Teori Strukturalisme
1. Pengertian
Dalam sosiologi, antropologi dan linguistik, strukturalisme adalah
metodologi yang unsur budaya manusia harus dipahami dalam hal hubungan
mereka dengan yang lebih besar, sistem secara menyeluruh atau umum disebut
struktur. Ia bekerja untuk mengungkap struktur yang mendasari semua hal yang
manusia lakukan, pikirkan, rasakan, dan merasa. Atau, seperti yang dirangkum
oleh filsuf Simon Blackburn, strukturalisme adalah "keyakinan bahwa fenomena
kehidupan manusia yang tidak dimengerti kecuali melalui keterkaitan mereka.
Hubungan ini merupakan struktur, dan belakang variasi lokal dalam fenomena
yang muncul di permukaan ada hukum konstan dari budaya abstrak. Teori
Strukturalisme adalah seperangkat konsep, kaidah, atau prinsip dasar tentang
sastra. Menurut Syuhada (2019), pelopor dari teori strukturalisme adalah Levi-
Strauss, yang mengatakan bahwa strukturalisme adalah segala ilmu yang
mempersoalkan struktur, yaitu cara yang bagian-bagian sebuah sistem saling
berkaitan.
Luxemburg, dkk. (1992) menyatakan bahwa istilah "struktur" merupakan
kaitan-kaitan tetap antara kelompok-kelompok gejala berdasarkan observasi yang
dilakukan peneliti. Lebih lanjut, Luxemburg, dkk. (1992: 38) menyebut
"Pengertian struktur pada pokoknya berarti, bahwa sebuah karya atau peristiwa di
dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi timbal balik antara
bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan."
Menurut Riswandi dan Titin Kusmini (2018: 52), aliran strukturalisme
menjadi kiblat lahirnya teori pendekatan struktural, yang sering juga disebut
pendekatan objektif, pendekatan formal, atau pendekatan analitik.
2. Tujuan Teori Strukturalisme
Tujuan Strukturalisme adalah mencari struktur terdalam dari realitas yang tampak
kacau dan beraneka ragam di permukaan secara ilmiah (obyektif, ketat dan
berjarak). Ciri-ciri itu dapat dilihat strukturnya:
Bahwa yang tidak beraturan hanya dipermukaan, namun sesungguhnya di
balik itu terdapat sebuah mekanisme generatif yang kurang lebih konstan.
Mekanisme itu selain bersifat konstan, juga terpola dan terpola dan
terorganisasi, terdapat blok-blok unsur yang dikombinasikan dan dipakai
untuk menjelaskan yang dipermukaan.
Para peneliti menganggap obyektif, yaitu bisa menjaga jarak terhadap
yang sebenarnya dalam penelitian mereka.
Pendekatan dengan memakai sifat bahasa, yaitu mengidentifikasi unsur-
unsur yang bersesuaian untuk menyampaikan pesan.[4] Seperti bahasa yang
selalu terdapat unsur-unsur mikro untuk menandainya, salah satunya
adalah bunyi atau cara pengucapan.
Strukturalisme dianggap melampaui humanisme, karena cenderung
mengurangi, mengabaikan bahkan menegasi peran subjek.