KELOMPOK IX
ANGGOTA:
1. SONTA TUMANGGOR
2. YENNA RONIKA PURBA
3. PRASETYO
4. PURNA AFSARI METLIS
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kata Dyspepsia berasal dari bahasa -Yunani yang berarti pencernaan yang
sulit / jelek, juga dikenal sebagai sakit perut atau gangguan pencernaan, mengacu
pada kondisi gangguan pencernaan Ini adalah suatu kondisi medis yang ditandai
dengan nyeri kronis atau berulang di atas. perut kepenuhan dan merasa kenyang
lebih awal dari yang diharapkan ketika makan. Hal ini dapat disertai dengan
kembung, bersendawa, mual, atau mulas. Dispepsia adalah masalah umum, dan
sering akibat penyakit gastroesophageal reflux (GERD) atau gastritis, tetapi dalam
sebuah minoritas kecil mungkin merupakan gejala pertama dari penyakit ulkus
peptikum (tukak lambung dari lambung atau duodenum) dan kadang-kadang
kanker
Banyak sumber, banyak juga angka yang diberikan. Ada yang menyebut 1
dari 10 orang, namun ada juga yang menyatakan sekitar 25 persen dari populasi.
Mengenai jenis kelamin, ternyata baik lelaki maupun perempuan bisa terkena
penyakit itu. Penyakit itu tidak mengenal batas usia, muda maupun tua, sama saja.
Di Indonesia sendiri, survei yang dilakukan dr Ari F Syam dari FKUI pada tahun
2001 menghasilkan angka mendekati 50 persen dari 93 pasien yang diteliti.
Sayang, tidak hanya di Indonesia , di luar negeri pun, menurut sumber di Internet,
banyak orang yang tidak peduli dengan dispepsia itu. Mereka tahu bahwa ada
perasaan tidak nyaman pada lambung mereka, tetapi hal itu tidak membuat
mereka merasa perlu untuk segera memeriksakan diri ke dokter.
B. Tujuan
Untuk mengetahui lebih dalam tentang dispepsia
C. Manfaat
Adapun manfaat yang diharapkan dari pembuatan makalah ini adalah agar
pemakalah dapat memberikan informasi kepada para pembaca makalah.
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. PENGERTIANAN
Dyspepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis yang terdiri dari
rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap atau mengalami
kekambuhan. Keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa rasa panas di
dada ( heartburn) dan regurgitasi asam lambung, kini tidak lagi termasuk
dyspepsia ( Mansjoer, Arif Edisi III, 2000 hal : 488). Pengertian dyspepsia terbagi
dua, yaitu:
a. Dyspepsia organic, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organik terdapat keluhan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas jari,
radang pancreas, radang empedu, dan lain – lain.
b. Dyspepsia non-organik atau dyspepsia fungsional, atau dyspepsia non-ulkus
(DNU), bila tidak jelas penyebabnya. Dyspepsia fungsional tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, endoskopi ( teropong saluran pencernaan).
(Mansjoer, 2000)
B. KLASIFIKASI
a. Dispepsia Fungsional
Terdapat bukti bahwa dispepsia fungsional berhubungan dengan
ketidaknormalan pergerakan usus (motilitas) dari saluran pencernaan bagian
atas (esofagus, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga
dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung atau
gangguan pergerakan (motilitas) piloroduodenal.
Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan terlalu
banyak udara. Misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah
secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang
senang menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya
cair).
Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus.
Kebiasaan lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi
kafein (kopi), alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi.
Mereka yang sensitif atau alergi terhadap bahan makanan tertentu, bila
mengonsumsi makanan jenis tersebut, bisa menyebabkan gangguan pada
saluran cerna. Begitu juga dengan jenis obat-obatan tertentu, seperti Obat Anti-
Inflamasi Non Steroid (OAINS), Antibiotik makrolides, metronidazole), dan
kortikosteroid. Obat-obatan itu sering dihubungkan dengan keadaan dispepsia.
Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis yang
berlebihan.
b. Penyakit Refluks Asam/Organik
Cukup sering ditemukan dispepsia akibat asam lambung yang meluap hingga
ke esofagus (saluran antara mulut dan lambung). Karena saluran esofagus tidak
cukup kuat menahan asam -yang semestinya- tidak tumpah, karena pelbagai
sebab, pada orang tertentu asam lambung bisa tumpah ke esofagus dan
menyebabkan dispepsia. Dispepsia jenis itu bisa menyebabkan nyeri pada
daerah dada.
c. Diagnosis
Mencari tahu sebab (diagnosis) dari dispepsia tidaklah mudah. Dalam dunia
kedokteran, diagnosis harus ditegakkan dulu sebelum memberi pengobatan.
Dalam hal itu pengobatan dispepsia boleh dibilang relatif sukar karena untuk
mengetahui dengan pasti penyebab penyakit itu relatif tidak gampang.
C. ETIOLOGI
Dispepsia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit dan pola hidup. Menurut
Guyton (1997) berikut ini berbagai penyakit (kondisi medis) yang dapat
menyebabkan keluhan dispepsia :
a. Dispepsia fungsional (nonulcer dyspepsia). Dispepsia fungsional adalah rasa
tidak nyaman hingga nyeri di perut bagian atas yang setelah dilakukan
pemeriksaan menyeluruh tidak ditemukan penyebabnya secara pasti.
Dispepsia fungsional adalah penyebab maag yang paling sering.
b. Tukak lambung (stomach ulcers). Tukak lambung adalah adanya ulkus atau
luka di lambung. Gejala yang paling umum adalah rasa sakit yang
dirasakan terus menerus, bersifat kronik (lama) dan semakin lama semakin
berat.
c. Refluks esofagitis (gastroesophageal reflux disease)
d. Pangkreatitis
e. Iritable bowel syndrome
f. Pemakaian obat penghilang nyeri secara terus menerus. Obat analgesik anti
inflamasi nonsteroid (AINS) seperti aspirin, ibuprofen dan naproxen dapat
menyebabkan peradangan pada lambung. Jika pemakaian obat – obat
tersebut hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung
akan kecil. Tapi jika pemakaiannya secara terus menerus atau pemakaian
yang berlebihan dapat mengakibatkan maag.
g. Stress fisik. Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar
atau infeksi berat dapat menyebabkan gastritis serta pendarahan pada
lambung.
h. Malabsorbsi (gangguan penyerapan makanan)
i. Penyakit kandung empedu
j. Penyakit liver
k. Kanker lambung (jarang)
l. Kanker esofagus (kerongkongan)(jarang)
m. Penyakit lain (jarang)
D. PATOFISIOLOGI
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas,
zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan stres, pemasukan
makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong, kekosongan lambung
dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat gesekan antara dinding-dinding
lambung, kondisi demikian dapat mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang
akan merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di
medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.
E. PATHWAYS
F. MANIFESTASI KLINIS
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan, membagi
dyspepsia menjadi tiga tipe:
1) Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus ( Ulkus – like dyspepsia ), dengan
gejala:
§ Nyeri epigastrium terlokalisasi
§ Nyeri hilang setelah makan atau peberian antacid
§ Nyeri saat lapar
§ Nyeri episodic
2) Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas ( dismotility-like
dyspepsia), dengan gejala:
§ Mudah kenyang
§ Perut cepat terasa penuh saat makan
§ Mual
§ Muntah
§ Upper abdominal bloating
§ Rasa tak nyaman bertambah saat makan.
3) Dyspepsia nonspesifik (tidak ada gejala seperti kedua tipe di atas).
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan. (Sujono,
2006)
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang harus bias menyingkirkan kelainan serius,
terutama kanker lambung, sekaligus menegakkan diagnosis bila mungkin.
