Anda di halaman 1dari 17

KARSINOMA NASOFARING

DEFINISI
Karsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang tumbuh di nasofaring.
Fossa Rosenmuller adalah tempat tersering untuk tumbuhnya tumor ganas
tersebut.
Nasofaring adalah struktur kuboid yang dilapisi oleh epitel kolumnar
mukosiliar yang berlapis. Sebelah anterior merupakan lanjutan dari rongga
hidung melalui bagian belakang koana. Atapnya merupakan basis sfenoid,
basiocciput dan lengkung depan dari Atlas. Sementara dinding samping terdiri
dari muara tube Eustachius yang terletak diantara elevasitorus tubarii.Dibelakang
torus terletak fossa Rosenmuller, tempat tersering tumbuhnya tumor nasofaring.
Dasar nasofaring adalah permukaan atas dari palatum molle.
EPIDEMIOLOGI
Di Indonesia, survey kanker yang pernah dilakukan oleh Departemen
Kesehatan 1977-1979 saja memperkirakan kasus baru KNF melebihi 1300 kasus,
dan dewasa ini angka tersebut diperkirakan lebih tinggi lagi. Prevalensi 4,7 per
100.000 per tahun. Sedangkan dari seluruh kanker di Indonesia, KNF menduduki
peringkat keempat, sesudah kanker ginekologi, payudara dan paru.
Di beberapa negara perbandingan rasio jenis kelamin pada pria 2-3 kali
lebih besar dari wanita. Insidensi KNFberkisar antara umur 10-80 tahun dan
mencapai puncak pada usia 40-50 tahun.
KNF banyak ditemukan di Asia Selatan, dan insidensi tertinggi ditemukan
di daerah pantai Cina (Kanton, Taiwan), yaitu lebih dari setengah insidens seluruh
kanker di sana. Karsinoma nasofaring jarang ditemukan di Eropa dan Amerika
(kurang dari 1% dari seluruh kanker). Frekuensi menengah ditemukan di Asia
Tenggara (Indonesia dan Filipina) dan imigran Cina yang datang atau lahir di
sana. Distribusi geografis seperti ini dapat dipengaruhi beberapa hal seperti
perbedaan etiologi atau faktor predisposisi (herediter, lingkungan,
virus).Ditemukan hubungan yang erat antara kejadian KNF dengan ditemukannya
antibod terhadap virus Epstein-Barr dan konsumsi ikan asin yang merupakan
makanan yang sering dimakan di Cina Selatan dan Indonesia.Nitrosamin yang
terdapat didalam ikan asin diketahui sebagai media yang baik untuk tumbuhnya
virus EB. Demikian juga faktor lain seperti merokok, polus udara, pekerjaan,
defisiensi nutrisi atau vitamin. Selain itu beberapa penelitian melaporkan KNF
banyak ditemukan pada lapisan ekonomi berpenghasilan rendah.

PATOGENESIS
Perkembangan KNF dapat melalui infiltrasi maupun ekspansi.
Pertumbuhan awal sering berupa mukosa yang abnormal,atau kadang kadang
tidák ada perubahan sama sekali. Dalam keadaan terahir ini tumor berada di
submukosa, yang selanjutnya akan berkembang keluar area nasofaring.
Banyaknya drainase limfatik sekitar leher membantu penyebaran lebih lanjut,
yaitu sepanjang vena jugularis, spinal accessory nerve dan kelenjar retrofaring
medial dari arteri karotis.
Pembesaran kelenjar getah bening (kgb) leher merupakan keluhan
tersering (hampir 90% pasien), timbulnya gangguan pendengaran, tinitus, gejala
hidung tersumbat, dan nyeri. Gejala-gejala ini timbul sebagai akibat pertumbuhan
tumor. Tumor dapat memasuki rongga parafaringeal melalui sinus Morgagni.
Infiltrasi lateral kerongga para nasofaring dapat mempengaruhi otot pterygoid dan
menyebabkan trismus. Terlibatnya saraf kranial sering timbul akibat infiltrasi
tumor ke tulang dasar otak (skull base).Pertumbuhan tumor ke sinus kavernosus
dapat menyebabkan gangguan saraf IIdan VI.
Penyebaran limfatik sering terjadi sejak awal. Pembesaran KGB leher
sering terjadi bilateral. Pembesaran KGB retrofaring dan faring bagian lateral
sering terjadi sejak awal. Pembesaran KGB jugularis bagian sepertiga tengah dan
bawah termasuk supraklavikula terjadi kemudian. Kelenjar getah bening
mediastinum dan retroperitoneal jarang terlibat.
