Bidang Jasa Kosntruksi merupakan bidang yang utama dalam melaksanakan agenda
pebangunan nasional. Jasa Konstruksi sebagai salah satu bidang dalam sarana
pembangunan, sudah sepatutnya diatur dan dilindungi secara hukum agar terjadi situasi
yang objektif dan kondusif dalam pelaksanaannya. Hal ini telah sesuai dengan UU Nomor
18 Tahun 1999 beserta PP Nomor 28, 29, dan 30 Tahun 2000 serta peraturan perundang-
undangan lain yang terkait. Sebagaimana diketahui bahwa UU Nomor 18 Tahun 1999 ini
menganut asas : kejujuran dan keadilan, asas manfaat, asas keserasian, asas
keseimbangan, asas keterbukaan, asas kemitraan, keamanan dan keselamatan demi
kepentingan masyarakat, bangsa dan negara (Pasal 2 UU Nomor 18 Tahun 1999)
Selanjutnya pengaturan jasa konstruksi bertujuan untuk: (1) Memberikan arah pertumbuhan
dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal,
berdaya saing tinggi, dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. (2) Mewujudkan tertib
penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara
pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan
pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Mewujudkan peningkatan
peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
ASPEK HUKUM DALAM JASA KONSTRUKSI
Mengenai hukum kontrak konstruksi merupakan hukum perikatan yang diatur dalam Buku III
KUH Perdata mulai dari Pasal 1233 sampai dengan Pasal 1864 KUH Perdata. Pada Pasal
1233 KUH Perdata disebutkan bahwa tiap-tiap perikatan dilahirkan dari perjanjian
persetujuan dan Undang-Undang. Serta dalam suatu perjanjian dianut asas kebebasan
dalam membuat perjanjian, hal ini disimpulkan dari Pasal 1338 KUH Perdata yang
menerangkan; segala perjanjian yang dibuat secara sah, berlaku sebagai undang-undang
bagi mereka yang membuatnya. Dimana sahnya suatu perjanjian adalah suatu perjanjian
yang memenuhi Pasal 1320 KUH Perdata, mengatur tentang empat syarat sahnya suatu
perjanjian yaitu :
1. para pihak
2. isi atau rumusan pekerjaan
3. jangka pertanggungan dan/atau pemeliharaan
4. tenaga ahli
5. hak dan kewajiban para pihak
6. tata cara pembayaran
7. cidera janji
8. penyelesaian tentang perselisihan
9. pemutusan kontrak kerja konstruksi
10. keadaan memaksa (force majeure)
11. tidak memenuhi kualitas dan kegagalan bangunan
12. perlindungan tenaga kerja
13. perlindungan aspek lingkungan.
Khusus menyangkut dengan kontrak kerja konstruksi untuk pekerjaan perencanaan, harus
memuat ketentuan tentang hak atas kekayaan intelektual.
Karena kesalahan salah satu pihak baik karena kesengajaan maupun karena
kelalain
Karena keadaan memaksa (force majeur), jadi diluar kemampuan para pihak, jadi
tidak bersalah.
1. Peringatan tertulis
2. Penghentian sementara pekerjaan konstruksi
3. Pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi
4. Larangan sementara penggunaan hasil pekerjaan konstruksi dikenakan bagi
pengguna jasa.
5. Pembekuan Izin Usaha dan atau Profesi
6. Pencabutan Izin Usaha dan atau Profesi.
DISPUTE (SENGKETA)
Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi sehubungan dengan pelaksanaan suatu
usaha jasa konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu kontrak konstruksi.
1. Pengadilan
2. Arbitrase
3. Alternatif penyelesaian sengketa (konsultasi, negosiasi, mediasi)
Kekurangan yang tidak diminati oleh pelaku jasa konstruksi penyelesaian melalui
pengadilan:
Link artikel
https://www.pengadaan.web.id/2016/11/aspek-hukum-dalam-jasa-konstruksi.html
https://www.bphn.go.id/data/documents/aspek_hkm_kontrak_dlm_pemb_&_pengoperasian_
infrastruktur_dg_pola_bot.pdf
https://sldotcom.wordpress.com/2019/11/09/aspek-hukum-kontrak-fidic-klaim-kontrak-dan-
despute/