Sebagian pasien memiliki resiko kanker yang rendah dan dianjurkan untuk terapi
empiris tanpa endoskopi. Menurut Schwartz, M William (2004) dan Wibawa
(2006) berikut merupakan pemeriksaan penunjang:
a. Tes Darah
Hitung darah lengkap dan LED normal membantu menyingkirkan
kelainan serius. Hasil tes serologi positif untuk Helicobacter
pylori menunjukkan ulkus peptikum namun belum menyingkirkan
keganasan saluran pencernaan.
b. Endoskopi (esofago-gastro-duodenoskopi)
Endoskopi adalah tes definitive untuk esofagitis, penyakit epitellium
Barret, dan ulkus peptikum. Biopsi antrum untuk tes ureumse
untuk H.pylori (tes CLO).
Endoskopi adalah pemeriksaan terbaik masa kini untuk menyingkirkan
kausa organic pada pasien dispepsia. Namun, pemeriksaan H.
pylori merupakan pendekatan bermanfaat pada penanganan kasus
dispepsia baru. Pemeriksaan endoskopi diindikasikan terutama pada
pasien dengan keluhan yang muncul pertama kali pada usia tua atau
pasien dengan tanda alarm seperti penurunan berat badan, muntah,
disfagia, atau perdarahan yang diduga sangat mungkin terdapat penyakit
struktural.
Pemeriksaan endoskopi adalah aman pada usia lanjut dengan
kemungkinan komplikasi serupa dengan pasien muda. Menurut Tytgat
GNJ, endoskopi direkomendasikan sebagai investigasi pertama pada
evaluasi penderita dispepsia dan sangat penting untuk dapat
mengklasifikasikan keadaan pasien apakah dispepsia organik atau
fungsional. Dengan endoskopi dapat dilakukan biopsy mukosa untuk
mengetahui keadaan patologis mukosa lambung.
c. DPL : Anemia mengarahkan keganasan
d. EGD : Tumor, PUD, penilaian esophagitis
e. Dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan laboratorium termasuk hitung
darah lengkap, laju endap darah, amylase, lipase, profil kimia, dan
pemeriksaan ovum dan parasit pada tinja. Jika terdapat emesis atau
pengeluaran darah lewat saluran cerna maka dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan barium pada saluran cerna bgian atas.
H. PENATALAKSANAAN MEDIS
a. Penatalaksanaan non farmakologis
1) Menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung
2) Menghindari faktor resiko seperti alkohol, makanan yang peda, obat-obatan
yang berlebihan, nikotin rokok, dan stres
3) Atur pola makan
b. Penatalaksanaan farmakologis yaitu:
Sampai saat ini belum ada regimen pengobatan yang memuaskan terutama dalam
mengantisipasi kekambuhan. Hal ini dapat dimengerti karena pross
patofisiologinya pun masih belum jelas. Dilaporkan bahwa sampai 70 % kasus DF
reponsif terhadap placebo.
Obat-obatan yang diberikan meliputi antacid (menetralkan asam lambung)
golongan antikolinergik (menghambat pengeluaran asam lambung) dan prokinetik
(mencegah terjadinya muntah).
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan, anoreksia.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan mencapai rentang yang
diharapkan individu, dengan kriteria menyatakan pemahaman kebutuhan
nutrisi
INTERVENSI RASIONAL
1. Pantau dan dokumentasikan dan Untuk mengidentifikasi
haluaran tiap jam secara adekuat indikasi/perkembangan dari hasil
yang diharapkan
2. Timbang BB klien Membantu menentukan
3. Berikan makanan sedikit tapi keseimbangan cairan yang tepat
sering 3. meminimalkan anoreksia, dan
4. mengurangi iritasi gaster
Catat status nutrisi paasien: turgor
4. Berguna dalam mendefinisikan
kulit, timbang berat badan, derajat masalah dan intervensi
integritas mukosa mulut, yang tepat Berguna dalam
kemampuan menelan, adanya pengawasan kefektifan obat,
bising usus, riwayat mual/rnuntah kemajuan penyembuhan
atau diare.
Kaji pola diet klien yang
5. Membantu intervensi kebutuhan
disukai/tidak disukai. yang spesifik, meningkatkan
intake diet klien.
