Anda di halaman 1dari 7

EVALUASI DESAIN UNIVERSAL RUANG TERBUKA PUBLIK TEPIAN AIR

(STUDI KASUS : KAWASAN SIRING NOL KILOMETER KOTA BANJARMASIN)

Evan Elianto Supar, S.T., M.Sc.1* Muhammad Rudiy, M.T.2


1,2
Program Studi Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah Banjarmasin
Gedung Ahmad Azhar Baasyir Lt. 3 Kampus Utama Jl. Gubernur H. Syarkawi,
Kabupaten Barito Kuala, Provinsi Kalimantan Selatan
*
Email: evanelianto@umbjm.ac.id1*; muhammadrudiy@umbjm.ac.id2

Abstrak
Ruang terbuka publik sebagai amanat undang-undang merupakan, sebuah prinsip yang harus
dijalankan demi terwujudnya keadilan dan kesetaraan kepada semua kalangan. Kota
Banjarmasin yang terus berbenah memanfaatkan kawasan tepian sungai sebagai lokasi
pengembangan ruang terbuka publik. Cerminan identitas kota sebagai Kota Seribu Sungai
merupakan hal yang penting untuk diwujudkan, namun manfaat dari keberadaan fasilitas publik
tidak boleh diabaikan agar dapat dimanfaatkan oleh seluruh kalangan.
Penelitian ini memiliki fokus pada evaluasi terhadap penerapan desain universal pada ruang
terbuka publik tepian sungai, dengan lokasi di Kawasan Siring Nol Kilometer, Kota
Banjarmasin. Penelitian ini membandingkan antara literatur yang telah ada dengan kondisi
lapangan. Penelitian ini menghasilkan temuan berupa elemen desain univerasal dikelompokkan
menjadi 4 (empat) yaitu, akses, keamanan, media informasi dan pelayanan kawasan.

Kata kunci: banjarmasin, desain universal, ruang publik, tepian air

1. PENDAHULUAN
Ruang publik di perkotaan memilik fungsi penting, baik secara sosial, ekosistem maupun
ekonomi. Berdasarkan amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, sebuah wilayah
perkotaan idealnya memiliki minimal 30% dari luas wilayah berupa ruang terbuka, yang terdiri dari
20% ruang terbuka publik dan 10% ruang terbuka privat. Kota Banjarmasin secara geografis berada
di 16 cm dibawah permukaan laut dan memiliki banyak aliran sungai yang membelah kota ini
sehingga mendapat julukan sebagai Kota Seribu Sungai. Sehingga dengan kondisi geografis kota
yang dialiri banyak sungai mengarahkan pembangunan ruang terbuka publik pada bagian tepian
sungai. Sejak tahun 2006 dimulai penataan pada kawasan tepian sungai di Kota Banjarmasin,
penataan dilakukan dengan mengubah bagian tepian sungai sebagai beranda kota. Salah satu ruang
publik yang berada pada tepian sungai di kota ini yaitu Kawasan Siring Nol Kilometer Kota
Banjarmasin yang dibangun pada Tahun 2016.
Sebagai ruang terbuka publik, tentu kawasan ini dapat menjadi salah satu penguat identitas
Kota Seribu Sungai. Setiap akhir pekan, warga kota berduyun-duyun mengunjungi kawasan ini
sebagai sarana rekreasi kota. Peruntukan ruang terbuka publik untuk semua kalangan baik kalangan
tua, muda, laki-laki, perempuan, kalangan dengan keterbatasan tertentu, merupakan amanat UU
Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas menjadikan isu ini menjadi
menarik untuk diangkat, terlebih lagi ruang terbuka publik berada pada bagian tepian sungai. Selain
penyandang disabilitas, banyak dari pengunjung kawasan ini adalah orang tua dan anak anak,
sehingga kemudahan dalam memanfaatkan ruang publik bagi seluruh kalangan menjadi isu yang
diangkat dalam penelitian ini. Penelitian ini fokus terhadap kajian arsitektural desain universal ruang
terbuka publik kawasan tepian air.

1.1. Ruang Terbuka Publik


Ruang terbuka publik merupakan ruang yang dapat diakses oleh siapa saja, kapan saja tanpa
batasan. Menurut Carr (1992) ruang terbuka yang efektif setidaknya meliputi 3 prinsip, yaitu
responsif, demokratis dan bermakna. Responsif, mampu memenuhi kebutuhan setiap individu
pengguna ruang terbuka publik. Demokratis, mampu memberikan perlindungan terhadap hak-hak
individu. Bermakna, mampu memberikan interaksi yang luas antara individu dan lingkungannya.
Ruang terbuka publik dapat berupa alun-alun, taman, jalur pejalan kaki.

Forum Grup Diskusi Teknologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FGDT XI-PTM) 16


1.2. Kawasan Tepian Air
Kawasan Siring Nol Kilometer merupakan kawasan rekreasi yang berada pada tepian air,
tepatnya tepian Sungai Martapura. Kawasan tepian air menurut Hornby (dalam Yudha, 2011)
merupakan pertemuan antara sisi daratan dan perairan yang berbatasan langsung, dapat berupa
sungai, laut, danau dan sejenisnya. Sedangkan berdasarkan jenisnya menurut Breen (1994) kawasan
tepian air dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) yaitu, mixed-use waterfront (1); residential
waterfront (2); working waterfront (3); dan recreational waterfront (4). Tujuan pengembangan
kawasan tepian air terutama yang memiliki fungsi ruang terbuka publik menurut Martires (2007)
sebagai berikut, kemudahan akses fisik dan visual dari darata menuju perairan (1); menciptakan
keterhubungan kawasan daratan dan kawasan tepian air (2); berpadu dengan daratan sebagai ruang
terbuka (3).

1.3. Desain Universal


Desain universal dapat didefinisikan sebagai desain produk dan lingkungan yang dapat
digunakan dan dialami oleh orang-orang dari segala usia dan kemampuan, semaksimal mungkin,
tanpa adaptasi (Centre for Accessible Housing, 1995). Berdasarkan pengertian diatas desain
universal menekankan pada fungsi dari sebuah fitur dapat digunakan oleh semua kalangan baik
dengan hambatan maupun tidak dengan hambatan.
Menurut Center for Universal Design di North Carolina State University prinsip-prinsip
desain universal meliputi :
1. Equitable Use, desain yang dapat digunakan oleh pengguna dengan beragam kemampuan.
Pedoman sebagai berikut:
 Penyediaan sarana yang sama bagi semua penggunaatau paling tidak setara;
 Menghindari pengelompokan atau pembentukan stigma pada pengguna;
 Ketentuan untuk privasi, keamanan, dan keselamatan harus tersedia bagi semua pengguna;
dan
 Desain menarik bagi seluruh pengguna .
2. Flexibility in Use, desain yang mengakomodasi beragam pilihan dan kemampuan individu
pengguna. Pedoman sebagai berikut:
 Memberikan pilihan dalam metode penggunaan;
 Mengakomodir penggunaan dengan tangan kanan maupun kidal;
 Memfasilitasi akurasi dan presisi pengguna; dan
 Mampu mengakomodir kemampuan adaptasi pengguna
3. Simple and Intuitive Use, desain yang mudah dipahami dengan mengakomodir berbagai
pengalaman, pengetahuan, kemempuan bahasa datau tingkat konsentrasi pengguna. Pedoman
sebagai berikut:
 Menghilangan unsur yang tidak perlu;
 Konsisten terhadap kemampuan dasar semua pengguna;
 Mengakomodasi seluruh penggunaan bahasa dan komunikasi;
 Informasi yang sesuai dengan maksudnya; dan
 Melaksanakan evaluasi berkala terhadap desain.
4. Perceptible Information, desain yang mempu mengkominikasikan informasi secara efektif
kepada pengguna dengan mengakomodir seluruh kondisi sekitar atau kemampuan sensorik
pengguna. Pedoman sebagai berikut:
 Penggunaan beragam jenis marka (gambar, ucapan, dsb) dalam petunjuk secara berulang
guna menyampaikan informasi penting;
 Semaksimal mungkin informasi penting dapat terbaca;
 Memberikan unsur-unsur pembeda pada media penyempaian informasi sehingga mudah di
ketahui; dan

Forum Grup Diskusi Teknologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FGDT XI-PTM) 17


