Anda di halaman 1dari 15

PEMERIKSAAN SPERMATOZOA

A. Dasar teori
Spermatozoa merupakan sel yang dihasilkan oleh fungsi reproduksi pria. Sel tersebut mempunyai
bentuk khas yaitu mempunyai kepala, leher dan ekor. Spermatozoa merupakan sel hasil maturasi dari
sel epitel germinal yang disebut spermatogonia. Spermatogonia terletak dalam dua sampai tiga lapisan
sepanjang batas luar epitel tubulus. Proses perkembangan spermatogonia menjadi spermatozoa
disebut spermatogenesis.
Proses spermatogenesis terjadi di dalam tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif. Hal ini
sebagai akibat dari rangsangan oleh hormon gonadotropin yang dihasilkan oleh hipofisis anterior dan
dimulai rata-rata pada usia 13 tahun dan berlansung sepanjang hidup.
Cairan semen terdiri dari spermatozoa dan cairan yang dihasilkan oleh seluruh kelenjar kelamin serta
sedikit tambahan yang berasal dari sistem saluran kelamin. Semen merumpakan cairan keruh
keputihan yang mengandung 100 juta/ml sperma dan jumlahnya sangat bervariasi. Setiap ejakulasi
mengeluarkan 3 ml semen (± 300 juta spermatozoa). Pengeluaran semen berlangsung dalam urutan
tertentu. Disebut Azoospermia jika tidak ada spermatozoa sama sekali pada semen yang mungkin
disebabkan oleh pretestikuler, testikuler dan post-testikuler. Oligozoospermia jika parameter semen
lain normal, kecuali jumlah spermatozoa yang jumlahnya dibawah 40 juta/ejakuat. Astenozoospermia
diindikasikan jika motolitasnya kurang dari 50% yang progresif.Jika abnormalitas tunggal, kurang
dari 20% baru dianggap tidak normal. Tetratozoospermia jika morfologi abnormal sperma lebih dari
50%.Keadaan ini sering dijumpai sebagai abnormalitas campuran, misalnya
Oligoastenotertratozoospermia.
Kelenjar bulbo uretralis dan kelenjar uretra mengeluarkan secret berupa lender ketika ereksi yang
akan melumasi uretra pars kavernosa. Sewaktu ejakulasi kelenjar prostat akan beraksi lebih dahulu.
Sekret bersifat basa akan menurunkan keasaman uretra yang mengandung sisa air kemih, kemudian
disusul oleh spermatozoa yang diperas keluar dari duktus epididimis dan duktus deferens melalui
kontraksi dinding otot. Akhirnya sekresi kental mengandung fruktosa dan bahan makanan bagi
sperma yang berasal dari vesikula seminalis akan ditambah ke dalam massa tersebut (Syaifuddin,
2009).

PEMERIKSAAN SPERMATOZOA MAKROSKOPIK


A. Metode
pemeriksaan Spermatozoa Metode Makroskopik
B. Prinsip
Prinsip :
Berdasarkan pemeriksaan makroskopis yang dilakukan maka akan diketahui apakah sperma yang
dihasilkan oleh seorang pria normal atau abnormal.
C. Cara Kerja
Pemeriksaan makroskopis antara lain meliputi :
a. Pengukuran Volume
1. Dilakukan setelah sperma mencair
2. ditampung seluruhnya dalam botol penampung yang bermulut lebar untuk sekali ejakulasi
3. Volume diukur dengan gelas ukur yang mempunyai skala volume 0,1 ml.
4. Kemudian baca hasil.

 Intrepretasi hasil
Volume normal sperma belum jelas sampai sekarang, disebabkan lain bangsa lain volume. Bagi orang
indonesia volume yang normal 2 – 3 ml. Volume yang lebih dari 8 ml disebut Hyperspermia,
Sedangkan yang kurang dari 1 ml disebut Hypospermia.
Hypospermia disebabkan oleh :
Ejakulasi yang berturut-turut
Vesica seminalis kecil ( buntu cabstuksi )
Penampung sperma tidak sempurna

Hyperspermia disebabkan oleh :


Kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis terlalu giat.
Minum obat hormon laki – laki.
Kesan volume ini menggambarkan kerja kelenjar prostat dan vesika seminalis.