6. Monitor intake dan output secara
6. Mengukur keefektifan nutrisi dan
periodik. cairan
Catat adanya anoreksia, mual,
7. Dapat menentukan jenis diet dan
muntah, dan tetapkan jika ada mengidentifikasi pemecahan
hubungannya dengan masalah untuk meningkatkan
medikasi.Awasi frekuensi, intake nutrisi.
volume, konsistensi Buang Air
Besar (BAB).
2. DS : Ketidakseimbangan Anoreksia
Klien mengatakan tidak nutrisi kurang dari
nafsu makan kebutuhan tubuh
Klien mengatakan hanya
menghabiskan 5 sendok
makan
Klien mengatakan mual
DO :
Mukosa bibir klien tampak
kering
Abdomen terdengar
hipertimpani
Data Antropometrik
BB : 50 kg
TB : 165 cm
LLA : 23 cm
3. DS : Intoleransi aktivitas Tirah baring/
Keluarga klien mengatakan imobilisasi
klien tidak dapat
beraktivitas sendiri
DO :
Klien tampak lemah dan
terbaring ditempat tidur
Skala aktivitas 2
Prioritas Masalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan iritsi pada mukosa lambung.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan Anoreksia.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Tirah baring/ imobilisasi.
III. PERENCANAAN
HARI/ DIAGNOSA PERENCANAAN
N
TANGG KEPERAWA
O TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
AL TAN
1. Senin, Nyeri b.d Nyeri akut 1. Kaji 1. berguna
16Septe Iritasi pada teratasi selama status dalam
mber mukosa 3 hari nyeri pengawasa
2019 lambung perawatan 2. Observa n kefektifan
ditandai dengan kriteria si TTV obat dan
dengan evaluasi : 3. berikan kemajuan
kompres penyembuh
Klien Klien hangat an.
mengat tidak 4. berikan 2. mengetahui
akan lagi posisi pengaruh
nyeri merasa nyaman nyeri
pada adanya 5. kolabora terhadap
abdome nyeri si TTV
n atas Klien dengan 3. Meningkata
(epigast tidk lagi pemberi n peredaran
rium) tampak an obat darah
Klien meringi analgeti dengan
mengat s k vasodilatasi
akan kesakita dapat
nyeri n mengurangi
pada Skla rasa nyeri
abdome nyeri 0 4. posisi yang
n cepat
karena membuat
tidak nyeri tida
ada terasa
makan 5. mengurangi
Klien rsa nyeri/
mengat dapat
akan terkontrol
nyeriny
a
seperti
ditusuk-
tusuk
Klien
mengat
akan
nyeriny
a bisa
berjam-
jam
Klien
mengat
akan
nyeri
saat
abdome
nnya
ditekan
Klien
tampak
meringi
s
kesakita
n
Skala
nyeri 3
(berat)
2. Senin, Ketidakseimba Ketidakseimba 1. Kaji 1. menunjukk
16Septe ngan nutrisi ngan nutrisi status an faktor
mber kurang dari kurang dari nutrisi yang
2019 kebutuhan kebutuhan 2. Timban mempengar
tubuh b.d tubuh teratasi g BB uhi
Anoreksia selama 3 hari tiap hari kebutuhan
ditandai perawatan 3. Ajarkan nutrisi
dengan dengan kriteria makan 2. membantu
evaluasi : sedikit mementuka
Klien tapi n
mengat Klien sering keseimbang
akan mengat 4. kaji an cairan
tidak akan sejauh 3. dapat
nafsu mengha mana menurunka
makan biskan ketidaka n asam
Klien porsi dekuata lambung
mengat makana n nutrisi 4. menganalis
akan n yang a penyebab
hanya disediak melaksanak
mengha an RS an
biskan Klien intervensi
5 mengat
sendok akan
makan tidak
Klien mual
mengat lagi
akan Mukosa
mual bibir
tampak
Mukosa lembab
bibir
Abdom
klien
en
tampak
terdeng
kering
ar
Abdom timpani
en
terdeng
ar
hiperti
mpani
3 Senin,16 Intoleransi Intoleransi 1. kaji 1. untuk
Septembe aktivitas aktivitas tingkat mengetahui
r berhubungan teratasi selama toleransi seberapa
2019 dengan Tirah 3 hari aktivitas besar
baring/ perawatan 2. berikan toleransi
imobilisasi dengan kriteria lingkun klien dalam
ditandai evaluasi : gan beraktivitas
dengan yang 2. meningkatk
Klien tenang an periode
Keluarg dapat 3. anjurkan istirahat
a klien beraktiv untuk klien
mengat itas membat shingga
akan secara asi meminimal
klien mandiri aktivitas isis
tidak Klien dan kelelahan
dapat tidak melakuk 3. aktivitas
lagi an yang
beraktiv
tampak perawat berlebihan
itas
lemah an mengakibat
sendiri
Skala sesuai kan
Klien kebutuh kelelahan
aktivita
tampak an dan proses
s0
lemah penyakit.