 Memberikan kemudahan mendapatkan informasi bagi pengguna dengan keterbatasan
sensorik
5. Tolerence for Error, desain yang meminimalkan bahaya dan kerugian akibat kecelakaan atau
kejadian yang tidak diinginkan. Pedoman sebagai berikut:
 Pengaturan terhadap unsur-unsur yang meminimalkan bahara dan kesalahan, mulai dari
unsur yang sering digunakan, unsur yang mudah diakses, unsur yang berbahaya
dihilangkan, diisolasi atau ditutupi;
 Menyediakan peringatan terhadap potensi bahaya dan kesalahan;
 Menyediakan fitur jika terjadi bahaya dan kesalahan; dan
 Mencegah hilangnya kewaspadaan dalam setiap tindakan secara sadar.
6. Low Physical Effort, desain dapat digunakan secara efisien dan nyaman tanpa kelelahan dan
atau tingkat kelelahan yang rendah. Pedoman sebagai berikut:
 Memungkinkan pengguna mempertahankan posisi tubuh dalam kondisi netral;
 Menggunakan kekuatan yang sewajarnya; dan
 Meminimalisir upaya fisik yang berulang-ulang dan terus-menerus;
7. Size and Space for Approch and Use, desain ukuran dan ruang yang sesuai disediakan untuk
pendekatan, jangkauan, manipulasi, dan penggunaan dengan mengakomodir semua ukuran
tubuh, postur, atau mobilitas pengguna.
 Menyediakan jalur, bentuk dan elemen yang jelas terhadap pengguna normal dan pengguna
dengan kursi roda;
 Membuat semua komponen yang dapat diraih dengan nyaman baik oleh pengguna normal
maupun pengguna dengan kursi roda;
 Mengakomodasi ragam ukuran dan cengkraman tangan; dan
 Menyediakan ruang yang cukup untuk pengguna beserta alat bantu atau asisten pribadi bagi
pengguna dengan keterbatasan.
Berdasarkan uraian diatas, terdapat 3 unsur utama, yaitu prinsip ruang terbuka publik, tujuan
pengembangan kawasasan tepian air, dan prinsip desain universal. Ketiga uraian diatas
dikelompokkan menjadi 4 elemen desain universal ruang terbuka publik tepian air, yaitu akses (1),
keamanan (2), media informasi (3), dan pelayanan kawasan (4).

2. METODOLOGI
Lokasi penelitian berada di Kota Banjarmasin, Provinsi Kalimantan Selatan, tepatnya di
Kawasan Siring Nol Kilometer Jendral Sudirman, Kelurahan Antasan Besar, Kecamatan
Banjarmasin Tengah Kota Banjarmasin. Lokasi ini berada dipusat kota sehingga dengan mudah dapat
dicapai melalui jalur darat dan jalur sungai.
Pengumpulan data menggunakan studi literatur dan peninjauan langsung terhadap lokasi
peneltian. Studi literatur berupa kegiatan pengumpulan dan pemilihan informasi dan data mengenai
prinsip desain universal, perancangan pada kawasan tepian air dan hal yang berkaitan dengan fasilitas
di ruang terbuka publik termasuk hasil penelitian, jurnal yang berkaitan terhadap pembahasan. Studi
literatur juga mencakup tentang peraturan dan pedoman perancangan tentang akseibilitas, dalam hal
ini peraturan dan pedoman yang dikeluarkan oleh pihak berwenang bersifat sebagai suplemen
tambahan. Peninjauan langsung atau obeservasi dilakukan guna mendapatkan data akurat mengenai
penerapan desain universal pada lokasi penelitian.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Kawasan Siring Nol Kilometer merupakan ruang terbuka linier di sepanjang Jalan Jendral
Sudirman yang berbatasan langsung dengan sungai martapura memiliki panjang  600 m. Kawasan
penelitian berbatasan langsung dengan Sungai Martapura pada bagian timur, pada bagian selatan
berbatasan dengan Kawasan Masjid Sabilal Muhtadin, sedangkan pada bagian barat berbatasan
dengan Kawasan Ex-Perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan, dan Kawasan Pasar

Forum Grup Diskusi Teknologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FGDT XI-PTM) 18


Lama merupakan batas pada bagian utara. Kawasan ini terdiri dari jalur pejalan kaki, beberapa titik
dermaga, fasilitas skateboard sederhana serta beragam vegetasi.

