oleh :
dr. Arga Kafi Perdana Kusuma
Peserta PPDS Obstetri dan Ginekologi
Mentor :
Dr.Dr. dr. H. Joserizal Serudji, Sp.OG(K)
LEMBAR PENGESAHAN
Dr. Dr. dr. H. Joserizal Serudji, Sp.OG(K) dr. Arga Kafi Perdana K
Mengetahui :
KPS PPDS OBGIN
FK UNAND RS. Dr. M. DJAMIL PADANG
ii
PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS (PPDS)
OBSTETRI DAN GINEKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
Hasil Penilaian
2 Keterampilan
3 Attitude
iii
DAFTAR ISI
iv
3.5.1 Epidemiologi COVID-19.................................................................................. 45
3.5.2 Etiologi COVID-19 ........................................................................................... 46
3.5.3 Manifestasi Klinis COVID-19.......................................................................... 47
3.5.4 Diagnosis COVID-19 ........................................................................................ 47
3.5.5 Skrining dan Diagnosis COVID-19 Pada Maternal ....................................... 49
3.5.6 Tatalaksana....................................................................................................... 50
BAB IV PEMBAHASAN .................................................................................... 51
BAB V KESIMPULAN....................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 54
v
DAFTAR BAGAN
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR TABEL
viii
BAB I
PENDAHULUAN
9
tahun 1999-2004, menunjukkan kejadian persalinan tindakan ektraksi vakum
sebanyak 3,46% dan ektraksi forsep sebanyak 9,46% dengan indikasi terbanyak
adalah preeklamsia berat untuk ektraksi forsep (39,76%) dan kala II lama untuk
ektraksi vakum (45,33%).10 Pada penelitian lainnya yang dilakukan di RSUP Dr.
Kariadi selama periode 1 Januari 2008 – 31 Desember 2008, sebanyak 48 wanita
ditolong dengan ektraksi vakum, dan satu wanita dengan ektraksi forsep dari 283
persalinan pada wanita hamil yang berusia lebih dari 35 tahun. 9 Penelitian lainnya
yang dilakukan di klinik Obstetri Gynekology Kosovo didapatkan persalinan yang
menggunakan ektraksi vakum sebesar 158 atau (1,74%) dari 10742 persalinan,
dimana 121 (76,5%) dari 158 kasus ektraksi vakum tanpa memiliki riwayat aborsi,
sebanyak 101 (64%) wanita dengan melakukan persalinan dengan ektraksi vakum
berusia 21-30 tahun. Pada penelitian tersebut menggambarkan indikasi utama dari
tindakan ektraksi vakum karena kelelahan seorang ibu pada kala II yang ditemukan
pada 115 kasus (72%).10
Persalinan dengan tindakan bertujuan untuk membantu proses persalinan
yang mengalami penyulit, sehingga dapat mengurangi risiko kematian ibu dan bayi
yang pada akhirnya dapat menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia. Pada periode 2004 sampai dengan 2007 terjadi
penurunan AKI dari 307 kasus per 100.000 kelahiran hidup menjadi 228 per
100.000 kelahiran hidup dan AKB dari 35 kasus per 1000 kelahiran hidup menjadi
34 kasus per 1000 kelahiran hidup.9 Penyebab langsung kematian ibu di Indonesia,
80% karena komplikasi obstetri dan 20% oleh sebab lainnya, sedangkan penyebab
tidak langsung adalah “3 Terlambat” dan “4 Terlalu”. Tiga faktor terlambat yang
dimaksud adalah terlambat dalam mengambil keputusan, terlambat sampai ke
tempat rujukan, dan terlambat dalam mendapat pelayanan di fasilitas kesehatan.
Adapun 4 terlalu yang dimaksud adalah terlalu muda saat melahirkan, terlalu tua
melahirkan, terlalu banyak anak, dan terlalu dekat jarak melahirkan. 13 Namun,
keberhasilan tersebut masih perlu terus ditingkatkan, mengingat AKI dan AKB di
Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya. Upaya
penurunan AKI harus difokuskan pada penyebab langsung kematian ibu, yang
terjadi 90% pada saat persalinan dan segera setelah pesalinan, yaitu perdarahan
10
(28%), eklamsia (24%), infeksi (11%), komplikasi pueperium 8%, partus macet
5%, abortus 5%, trauma obstetrik 5%, emboli 3%, dan lain-lain 11% .11
Pada kasus ini terjadi fetal distress dan pasien dibantu kala II dengan
menggunakan vakum ekstraksi. Penulis berminat untuk membahas kasus ini, untuk
mempelajari lebih lanjut, apa pilihan persalinan yang tepat pada pasien dengan
fetal distress, dibantu kala II dengan menggunakan vakum atau dengan
menggunakan forcep.
11
BAB II
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Ny. T
Umur : 24 tahun
MR : 01 09 42 25
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Alamat : Padang
Tanggal masuk : 29/11/2020
Identitas Suami
Nama : Tn. A
Umur : 25 tahun
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Padang
Keluhan Utama
Seorang pasien wanita 24 tahun datang ke PONEK RSUP dr. M. Djamil
Padang rujukan dari RS Siti Hawa dengan diagnosa G1P0A0H0 gravid aterm 40-
41 minggu + fetal distress (rapid test positif).
12
• Keluar lendir campur darah (+) sejak 6 jam yang lalu.