dan
terbarin
g
ditempa
t tidur
Skala
aktivita
s2
IV. IMPLEMENTASI
HARI/ NO
N PUKU EVALUASI PARA
TANGGA . IMPLEMENTASI
O L TINDAKAN F
L DX
1. Senin, 08.30 I 1. mengkaji status 1. klien
16Septembe nutrisi mengataka
r 09.15 2. mengobservasi n nyeri
2019 TTV pada
09.00 3. Memberikan abdomen
kompres hangat da
nyerinya
seperti
ditusuk-
tusuk
selama
berja-jam
2. Hail TTV
klien :
TD : 110/ 60
mmHg
N : 100
x/menit
R : 20 x/menit
S : 38°C
1. Klien
mengataka
n nyerinya
berkurang.
2. Senin, 08.30 II 1. mengkaji status 1. klien
16 nutrisi mengataka
september 08.30 2. mengobservasi n hanya
2019 penyebab tidak dapat
nafsu makan menghabis
08.30 3. menganjurkan kan 5
makan sedikit sendok
tapi sering makn
2. klien
mengatakn
tidak nafsu
makn
karena
mual
3. klien
mengatkan
apabila
tidak mual
dan nyeri
akan
makan
3. Senin, 09.00 III 1. mengkaji tingkat 1. Aktivitas
16Septembe toleransi klien 2
r aktivitas (dengan
2019 09.01 2. menganjurkan bantuan
untuk membatasi orang lain)
aktivitas dan 2. klien
melakukan memahami
perawatan sesuai agar
kebutuhan terhindar
dari
kelelahan
V. EVALUASI
HARI/ NO.
NO PUKUL Evaluasi hasil PARAF
TANGGAL DX
1. Senin, 09.00 I S : klien mengatakan nyeri pada
16 abdomen dan nyerinya seperti
September ditusuk-tusuk selama berjam-jam.
2019 O : klien tampak meringis
kesakitan.
A : maslah nyeri akut belum
teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
kaji status nyeri
observasi ttv
berikan kompres hangat
08.15 II S : klien mengatakan hanya dapat
menghabiskan 5 sendok makan
O : Mukosa bibir klien tampak
kering dan abdomen terdengar
hipertimpani
A: masalah Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
kaji status nutrisi
anjurkan makan sedikit tapi
sering
08.45 III S : klien mengatakan klien tidak
dapat beraktivitas
O: klien tampak lemah dan
terbaring ditempat tidur
A: masalah intoleransi aktivitas
belum teratasi
P: intervensi dilanjutkan
kaji skala aktivitas
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddart, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8 Vol. 2 Jakarta, EGC
Inayah Iin, 2004, Asuhan Keperawatan pada klien dengan gangguan sistem
pencernaan, edisi pertama, Jakarta, Salemba Medika.
Manjoer, A, et al, 2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta, Medika aeusculapeus
Suryono Slamet, et al, 2001, buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI
Doengoes. E. M, et al, 2000, Rencana asuhan keperawatan, edisi 3 Jakarta, EGC
Price & Wilson, 1994, Patofisiologi, edisi 4, Jakarta, EGC
Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI