Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN

Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami


peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan peningkatan
angka morbiditas dan angka kematian ( mortalitas ) ( Adib, 2009 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanan darah di dalam arteri
(Ruhyanudin, 2007 ).
Definisi TD yang disebut hipertensi sulit ditentukan karena tersebar di
populasi sebagai distribusi normal dan meningkat seiring bertambahnya usia.
Pada dewasa muda TD > 140/90 mmHg bisa dianggap hipertensi dan terapi
mungkin bisa bermanfaat ( Gleadle, 2005 ).
Hipertensi adalah suatu peningkatan tekanann darah di dalaam arteri.
Secara umum, hipertensi merupakan suatu keadaan tanpa gejala, dimana
tekanan yang abnormal tinggi didalam arteti menyebabkan meningkatnya resiko
tekanan stroke, aneurisma, gagaal jantung, serangan jantung dan kerusakan
ginjal (Faqih, 2007).
Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah, terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya
(Sustrani,2006).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka kesakitan
atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi merupakan
keadaan ketika seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal
atau kronis dalam waktu yang lama( Saraswati,2009).
Hipertensi atau darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan
pembuluh darah yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World
Health Organization) memberikan batasan tekanan darah normal adalah 140/90
mmHg. Batasan ini tidak membedakan antara usia dan jenis kelamin (Marliani,
2007).
Tabel I : Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa di Atas 18 Tahun

Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik/Diastolik (mmHg)


Normal < 120 dan < 80
Pre-Hipertensi 120 – 139 atau 80 – 89
Hipertensi Stadium I 140 - 159 atau 90 – 99
Hipertensi Stadium II > 160 atau > 100

Besarnya tekanan darah selalu dinyatakan dengan dua angka. Angka


yang pertama menyatakan tekanan sistolik, yaitu tekanan yang dialami dinding
pembuluh darah ketika darah mengalir saat jantung memompa darah keluar dari
jantung. Angka yang kedua di sebut diastolic yaitu angka yang menunjukkan
besarnya tekanan yang dialami dinding pembuluh darah ketika darah mengalir
masuk kembali ke dalam jantung.
Tekanan sistolik diukur ketika jantung berkontraksi, sedangkan tekanan
diastolic diukur ketika jantung mengendur (relaksasi). Kedua angka ini sama
pentingnya dalam mengindikasikan kesehatan kita, namun dalam prakteknya,
terutama buat orang yang sudah memasuki usia di atas 40 tahun, yang lebih
riskan adalah jika angka diastoliknya tinggi yaitu diatas 90 mmHg (Adib, 2009).

B. ETIOLOGI

Penyebab hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi


essensial (primer) merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya dan
ada kemungkinan karena faktor keturunan atau genetik (90%). Hipertensi
sekunder yaitu hipertensi yang merupakan akibat dari adanya penyakit lain. Faktor
ini juga erat hubungannya dengan gaya hidup dan pola makan yang kurang baik.
Faktor makanan yang sangat berpengaruh adalah kelebihan lemak (obesitas),
konsumsi garam dapur yang tinggi, merokok dan minum alkohol.
Apabila riwayat hipertensi didapatkan pada kedua orang tua, maka
kemungkinan menderita hipertensi menjadi lebih besar. Faktor-faktor lain yang
mendorong terjadinya hipertensi antara lain stress, kegemukan (obesitas), pola
makan, merokok (M.Adib,2009).