• Keluar air air dari jalan lahir (+) sejak 1 jam yang lalu
• Keluar darah banyak dari kemaluan(-)
• HPHT : 17-02-2020 TP: 24 - 11-2020
• Gerakan anak dirasakan sejak 4 bulan yang lalu
• Riwayat Menstruasi : menarche usia 12 tahun, teratur setiap 28 hari,
lamanya 5-7 hari, 2-3 x ganti duk/hari, nyeri haid (-)
• RHM: mual (-), Muntah (-), perdarahan (-)
• RHT : mual (-) , muntah (-), Perdarahan (-)
• Riw ANC: kontrol kehamilan ke bidan sejak kehamilan 2, 3, 4 bulan tidak
didapatkan kelainan dan kontrol ke SpOG pada kehamilan 5,6 dan 8 bulan
• Keluhan batuk, demam, sesak, nyeri tenggorokan (-)
• Riwayat bepergian ke luar kota dan kontak dengan pasien terkonfirmasi
covid (+) dalam 2 minggu terakhir(-)
Riwayat penyakit dahulu
Pasien tidak pernah menderita penyakit jantung, paru, hati, ginjal, DM dan
hipertensi.
Riwayat alergi disangkal
Riwayat kelainan pembekuan darah disangkal
Riwayat perkawinan
1x tahun 2019
Riwayat kontrasepsi
13
Tidak ada
Riwayat imunisasi
Tidak ada
Riwayat Pendidikan
Tamat SMA
Riwayat Pekerjaan
Ibu Rumah Tangga
Kebiasaan
Merokok (-), narkoba (-), minum alkohol (-)
Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan umum : sedang Keadaan gizi : sedang
Kesadaran : Compos Mentis Cooperative TB : 155 cm
Tekanan darah : 110 / 70 mmHg BB : 68 kg
Frekuensi nadi : 70x /menit BMI : 20 (normoweight)
Frekuensi nafas : 20 x /menit
Suhu : 36,8oC
Mata : konjungtiva tidak anemis , sklera tidak ikterik
Leher : JVP 5-2 cm H2O, kelenjar tiroid tidak membesar
Thorak : Paru : Suara Nafas : Vesikuler Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Jantung : Bunyi Jantung I dan II normal, Murmur (-), Gallop (-)
Abdomen : Status obstetrikus
Genitalia : Status obstetrikus
Ekstremitas : edema -/-, Refleks fisiologis + / +, Refleks patologis -/-
Status obstetrikus
Abdomen :
14
Inspeksi : tampak membuncit sesuai kehamilan aterm, linea mediana
hiperpigmentasi (+), sikatrik (-)
Palpasi : L1 : Fundus uteri teraba 3jari dibawah processus xyphoideus
Teraba massa besar, lunak, noduler
L2 : Teraba tahanan terbesar janin di kiri ibu
Teraba bagian-bagian kecil janin di kanan ibu
L3 : Teraba massa bulat, keras, terfiksir
L4 : Paralel
TFU : 32 cm TBJ : 2945 gram His : 3-4x/45”/Kuat
Perkusi : timpani
Auskultasi : DJJ : 125-135 x/menit, bising usus + normal
Genitalia : Inspeksi :V/U tenang, Perdarahan Pervaginam (-)
VT : Ø 8-9 cm
Ketuban (-) sisa jernih
Teraba kepala H III-IV, UUK anterior
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium :
Hematologi
Parameter Hasil
Hemoglobin 13,4
Hematokrit 37
Leukosit 19.130
Trombosit 273.000
Diff. Count 0/0/85/9/6/-
Bilirubin Total 0,6
Bilirubin Direk 0,2
Bilirubin Indirek 0,4
Protein Total 8,0
Albumin 3,8
Globulin 4,2
PT 9,0
15
APTT 23,4
GDS 93
SGOT 14
SGPT 7
Ureum 8,6
Creatinin 14
Natrium 133
Kalsium 4,0
Clorida 103
HbsAg Non Reactive
HIV Non Reactive
USG
16
Interpretasi USG
• Janin hidup tunggal intrauterin letak memanjang persentasi kepala,
• aktifitas dan gerak janin baik terbatas
• Biometri
• BPD : 9.08 cm
• HC : 29.88 cm
• AC :31.52 cm
• FL : 7.44 cm
• EFW : 2969 gram
• AFI : 1.86 cm
• FHR : 118 bpm
• Plasenta tertanam di fundus meluas ke korpus posterior maturasi grade III
Kesan : gravid 38-39 minggu sesuai biometri
Janin hidup tunggal intrauterin letak memanjang persentasi kepala
CTG
Interpretasi CTG
• Baseline : 125 – 135
• Variabiliats : 5-10
• Akselerasi : +
17
• Deselerasi : (+) early deceleration
• Gerak anak : +
• Kontraksi : +
• Kesan : kategori II
Rontgen Thorax
Kesan : Pneumonia
Diagnosis (Assesment)
G1P0A0H0 parturien aterm 40-41 mg Kala I Fase Aktif + fetal distress + susp covid
19
Janin Hidup Tunggal intrauterin presentasi kepala
Rencana (Plan)
Ikuti persalinan → partus pervaginam
Instruksi
Kontrol KU, VS, His, DJJ, kemajuan persalinan
Konsul perinatologi
Ikuti persalinan
18
S/ : Rasa ingin mengejan (+), gerak anak (+)
O/ : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 120/70 80x/i 16x/i 36,70C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : His : 3-4x/50”/kuat DJJ : 80-90x/m
Genitalia :VT : Pembukaan lengkap, ketuban (-) sisa jernih kaput (-),
teraba kepala, UUK anterior, Hodge III-IV
4. Dilakukan kateterisasi
19
5. Dilakukan VT untuk memastikan pembukaan lengkap
Diagnosis
P1A0H1 post vakum ekstraksi ai fetal distress + susp. Covid 19