D. PH
Sperma yang normal tidak banyak berbeda dengan pH darah, untuk mengukur pH cukup dengan
menggunakan kertas pH kecuali dalam satu penelitian dapat digunakan pH meter.
Cara kerjanya :
1. Celupkan kertas pH dalam sperma yang homogen yang terdapat dalam botol penampung,
baca hasil.
INTRENSIPITASI HASIL
Sperma yang normal pH menunjukan sifat yang agak basa yaitu 7,2 – 7,8. pengukuran sperma harus
segera dilakukan segera setelah sperma mencair karena akan mempengaruhi pH sperma. Juga bisa
karena sperma terlalu lama disimpan dan tidak segera diperiksa sehingga tidak dihasilkan amoniak
( terinfeksi oleh kuman gram (-), mungkin juga karena kelenjar prostat kecil, buntu, dan sebagainya.
pH yang rendah terjadi karena keradangan yang kronis dari kelenjar prostat, Epididimis, vesika
seminalis atau kelenjar vesika seminalis kecil, buntu dan rusak.

E. Bau Sperma
Spermatozoa yang baru keluar mempunyai bau yang khas atau spesifik, untuk mengenal bau sperma,
seseorang harus telah mempunyai pengalaman untuk membaui sperma. Sekali seorang telah
mempunai engalaman, maka ia tidak akan lupa akan bau sperma yang khas tersebut. Baunya Sperma
yang khas tersebut disebabkan oleh oksidasi spermin (suatu poliamin alifatik) yang dikeluarkan oleh
kelenjar prostat.
Cara Kerjanya
1. Sperma yang baru keluar pada botol penampung dicium baunya
INTREPRETASI HASIL
Dalam laporan bau dilaporkan : khas / tidak khas
Dalam keadaan infeksi sperma berbau busuk / amis. Sacara biokimia sperma mempunyai bau seperti
klor / kaporit.

F. Warna sperma
Memeriksa warna sperma sekaligus memeriksa kekeruhan, sperma yang normal biasanya berwarna
putih keruh seperti air kanji kadang-kadang agak keabu-abuan. Adanya lekosit yang disebabkan oleh
infeksi traktus genitalia dapat menyebabkan warna sperma menjadi putih kekuningan. Adanya
perdarahan menyebabkan sperma berwarna kemerahan.
Cara kerja :
1. Sperma yang ada dalam tabung reaksi diamati dengan menggunakan latar belakang warna
putih menggunakan penerangan yang cukup.

e. Viskositas (Kekentalan)
Kekentalan atau viskositas sperma dapat diukur setelah likuifaksi sperma sempurna. Pemeriksaan
viskositas ini dapat dilakukan dengan dua cara :
Cara Kerja:
1. Dengan menyentuh permukaan sperma dengan pipet atau batang pengaduk, kemudian ditarik
maka akan terbentuk benang yang panjangnya 3 – 5 cm. Makin panjang benang yang terjadi
makin tinggi viskositasnya.
2. Cara Pipet Elliason
3. Syaratnya sperma harus homogen dan pipet yang digunakan harus kering. Mengukur
vikositas dengan menggunakan pipet elliason. Prosedurnya cairan sperma dipipet sampai
angka 0,1, kemudian atas pipet ditutup dengan jari. Setalah itu arahkan pipet tegak lurus dan
stopwath dijalankan, jika terjadi tetesan pertama stopwath dimatikan dan hitung waktunya
dengan detik.