C. PATOFISIOLOGI
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor, pada medula di otak. Dari pusat vasomotor itu
bermula jaras saraf simpatis yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar
dari kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di thoraks dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke
bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
masing-masing ganglia melepaskan asetilkolin yang akan merangsang serabut
saraf pusat ganglia ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya
norepinefrin mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti
kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respons pembuluh darah
terhadap rangsang vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitif
terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal
tersebut bisa terjadi. Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis
merangsang pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal
juga terangsang yang mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla
adrenal mensekresi epinefrin yang pada akhirnya menyebabkan vasokonstriksi
korteks adrenal serta mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat
memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi tersebut
juga mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal yang kemudian
menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I,
yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, yaitu suatu vasokonstriktor kuat,
yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume Intravaskuler. Semua faktor tersebut
cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Tekanan darah tinggi selain dipengaruhi oleh keturunan juga disebabkan
oleh beberapa faktor seperti peningkatan aktifitas tonus simpatis, gangguan
sirkulasi. Peningkatan aktifitas tonus simpatis menyebabkan curah jantung
menurun dan tekanan primer yang meningkat, gangguan sirkulasi yang
dipengaruhi oleh reflek kardiovaskuler dan angiotensin menyebabkan
vasokonstriksi. Sedangkan mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum
sepenuhnya jelas. Efek utama dari penuaan normal terhadap sistem
kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan
dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh
darah menurun sesuai umur. Penurunan elastisitas pembuluh darah
menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer, yang kemudian tahanan
perifer meningkat. Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap hipertensi yaitu
kegemukan, yang akan mengakibatkan penimbunan kolesterol sehingga
menyebabkan jantung harus bekerja lebih keras untuk memompa darah. Rokok
terdapat zat-zat seperti nikotin dan karbon monoksida yang diisap melalui rokok,
yang masuk ke dalam aliran darah dapat merusak lapisan endotel pembuluh
darah arteri dan mengakibatkan proses aterosklerosis dan tekanan darah tinggi.
Konsumsi alkohol berlebihan dapat meningkatkan kadar kortisol dan
meningkatkan sel darah merah serta kekentalan darah berperan dalam menaikan
tekanan darah.
Kelainan fungsi ginjal dimana ginjal tidak mampu membuang sejumlah
garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga
tekanan darah juga meningkat. Jika penyebabnya adalah feokromositoma, maka
didalam urine bisa ditemukan adanya bahan-bahan hasil penguraian hormon
epinefrin dan norepinefrin (Ruhyanudin, 2007).
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak dipusat vasomotor, pada medulla diotak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ganglia simpatis di toraks dan abdomen. Rangsangan
pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah
melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron
preganglion melepaskan asetilkolin, yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah.
Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi
respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi. Individu dengan
hipertensi sangat sensitif terhadap norepinefrin, meskipun tidak diketahui dengan
jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang
pembuluh darah sebagai respons rangsang emosi, kelenjar adrenal juga
terangsang, mengakibatkan tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal
mensekresi epinefrin, yang menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal
mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang dapat memperkuat respons
vasokonstriktor pembuluh darah. Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan
aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan
angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II, suatu vasokonstriktor
kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal.
Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal,
menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor ini cenderung
mencetuskan keadaan hipertensi (Rohaendi, 2008).

D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinik yang dapat ditemukan pada penderita hipertensi yaitu:


Sakit kepala, jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban berat, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah,
hidung berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari, telinga
berdenging (tinnitus), vertigo, mual, muntah, gelisah (Ruhyanudin, 2007).
Hipertensi sulit disadari oleh seseorang karena hipertensi tidak memiliki
gejala khusus. Menurut Sutanto (2009), gejala-gejala yang mudah diamati antara
lain yaitu : gejala ringan seperti, pusing atau sakit kepala, sering gelisah, wajah
merah, tengkuk terasa pegal, mudah marah, telinga berdengung, sukar tidur,
sesak napas, rasa berat ditengkuk, mudah lelah, mata berkunang-kunang,
mimisan (keluar darah dari hidung).