Ibu dan bayi dalam perawatan
Sikap
20
Awasi kala IV
Pasca Tindakan
FOLLOW UP
Tanggal 29 November 2020 jam 13.15 WIB
S/ : Demam (-), Keluar darah dari kemaluan (-)
O/ : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/70 84x/i 16x/i 36,70C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : I : Tampak sedikit membuncit
Pa : FUT teraba 3 jari di bawah pusat
Kontraksi baik
Per : Timpani
Aus : BU (+) N
Genitalia : I : V/U tenang, PPV (-)
Urin : 130 cc warna kuning jernig
21
A/ : P1A0H1 Post Vakum Ekstraksi ai Feetal Distress + Suspek COVID-19,
Nifas Hari 0
Ibu dan bayi baik
P/ : Perawatan post partum, rawat yellow zone kebidanan
I :
• Kontrol KU, VS, kontraksi, PPV
• IVFD RL + drip Oksitosin 10 IU : Metilergometrin 0,2 mg 28 tpm
• cefixime 2 x 200 mg
• paracetamol 3 x 500 mg
• vit c 3 x 50 mg
• azitromicin 1 x 500 mg
• zinc 2 x 200 mg
• vit c 3 x 100 mg
• Cek lab 6 jam
• Acc rawat HCU yellow zone
FOLLOW UP
Tanggal 30 November 2020 jam 07.00 WIB
S/ : Demam (-), Keluar darah dari kemaluan (-)
O/ : KU Kes TD Nd Nfs T
Sdg CMC 110/70 84x/i 16x/i 36,70C
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Abdomen : I : Tampak sedikit membuncit
Pa : FUT teraba 3 jari di bawah pusat
Kontraksi baik
Per : Timpani
Aus : BU (+) N
Genitalia : I : V/U tenang, PPV (-)
Urin : 130 cc warna kuning jernig
22
A/ : P1A0H1 Post Vakum Ekstraksi ai Feetal Distress + Suspek COVID-19,
Nifas Hari 1
Ibu dan bayi baik
P/ : Perawatan post partum, rawat yellow zone kebidanan
I :
• Kontrol KU, VS, kontraksi, PPV
• IVFD RL + drip Oksitosin 10 IU : Metilergometrin 0,2 mg 28 tpm
• cefixime 2 x 200 mg
• paracetamol 3 x 500 mg
• vit c 3 x 50 mg
• azitromicin 1 x 500 mg
• zinc 2 x 200 mg
• vit c 3 x 100 mg
• Acc rawat HCU yellow zone
23
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
24
3. Panggul sempit (disporposi kepala-panggul)
Pada janin:
1. Malpresentasi (dahi, puncak kepala, muka, bokong)
2. Makrosomia
3. Koagulopati pada janin
4. After coming head
5. Janin preterm
3.1.3. Syarat Ekstraksi Vakum
Beberapa syarat khusus untuk dilakukan ekstraksi vakum adalah: 8
1. Pembukaan serviks lengkap
2. Presentasi belakang kepala
3. Cukup bulan (aterm)
4. Tidak ada kesempitan panggul
5. Janin hidup
6. Penurunan kepala janin di level 2 atau tak lebih dari 1/5 diatas simpisis
7. Kontraksi baik dan ada tenaga untuk meneran
8. Ketuban sudah pecah atau dipecahkan
9. Alat ekstraktor vakum berfungsi baik
3.1.4 Prosedur
Prosedur untuk dilakukannya tindakan ekstraksi vakum berupa:8
1. Ibu tidur dalam posisi litotomi
2. Pada dasarnya tidak diperlukan narkosis umum. Jika pada waktu
pemasangan mangkuk, ibu mengeluh nyeri, dapat diberikan anastesia
infiltrasi atau pudendal nerve block. Apabila dengan cara ini tidak berhasil,
boleh diberi anastesia inhalasi, tetapi hanya terbatas pada waktu memasang
mangkuk saja.
3. Setelah semua bagian ekstraktor vakum terpasang, maka dipilih mangkuk
yang sesuai dengan pembukaan servik. Pada pembukaan servik lengkap
biasanya dipakai mangkuk nomor 5. Mangkuk dimasukkan ke dalam vagina
dengan posisi miring dan dopasang pada bagian terendah kepala, menjauhi
25
ubun-ubun besar. Tonjolan pada mangkuk, diletakkan sesuai dengan letak
denominator.
26
ini harus ada koordinasi yang baik antara tangan kiri dan tangan kanan
penolong.
7. Ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri menahan mangkuk, sedang tangan
kanan melakukan tarikan dengan memegang pada pemegang. Maksud
tangan kiri menahan mangkuk ialah agar mangkuk selalu dalam posisi yang
benar dan bila sewaktu-waktu mangkuk lepas, maka mangkuk tidak akan
meloncat ke arah muka penolong.
8. Traksi dilakukan terus selama ada his dan harus mengikuti putaran paksi
dalam, sampai akhirnya suboksiput berada dibawah simfisis. Bila his
berhenti, maka traksi juga dihentikan, sehingga traksi dikerjakan secara
intermiten bersama-sama dengan his.
9. Kepala janin dilahirkan dengan menarik mangkuk kearah atas, sehingga
kepala janin melakukan gerakan defleksi dengan suboksiput sebagai
hipomokhlion dan berturut-turut lahir bagian-bagian kepala sebagaimana
lazimnya. Pada waktu kepala melakukan gerakan defleksi ini, maka tangan
kiri penolong segera menahan perineum. Setelah kepala lahir, pentil dibuka,
udara masuk kedalam botol, tekanan negative menjadi hilang dan mangkuk
dilepaskan.