Gambar 1. Lokasi Kawasan Siring Nol Kilometer


(Sumber: diolah kembali dari maps.google.com, akses Juli 2018)

3.1. Akses
Area Parkir
Area parkir terbagi menjadi 2, pada bagian utara kawasan merupakan area parkir kendaraan
roda empat, sedangkan pada sepanjang jalan digunakan sebagai parkir kendaraan roda dua. Kedua
area parkir ini tidak memiliki fitur bagi pengguna dengan keterbatasan fisik, tidak adanya
informasiterhadap fasilitas parkir bagi pengguna dengan keterbatasan. Area parkir bersinggungan
langsung dengan jalan umum, sehingga membahayakan keduanya, tidak adanya kejelasan terhadap
ukuran dan ruang yang dapat digunakan setiap pengguna.

Gambar 3. Area parkir kendaraan roda empat (kiri) dan roda dua (kanan)

Media/alat Perpindahan Vertikal (tangga/ram)


Tangga pada kawasan terletak disepanjang kawasan, namun beberapa posisi tangga tidak
memungkinkan untuk digunakan. Beberapa tangga memiliki ketinggian yang menyulitkan serta
membahayakan bagi pengguna karena memiliki ketinggian lebih dari 20 cm. Ketinggian yang
Beberapa tangga juga tidak menggunakan railing/pegangan tangan. Selain tangga pada kawasan juga
terdapat ramp, namun hanya terdapat 1 buah disepanjang kawasan. Tinggi ram ± 60 cm dengan
panjang ± 300 cm dan lebar ± 90 cm, dengan demikian perbandinnga kemiringan ram adalah 1 : 20.
Berdasarkan Permen PUPR No. 14 Tahun 2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan
perbandingan ram maksimal adalah 1 : 12, sehingga desain ram dapat membahayakan dan tidak layak
untuk digunakan. Tidak adanya ram dari area parkir roda dua dan empat menuju trotoar menyulitkan
akses pengguna dengan keterbatasan fisik sehingga akan sulit untuk digunakan

Forum Grup Diskusi Teknologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FGDT XI-PTM) 19


Gambar 3. Akses tangga terhalang pohon (kiri), tangga pada dermaga (tengah), ram (kanan)
Jalur Pejalan Kaki

Jalur pejalan kaki merupakan fasilitas utama pada kawasan karena berdekatan dengan atraksi
utama, berupa pemandangan Sungai Martapura. Jalur pejalan kaki memiliki dimensi yang sangat
memadai dengan lebar ± 600 cm dan total panjang jalur ± 600 m, pada bagian yang bersinggunan
dengan sungai dilengkapi dengan pagar pengaman. Pada jalur pejalan kaki menggunakan beragam
material, yaitu keramik, jalur pemandu bagi tunanetra, susunan batu sikat dan susunan batu refleksi.
Berdasarkan pengamatan lapangan penggunaan material keramik sebagian besar
menggunakan tekstur kasar dipadukan dengan susunan batu sikat, relatif aman untuk digunakan
semua kalangan. Fitur susunan batu refleksi juga dengan mudah dapat digunakan dengan atau tanpa
alas kaki. Perletakan jalur pemandu terlalu melekat pada susunan batu refleksi sehingga
memungkinkan penggunan untuk tersandung, selain itu penggunaan tipe jalur pemandu hanya
menggunakan tekstur pengarah tanpa tekstur peringatan. Berdasarkan Permen PUPR No. 14 Tahun
2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan ubin pengarah (guiding block) dan ubin peringatan
(warning block) harus dipasang dengan benar sehingga dapat memberikan orientasi yang jelas
kepada penggunanya.

Gambar 4. Dari kiri kekanan, penggunaan material pada jalur pejalan kaki, jalur pemandu
yang tidak terhubung, pada bagian dermaga dan trotoar tidak menggunakan jalur pemandu.