Penyebaran hematogenik lebih sering terjadi pada karsinoma tidak
berdiferensiasi, dibanding karsinoma sel skuamosa. Penyebaran dapat terjadi ke
tulang, paru dan hati.
GEJALA DAN TANDA
Tanda awal KNF sering berupa pembesaran KGB leher. Gejala dan tanda awal ini
sering tidak khas dan diabaikan, kecuali bila sudah timbul gejala neurologis yang
merupakan tanda khas KNF. Gejala dan tanda klinis karsinoma nasofaring:
 Pembesaran KGB leher, sekitar 40%.
 Keluhan hidung: tersumbat, mimisan, rhinolalia, sekitar 20-25%.
 Gejala telinga: tuli unilateral, otitis media, sekitar 20%.
 Gejaia neurologi: penglihatan ganda, sekitar 20%.
 Sakit kepala.
Dari gejala gejala tersebut, mimisan dan sakit kepala merupakan gejala
awal yang paling sering timbul, sehingga bila ada gejala tersebut kita harus curiga
adanya KNF yang tentunya harus dipastikan melalui biopsi nasofaring.
ETIOLOGI
Etiologi yang sangat mungkin berhubungan dengan Kanker nasofaring.
1. Virus Epstein-Barr (EB).
2. Genetik (HLA-family clustering) dan ras.
3. Zat kimia:nitrosamin, hidrokarbon karsinogenik, benzopyrene,
benzoanthracene. Zat-zat ini dapat ditemukan pada ikan asin, sayur kering dan
salmon asap.
4. Menghirup asap dari kayu hangus, asap masakan, cairan anti nyamuk yang
terbakar.
5. Ekstrak tanaman, contohnya: croton tigluim, Euphorbia lathyris, croton
megalocarpus, yang dikenal sebagai obat tradisional, yang diketahui sebagai
promoter virus EB
6.Status ekonomi rendah.
7.Pekerjaan yang sering terpapar zat karsinogen, seperti pabrik kayu dan plastik.
8.Pasien penyakit hidung dan tenggorokan, seperti otitis media berulang, sinusitis,
trauma nasal dan tonsilitis berulang.
9. Gaya hidup dan pengaruh kultur, termasuk kondisi perumahan.
10. Pengaruh geografi. Insidensi KNF lebih rendah terjadi pada orang Cina yang
lahir di USA dibanding dengan yang lahir di daratan Cina.
11. Onkogen.
DIAGNOSIS
Dari anamnesis harus ditanyakan hal hal sebagai berikut: adanya mimisan
berulang yang jumlahnya tidak begitu banyak, sakit kepala, gejala hidung
tersumbat, penglihatan ganda, gangguan pendengaran, neuralgia, riwayat penyakit
hidung dan tenggorokan yang berulang.
Dari pemeriksaan fisis dapat dijumpai pembesaran KGB leher,
supraklavikula, epistaksis, strabismus, gangguan pendengaran, diplopia,
eksoftalmus, enoftalmus, miosis, amaurosis, gangguan menelan, regurgitasi nasal,
disfonia, gangguan gerakan lidah, paralisis okulomotor.
Sering terjadi sindrom sebagai berikut pada kelemahan saraf kranial:
1. Sphenoid fissure syndrome: diplopia dan neuralgi.
2. Orbital apex syndrome:amaurosis (optic nerve) pada keterlibatan nervus
optikus.osinop
3. Lateral wall of the cavernosus syndrome:amaurosis, exopthalmus dan paralisis
okulomotor.
Bila terjadi pembesaran KGB leher bagian atas dan melibatkan saraf
kranial, maka dapat dijumpai sindrom sebagai berikut:
1.Vernet's syndrome: gangguan menelan, regurgitasi nasal, dysphonia, paralisis
trapezius (IX,X,XI).
2.Collet-Sicard's syndrome: Sama dengan sindrom diatas ditambah dengan
terganggunya gerakan lidah karena keterlibatan saraf XII.
3.Villaret's syndrome: miosis dan enoftalmus.
Beberapa pemeriksaan seromarker untuk melihat kadar antibodi serum
spesifik terhadap virus EB yang dapat dilakukan untuk menunjang diagnosis,
antara lain: IgAantiVCA, IgAantiEA, IgAantiEBNA.
Biopsi nasofaring adalah tindakan terpenting yang harus dilakukan untuk
menegakkan diagnosis pasti, dan dilakukan oleh sejawat ahli THT. Biasanya
dilakukan rinoskopi posterior, endoskopi, nasofaringoskopi kaku/ fleksibel.