Gambar 3.3 Arah Tarikan Mangkuk Sesuai Dengan Arah Sumbu Panggul8
27
Gamabr 3.4 Cara Melahirkan Kepala Janin Melalui Vulva8
28
f. Traksi terlalu kuat
g. Cacat (defek) pada alat, misalnya kebocoran pada karet saluran
penghubung.
h. Adanya disproporsi sefalo-pelvik. Setiap mangkuk lepas pada waktu
traksi, harus diteliti satu persatu kemungkinan -kemungkinan diatas dan
diusahakan melakukan koreksi.
2. Dalam waktu setengah jam dilakukan traksi, janin tidak lahir
Ekstraksi vakum dihentikan bila kepala tidak turun atau terjadi bradikardi
yang berat (gawat janin). Dilakukan seksio sesarea segera (bila perlu dengan
anastesi local) dn sementara bayi belum dilahirkan dilakukan resusitasi
intrauterine dengan tokolisis.
3.1.6 Komplikasi
Komplikasi paling umum dari penggunaan vakum adalah laserasi kulit
kepala dan cephalohematoma. Namun, komplikasi yang jarang dari ekstraktor
vakum adalah perdarahan subgaleal, yang bisa menjadi darurat neonatal. 5
Diantara berikut komplikasi pada ibu dan janin terhadap tindakan ekstraksi
vakum adalah:8
Komplikasi pada Ibu berupa:
1. Perdarahan
2. Trauma jalan lahir
3. Infeksi
29
7. Trauma pada nervus kranialis 6 dan 7
8. Erb’s paralisis
9. Perdarahan retina
10. Nekrosis kulit kepala (scalp necrosis) yang dapat menimbulkan alopesia
11. Kematian janin
30
d. Mengurangi bahaya kompresi jalan lahir pada kepala.
3.2.2 Indikasi absolut (mutlak)
Indikasi mutlak persalinan dengan ekstraksi forsep adalah : 12
a. Indikasi ibu : eklamsia, preeklamsia Ibu dengan penyakit jantung, paru –
paru, dan lain – lain
b. Indikasi janin : gawat janin Indikasi waktu : kala II memanjang.
31
b. Tipe Simpson
Tipe ini ditandai dengan tangkai yang terbuka sehingga memberi
kemungkinan untuk dipasang pada kepala janin yang mempunyai kaput
suksedanem.10
32
janinya oleh karena itu, cara ini sudah tidak dipakai lagi dan diganti dengan
seksio sesarea. 13
b. Forsep Tengah
Ekstraksi forsep yang tidak memenuhi kriteria forseps tinggi maupun forsep
rendah, tetapi kepala sudah cakap. Pada ekstraksi forsep tengah, fungsi
forsep ialah ekstraksi dan rotasi, karena harus mengikuti gerakan putaran
paksi dalam. Sekarang ekstraksi forsep tengah sudah jarang dipakai lagi dan
diganti dengan ekstraksi vakum atau seksio sesarea.
c. Forsep rendah
Ekstraksi forsep dimana kepala sudah mencapai pintu bawah panggul dan
sutura sagitalis sudah dalam anteroposterior. Sampai sekarang pemasangan
forsep jenis ini paling sering dipakai.
33
• Gunting episiotomi
• Alat – alat untuk menjahit robekan jalan lahir Uterotonika. 11
b. Persiapan untuk janin
• Alat – alat pertolongan persalinan
• Alat penghisap lendir
• Oksigen
• Alat – alat untuk resusitasi bayi
c. Persiapan untuk dokter
• Mencuci tangan
• Sarung tangan
• Baju Operasi
34
2. Kunci Perancis
Yaitu kedua tangkai dikunci dengan cara disekrup setelah kedua tangkai
disilangkan.
• Sebuah sekrup terdapat pada leher tangkai forsep kiri.
• Lekukan untuk sekrup pada leher tangkai forsep kanan.
• Setelah disilangkan dilakukan penguncian dengan cara memutar
sekrup
3. Kunci Jerman
Yaitu kedua tangkai dikunci dengan cara mengaitkan pasak yang
terdapat pada satu tangkai forseps dengan cekungan pada tangkai forsep
pasanganya.
4. Kunci Norwegia
Yaitu kedua tangkai dikunci dengan cara saling menggeserkan (sliding)
kedua tangkainya.
• Terdapat bentukan seperti huruf U, pada leher tangkai forsep
kanan.
• Setelah disilangkan kedua tangkai forsep terkunci, tetapi masih
dapat digeserkan.
• Tangkai forsep dapat tergelincir (Kjelland)
d. Pemegang Forsep Adalah bagian yang dipegang operator saat melakukan
ekstraksi forsep. Umumnya bagian ini mempunyai lekukan tempat jari
operator berada.
35
3.3 Faktor – faktor yang berperan dalam proses persalinan
Faktor – faktor yang berperan dalam proses persalinan adalah faktor yang
berasal dari kondisi ibu sendiri dalam menghadapi persalinan dan kondisi janin
dalam kandungan, yaitu :
1. Faktor kekuatan his (power)
His yang baik terdiri dari kontraksi yang simetris, adanya dominasi
di fundus uteri, dan sesudah itu terjadi relaksasi. Kesulitan dalam proses
persalinan karena kelainan his yaitu karena his yang tidak normal, sehingga
menghambat kelancaran proses persalinan. Faktor yang memegang peran
penting dalam kekuatan his antara lain faktor herediter, emosi, ketakutan,
salah pimpin persalinan.1,15
2. Faktor Jalan lahir (passege)
Faktor jalan lahir yang dapat berpengaruh terhadap terjadinya
persalinan tindakan antara lain: ukuran panggul sempit, kelainan pada
vulva, kelainan vagina, kelainan serviks uteri dan ovarium.1,15
3. Faktor Bayi (passenger)
Faktor bayi atau janin sangat berpengaruh terhadap proses persalinan.
