hal.168

20
kita berani mengatakan bahwa orde kedua itu berbeda. Dengan
demikian, metode ini sering digunakan hanya sebagai metode
pelengkap atau digunakan dengan metode lain.20
3. Gabungan beberapa variabel.
Penentuan orde perkotaan dapat didasarkan atas gabungan
beberapa variabel. Variabel yang dianggap berpengaruh dalam
menetapkan orde perkotaan adalah sebagai berikut:
1) Jumlah penduduk perkotaan.
2) Banyaknya fasilitas yang dimiliki seperti luas pasar,luas
kompleks pertokoan, jumlah fasilitas pendidikan, jumlah fasilitas
kesehatan dan lainnya.
3) Tingkat aksesibilitas dari kota tersebut terhadap kota terdekat
yang memiliki orde lebih tinggi diwilayah itu.
Ketiga faktor diatas bisa dianggap memiliki bobot yang sama
tetapi bisa juga berbeda, sesuai dengan pengamatan dilapangan
tentang faktor mana yang paling berpengaruh dalam membuat kota
bisa menarik pengunjung dari kota lain yang datang kekota tersebut.
a. Faktor jumlah penduduk
Setelah seluruh kota dalam wilayah analisis diidentifikasi,
dihitung jumlah penduduk disetiap kota. Kemudian kota
diurutkan berdasarkan jumlah penduduknya mulai dari yang
terbesar hingga yang terkecil. Setelah itu kota-kota itu dibagi
dalam beberapa kelas. Jumlah kelas sama dengan jumlah orde
perkotaan yang diinginkan. Terkadang dalam menentukan
jumlah kelas digunakan rumus Strurges, yaitu k = 1 + 3,3 log n,
dimana n = banyaknya kota. Kemudian ditentukanlah interval
kelas. Untuk kegunaan lain, biasanya kelas disusun dari yang
terkecil ke yang tebesar, namun dalam menyusun orde perkotaan
maka susunan kelas dibalik. Hal ini agar susunan kelas dapat
langsung dikaitkan dengan susunan orde perkotaan.

20
Ibid.,hal.169

21
b. Faktor jumlah fasilitas
Ada beberapa faktor yang menciptakan daya tarik bagi sebuah
kota, misalnya pasar, kompleks pertokoan, fasilitas pendidikan
dan fasilitas kesehatan. Akan tetapi, cukup banyak fasilitas lain
yang juga memiliki daya tarik dan apabila tidak dibatasi
membuat daftar menjadi panjang. Fasilitas lain misalnya
perbankan, apotik, notaris, pengacara dan lainnya. Untuk
mengukur fasilitas yang tersedia setiap kota, jumlah dan kualitas
masing-masing fasilitas perlu didata dan diinventarisasi. Dalam
mengukur daya tarik fasilitas, ada fasilitas sejenis yang
kualitasnya berbeda sehingga diperlukan pembobotan atau
pemberian nilai.
Pasar
Mengukur daya tarik pasar untuk pasar yang bersifat permanen,
dapat didasarkan atas luas pasar, ataupun jumlah pedagang yang
berjualan dipasar. Akan tetapi, ada juga pasar yang berupa
pekan yang hanya buka seminggu sekali atau lebih sering tapi
tidak setiap hari. Dari sudut hari operasi, bobot untuk pekan
harus dibagi tujuh. Akan tetapi karena kegiatan pedagang
dipekan cukup intensif maka bisa saja bobotnya ditetapkan
misalnya 30% dari pasar permanen.
Pertokoan
Sama seperti pasar daya tarik pertokoan dapat didasarkan atas
luas pertokoan dan jumlah toko.
Fasilitas pendidikan.
Fasilitas pendidikan sangat beragam. Dalam hal ini yang lebih
tepat digunakan adalah jumlah bangku sekolah ataupun jumlah
murid. Agar jumlah murid dari berbagai jenjang pendidikan
dapat dijadikan satu kesatuan ukuran,terpaksa diciptakan satuan
alat pengukur misalnya satuan SLTP atau satua SLTA.
Fasilitas kesehatan.

22
Sama saperti fasilitas pendidikan maka fasilitas kesehatan juga
cukup beragam. Ada praktek mantri, dokter umum, dokter
spesialis dan lainnya.
c. Tingkat Aksesibilitas
Yang dimaksud dengan tingkat aksesibilitas adalah kemudahan
mencapai kota tersebut dari kota/wilayah lain yang berdekatan
atau juga bisa dilihat dari sudut kemudahan mecapai wilayah
lain yang berdekatan bagi masyarakat yang tinggal di kota
tersebut. Ada berbagai unsur yang mempengaruhi tingkat
akesibilitas,misalnya kondisi jalan,jenis alat angkutan yang
tersedia, frekuensi keberangkatan dan jarak. Mengukur tingkat
aksesibilitas suatu kota/lokasi biasanya menggunakan rumus
gravitasi. Rumus sederhana yang dapat digunakan adalah
𝐏𝐢 𝐏𝐣
Tij = ∙ 𝐟 (𝐙𝐢)
𝐝𝐢𝐣 𝐛