Dermaga
Kawasan Siring Nol Kilometer dapat diakses melalui teransportasi darat maupun sungai,
sehingga memungkin untuk menyediakan dermaga pada kawasan ini. Secara keseluruhan terdapat 3
(tiga) titik dermaga pada kawasan ini, berdasarkan pengamatan pada ketiga dermaga tidak dapat
digunakan oleh pengguna dengan keterbatasan fisik, hal ini terlihat dari bentuk dermaga yang hanya
menyerupai tangga tanpa pengaman dan fitur tambahan apapun. Pengguna dengan keterbatasan fisik
harus dibantu untuk dapat berpindah moda angkutan pada kawasan ini. Tidak adanya landasan yang
dapat menyesuaikan ketinggian terhadap air menambah sulitnya kawasan ini diakses melalui sungai.

3.2. Keamanan
Penerangan
Penerangan berperan pada waktu malam hari, memberikan pencahayaan yang cukup sehingga
memudahkan pengguna untuk beraktifitas maksimal pada kawasan. Kawasan Siring Nol Kilometer
menggunakan penerangan umum dengan bersumber dari energi matahari. Lampu penerangan ini
diletakkan pada jalur pejalan kaki, taman serta trotoar dengn jarak ± 400 cm setiap sumber
penerangan.
Pagar/Pembatas
Pengamanan pada kawasan yang berbatasan dengan sungai merupakan hal yang utama,
berdasarkan pengamatan pada bagian ini telah dilengkapi dengan pagar dengan tinggi ± 120 cm

Forum Grup Diskusi Teknologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FGDT XI-PTM) 20


sehingga relatif aman. Hanya saja pada bagian yang terdapat dermaga tidak terdapat pembatas/pagar
apapun sehingga dapat menimbulkan potensi kecelakaan. Selain itu pada bagian pagar/pembatas dan
railing tidak dilengkapi dengan tanda braille bagi pengguna tunanetra.

3.3. Media Informasi


Penanda/rambu
Berdasarkan pengamatan lapangan, tidak ditemukan adanya penanda pada kawasan. Hal ini
menyulitkan baik bagi pengguna dengan keterbatasan maupun pengguna normal.
Pengumuman/Pemberitahuan
Pada kawasan penelitian terdapat beberapa papan informasi, namun hanya digunakan sebagai
media penyempaian informasi kegiatan. Sedangkan pemberitahuan mengenai cara penggunaan
fasilitas, ancaman bahaya maupun pemberitahuan khusus terhadap pengguna dengan keterbatasan
tidak terdapat pada sepanjang lokasi penelitian.

3.4. Pelayanan Kawasan


Toilet Umum
Terdapat 1 (satu) unit toilet umum pada lokasi penelitian terletak pada bagian selatan Kawasan
Siring Nol Kilometer. Berdasarkan pengamatan lapangan, desain toilet umum di lokasi penelitian
terdiri dari 1 bilik toilet laki-laki dan 1 bilik toilet perempuan dengan akses terpisah. Desain akses
menuju toilet umum tidak dilengkapi dengan ram dan jalur pengarah. Pada bilik toilet serta urinoir
menggunakan desain yang umumnya digunakan oleh pengguna normal, hal ini tentu menyulitkan
bagi pengguna dengan keterbatasan.
Titik Istirahat
Titik istirahat yang terdapat pada kawasan berupa gazebo, yang terdapat pada area taman. Pada
bagian jalur pejalan kaki tidak terdapat titik istirahat apapun. Tangga naik pada gazebo memiliki
dimensi yang tinggi ± 60 cm, hal ini menyulitkan bahkan untuk penggunan dengan kondisi normal
sekalipun. Selain gazebo juga terdapat bangku yang dengan desain yang menyulitkan. Ketinggian
permukaan duduk pada bagian bangku ± 70 cm sehingga kaki pengguna menjadi menggantung.

Gambar 5. Desain Gazebo dan Tempat Duduk di Kawasan Siring Nol Kilometer

Gambar 6. Pada bagian trotoar (kiri) dan jalur pejalan kaki (kanan) tidak terdapat titik
istirahat

Forum Grup Diskusi Teknologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FGDT XI-PTM) 21