Penyulit persalinan yang disebabkan oleh bayi antara lain : 1,16
a) Kelainan pada letak kepala
b) Letak sungsang
c) Letak melintang
d) Presentasi ganda
e) Kelainan bentuk dan besar janin
f) Kesejahteraan janin
36
tidak teratur, atau keluarnya mekonium yang kental pada awal persalinan. 18 Gawat
janin merupakan suatu reaksi ketika janin tidak memperoleh oksigen yang cukup.19
37
akibat aspirasi cairan amnion yang terinfeksi, adalah konsekuensi serius
lainnya.18
5. Insufisiensi plasenta
a. Insufisiensi uteroplasenter akut
Hal ini terjadi karena akibat berkurangnya aliran darah
uterusplasenta dalam waktu singkat, berupa: aktivitas uterus yang
berlebihan, hipertonika uterus, dapat dihubungkan dengan pemberian
oksitosin, hipotensi ibu, kompresi vena kava, posisi 23 terlentang,
perdarahan ibu karena solusio plasenta atau solusio plasenta.
b. Insufisiensi uteroplasenter kronis
Hal ini terjadi karena kurangnya aliran darah dalam uterusplasenta
dalam waktu yang lama. Misalnya : pada ibu dengan riwayat penyakit
hipertensi.
c. Kehamilan Postterm
Meningkatnya resiko pada janin postterm adalah bahwa dengan
diameter tali pusat yang mengecil, diukur dengan USG, bersifat prediktif
terhadap gawat janin pada intrapartum, terutama bila disertai dengan
oligohidramnion. Penurunan cairan amnion biasanya terjadi ketika usia
kehamilan telah melewati 42 minggu, mingkin juga pengeluaran mekonium
oleh janin ke dalam volume cairan amnion yang sudah berkurang
merupakan penyebabnya terbentuknya mekonium kental yang terjadi pada
sindrom aspirasi mekonium.
6. Preeklamsia
Menurut Prawirohardjo (2010), Preeklamsia dapat menyebabkan
kegawatan janin seperti sindroma distres napas. Hal tersebut dapat terjadi
karena vasopasme yang merupakan akibat dari kegagalan invasi trofoblas
kedalam lapisan otot pembuluh darah sehingga pembuluh darah mengalami
kerusakan dan menyebabkan aliran 24 darah dalam plasenta menjadi
terhambat dan menimbulkan hipoksia pada janin yang akan menjadian
gawat janin.
38
3.4.3 Penilaian Klinik Gawat Janin
Menurut Prawirohardjo (2010) tanda gejala gawat janin dapat diketahui dengan
:
1. DJJ Abnormal
Dibawah ini dijelaskan denyut jantung janin abnormal adalah sebagai
berikut :
a. Denyut jantung janin irreguller dalam persalinan sangat bervariasi dan
dapat kembali setelah beberapa watu. Bila DJJ tidak kembali normal
setelah kontraksi, hal ini menunjukan adanya hipoksia.
b. Bradikardi yang terjadi diluar saat kontraksi, atau tidak menghilang
setelah kontraksi menunjukan adanya gawat janin.
c. Takhikardi dapat merupakan reaksi terhadap adanya :
1) Demam pada ibu
2) Obat-obat yang menyebabkan takhikardi (misal: obat
tokolitik)
Bila ibu tidak mengalami takhikardi, DJJ yang lebih dari 160 per menit
menunjukan adanya anval hipoksia.
Denyut jantung janin abnormal dapat disebut juga dengan fetal distress.
Fetal distress dibagi menjadi dua yaitu fetal distress akut dan fetal distress kronis.
Menurut Marmi, Retno A.M.S., 25 Fatmawaty.E (2010) dibawah ini dijelaskan
beberapa faktor yang mempengaruhinya.
a. Faktor yang mempengaruhi fetal distress akut
1) Kontraksi uterus
Kontraksi uterus hipertonik yang lama dan kuat adalah abnormal
dan uterus dalam keadaan istirahat yang lama dapat mempengaruhi sirkulasi
utero plasenta, ketika kontraksi sehingga mengakibatkan hipoksia uterus.
2) Kompresi tali pusat
Kompresi tali pusat akan mengganggu sirkulasi darah fetus dan
dapat mengakibatkan hipoksia. Tali pusat dapat tertekan pada prolapsus,
lilitan talu pusat.
3) Kondisi tali pusat
39
Plasenta terlepas, terjadi solusio plasenta. Hal ini berhubungan
dengan kelainan fetus.
4) Depresi pusat pada sistem pernafasan
Depresi sistem pernafasan pada bayi baru lahir sebagai akibat
pemberian analgetika pada ibu dalam persalinan dan perlukaan pada proses
kelahiran menyebabkan hipoksia.
40
mempengaruhi penurunan oksigenasi arteri maternal seperti: penyakit skle
sel, anemia berat (Hb kurang dari 9% dl atau kurang), penyakit paru-paru,
penyakit jantung, epilepsi (jiak tidak terkontrol dengan baik), infeksi
maternal berat. Kondisi tersebut meliputi insufisiensi plasenta, post matur,
perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan pengurangan suplai
oksigen ke fetus.
7) Kondisi plasenta
Kondisi tersebut meliputi: insufisiensi plasenta, postmatur,
perdarahan antepartum yang dapat mengakibatkan resiko hipoksia intra
uterin. Resiko ini mengakibatkan pengurangan suplai oksigen ke fetus.