Dengan alat fiberoptic dan coldlight endoscopes maka tumor yang sangat kecil
pun dapat terlihat.
Pemeriksaan radiologi: Convential tomorgraphy atau CT scan perlu
dilakukan untuk melihat adanya tumor, terutama bila sudah menginfiltrasi dasar
otak, pembesaran KGB dan dapat melihat metastasis tulang. Disamping itu
pemeriksaan dengan CT scan penting untuk staging klinik, untuk mengetahui
adanya metastasis sehingga dapat ditetapkan stadium penyakit.
Disamping itu pemeriksaan MRI (magnetic reconance imaging) dapat
dipertimbangkan khususnya pada kasus- kasus dengan ekstensi intra kranial,
kelainan minimal, endofitik.
Bone scan dilakukan untuk mengetahui adanya metastasis tulang.
Pemeriksaan konvensional yang jauh lebih murah seperti foto torak tetap
berperanan untuk melihat nodul metastasis paru dan efusi pleura, ultrasonografi
abdomen untuk melihat nodul metastasis pada hati dan foto polos tulang untuk
melihat metastasis tulang.
Konsultasi kepada sejawat ahli mata dan ahli neurologi perlu
dilakukan untuk mengetahui lebih mendalam mengenai status mata dan neurologi.
Diagnosis Banding:
 Adenoid.
 Fibroma nasofaring.
 Limfoma maligna.
 Tuberkulosis nasofaring, walaupun jarang.
HISTOPATOLOGI
World Health Organization (WHO) membagi histopatologi menjadi 3
tipe:
 Karsinoma skuamosa berkeratin (WHO tipe 1).
 Karsinoma skuamosa tidak berkeratin (WH0 tipe 2).
 Karsinoma tidak berdiferensiasi (WHO tipe 3).
WHO tipe 3 adalah yang terbanyak (± 89%), sementara tipe 1 paling
banyak di Amerika Utara.
KLASIFIKASI/STAGING
UICC (Union Internationale Contre Cancer)TNM Classification.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan pengobatan untuk KNF dilakukan melalui kerja sama
dalam tim terpadu yang terdiri dari dokter THT, Radioterapi, Penyakit Dalam
(khususnya subspesialis Hematologi dan Onkologi Medik), Mata, Neurologi,
Rehabilitasi Medik, Kedokteran Jiwa, dan Gizi klinik.
Modalitas pengobatan KNF sebagai berikut:
 Radioterapi (termasuk brakiterapi) Kemoterapi.
 Kemoradiasi.
 Terapi target.
 Operasi.
RADIOTERAPI.
KNF diketahui sangat sensitif terhadap radioterapi, dan sejak lama
radioterapi disepakati sebagai terapi definitif KNF. Radioterapi dapat diberikan
pada lesi primer nasofaring dan KGB leher. Radioterapi pun dapat diberikan pada
nodul residu. Di samping itu dapat juga diberikan brakiterapi. Mengenai dosis,
jadwal dan strategi pemberian dilakukan oleh dokter Radioterapi melalui kerja
sama tim terpadu.
KEMOTERAPI
Karsinoma nasofaring diketahui sebagai kanker yang sensitif terhadap
kemoterapi. Berbagai sitostatika telah diketahui sejak lama. Sitostatika dapat
diberikan secara tunggal, maupun kombinasi berbagai sitostatika dalam bentuk
regimen. Pemberian regimen ini bertujuan untuk mendapatkan efikasi yang lebih
tinggi karena kerja sinergistik beberapa jenis sitostatika, efek samping yang lebih
kecil karena dosis masing masing sitostatika dapat diberikan lebih kecil, dan
terbukti dari berbagai penelitian dan laporan dapat mencapai kesintasan yang
lebih panjang. Pemberian kemoterapi dapat mendahului radioterapi (neoajuvan),
bersama sama radioterapi (kemoradiasi) atau sesudah radioterapi (ajuvan).
Regimen yang terbukti ampuh untuk KNF adalah regimen yang mengandung
cisplatin.
Obat obat sitostatika yang lazim digunakan dewasa ini adalah cisplatin,
carboplatin, 5 fluorouracil.paclitaxel, docetaxel, dan gemcitabine. Kemoterapi
tunggal biasanya diberikan sebagai terapi paliatif, atau pada pasien yang
kondisinya lemah, usia tua, dan pada kemoradiasi.
Contoh kemoterapi tunggal:
 Cisplatin 40 mg/m2, i.v, sekali seminggu.
 Paclitaxel 60 mg/m2, i.v, sekali seminggu.