Area Komersial
Berdasarkan pengamatan lapangan, di Kawasan Siring Nol Kilometer tidak ditemukan adanya
penentuan zona khusus untuk area komersil yang menyatu dengan desain kawasan secara
keseluruhan. Pedagang umumnya menggunakan jalur parkir sepeda motor untuk menjajakan
dagangannya, umumnya barang dagangan mereka berupa makanan ringan. Tidak adanya area khusus
untuk kegiatan komersil menjadikan pemanfaatan ruang pada kawasan menjadi menumpuk dengan
dimensi yang terbatas.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan perbandingan yang dilakukan dari beberapa prinsip desain terhadap lokasi
penelitian, dapat disimpulkan bahwa Kawasan Siring Nol Kilometer belum sepenuhnya
mengaplikasikan desain universal. Terlihat dari 4 (empat) elemen desain universal yang kesemuanya
tidak menunjukkan adanya penerapan desain universal secara keseluruhan, meliputi akses,
keamanan, media informasi dan pelayanan kawasan. Elemen desain universal saling berkaitan satu
sama lain sehingga perlu penerapan seluruh elemen dalam perancangan. Pengguna dengan
keterbatasan fisik berupa tunanetra dan tunadaksa yang lebih banyak tidak dapat memanfaatkan
ruang terbuka publik ini. Secara umum, perlu adanya revisi terhadap desain Kawasan Siring Nol
Kilometer agar dapat dimanfaatkan oleh semua kalangan sesuai dengan kemampuan dan
keterbatasannya berdasarkan amanat undang-undang.

DAFTAR PUSTAKA
Bagus, Wibisono Nimpuno, 2017, Post-Occupancy Evaluation: The Application Of Universal
Design In Hayrettin Paşa Square, Istanbul., Jurnal SINERGI, No.1, Vol 21, 39-46.
Carr, Stephen., dkk, 1992, Public Space, Cambridge University Press, Cambridge.
Darmawan, Edy., 2005. Ruang Publik aan Kualitas Ruang Kota, Prosiding Seminar Nasional Pesat
2005, Jakarta, 23-24 Agustus 2005.
Delianur, Achmad Nasution., Zahrah, Wahyuni., 2016, Public Open Space as Urban Architecture:
Design and Public Life, Proceeding of 8th International Conference on Architecture Research
and Design (AR+DC), Surabaya, 1-2 November 2016.
Hayati, Arina., dkk. 2017, Studi Aksesibilitas Halte Bis Trans Menuju Lingkungan Inklusif, EMARA
Indonesian Journal of Architecture, No.2, Vol 3, 91-97.
Kusumarini, Yusita., Noviyanto, Tri Puji Utomo., Konsep Desain Kamar Mandi
Bertema ”Accessible Restroom” 2007 Analisis Penerapan Konsep ’Desain Universal’ Pada
Sayembara Perancangan, ITB Journal of Visual Art and Design, No.1, Vol 2, 85-98.
Masruroh, Fika., Mauliani, Lily., dan Anisa., 2015, Kajian Arsitektural Taman Yang
Mengakomodasi Aksesibilitas Difabel Studi Kasus Taman Tribeca Central Park Mall, Taman
Menteng Dan Taman Ayodia, Jurnal Arsitektur NALARs, No.2, Volume 14, 145-167.
Mace, Ronald L., 1991, Accessible Environments: Toward Universal Design. New York: Van
Nostrand Reinhold.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14 Tahun
2017 tentang Persyaratan Kemudahan Bangunan Gedung.
Rezha, Cut Nanda Keumala., 2016, Pengaruh Konsep Desain Universal Terhadap Tingkat
Kemandirian Difabel : Studi Kasus Masjid UIN Sunan Kalijaga dan Masjid Kampus
Universitas Gadjah Mada, INKLUSI: Journal of Disability Studies, No.1, Vol. 3, 19-39.
Story, M. F., Mueller, James., and Mace, Rinald L., 1998, The Universal Design File: Designing for
People of All Ages and Abilities. North Carolina State University.
Story, M. F., 2011, The Principles of Universal Design, New York: McGraw Hill.
Sukamto, Deni., Hetyorini., 2013, Analisis Peningkatan Fungsi Bangunan Umum Melalui Upaya
Desain Accessibility, Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi ke-4 Tahun 2013
Fakultas Teknik Universitas Wahid Hasyim, Semarang, 2013
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas

Forum Grup Diskusi Teknologi Perguruan Tinggi Muhammadiyah (FGDT XI-PTM) 22

Anda mungkin juga menyukai