8) Kondisi fetal
Malformasi konginetal tertentu, infeksi intra uterin dan
incompatibilitas resus yang meningkatkan resiko hipoksia intra uterin.
Resiko ini meningkat pada kehamilan ganda.
9) Faktor resiko inta partum
Selama persalinan faktor yang berhubungan dengan peningkatan
resiko fetal distress, yaitu: malpresentasi seperti presentasi bokong,
kelahiran dengan forcep, SC, sedatif atau analgetik yang berlebihan,
komplikasi anastesi (meliputi: hipotensi dan hipoksia), partum presipitatus
atau partus lama.
41
sedikitnya 15 denyutan permenit, menetap sedikitnya 15 detik dalam 20
menit.
4) Doppler
Menurut Marmi, Retno A.M.S., Fatmawaty.E (2010) tanda fetal distress
dalam persalinan, sebagai berikut :
a) Denyut jantung
• Takikardi diatas 160 kali perdetik atau brakikardi dibawah 120
kali perdetik.
• Deselerasi dini
Ketika denyut jantung turun lebih dari 15 kali permenit pada
saat kontraksi, kontraksi deselarasi menggambarkan kontraksi
dan biasanya dianggap masalah serius.
• Deselerasi yang berubah-ubah
Deselerasi yang berubah-ubah hal ini sangat sulit dijelaskan
Ini dapat terjadi pada awal atau akhir penurunan denyut jantung
dan bentuknya tidak sama. Hubungan antar peningkatan asidosis
fetus dengan dalam dan lamanya deselerasi adalah adanya
abnormalitas denyut jantung janin.
• Deselerasi lambat
Penurunan denyut jantung janin menunjukan tingkat
deselerasi paling rendah tetapi menunjukan kontraksi pada saat
tingkat yang paling tinggi. Deselerasi yang lambat menyebabkan
penurunan 30 aliran darah fetus dan pengurangan transfer
oksigen selama kontraksi. Penurunan tersebut mempengaruhi
oksigenasi serebral fetus. Jika pola tersebut terjadi disertai
dengan abnormalitas denyut jantung janin harus dipikirkan
untuk ancaman yang serius dalam kesejahteraan fetus.
• Tidak adanya denyut jantung Ini mungkin disebabkan oleh
karena hipoksia kronis atau berat dimana sistem syaraf otonom
tidak dapat merespon stress.
• Mekonium bercampur air ketuban.
b) Mekonium
42
Cairan amnion yang hijau kental menunjukkan bahwa air ketuban
jumlahnya sedikit. Kondisi ini mengharuskan adanya intervensi.
Intervensi ini tidak perlu dilakukan bila air ketuban kehijauan tanpa
tanda kegawatan lainnya, atau pada fase akhir suatu persalinan letak
bokong.
3.4.4 Penanganan Gawat Janin pada Persalinan
Menurut Prawirohardjo (2010) penanganan gawat janin saat persalinan
adalah sebagai berikut :
1. Cara pemantauan
a. Kasus resiko rendah – auskultasi DJJ selama persalinan :
1) Setiap 15 menit kala I
2) Setiap setelah his kala II
3) Hitung selama satu menit setelah his selesai
b. Kasus resiko tinggi – gunakan pemantauan DJJ elektronik secara
berkesinambungan
c. Hendaknya sarana untuk pemeriksaan pH darah janin disediakan
2. Interpretasi data dan pengelolaan
a. Untuk memperbaiki aliran darah uterus : Pasien dibaringkan miring ke
kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta
b. Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan)
c. Berikan oksigen 6-8 L/menit
d. Untuk memperbaiki hipotensi ibu (setelah pemberian anastesi epidural)
segera berikan infus 1 L infus RL
e. Kecepatan infus cairan-cairan intravaskular hendaknya dinaikkan untuk
meningkatkan aliran darah dalam arteri uterina.
3. Untuk memperbaiki aliran darah umbilikus
a. Pasien dibaringkan miring ke kiri, untuk memperbaiki sirkulasi plasenta.
b. Berikan ibu oksigen 6-8 L/menit 32
c. Perlu kehadirkan dokter spesialis anak Biasanya resusitasi intrauterin
tersebut diatas dilakukan selama 20 menit.
d. Tergantung terpenuhinya syarat-syarat, melahirkan janin dapat pervaginam
atau perabdominal.