 Docetaxel 25 mg/m2, i.v, sekali seminggu,
 Gemcitabine 1000-1250 mg/m2 hari 1 dan 8 (siklus 21 hari).
Contoh regimen kemoterapi:
 Cisplatin 100 mg/m2, drip i.v, hari 1.
5 Fluoro Uracil 1000 mg/m2/hari, continous drip i.v, hari 1 sampai dengan
hari 5. Diulang setiap 21 hari.
 Paclitaxel 175 mg/m2, i,v, hari 1
Carboplatin AỤC VI, i.v, hari 1.
Diulang setiap 21 hari.
 Docetaxel 75 mg/m2, i.v, hari 1.
Cisplatin 75 mg/m2, i.v, hari 1.
Diulang setiap 21 hari.
 Gemcitabine 1250 mg/m2, i.v, hari 1.
Cisplatin 75 mg/m2, i.v, hari 1.
Diulang setiap 21 hari.
 Docetaxel 75 mg/m2, i.v, hari 1
Cisplatin 100 mg/m2, I,v, hari 1.
5 Fluoro uracil 1000mg/m2/hari, i.v, hari 1 sampai hari 5. (harus diberi
growth factor untuk mengatasi depresi sumsum tulang
Diulang setiap 21 hari.
KEMORADIASI
Kemoradiasi adalah kemoterapi yang diberikan bersamaan dengan radiasi.
Kemoterapi diberikan setiap awal minggu, sementara radiasi dilakukan setiap hari
sampai tercapai dosis total yang ditetapkan.
Maksud pemberian kemoterapi mendahului radiasi disini adalah untuk
membuat sel sel kanker tersebut menjadi lebih sensitif terhadap radiasi yang
diberikan kemudian, karena pemberian kemoterapi dalam dosis tertentu akan
mengakumulasi sel-sel kanker tersebut dalam fase G2 dan M yang relatif lebih
sensitif terhadap radiasi. Ini yang disebut efek radiosensitizer.
Adapun dosis kemoterapi yang diberikan sama dengan dosis kemoterapi
tunggal (kecuali Gemcitabine hanya diberikan dengan dosis aktual 200 mg/
minggu).
TERAPI TARGET
Sampai saat ini dikenal 2 macam terapi target yang dari beberapa
penelitian terbukti efektif terhadap KNF, yaitu Cetuximab dan Nimotuzumab.
Keduanya merupakan am EGFR (Epidermal Growth Factor Receptor). EGFR ini
terdapat pada sel normal, tetapi pada KNF terdapat hiperekspresi yang
mengakibatkan meningkatnya pembelahan sel, meningkatnya angiogenesis,
metastasis dan meningkatnya resistensi terhadap radiasi dan kemoterapi.
Pemberian anti EGFR dapat mencegah bergabungnya ligan dengan reseptor
sehingga menghambat alur pensinyalan intraselular dengan akibat terhambatnya
proses di atas tadi, Pemberian terapi target ini dapat diberikan bersamaan dengan
radiasi atau kemoterapi.
Contoh pemberian terapi target:
 Cetuximab 400 mg i.v hari 1 diikuti dengan 250 mg i.v setiap minggu.
Radioterapi 70 Gy (2 Gy 5 kali seminggu).
Nimotuzumab 200 mg i.v dosis actual setiap minggu. Radioterapi 70 Gy.
OPERASI
Melihat anatomi lokasi tumor tersebut maka terapi operatif kurang
mendapat tempat dalam pengobatan KNF.Tindakan operasi diseksi leher hanya
dilakukan pada residu regional apabila primer bersih.
PANDUAN PENATALAKSANAAN
 Stadium I: radiasi eksterna (6000cgy,30 kali) + brakiterapi (300cgy,4-6
kali) Parsial respon: dilakukan penilaian 2 bulan pasca radioterapi dengan
pencitraan maupun klinis. Diberikan ajuvan kemoterapi, bila tidak ada
respon: diberikan kemoterapi lini 2. Rekuren/residif: bila < 1 tahun
dilakukan reseksi dan kemoterapi, bila > 1 tahun dilakukan reseksi dan
kemoradiasi.
 Stadium II: T2ANOMO: diberikan radiasi eksterna + brakiterapi
T2BNOMO: kemoradiasi + brakiterapi. Parsial respon: kemoterapi ajuvan.
Tidak respon: kemoterapi lini 2. Residif/rekuren: bila < 1 tahun dilakukan
kemoterapi saja (unresectable), bila > 1 tahun dilakukan kemoradiasi
(unresectable).