INTREPRETASI HASIL
Vikositas sperma normal < 2 detik. Semakin kental sperma tersebut semakin besar vikositasnya. Hal
ini mungkin disebabkan karena :
- Spermatozoa terlalu banyak
- Cairannya sedikit
- Gangguan liquedaction
- Perubahan komposisi plasma sperma
- Pengaruh obat-obatan tertentu.
PEMERIKSAAN SPERMATOZOA MIKROSKOPIK
A. Metode
Pemeriksaan Spermatozoa metode Mikroskopik.
B. Prinsip
Berdasarkan pemeriksaan mikroskopis yang dilakukan maka akan diketahui apakah
sperma yang dihasilkan oleh seorang pria normal atau abnormal.

C. Cara Kerja
Pada pemeriksaan secara mikroskopis hal yang perlu di periksa adalah nilai motilitas,
jumlah dan morfologi dari spermatozoa. Uji motilitas dengan cara

1. meletakkan setetes cairan semen yang sudah mencair diatas object glass dan ditutup
dengan deck glass.
2. Pemeriksaan dilakukan dengan lensa objektif 40 X. nilailah persentase (%) dari sel
3. sperma yang masih bergerak, jumlah beserta waktunya. Angka dapat dikorelasikan
dengan waktu sejak ejakulasi, semakin lama waktunya maka harusnya semakin
berkurang

 Motilitas
1. Beri setetes cairan semen diatas object glass dan tutupi dengan deck glass/cover glass periksa
dengan pembesaran 10 X 40.
2. Hitung 100 spermatozoa yang didalamnya juga diperhatikan berapa jumlah yang hidup/masih
bergerak dan berapa spermatozoa yang sudah mati/tidak bergerak.
3. Catat hasil sebagai persentase spermatozoa motil dan laporkan apakah 70% motil pada 1 jam
post-ejakulasi.

 Jumlah spermatozoa
1. Hisap cairan semen yang sudah mencair dengan pipet leukosit hingga batas 0,5, lalu teruskan
dengan menghisap aquadest hingga angka 11, campur hingga homogen.
2. Cairan tersebut sudah siap dimasukkan kedalam bilik hitung neubauer-Improved yang telah
ditutup deck glass/cover glass dengan bantuan mikroskop pembesaran 10 X 40.
3. Hitung jumlah spermatozoa pada permukaan bilik hitung seluas 1 mm2. Catat hasil dan
kalikan dengan 200.000 (faktor pengenceran dan faktor bilik hitung).

 Morfologi spermatozoa

1. Buatlah sediaan apus tipis dari cairan semen tersebut diatas object glass yang bersih dan
bebas lemak, kering anginkan.
2. Lakukan fiksasi dengan alkohol 96% selama 5 menit.
3. Lakukan proses pewarnaan dengan zat warna Giemsa selama 15-20 menit, cuci dengan air
mengalir perlahan-lahan.
4. Periksa dengan menggunakan mikroskop dengan tambahan minyak imersi dan pembesaran
10X 100. Hitung berapa bentuk spermatozoa normal dan berapa yang abnormal dalam 100
spermatozoa. Catat hasil dan nyatakan dalam persen (%) berapa yang normal dan persen (%)
yang abnormal.

PEMERIKSAAN KIMIAWI
A. Metode
Pemeriksaan Spermatozoa Metode Kimiawi
B. Prinsip
Fruktosa akan berubah menjadi furfural oleh pengaruh HCL dan pemanasan, furfural
yang terjadi akan berkondensasi dengan resorcinol menyusun senyawa yang berwarna
merah.

C. Cara Kerja

Alat dan Reagensia :


1. Larurtan Ba(OH)2 0,3N
2. Larutan Zn SO4 0,175M
3. Larutan Resorcinol 0,1% dalam 100ml alkhohol 95%.
4. Standar fruktosa stock 50 mg fruktosa larut dalam 100 ml asam benzoat 0,2 %
Standar fruktosa 1 ml standar fruktosa stock diencerkan dengan H2O 100ml.
Konsentrasi 200 mg fruktosa / dalam mani.