43
e. Pathway Gawat Janin dalam Persalinan
44
f. Penatalaksanaan Gawat Janin dalam Persalinan
3.5 COVID-19
3.5.1 Epidemiologi COVID-19
Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) merupakan penyakit menular yang
disebabkan oleh Coronavirus jenis baru. Penyakit ini diawali dengan munculnya
kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya di Wuhan, China pada akhir
Desember 2019.2 Berdasarkan hasil penyelidikan epodemiologi, kasus tersebut
diduga berhubungan dengan Pasar Seafood di Wuhan. Pada tanggal 7 Januari 2020,
Pemerintah China bahwa penyebab kasus tersebut adalah Coronavirus jenis baru
yang kemudian diberi nama SARS-CoV-2 (Severe Acute Respiratory Syndrome
45
Coronavirus 2). Virus ini berasal dari famili yang sama dengan virus penyebab
SARS dan MERS. Meskipun berasal dari famili yang sama, namun SARS-CoV-2
lebih menular dibandingkan dengan SARS-CoV dan MERS-CoV (CDC China,
2020). Proses penularan yang cepat membuat WHO menetapkan COVID-19
sebagai KKMMD/PHEIC pada tanggal 30 Januari 2020.21
Angka kematian kasar bervariasi tergantung negara dan tergantung pada
populasi yang terpengaruh, perkembangan wabahnya di suatu negara, dan
ketersediaan pemeriksaan laboratorium. Thailand merupakan negara pertama di
luar China yang melaporkan adanya kasus COVID-19. Setelah Thailand, negara
berikutnya yang melaporkan kasus pertama COVID-19 adalah Jepang dan Korea
Selatan yang kemudian berkembang ke negara-negara lain. Sampai dengan tanggal
23 Juli 2020, WHO melaporkan 14.971.036 kasus konfirmasi dengan 618.017
kematian di seluruh dunia (CFR 4,1%). Negara yang paling banyak melaporkan
kasus konfirmasi adalah Amerika Serikat, Brazil, Rusia, India, dan United
Kingdom. Sementara, negara dengan angka kematian paling tinggi adalah Amerika
Serikat, United Kingdom, Italia, Perancis, dan Spanyol.21
46
3.5.3 Manifestasi Klinis COVID-19
Gejala-gejala yang dialami biasanya bersifat ringan dan muncul secara
bertahap. Beberapa orang yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun dan
tetap merasa sehat. Gejala COVID-19 yang paling umum adalah demam, rasa lelah,
dan batuk kering. Beberapa pasien mungkin mengalami rasa nyeri dan sakit, hidung
tersumbat, pilek, nyeri kepala, konjungtivitis, sakit tenggorokan, diare, hilang
penciuman dan pembauan atau ruam kulit. Tidak ada perbedaan antara populasi
umum dengan ibu hamil terhadap gejala yang mungkin tibul.
Berdasarkan RCOG 2020 menyatakan bahwa kehamilan dan persalinan
tidak meningkatkan risiko infeksi terhadap COVID-19. Perubahan sisitem imun
fisiologis pada ibu hamil, berhubungan dengan gejala infeksi COVID-19 yang lebih
besar. Kebanyakan ibu hamil hanya mengalami gejala cold/flu-like sympthomps
derajat ringan sampai dengan sedang. Pada telaah sistematis pada 108 kasus
kehamilan terkonfirmasi covid-10 didapatkan gejala klinis paling sering didapatkan
adalah demam dan batuk. Lebih dari 90% tidak memerlukan terminasi kehamilan.
Risiko akan meningkat pada kehamilan dengan komorbid.
Menurut data dari negara-negara yang terkena dampak awal pandemi, 40%
kasus akan mengalami penyakit ringan, 40% akan mengalami penyakit sedang
termasuk pneumonia, 15% kasus akan mengalami penyakit parah, dan 5% kasus
akan mengalami kondisi kritis. Pasien dengan gejala ringan dilaporkan sembuh
setelah 1 minggu. Pada kasus berat akan mengalami Acute Respiratory Distress
Syndrome (ARDS), sepsis dan syok septik, gagal multi-organ, termasuk gagal
ginjal atau gagal jantung akut hingga berakibat kematian. Orang lanjut usia (lansia)
dan orang dengan kondisi medis yang sudah ada sebelumnya seperti tekanan darah
tinggi, gangguan jantung dan paru, diabetes dan kanker berisiko lebih besar
mengalami keparahan.
47
Tabel 3.1 Kategori Kasus COVID-19
Kategori Definisi
Orang dengan Infeksi Saluran
Pernapasan Akut (ISPA) DAN pada 14
hari terakhir sebelum timbul gejala
memiliki riwayat perjalanan atau
tinggal di negara/wilayah Indonesia
yang melaporkan transmisi local
Orang dengan salah satu gejala/tanda
ISPA DAN pada 14 hari terakhir
Kasus Suspek
sebelum timbul gejala memiliki
riwayat kontak dengan kasus
konfirmasi/probable COVID-19
Orang dengan ISPA berat/pneumonia
berat yang membutuhkan perawatan di
rumah sakit DAN tidak ada penyebab
lain berdasarkan gambaran klinis yang
meyakinkan
Kasus suspek dengan ISPA
Berat/ARDS/meninggal dengan
Kasus Probable gambaran klinis yang meyakinkan
COVID-19 DAN belum ada hasil
pemeriksaan laboratorium RT-PCR
Seseorang yang dinyatakan positif
terinfeksi virus COVID-19 yang
dibuktikan dengan pemeriksaan
laboratorium RT-PCR
Kasus Konfirmasi
Kasus konfirmasi dibagi menjadi 2:
Kasus konfirmasi dengan gejala
(simptomatik) dan Kasus konfirmasi
tanpa gejala (asimptomatik)
48
3.5.5 Skrining dan Diagnosis COVID-19 Pada Maternal
Gambar 3.9. Algoritma Skrining & Diagnosis Ibu Hamil Datang ke RS.
49
3.5.6 Tatalaksana
Hingga saat ini, belum ada vaksin dan obat yang spesifik untuk mencegah
atau mengobati COVID-19. Pengobatan ditujukan sebagai terapi simptomatis dan
suportif. Ada beberapa kandidat vaksin dan obat tertentu yang masih diteliti melalui
uji klinis.
50
BAB IV
PEMBAHASAN
51
kasus ini direncanakan persalinan pervaginam dengan bantuan vakum ekstraksi
dengan tujuan mempersingkat kala II.
Pasien ini juga telah memenuhi syarat khusus vakum ekstraksi yaitu pada
pasien ini pembukaan serviks lengkap, cukup bulan (aterm), tidak ada kesempitan
panggul, janin hidup, penurunan kepala janin hodge III-IV, kontraksi baik serta ada
tenaga untuk meneran dan ketuban sudah pecah.