 Stadium IlII: kemoradiasi. Parsial respon: diberikan ajuvan kemoterapi,
reseksi (lokal, regional)
 Stadium IV: T4NOMO: kemoradiasi. T1-4N3M0: neoajuvan. Jika terdapat
penekanan saraf kranial oleh massa maka terlebih dahulu tindakan
radioterapi cito. Residif/rekuren: bila < 1 tahun maka dilakukan
kemoterapi, bila > 1 tahun maka dilakukan kemoradiasi. Kecuali bila pada
bone scan ada lesi metastasis, maka diberikan radioterapi terlebih dahulu
untuk tulang penyangga berat badan (weight bearing bone)
TINDAK LANJUT
Pada tahun pertama, tindak lanjut dilakukan setiap 1-2 bulan, pada tahun
ke 2 setiap 2-3 bulan, pada tahun ke 3 setiap 4-6 bulan, pada tahun berikutnya
setiap 12 bulan. Pada setiap tindak lanjut dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik
serta pemeriksaan nasofaringoskopi. Bila tidak ditemukan kelainan, maka tindak
lanjut dapat dilakukan setiap 12 bulan sekali sampai tahun ke 5. Pemeriksaan yang
dilakukan setiap 6 bulan adalah foto toraks, CT nasofaring, seromarker,
bone`scan, USG abdomen dan laboratorium. Untuk KNF tipe 1 (WHO)
seromarker tidak perlu diperiksa.
Selain itu pasien juga perlu menjalani rehabilitasi di URM (unit
rehabilitasi medik) untuk mencegah timbulnya trismus, kekakuan leher dan saliva
kering
KOMPLIKASI
Penyebaran lokal dari tumor primer ke daerah sekitarnya dapat
menyebabkan terjadinya sphenoid fissure syndrome, orbital apex syndrome dan
lateral wall of the cavernous sinus syndrome. Penyebaran limfatik dapat
menyebabkan terjadinya Vernet's syndrome, Collet-Sicard'ssyndrome dan
Villaret's syndrome. Penyebaran hematogen terutama terjadi pada KNF tidak
berdiferensiasi (WHO tipe 3) dapat menyebabkan metastasis jauh (tulang,paru dan
hati).
PENCEGAHAN
Untuk pencegahan onset penyakit banyak hal yang dapat dilakukan seperti
jangan terlalu sering mengonsumsi makanan yang mengandung nitrosamin. Untuk
para pekerja yang bekerja di pabrik terutama pabrik pengolahan kayu dan plastik
diusahakan agar pabrik tersebut mempunyai ventilasi yang cukup sehingga asap
yang timbul dapat keluar melalui ventilasi tadi sehingga tidak banyak yang
terhirup oleh para pekerja. Demikan juga untuk kondisi perumahan tempat tinggal
harus mempunyai ventilasi yang cukup.
Untuk para penderita penyakit THT diharapkan agar mengobati
penyakitnya sampai tuntas agar tidak berulang yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya KNF. Untuk para penderita KNF harus dimotivasi dan
diberi yang cukup. pengertian agar mengikuti program pengobatannya dengan
benar untuk mencegah perburukan penyakit, timbulnya komplikasi dan
mengurangi terjadinya gejala sisa.
Untuk para penderita yang telah mendapatkan complete response
seharusnya mengikuti follow up dengan jadwal yang benar untuk mengatasi
kekambuhan.
PROGNOSIS
Prognosis KNF sangat berhubungan erat dengan stadium penyakit, makin
tinggi stadium akanmemperburuk prognosis. Ini terlihat dari tabel di bawah ini.
Terdapat hubungan yang erat antara keterlibatan KGB regional dengan
metastasis jauh. Makin besar N maka makin berpotensi untuk terjadinya
metastasis jauh.
Tipe histologi juga berpengaruh terhadap prognosis, seperti terlihat pada
tabel di bawah ini.

Dari berbagai penelitian dan laporan diketahui bahwa pada pasien KNF
lokoregional lanjut yang tidak diobati, pemberian kemoradiasi yang diikuti
dengan kemoterapi ajuvan menghasilkan peningkatan control lokal, menurunkan
metastasis sistemik, meningkatkan disease free survival dan overall survival.
Sementara kemoterapi neoajuvan meningkatkan disease free survival, tapi tidak
mempengaruhi overall survival.

KARSINOMA TIROID
DEFINISI
Karsinoma tiroid merupakan lesi keganasan pada kelenjar tiroid, tumor ini
banyak menyerang usia dewasa muda. Karsinoma berinsiden relatif rendah dan
memiliki banyak tipe patologik. Tumor dengan tipe patologik berbeda memiliki
manifestasi klinis, metode terapi, prognosis, dll, yang berbeda signifikan.