Alat : Spekrofotometer

Prosedur Kerja
1. Lakukan diproteinsa Sperma yang akan diperiksa dengan terlebih dahulu
mengencerkan 0.1 ml Sperma dengan 2.9 ml air.
2. Tambahkan 0.5 ml larutan Ba(OH)2 campur tambahan 0.5 ml Zn SO4. kemudian
dicentrifuqe.
3. Sediakan 3 tabung , satu tabung Tt (test) S (standar) dan B (banko)
Tabung T diisi 2 ml cairan pada langkah 1
Tabung S diisi 2 ml sebagai fruktosa
Tabung B diisi 2 ml aquadest.
Ketiga tabung ditambah masing - masing 2 ml recorcinol dan 6 ml HCl.
4. Campur isi tabung, panasi dalam weter bath 900 C selama 10 menit
5. Baca aboubusi T terhadap S pada 490 mm dengan spektrofotometer
6. Hitung kadar fruktosa dengan rumus AT / AS x 200 = mg/dl

INTREPRETASI HASIL
Kadar Fruktosa sperma normal : 120 – 450 mg/dl
PEMERIKSAAN CAIRAN OTAK
A. Dasar Teori
Liquour Cerebrospinalis adalah cairan otak yang diambil melalui lumbal
punksi Cairan otak tidak boleh dipandang sama dengan cairan yang terjadi oleh
proses ultrafiltrasi saja dari plasma darah. Di samping filtrasi, faktor sekresi dari
plexus choriodeus turut berpengaruh. Karena itu cairan otak bukanlah transudat
belaka. Akan tetapi seperti transudat, susunan cairan otak juga selalu dipengaruhi
oleh konsentrasi beberapa macam zat dalam plasma darah.

Pengambilan cairan otak itu dilakukan dengan maksud diagnostik atau untuk
melakukan tindakan terapi. Kelainan dalam hasil pemeriksaan dapat memberi
petunjuk kearah suatu penyakit susunan saraf pusat, baik yang mendadak maupun
yang menahun dan berguna pula setelah terjadi trauma. Secara makroskopi,
mikroskopi, kimia, bakteriologi, dan serologi.
Sebagian besar CSS (dua pertiga atau lebih) diproduksi di pleksus choroideus
ventrikel serebri (utamanya ventrikel lateralis). Sejumlah kecil dibentuk oleh sel
ependim yang membatasi ventrikel dan membran arakhnoid dan sejumlah kecil
terbentuk dari cairan yang bocor ke ruangan perivaskuler di sekitar pembuluh darah
otak (kebocoran sawar darah otak).Pada orang dewasa, produksi total CSS yang
normal adalah sekitar 21 mL/jam (500 mL/ hari),volume CSS total hanya sekitar 150
mL. CSS mengalir dari ventrikel lateralis melalui foramen intra ventrikular (foramen
Monroe) ke venrikel ketiga, lalu melewati cerebral aquaductus(aquaductus sylvii) ke
venrikel keempat, dan melalui apertura medialis (foramen Magendi) danapertura
lateral (foramen Luschka) menuju ke sisterna cerebelomedular (sisterna magna).
Darisisterna cerebelomedular, CSS memasuki ruang subarakhnoid, bersirkulasi
disekitar otak dan medulaspinalis sebelum diabsorpsi pada granulasi arachnoid yang
terdapat pada hemisfer serebral.Sekresi Pleksus Koroideus