Namun pada tindakan vakum ekstraksi memiliki beberapa kerugian yaitu
salah satunya memerlukan waktu lebih lama untuk pemasangan mangkuk sampai
dapat ditarik relative lebih lama daripada forsep (+/- 10 menit) cara ini kurang tepat
dipakai apabila ada indikasi untuk melahirkan anak dengan cepat seperti misalnya
kasus fetal distress (gawat janin). Pilihan proses tindakan persalinan pervaginam
yang tepat pada kasus ini yaitu tindakan ekstraksi forsep karena pada ekstraksi
forsep punya keuntungan membantu lebih cepat persalinan pada kasus janin yang
mengalami hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan otak bahkan
mengakibatkan kematian.22
52
BAB V
KESIMPULAN
Proses persalinan terkadang mengalami hambatan dan memerlukan
penanganan dengan vakum ekstraksi. Vakum ekstraksi merupakan tindakan
obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan sinergi
tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi. Tarikan pada kulit kepala bayi,
dilakukan dengan membuat cengkraman yang dihasilkan dari aplikasi tekanan
negatif (vakum). Mangkuk logam atau silastik akan memegang kulit kepala dengan
tekanan vakum, menjadi kaput artifisial. Mangkuk dihubungkan dengan tuas
penarik (yang dipegang oleh penolong persalinan), melalui seutas rantai. Ada 3
gaya yang bekerja pada prosedur ini, yaitu tekanan interauterin (oleh kontraksi),
tekanan ekspresi eksternal (tenaga mengedan), dan gaya tarik (ekstraksi vakum).
Secara garis besar indikasi vakum ekstraksi adalah kelelahan ibu, partus tak
maju, gawat janin yang ringan, toksemia gravidarum, ruptura uteri imminens, dan
mempersingkat kala II pada ibu yang tidak boleh mengedan lama, seperti ibu yang
menderita vitium kordis, anemi, koch pulmonum, asma bronkial dan lain-lain.
Indikasi lainnya adalah penyakit jantung, eklampsia, seksio sesarea pada persalinan
sebelumnya.
53
DAFTAR PUSTAKA
1. Mochtar R. Sinopsis Obstetri. Jilid I Edisi 2. Jakarta : EGC; 1998.
2. Mose C.J., Alamsyah M. Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo:
Persalinan Lama. Jakarta: PT Bina Pustaka; 2010.
3. Pacarda M, Zeqiri F, Hoxha S, Dervishi Z, Kongjeli N, Qavdarbasha H, et
al. Impact of parity and intrauterine fetal condition during vacuum
extraction. Med arh [Internet] 2010 [cited 2010 Oct 5]; 64(3):175 .Available
from : Scopemed
4. Martinus G. Bedah Kebidanan Martinus. Jakarta: EGC; 1997.
5. Al- Azzawi F. Atlas Teknik Kebidanan. Jakarta : EGC; 2002.
6. Cunningham G.F., Gant F.N., Levono J.K., Gilstrap III, C. Larry, Hayth
C.J., Wesnstrom D.K. Obstetri Williams. Vol.1 Edisi 21. Jakarta: EGC;
2006.
7. Callahan, Tamara L. 2013. Blueprints obstetrics & gynecology. Baltimore,
MD :Lippincott Williams & Wilkins.
8. Hadijoni R. 2017. Ekstraksi vakum. Ilmu Bedah Kebidanan. Bab 7. Jakarta.
PT Bina Pustaka Sarwono: 123-129
9. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jaminan persalinan upaya
terobosan kementerian kesehatan dalam percepatan pencapaian target
MDGs[Internet]. C2011 [cited 2011 Oct 5]. Available from :
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/99
10. .Ilmu Fantom Bedah Obstetri. Semarang: Bagian Obstetri dan Gynekologi
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro; 1999.
11. Manuaba I.B.G. Operasi Kebidanan Kandungan dan Keluarga Berencana
untuk Dokter Umum. Jakarta: EGC, 1999.
12. Angsar D.M. Ilmu Bedah Kebidanan: Ekstraksi Vakum dan Forsep. Jakarta:
PT Bina Pustaka, 2010.
13. Specialty Surgical Instrumentation, Elliot Obstetrical Forcep [Internet].
USA : Specialty Surgical Instrumentation; c2010 [ cited 2012 Feb 6].
Available from: http://www.specsurg.com/products/p-2881-elliot-
obstetrical-forcep.aspx
54
14. .Codman & Shurtleff Ine, Piper Obstetrical Forceps [Internet]. USA:
Codman & Shurtleff Ine; c2010 [cited 2011 Dec 12]. Available from:
http://photos.codman.com/images/prodLineId_6/30-5680.jpg
15. Rode L., Nilas, Sei, Wojdemann K., Tabor A. Obesity related complications
in danish single cephalic term pregnancies. American Collage of
Obstetrician and 53 Gynecologist [Internet]. 2005 [ cited 2012 Feb 10]:
105(3): 537 – 542. . Available from: journals.lww.
16. Departemen Kesehatan RI. Standar pelayanan kebidanan [Internet].c 2000
[ cited 2011 feb 10]. Available from : Depkes RI
17. Nugroho. Taufan. 2012. Patologi Kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika
18. Prawirohardjo. 2010. Ilmu Kebidanan. Jakarta : Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
19. Dewi. A.h., Cristine. C.P. 2010. Asuhan Persalinan Normal. Yogyakarta:
Numed.
20. Nugraheni, Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi. Yogyakarta: Pustaka
Rihama.
21. POGI. 2020. Rekomendasi Penanganan Virus Corona (COVID-19) pada
Maternal (Hamil, Bersalin, dan Nifas). Jakarta : POKJA Infeksi Saluran
Reproduksi Pengurus Pusat Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi
Indonesia.
22. Obstetri Operatif. 2000. Bandung : Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas
Padjadjaran.
55