EPIDEMIOLOGI
Insiden kanker tiroid bervariasi menurut negara dan kawasan yang
berbeda. Di Eslandia dan hawaii, insiden kankr tiroid sangat tinggi. Pria/wanita
1:2. Insiden puncak tergantung histologi (papiler : dewasa muda; folikuler: usia
pertengahan; anaplastik: usia lanjut; meduler : semua usia).
ETIOLOGI
Etiologi kanker tiroid masih belum jelas, pada umunya beranggapan
karsinoma tiroid berkaitan dengan banyak faktor (multifaktorial) sebagai berikut:
a) Radiasi ionisasi
Papaaran radiasi khususnya terhadap anak dan remaja, merupakan faktor resiko
seumur hidup bagi timbulnya nodul jinak maupun ganas tiroid. Ada ahli
berpendapat, kontak dengan radiasi merupakan satu-satunya karsinogen terhadap
tiroid yang telah terbukti dewasa ini. Penelitian mnunjukan pada
populasi terpapar sinar X dan radiasi ᵞ, insiden karisnoma papilar dan folikular
tiroid lebih tinggi.
b) Genetik dan onkogn
Seperti luas diketahui bahwa sebagian karsinoma medular tiroid bersifat mbulnya
karsinoma medular tiroid familial berkaitan dengan mutasi gen RET pada
kromosom nomor 10. Lebih dari 95% penderita medular tiroid familial memiliki
mutasi titik proto-onkogin RET.
c) Jenis kelamin dan hormonal
Ada penalitian yang menemukan bahwa pada kelenjar tiroid normal, tumor jinak
dan tumor ganas tiroid terdapat reseprot esterogen dalam jumlah yang bervariasi.
Pada jaringan karsinoma papilar tiroid kandungan reseptor esterogen (ER) dan
reseptor progesteron (PR) tertinggi, disimpulkan bahwa ER, dan PR merupakan
faktor penting yang mempengaruhi insiden karsinoma tiroid pada wanita.
d) Faktor diet
Defisiensi iodium selma ini dianggap sebagai berkaitan dengan timbulnya tumor
tiroid termasuk karsinoma tiroid. Dua tipe utama karsinoma tiroid ( tipe papilar
dan tipe folikuller) mungkin secara terpisah berkaitan dengan diet kaya iodium
dan miskin iodium.
e) Lesi jinak tiroid
Penyakit hiperplasia jinak tiroid, seperti struma nodosa dan adenoma tiroid;
dapat bertransformasi ganas menjadi karsinoma.
MANIFESTASI KLINIS
1) Tumor atau nodul tiroid: gejala yang sering ditemukan, sejak dini dapat
diketahui adanya nodul keras dalam kelenjar tiroid, bergerak naik turun sesuai
gerakan menelan.
2) Gejala infiltrasi dan desakan local: Ketika tumor membesar sampai batas
tertentu, Sering mendesak trakea hingga posisinya berubah, disertai
gangguan bernafas yang bervariasi intensitasnya. Ketika tumor menginfiltrasi
trakea, dapat timbul dispnea atau hemoptoe: bila tumor mendesak esofagus bisa
timbul disfagia, bila tumor menginfiltrasi nervus laringeus rekuren dapat timbul
suara serak.
3) pembesaran kelenjar limfe leher: ketika tumor mengalami metastasis kelenjar
limfe, sering teraba pembeseran kelenjar limfe leher profunda superior,
media, inferior.
kanker tiroid dengan tipe patologik berbeda memiliki kekhususan klinisnya
sendiri:
A. Karsinoma papilar: paling sering ditemukan, lebih banyak wanita dan berusia
di bawah 40 tahun. tingkat keganasan relatif rendah, progresi relatif lambat,
interval antara ditemukan benjuolan dan datang berkonsultasi yang terlama dapat
mencapai lebih dari 20 tahun. Tumor umumnya soliter, lesi primer mungkin
sangat kecil. Frekuensi metastasis kelenjar linmfe leher tinggi, terjadi awal,
lingkupnya luas, progresi lambat, dapat disertai transformasi kistik
B. Karsinoma folikular: kedua tersering ditemukan, usia timbul penyakit rata-rata
lebih tinggi dan karsinoma papilar, umunya pada wanita setengah baya. Derajat
keganasan relatif tinggi, mudah metastasis jauh, terutama hematogen,
sering ke paru dan tulang, lesi primer umumnya agak membesar, umumnya satu
sisi. Metastasis kelenjar limfe umumnya terjadi lebih lanjut, biasanya pertanda
stadium lanjut.