Pleksus koroideus adalah pertumbuhan pembuluh darah seperti kembang kol


yang dilapisi oleh selapis tipis sel. Pleksus ini menjorok ke dalam kornu temporal dari
setiap ventrikel lateral,bagian posteror ventrikel ketiga dan atap ventrikel
keempat.Sekresi cairan oleh pleksus koroideus terutama bergantung pada transpor
aktif dari ion natrium melewati sel epitel yang membatasi bagian luar pleksus. Ion-
ion natrium pada waktu kembali positif akan menarik ion akan menarik sejumlah
besar ion-ion klorida, karena ion natrium yang bermuatan klorida yang bermuatan
negatif. Keduanya bersama - sama meningkatkankuantitas osmotis substansi aktif
dalam cairan serebrospinal, yang kemudian segera menyebabkan osmosis air melalui
membran, jadi menyertai sekresi cairan tersebut. Transpor yang kurang begitu
penting memindahkan sejumlah kecil glukosa ke dalam cairan serebrospinal dan ion
kalium dan bikarbonat keluar dari cairan serebrospinal ke dalam kapiler. Oleh karena
itu, sifat khas dari cairan serebrospinal adalah sebagai berikut: tekanan osmotik kira-
kira sama dengan plasma; konsentrasi ion natrium kira-kira sama dengan plasma;
klorida kurang lebih 15% lebih besar dari plasma; kalium kira-kira 40% lebih kecil;
dan glukosa kira-kira 30% lebih sedikit. Inhibitor carbonic anhidrase
(acetazolamide) , kortikosteroid, spironolactone, furosemide, isoflurane dan agen
vasokonstriksi untuk mengurangi produksi CSS.
PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS

A. Metode
Pemeriksaan cairan otak Metode Mikroskopik
B. Prinsip
pada keadaan normal wujud LCS seperti air, dengan membandingkannya dapat
dinilai adanya perubahan pada LCS.
C. Cara Kerja

Alat:
 Tabung reaksi
 Beaker gelas
 Kertas indikator pH universal
 Refraktometer abbe
Bahan:
 Cairan LCS

1. Tes Warna, Kekeruhan, dan Bekuan


2. Tabung reaksi diisi aquadest secukupnya sebagai pembanding.
3. Contoh bahan diisikan pada tabung reaksi yang sama ukurannya dengan
pembanding.
4. Kedua tabung diletakkan berdekatan dengan latar belakang kertas putih.
5. Bandingkan contoh bahan dengan aquadest.
6. Tes Berat Jenis
7. Cairan LCS diteteskan 1-2 tetes pada refraktometer dan diperiksa pada eye
piece BJ.

Interprestasi hasil
Warna
Diamati warna pada LCS dengan aquades sebagai pembanding.
Kejernihan/Kekeruhan
0 = jernih
+ 1 = berkabut
+ 2 = kekeruhan ringan
+ 3 = kekeruhan nyata
+ 4 = sangat keruh
Bekuan
Tidak ada (negatif) atau ada bekuan (positif)

PEMERIKSAAN MIKROSKOPIS
A. Metode
Pemeriksaan cairan otak metode Mikroskopis
B. Prinsip
LCS diencerkan dengan larutan Turk pekat akan ada sel leukosit dan sel lainnya akan lisis dan
dihitung selnya dalam kamar hitung di bawah mikroskop.
C. Cara Kerja

Alat dan Reagensia


 Mikroskop
 Hemaocytometer : Bilik hitung Improved neubauer, kaca penutup, pipet thoma
leukosit
 Larutan Turk Pekat : Kristal violet 0,1 gram, asam asetat glacial 10 mL dan aquadest
90 mL.
 Spesimen LCS

1. Larutan Turk pekat diisap sampai tanda 1 tepat


2. Larutan LCS diisap sampai tanda 11 tepat.
3. Dikocok perlahan dan dibuang cairan beberapa tetes.
4. Diteteskan pada bilik hitung dan dihitung sel dalam kamar hitung pada semua kotak
leukosit di mikroskop lensa objektif 10x/40x.
Perhitungan :
Ʃ Sel = Jumlah sel ditemukan x 1 x 1 x pengenceran
Jumlah kotak L T

= ……..sel/mm3 LCS

Ket : T = tinggi bilik hitung : 1/10 mm


L = luas 1 satuan kotak yang dipakai

Interpretasi : Jumlah sel normal = 0 – 5 sel/mm3 LCS

 Hitung Jenis Sel


Pada pemerikasaan Hitung Jenis Sel berikut digunakan metode Giemsa Stain. Tujuan dari
pemeriksaan ini adalah untuk membedakan jenis sel mononuklear dan polinuklear dalam
cairan CSS