E. PATHWAYS
Obesitas Merokok Stress Konsumsi Alkohol Kurang olah Usia di atas 50 Kelainan fungsi
ginjal Feokromositoma
garam berlebih raga tahun

Penimbunan Nikotin dan karbon Pelepasan Peningkatan Menghasilkan


Tidak mampu hormon epinefrin
kolesterol monoksida masuk adrenalin dan Retensi cairan kadar kortisol Meningkatnya Penebalan
membuang dan norepinefrin
aliran darah kortisol tahanan perifer dinding aorta & sejumlah garam
arteri pembuluh darah
dan air di dalam
Peningkatan Meningkatnya besar
Penyempitan tubuh Memacu stress
Merusak lapisan Vasokonstriksi volume darah sel darah merah
pembuluh darah endotel pembuluh Elastisitas
pembuluh dan sirkulasi Efek konstriksi
darah darah pembuluh
arteri perifer Volume darah
Meningkatnya darah menurun
dalam tubuh
viskositas
Aterosklerosis Tahanan meningkat
perifer
meningkat

Jantung bekerja keras


untuk memompa

HIPERTENSI

Otak Ginjal Indera Kenaikan beban


kerja jantung

Vasokonstriksi Retina Hidung


Suplai O2 ke Retensi Telinga
pembuluh darah Hipertrofi otot
otak menurun pembuluh darah ginjal jantung
otak meningkat Spasme Perdarahan Suara
Sinkope arteriole berdenging
Blood flow Penurunan
Tekanan menurun fungsi otot
pembuluh darah Diplopia Gangguan jantung
Resiko tinggi meningkat
keseimbangan
cidera Respon RAA
Nyeri Resiko tinggi Resiko
kepala cidera penurunan curah
Resiko terjadi Vasokonstriksi jatung
gangguan
perfusi jaringan
serebral Gangguan rasa Rangsang
nyaman nyeri aldosteron

Retensi
natrium

Oedem

Gangguan
keseimbangan
volume cairan
Sumber :
Tjokronegoro & Utama, 2001; Smeltzer & Bare, 2002; John, 2003;
Sodoyo, 2006; Ruhyanuddin, 2007.

F. PENATALAKSANAAN
1. Terapi tanpa obat
a. Mengendalikan berat badan
Penderita hipertensi yang mengalami kelebihan berat badan dianjurkan untuk
menurunkan berat badannya sampai batas normal.

b. Pembatasan asupan garam (sodium/Na)


mengurangi pamakaian garam sampai kurang dari 2,3 gram natrium atau 6
gram natrium klorida setiap harinya (disertai dengan asupan kalsium,
magnesium, dan kalium yang cukup).

c. Berhenti merokok
Penting untuk mengurangi efek jangka panjang hipertensi karena asap rokok
diketahui menurunkan aliran darah keberbagai organ dan dapat
meningkatkan kerja jantung.

d. Mengurangi atau berhenti minum minuman beralkohol.


e. Mengubah pola makan pada penderita diabetes, kegemukan atau
kadar kolesterol darah tinggi.
f. Olahraga aerobic yang tidak terlalu berat.
Penderita hipertensi esensial tidak perlu membatasi aktivitasnya selama
tekanan darahnya terkendali.

g. Teknik-teknik mengurangi stress


Teknik relaksasi dapat mengurangi denyut jantung dan TPR dengan cara
menghambat respon stress saraf simpatis.

h. Manfaatkan pikiran
Kita memiliki kemampuan mengontrol tubuh, jauh lebih besar dari yang kita
duga. dengan berlatih organ-organ tubuh yang selama ini bekerja secara
otomatis seperti; suhu badan, detak jantung, dan tekanan darah, dapat kita
atur gerakannya.