C. Karsinoma medular: relatif jarang ditemukan, umum penderita datang dengan
keluhan benjolan tiroid, sebagian pasien datang dengan keluhan pembesaran
kelenjar limfe leher, lama perjalanan penyakit bervariasi. Umumnya pasien tidak
menderita ketidak nyamanan spesifik, sebagian dapat menderita distagia, suara
serkak, batuk, sesa napas dll. sebagian kecil bergejala metatasis jauh. Karena sel
kanker berasal dari sel parafolikular tiroid (sel C) maka dapat menghasilkan
kalsitonin (CT), prostaglandin (PG), serosonin (5- HT), peptida vasoaktif pada
intestinal (VIP), dll sehingga sebagian pasien dapat menderita diare refrakter,
muka merah dan banyak berkeringat dll. yang dikenal dengan sindrom karsinoid.
D. Karsinoma tak berdiferensiasi: merupakan tumor yang sangat ganas. usia Rata-
rata timbulnya biasanya di atas 60 tahan, progresi penyakit yang cepat merupakan
ciri klinis utamanya. Tumor dengan cepat mengenai jaringan
organ sekitarnya menimbulkan suara serak, batuk, disfagia dan sakit leher dan
gejala lain. Pada waktu pemeriksaan ditemukan massa tumor besar padat
difus di tiroid dan leher, konsistensi keras, terfiksasi, batas tak jelas, luas
menginfiltrasi jaringan sekitarnya.
LIMFOMA MALIGNUM
DEFINISI
Limfoma malignum adalah tumor ganas primer dari kelenjar limfe dan
jaringan limfatik di organ lainnya. Ia merupakan salah satu keganasan sistem
hematopoietik, terbagi menjadi 2 golongan besar, yaitu limfoma Hodgkin (HL)
dan limfoma non- Hodgkin (NHL).
EPIDEMIOLOGI
Di Amerika Serikat setiap tahun terdapat sekitar 7000 penderita baru HL,
atau kira-kira 1% dari seluruh tumor ganas tahun yang sama. Di negara maju
Eropa dan Amerika, insiden HL memiliki dua puncak usia. Puncak pertama pada
segmen usia 20- 30 tahun, di antaranya yang dominan adalah jenis nodular
sklerotik, puncak kedua pada usia di atas 50 tahun. Di negara berkembang
termasuk China, kurva usia-insiden untuk HL tidak menunjukkan puncak
pertama, tapi terdapat peningkatan mencolok insiden anak pria yang menderita
HL jenis sel campuran dan HL jenis deplesi limfosit. HL pediatrik 85% terjadi
pada anak pria; di antara HL jenis nodular sklerosis pada dewasa, penderita wanita
agak lebih banyak dari pria. Sedangkan pada HL jenis lain pada dewasa, proporsi
penderita pria jauh lebih tinggi dari penderita wanita
ETIOLOGI
Terdapat kaitan jelas antara HL dan infeksi virus EB. Pada kelompok
terinfeksi HIV, insiden HL agak meningkat dibanding masyarakat umum, selain
itu manifestasi klinis HL yang terkait HIV sangat kompleks, sering kali terjadi
pada stadium lanjut penyakit, mengenai regio yang jarang ditemukan, seperti
sumsum tulang, kulit, meningen, dll.
Infeksi virus dan regulasi abnormal imunitas berkaitan dengan timbulnya
NHL, bahkan kedua mekanisme tersebut saling berinteraksi. Virus RNA, HTLV-1
berkaitan dengan lekemia sel T dewasa; virus imunodefisiensi humanus (HIV)
menyebabkan AIDS, defek imunitas yang diakibatkan berkaitan dengan
timbulnya limfoma sel B keganasan tinggi; virus hepatitis C (HCV) berkaitan
dengan timbulnya limfoma sel B indolen. Gen dari virus DNA, virus Ebstein Barr
(EBV) telah ditemukan terdapat di dalam genom sel limfoma Burkitt Afrika;
infeksi kronis Helicobacter pylori berkaitan jelas dengan timbulnya limfoma
lambung, terapi eliminasi H. pylori dapat menghasilkan remisi pada 1/3 lebih
kasus limfoma lambung. Defek imunitas dan regulasi menurun imunitas berkaitan
dengan timbulnya NHL, termasuk AIDS. reseptor cangkok organ, sindrom defek
imunitas kronis (agamaglobinemia, sindrom Wiske Aldrich). Penyakit autoimun
(sindrom Sjogre penyakit rematoid, lupus eritematosus, tiroiditis Hashimoto) dll.