Metode : Tetes tebal dengan pewarnaa Giemsa

Alat dan Reagensia


 Objek Gelas
 Kaca Penghapus
 Sentrifuge
 Tabung reaksi
 Metanol absolut
 Giemsa
 Timer
 Spesimen LCS

Cara Kerja

1. Cairan LCS di masukkan dalam tabung secukupnya.


2. Disentrifugasi selama 5 menit 2000 rpm
3. Supernatant dibuang dan endapan diambil.
4. Diteteskan pada objek gelas dan dibuat preparat hapusan tebal
5. Di keringkan dan difiksasi selama 2 menit dengan metanol absolut.
6. Diwarnai dengan Giemsa selama 15-20 menit.
7. Dicuci dan diperiksa dimikroskop lensa objektif 100x denga imersi.

Perhitungan :
INTREPRETASI HASIL
Normal MN 100% dan PMN 0%

PEMERIKSAAN KIMIAWI
A. Metode
Pemeriksaan Cairan Otak Metode Kimiawi

B. Prinsip
Analisa kimia LCS → membantu diagnosis / menilai prognosis.
Pemeriksaan rutin yang dilakukan :
 Penetapan Protein Secara Kualitatif
 Kadar Protein
 Kadar Glukosa
 Kadar Klorida

C. Cara Kerja
 Pandy Test
Prinsip : reagen pandy memberikan reaksi terhadap protein (albumin dan globulin) dalam
bentuk kekeruhan. Pada keadaan normal tidak terjadi kekeruhan atau kekeruhan yang ringan
seperti kabut.
Alat dan reagensia :

 Tabung serologi (garis tengah 7 mm)


 Kertas putih
 Reagen Pandy (larutan phenol jenuh dalam air)

Cara Pmeriksaan
1. Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Pandy
2. Tambahkan 1 tetes LCS
3. Kemudian dilihat segera ada tidaknya kekeruhan.

INTREPRETASI HASIL
Negatif : tidak ada kekeruhan
Positif : terlihat kekeruhan yang jelas
+1 : opalescent (kekeruhan ringan seperti kabut)
+2 : keruh
+3 : sangat keruh
+4 : Kekeruhan seperti susu
Nilai normal : (-) / (+1)

 Test None Apelt


Prinsip : reagen Nonne memberikan reaksi terhadap protein globulin dalam bentuk kekeruhan
yang berupa cincin. Ketebalan cincin berhubungan dengan kadar globulin, makin tinggi
kadarnya maka cincin yang terbentuk makin tebal.
Alat dan Reagensia
1. Tabung serologi (garis tengah 7 mm)
2. Reagen Nonne (larutan ammonium sulfat jenuh dalam air)

Cara Pemeriksaan
1. Ke dalam tabung serologi dimasukkan 1 ml reagen Nonne
2. Tambahkan 1 ml LCS dengan cara pelan-pelan sehingga terbentuk 2 lapisan,
3. di mana lapisan atas adalah LCS. Diamkan selama 3 menit.
4. Kemudian dilihat pada perbatasan kedua lapisan dengan latar belakang gelap.

INTREPRETASI HASIL
Negatif : tidak terbentuk cincin antara kedua lapisan
+1 : cincin yang terbentuk menghilang setelah dikocok (tidak ada bekasnya).
+2 : setelah dikocok terjadi opalesensi
+3 : mengawan setelah dikocok
Normal : (-)
 Protein Kuantitatif
Metode : Biuret
Prinsip : Protein dalam sampel bereaksi dengan ion cupri (II) dalam medium alkali membentuk
komplek warna yang dapat diukur dengan spektrofotometer.
Alat
 Tabung reaksi
 Mikropipet 20 µLdan 1000 µL.
 Tip kuning dan biru.
 Fotometer
Reagensia