Dengan menggunakan rumus diatas maka aksesibilitas tiap kota


dapat dihitung. Kemudian semua kota diurutkan mulai dari
tertinggi ke terendah. Urutan kota itu dibagi dalam kelas dengan
interval yang sama.
Ada metode lain dimana masing-masing faktor itu besarannya
dinyatakan dalam bentuk. Kemudian seluruh skor untuk tiap
kota dijumlahkan dan setelah itu dibagi ke dalam kelas. Menurut
penulis metode ini kurang efektif karena hanya menghasilkan
orde sebuah kota tetapi tidak bisa langsung melihat kekuatan
dan kelemahan kota dalam posisinya pada orde tersebut.21
I. PERMASALAHAN DALAM MENETAPKAN ORDE
PERKOTAAN
Tujuan menetapkan orde perkotaan salah satunya adalah agar
dapat diperkirakan luas wilayah pengaruh dari kota tersebut. Dari sini,
dapat diperkirakan jenis dan tingkat atau mutu fasilitas kepentingan
umum apa saja yang perlu dibangan di kota tersebut, yang dapat

21
Ibid.,hal.174

23
digunakan untuk melayani penduduk kota itu sendiri maupun penduduk
belakangnya yang sering dapat ke kota tersebut. Selain itu, hal ini juga
dapat digunakan untuk meperkirakan apakah fasilitas yang telah ada
dapat dimanfaatkan oleh penduduk kota tersebut dan penduduk
belakangnya. Orde perkotaan pada umumnya didasarkan atas jumlah
penduduk atau gabungan antara jumlah penduduk, jumlah fasilitas
kepentingan umum, dan tingkat aksesibilitas suatu kota terhadap kota
lain yang ordenya lebih tinggi dan berdekatan.22
Ada beberapa kesalahan yang sering dibuat dalam menetapkan
orde perkotaan. Yang pertama adalah penetapan batas kota didasarkan
atas batas administrasi, padahal seharusnya dalam menetapkan orde
perkotaan batas kota harus berdasarkan atas batas fisik atau batas
fungsi.
Permasalahan lainnya adalah, jika kota-kota berdasarkan ordenya
tersebar secara merata di seluruh wilayah, tidak ada masalah dalam
menetapkan metode orde perkotaan. Namun, sering kali terjadi
tumbuhnya beberapa kota sedang atau kecil yang berada pada pinggiran
kota besar atau metropolitan. Kota yang tumbuh berdekatan atau berada
pada pinggiran kota besar sering kali bukanlah sebuah kota mandiri
melainkan sebagai kota satelit dari kota besar. Sering dijumpai
bahwasanya kota satelit tidak hanya bekerja dalam kota besar tetapi
juga berbelanja, menyekolahkan anaknya, dan menggunakan fasilitas
umum lainnya di kota besar, bukan malah di kotanya sendiri. Jadi, di
sini kota satelit hanyalah dijadikan oleh penduduknya sebagai tempat
tinggal saja.23
Secara orde perkotaan karena jumlah penduduknya banyak,
fasilitas juga banyak yang tersedia serta memiliki aksesibilitas yang
mudah. Kota ini akan mendapat orde yang tinggi dari dibandingkan
dengan kota lain yang berada jauh dari kota besar. Namun, di sisi lain
telihat kota satelit sedikit sekali atau tidak memiliki daerah

22
Ibid., hal.175
23
Ibid., hal. 176

24
belakangnya, bahkan dia sendiri merupakan daerah belakang dari kota
besar yang masyarakat dari kota satelit ini banyak menggunakan
fasilitas-fasilitas yang ada di kota besar, bukan malah di kotanya
sendiri. Dengan demikian, penyediaan fasilitas jenis tertentu di kota
satelit bisa lebih rendah daripada total kebutuhan penduduk yang
tinggal di kota satelit tersebut. Seperti, kebutuhan akan fasilitas pasar,
kompleks pertokoan, pendididikan, kesehatan, berbagai jasa, dan
tempat hiburan bisa lebih rendah dari rata-rata total kebutuhan
penduduk kota satelit. Akan tetapi di sini, kebutuhan akan air minum,
listrik, telepon, dan pelayanan persampahan memang harus dikaitkan
dengan total penduduk di kota satelit tersebut (dengan tingkat
pelayanan tertentu). Sebaliknya kota yang jauh dari kota besar memiliki
wilayah belakang sehingga fasilitas yang perlu disediakan harus lebih
besar dari hanya untuk memenuhi kebutuhan penduduk dari kota itu
sendiri. Dengan dilihat dari kondisi di atas, bahwasanya kota satelit
perlu diturunkan ordenya sedangkan kota mandiri yang jauh dari kota
besar perlu ditingkatkan ordenya.24
J. MANFAAT ORDE (RANKING) PERKOTAAN
Manfaat menetapkan ranking perkotaan dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Rangking perkotaan adalah penyusun struktur ruang di suatu
wilayah. Dengan sistem transportasi (jaringan dan mode) dan
lokasi dari kegiatan besar yang terkonsentrasi (seperti: pariwisata,
industri,npertambangan) akan tercipta arus pergerakan orang dan
barang di wilayah tersebut atau pemusatan kegiatan terjadi dimana
saja dan luas wilayah pengaruhnya dari masing-masing pusat
kegiatan.25 Pengetahuan ini sangat berguna karena dapat digunakan
untuk meramalkan bagian wilayah mana saja yang akan cepat
berkembang.