Obat seperti fenitoin dan radiasi dapat menimbulkan setiap fase penyakit dari
penyakit limfoproliferatif hingga limfoma.

MANIFESTASI KLINIS
1. Limfadenopati. Yang tampil dengan gejala pertama berupa pembesaran
kelenjar limfe superfisial menempati 60% lebih, di antaranya yang
mengenai kelenjar limfe bagian leher menempati 60-80%, disusul bagian
aksila menempati 6-20%, inguinal 6-12%, yang mengenai kelenjar limfe
mandibula, pre atau retroaulikular dll. Relatif sedikit. Pembesaran kelenjar
limfe sering kali asimetri, konsistensi padat dan kenyal, tidak nyeri, pada
stadium dini tidak saling melekat, pembesaran keleniar limfe profunda,
dapat menimbulkan tanda invasi dan kompresi setempat, Bila kelenjar
limfe mediastinal terkena dapat timbul sindrom kompresi mediastinum,
invasi paru, atelektasis, hidrotoraks. Bila kelenjar limfe peritoneal terkena
(para aorta retroperitoneal, mesenterium) dapat timbul nveri abdomen,
lumbago, massa abdomen, gangguan bab dan bak, hematuria. Bila kelenjar
limfe saluran cerna (submukosa) terkena dapat timbul nveri abdomen,
diare, massa abdomen. ileus, hematokezia, perforasi intestinal, sindrom
malabsorpsi. Urutan terkenanya saluran usus oleh limfoma malignum
adalah ileum, apendiks, rektum, jejunum, duodenum dan kolon. Bila tonsil
dan jaringan limfatik lingkar faring terkena dapat timbul pembesaran
tonsil, massa faring, nasofaring, gangguan bernapas, dan mudah mengenai
kelenjar limfe gaster dan retroperitoneal.
2. Kelainan limpa. Umumnya ditemukan pada limfoma Hodgkin, dapat
timbul splenomegali, hipersplenisme.
3. Kelainan hati. Terjadi pada stadium lanjut, hepatomegali dan gangguan
fungsi hati. Sebagian pasien dapat menderita ikterus obstruktif akibat
limfadenopati portal atau akumulasi cairan empedu intrahepatik.
4. Kelainan skeletal. Kelainan tulang rangka menempati sekitar 0-15%,
paling sering ditemukan pada vertebra torakal dan lumbal, kosta dan
kranium. Manifestasi berupa nyeri tulang, fraktur patologis dll. Pada
limfoma non Hodgkin lebih sering ditemukan invasi sumsum tulang.
5. Destruksi kulit. Kelainan kulit ada yang spesifik dan nonspesifik. Kelainan
spesifik adalah invasi kulit limfoma malignum, tampil bervariasi, massa,
nodul, plakat, ulkus, papel, makula, ada kalanya berupa eritroderma
maligna. Yang nonspesifik hanya transformasi dari dermatitis biasa,
gejalanya berupa pruritus, prurigo, herpes zoster, iktiosis akuisita dll.
6. Kelainan sistem neural Yang sering ditemukan adalah paralisis neural,
sefalgia, serangan epileptik, peninggian tekanan intrakranial, kompresi
spinal dan paraplegia, juga dapat timbul leukoensefalopati multipel dan
serebelopati subakut, dll. Pada stadium lanjut ketika limfoma menginvasi
bagian di luar jaringan limfatik, dapat timbul aneka manifestasi klinis
seperti hepatomegali, ikterus, nyeri tulang, fraktur patologis, ginekomastia,
eksoftalmos, massa di kulit, hidrotoraks, hidroperikard, massa pulmonal,
paralisis tungkai dan saraf kranial, paraplegia (kompresi ekstradural) dlI.
7. Gejala sistemik
- Demam dapat berupa demam iregular, atau demam rekuren periodik
spesifik (Pel-Ebstein), kausa demam mungkin terkait dengan
masuknya sel ganas ke dalam sirkulasi.
- Keringat malam sangat menonjol.
- Penurunan berat badan dalam setengah tahun berat badan turun 10%
lebih tanpa kausa spesifik.
DAFTAR PUSTAKA :
1. Adiwijono. (2014). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III edisi VI. Jakarta:
Interna Publishing
2. Desen,wan, japaries,willie.2013. buku ajar onkologi
dasar;jakarta.fakultas kedokteran indonesia
3. Desen, W. (2013). Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta : Balai penerbit
FKUI

Anda mungkin juga menyukai