 Reagen Kerja: Cupri (II) asetat 6 mmol/L, Kalium Iodida 12 mmol/L, NaOH 1,15 mol/L,
deterjen.
 Reagen standard : 8,0 g/dL
 Stabilitas : Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila disimpan pada suhu ruang.
 Spesimen : LCS
Cara Kerja
1. Masukkan ke dalam tabung berlabel :

2. Campur dan inkubasi selama 10 menit pada suhu ruang.


3. Diukur absorben standar dan sampel pada Photometer dengan panjang gelombang
578 nm terhadap blanko reagent.

Perhitungan :
Total Protein = Absorben sampel x konsentrasi standar (8,0 g/dL)
Absorben standard
= ..............g/dL x 1000 = ......mg/dL

INTEPRETASI HASIL
Nilai Normal : 15 – 45 mg/dl

 Glukosa Kunatitatif
Menyusutnya kadar glukosa dalam LCS → meningitis purulenta (metabolisme leukosit & bakteri ↓
kadar glukosa à 0).Semua mikroorganisme menggunakan glukosaà pe↓ kadar glukosa dapat
disebabkan oleh : fungi, protozoa, bakteri tuberculosis, dan bakteri piogen.Meningitis oleh virus
sedikit me↓ kadar glukosa dalam LCS.
Metode : GOD-PAP
Prinsip : Glukosa dioksidasi oleh glukosa oksidase menghasilkan hidrogen peroksida yang bereaksi
dengn 4-aminoantipirin dan fenol dengan pengaruh katalis peroksidase menghasilkan quinoneimine
yang berwarna merah.
Alat

 Tabung reaksi kecil


 Timer
 Mikropipet 10 dan 1000 µl
 Tissue
 Tip kuning dan biru
 Rak Tabung
 Fotometer
Reagensia

 Reagen kerja Glukosa


 Reagen standar Glukosa 100 mg/dl
 Stabilitas : Reagensia stabil setelah dibuka sampai kadaluarsa bila disimpan pada suhu 2-8oC.
 Spesimen : LCS

Cara Kerja

 Dipipet ke dalam tabung:

 Dicampur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.


 Diukur absorben standar dan sampel pada Photometer terhadap blanko dengan panjang
gelombang 546 nm.
INTREPRETASI HASIL
Pengamatan dan Pembacaan
Absorben blanko aquabidest : 0,000
Dicatat Absorben pengukuran reagent blanko, standar dan sampel
Perhitungan :
Glukosa = Absorben sampel x konsentrasi standard (100 mg/dL)
Absorben standard
= ..............mg/dL
Nilai Normal : 45 – 70 mg/dL

 Chloroda Kuantitatif
Metode : TPTZ
Prinsip : Ion Chlorida bereaksi dengan Mercury (II), 2,4,4-tri-(2 pyridil)-S-triazide kompleks (TPTZ)
membentuk merkuri (II) chlorida. TPTZ bebas bereaksi dengan ion besi (II) menghasilkan warna biru
kompleks. Perubahan absorben pada 578 nm sebanding dengan kadar chlorida.
Alat

 Tabung reaksi kecil


 Timer
 Mikropipet 10 dan 1000 µl
 Tissue
 Tip kuning dan biru
 Rak Tabung
 Fotometer

Reagensia

 Reagen warna : 2,4,6-tri-(2-pyridil)-S-triazide (TPTZ) dan merkuri (II) kompleks 0,96


mmol/L dan besi (II) sulfat 0,5 mmol/L
 Standard Chlorida : Natrium chlorida 100 mmol/L atau 355 mg/dL
 Spesimen : LCS
Cara Kerja

 Dipipet ke dalam tabung:

 Dicampur dan diinkubasi pada suhu ruang selama 10 menit.


 Diukur absorben standar dan sampel pada Photometer terhadap blanko dengan panjang
gelombang 546 nm.
INTREPRETASI HASIL
Perhitungan :
Chlorida = Absorben sampel x konsentrasi standard (100 mmol/L)
Absorben standard
= ..............mmol/L
Nilai Normal : 98 - 106 mmol/L

Anda mungkin juga menyukai