24
Ibid., hal. 176
25
Ibid., hal.177

25
2. Ranking perkotaan dapat digunakan sebagai bahan untuk
penyusunan program, yaitu menentukan jenis dan besarnya fasilitas
yang perlu dibangun dikota tersebut sesuai dengan luas wilayah
dari pusat pertumbuhan. Makin tinggi orde suatu kota, maka makin
luas daerahnya dan makin besar fasilitas yang perlu disediakan.
Perlu diingat bahwa dalam menetapkan ranking perkotaan harus
menggunakan jumlah penduduk perkotaan, yaitu penduduk yang
tinggal pada lokasi yang sudah memenuhi syarat untuk
dikategorikan sebagai penduduk kota.
3. Orde perkotaan sebagai pembentuk struktur yang meramalkan
bagian wilayah mana saja yang cepat berkembang. Hal ini dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan lokasi dari berbagai
fasilitas yang sesuai dengan luas daerah yang hendak dilayani.
Makin tinggi orde suatu kota, maka makin lengkap fasilitas yang
harus disediakan.
4. Mudah memonitor apakah terjadi perubahan bentuk hubungan
antara kota orde yang lebih tinggi dengan kota orde yang lebih
rendah. Dengan demikian, dapat dimonitor kota yang lambat
tumbuh dan yang cepat tumbuhnya.
5. Sebagai bahan masukan untuk perencanaan perkotaan dan
perencanaan pembangunan daerah, termasuk penetapan kebijakan
tentang keseimbangan pertumbuhan antar kota dan antar kota
dengan daerah belakangnya.
6. Perlu diperhatikan kota-kota yang berada pada masa perubahan
(pancaroba). Jumlah penduduknya berada pada sekitar pertengahan
antara orde yang lebih rendah dengan orde yang lebih tinggi.26

26
Ibid.,hal.178

26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Di dalam perencanaan wilayah sangat perlu untuk menetapkan
suatu tempat pemukiman atau tempat berbagai kegiatan itu sebagai kota
atau bukan. Hal ini karena kota memiliki fungsi yang berbeda sehingga
kebutuhan fasilitasnya pun berbeda dibanding dengan daerah pedesaan
dan pedalaman. Padahal di pedesaan pun terdapat lokasi pemukiman
plus berbagai kegiatan nonpertanian, seperti perdagangan, warung kopi,
tukang pangkas, dan tukang jahit pakaian. Di pedesaan umumnya yang
menjadi kegiatan basis adalah sektor penghasilan barang (pertanian
industri dan pertambangan. Di dalam menetapkan apakah suatu
konsentrasi pemukiman itu sudah dapat dikategorikan sebagai kota atau
belum, perlu ada kriteria yang jelas untuk membedakannya. salah satu
kriteria yang umum digunakan adalah Jumlah dan kepadatan penduduk.
Kota generatif artinya kota yang menjalankan bermacam-macam
fungsi, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk daerah belakangnya
sehingga bersifat saling menguntungkan/ mengembangkan. Kota
parasitif adalah kota yang tidak banyak berfungsi untuk menolong
daerah belakangnya dan bahkan bisa mematikan berbagai usaha yang
mulai tumbuh di desa.

B. Saran
Bagi para pembaca jika ingin menambah wawasan dan ingin
mengetahui lebih jauh tentang materi ini, maka diharapkan dengan
kerendahan hati agar membaca buku-buku yang berkaitan dengan
materi ini. Tidak hanya membaca kita juga bisa menambah pengalaman
dari orang-orang yang sudah berpengalaman.

27
DAFTAR PUSTAKA

Tarigan, Robinson. 2005. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Jakarta: PT


Bumi Aksara.

Purhatmanto. 2007. Arahan Pusat Pelayanan Sebagai Upaya Pengendalian


Pemanfaatan Ruang di Jalan Lingkar Kota Weleri. Semarang: Tidak
diterbitkan.

28

Anda mungkin juga menyukai