2. Terapi dengan obat


a. Penghambat saraf simpatis
Golongan ini bekerja dengan menghambat akivitas saraf simpatis sehingga
mencegah naiknya tekanan darah, contohnya: Metildopa 250 mg (medopa,
dopamet), klonidin 0,075 & 0,15 mg (catapres) dan reserprin 0,1 &0,25 mg
(serpasil, Resapin).

b. Beta Bloker
Bekerja dengan menurunkan daya pompa jantung sehingga pada gilirannya
menurunkan tekanan darah. Contoh: propanolol 10 mg (inderal, farmadral),
atenolol 50, 100 mg (tenormin, farnormin), atau bisoprolol 2,5 & 5 mg
(concor).

c. Vasodilator
Bekerja langsung pada pembuluh darah dengan merelaksasi otot pembuluh
darah.

d. Angiotensin Converting Enzym (ACE) Inhibitor


Bekerja dengan menghambat pembentukan zat Angiotensin II (zat yang
dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah). Contoh: Captopril 12,5, 25,
50 mg (capoten, captensin, tensikap), enalapril 5 &10 mg (tenase).

e. Calsium Antagonis
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Contohnya: nifedipin 5 & 10
mg (adalat, codalat, farmalat, nifedin), diltiazem 30,60,90 mg (herbesser,
farmabes).

f. Antagonis Reseptor Angiotensin II


Cara kerjanya dengan menghalangi penempelan zat angiotensin II pada
reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung. Contoh :
valsartan (diovan).

g. Diuretic
Obat ini bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh (lewat urin)
sehingga volume cairan tubuh berkurang, sehingga mengakibatkan daya
pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh: Hidroklorotiazid (HCT) (Corwin,
2001; Adib, 2009; Muttaqin, 2009).

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Urinalisis untuk darah dan protein, elektrolit dan kreatinin darah


Dapat menunjukkan penyakit ginjal baik sebagai penyebab atau disebabkan oleh
hipertensi.
2. Glukosa darah
Untuk menyingkirkan diabetes atau intoleransi glukosa.
3. Kolesterol, HDL dan kolesterol total serum
Membantu memperkirakan risiko kardiovaskuler di masa depan.
4. EKG
Untuk menetapkan adanya hipertrofi ventrikel kiri.
5. Hemoglobin/Hematokrit
Bukan diagnostik tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan
(Viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor-faktor risiko seperti
hiperkoagulabilitas, anemia.
6. BUN/kreatinin
Memberikan informasi tentang perfusi/fungsi ginjal.
7. Glukosa Hiperglikemia (diabetes melitus adalah pencetus hipertensi) Dapat
diakibatkan oleh peningkatan kadar katekolamin (meningkatkan hipertensi).
8. Kalium serum
Hipokalemia dapat mengindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau
menjadi efek samping terapi diuretic.
9. Kalsium serum
Peningkatan kadar kalsium serum dapat meningkatkan hipertensi.
10. Kolesterol dan trigliserida serum
Peningkatan kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk/adanya pembentukan
plak atero matosa (efek kardiovaskuler).
11. Pemeriksaan tiroid
Hipertiroidisme dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi.
12. Kadar aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji aldosteronisme primer (penyebab).
13. Urinalisa
Darah, protein, glukosa, mengisyaratkan disfungsi ginjal dan/atau adanya
diabetes.
14. Asam urat
Hiperurisemia telah menjadi implikasi sebagai faktor risiko terjadinya hipertensi.
15. Foto dada
Dapat menunjukkan abstraksi kalsifikasi pada area katup, deposit pada dan atau
takik aorta, pembesaran jantung.
16. CT Scan
Mengkaji tumor serebral, ensefalopati, atau feokromositama (Doenges, 2000;
John, 2003; Sodoyo, 2006).

DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. (2009). Cara Mudah Memahami dan Menghindari Hipertensi, Jantung dan Stroke.
Edisi I. Yogyakarta: CV. Dianloka.

Gleadle, J. (2005). Anamesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta: Erlangga.

Muttaqin, A. (2009). Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: Salemba Medika.

Ruhyanudin, F. (2007). Asuhan keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem


Kardiovaskuler. Jakarta: UPT Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.

Sudoyo, A. W; Bambang, S & Idrus, A, et al. (2006). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Edisi
Keempat Jilid 3. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai