Di susun oleh :
Fakultas Syari’ah
Hukum Keluarga Islam
Institut Agama Islam Negeri Ponorogo
2021
DAFTAR ISI
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Wakalah dan Kafalah sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari.
Meskipun memiliki perbedaan dari segi penerapan keduanya memiliki peran yang penting
dimasyarakat. Karena wakalah dan Kafalah dapat membantu seesorang dalam melakukan
pekerjaan yang tidak dapat dilakukan oleh orang tersebut, tetapi pekerjaan tersebut masih
tetap berjalan seperti layaknya yang telah direncanakan. Hukum wakalah adalah boleh,
sedang hukum kafalah mubah, karena wakalah dianggap sebagai sikap tolong-menolong
antar sesama, selama wakalah tersebut bertujuan kepada kebaikan.
Dari dulu hingga sekarang, masyarakat membutuhkan akad wakalah untuk
menyelesaikan segala persoalan hidup mereka, apalagi zaman sekerang yang semakin maju
dan manusia yang semakin banyak menghadapi persoalan. Hal ini terjadi karena unsur
keterbatasan yang senantiasa melingkupi kehidupan manusia. Untuk itu syari’ah
memberikan legalitas atas keabsahan akad tersebut.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dan dasar hukum wakalah dan kafalah?
2. Apa saja syarat serta rukun wakalah dan kafalah?
3. Apa pendapat ulama’ mengenai akad wakalah dan kafalah?
4. Bagaimana konsep dan mekanisme wakalah dalam perbankan?
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Wakalah
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan
atau mewakilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wakil. Sedangkan Al-
wakalah menurut istilah para ulama didefinisikan sebagai berikut :
1
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta : Rajawali Press), 233.
2
B. Dasar Hukum Wakalah
1. Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya Wakalah adalah firman Allah SWT yang
berkenaan dengan kisah Ash-habul Kahfi
ض يَ ۡو ۚۡم قَالُواْ َربُّ ُك ۡم أ َ ۡعلَ ُم بِ َما َ َ َو َك َٰذَلِكَ بَعَ ۡث َٰنَ ُه ۡم ِليَت
َ ِۡل ِم ۡن ُه ۡم ك َۡم لَ ِب ۡثت ُ ۡ ۖۡم قَالُواْ لَبِ ۡثنَا يَ ۡو ًما أ َ ۡو بَعٞ سا ٓ َءلُواْ بَ ۡينَ ُه ۡۚۡم قَا َل قَا ٓئ
ط ۡف َو ََل ي ُۡشع َِر َّن َّ ط َع ٗاما فَ ۡليَ ۡأتِ ُكم ِب ِر ۡزق ِم ۡنهُ َو ۡليَت َ َل
َ ظ ۡر أَيُّ َها ٓ أَ ۡزك ََٰى ُ لَ ِب ۡثت ُ ۡم فَ ۡٱب َعث ُ ٓواْ أ َ َحدَ ُكم ِب َو ِرقِ ُك ۡم َٰ َه ِذ ِٓۦه ِإلَى ۡٱل َمدِينَ ِة فَ ۡليَن
ِب ُك ۡم أ َ َحدًا
Artinya :
2
Rizal, ”Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah”, Jurnal Equilibrium, Vol. 3, No. 1,
2015, 128.
3
dimana barang tersebut berada (kota), dikenalkannya alat pertukaran transaksi yaitu
wariq atau uang perak dan ketentuan (sighat) terhadap barang (taukil) yang akan
diadakan serta bolehnya diadakan non-disclossure agreement antara wakil dan
muwakil.
2. Al-Hadits
Hadits yang dapat dijadikan landasan keabsahan Wakalah diantaranya:
a. “Bahwasanya Rasulullah mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan seorang Anshar
untuk mewakilkannya mengawini Maimunah binti Al Harits”. (HR. Malik dalam
al-Muwaththa’)
b. “Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram, dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang
halal atau menghalalkan yang haram” (HR Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
3. Ijma’
Para ulama pun bersepakat dengan ijma’ atas dibolehkannya wakalah. Mereka
bahkan ada yang cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut
jenis taa’wun atau tolong menollong atas kebaikan dan taqwa.
4
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah karena khilafah
(menggantikan) dibolehkan untuk yang mengarah kepada yang lebih
baik, sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih baik,
walaupun diperkenankan secara kredit.
3
Dimyauddin Djuwaini,Pengantar Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2008), 242
5
3. Pernyataan Kesepakatan (Ijab-Qabul)
Kesepakatan kedua belah pihak baik lisan maupun tulisan dengan keikhlasan
memberi dan menerima baik fisik maupun manfaat dari hal yang ditransaksikan.
b) Rukun Wakalah
Rukun wakalah ada tiga yaitu :
1. Dua orang yang melakukan transaksi, yaitu orang yang mewakilkan dan yang
menjadi wakil.
2. Shighat (Ijab Kabul).
3. Muwakal fih (sesuatu yang diwakilkan).4
Menurut kalangan Hanafiyah, rukun wakalah adalah ijab dan kabul. Ijab
berarti ucapan atau tindakan dari orang yang akan mewakilkan, seperti ucapan atau
tindakan dari orang yang akan mewakilkan, seperti ucapan “Aku wakilkan
kepadamu untuk melakukan hal ini.” Sementara kabul berarti ucapan dari orang
yang menerima wakil, seperti ucapan “Aku terima”. Ijab ini adakalanya bersyarat
atau bergantung pada sesuatu dan ada kalanya berlaku mutlak. Apabila berlaku
mutlak, maka wakil bertanggung jawab dan berwenang untuk melakukan sesuatu
terkait dengan hal yang diwakilkan.5
4
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah:Fiqh Muamalah, (Jakarta: Kencana, 2012), 300.
5
Imam Mustofa, Fiqih Muamalah Kontemporer, (Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro Lampung, 2014), 210.
6
d. Pernyataan Kesepakatan( Ijab dan Qabul)6
6
Indah Nuhyatia,” Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah”, Jurnal Ekonomi
dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013, 104.
7
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), h. 417.
8
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Bandung: Al-Ma‟arif, 1997), h. 56.
7
Dalam kasus bank syariah pada akad murabahah, maka bank syariah menggunakan
akad wakalah agar nasabah dapat membeli barang mewakili bank untuk membeli secara
tunai. Setelah barang dibeli secara tunai, selanjutnya nasabah menyerahkan barang tersebut
kepada pihak bank, lalu dilanjutkan dengan menyelesaikan akad murabahah.
Aturan tentang pelaksanaan akad wakalah dalam pembiayaan murabahah terdapat
pada Fatwa DSN-MUI No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentangmurabahah yang menyatakan
bahwa jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak
ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip menjadi
milik bank.
9
Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h. 213.
10
Ibid, h. 214.
8
b. Transfer Uang Melalui Cabang Suatu Bank
Dalam proses ini Al-Muwakkil memberikan uangnnya secara tunai
kepada bank yang merupakan Al-Wakil, namun bank tidak memberikannya
secara langsung kepada nasabah yang di kirim. Tetapi bank
mengirimkannya kepada rekening nasabah yang di tuju tersebut.
c. Transfer Melalui ATM
Kemudian ada juga proses transfer uang dimana pendelegasian
untuk mengirimkan uang, tidak secara langsung uangnya diberikan dari Al-
Muwakkil kepada bank sebagai Al-Wakil. Dalam model ini, nasabah Al-
Muwakkil meminta bank untuk mendebet rekening tabungannya, dan
kemudian meminta bank untuk menambahkan di rekening nasabah yang
dituju sebesar pengurangan pada rekeningnya sendiri. Yang sangat sering
terjadi saat ini adalah proses yang ketiga ini, dimana nasabah bisa
melakukan transfer sendiri melalui mesin ATM.
2. Kliring
Kliring adalah pertukaran warkat atau Data Keuangan Elektronik (DKE)
antar peserta kliring baik atas nama peserta maupun atas nama nasabah peserta
yang perhitungannya diselesaikan pada waktu tertentu. Kliring merupakan jasa
perbankan yang diberikan dalam rangka penagihan warkat antarbank yang
berasal dari wilayah kliring yang sama. Warkat yang dapat dilakukan dalam
transaksi kliring antara lain: cek, bilyet giro, dan surat berharga lainnya.
Biasanya proses kliring memakan waktu satu hari pada umumnya. Warkat
merupakan alat pembayaran nontunai yangdiperhitungkan atas beban nasabah
dan/atau untuk keuntungan rekening nasabah bank.11
3. Inkaso
Inkaso adalah pemberian kuasa pada bank oleh perusahaan atau
perorangan untuk menagihkan, atau memintakan persetujuan pembayaran
(akseptasi) atau menyerahkan begitu saja kepada pihak yang bersaangkutan
(tertarik) di tempat lain (dalam atau luar negeri) atas suratsurat berharga, dalam
rupiah atau valuta asing seperti wesel, cek, kwintansi, surat askep (promissory
notes), dan lain-lain. Inkaso merupakan jasa penagihan yang diberikan oleh
bank terhadap warkat kliring dan/atau surat berharga yang diterbitkan oleh bank
11
Ibid, h. 215.
9
yang berada di luar wilayah kliring. Warkat yang diinkasokan sama halnya
dengan warkat kliring antara lalin: cek, bilyet giro, dan warkat lainnya yang
dipersamakan dengan itu. Kegiatan ini memakan waktu lima hari kerja. Bentuk
wakalah dalam inkaso adalah adanya pemberian otoritas oleh pihak tertentu
kepada pihak bank untuk melakukan penagihan. Artinya bank mewakili pihak
yang memberikan perwakilan kepadanya.
4. Penitipan
Yaitu akad pendelegasian pembelian barang, terjadi apabila seseorang
menunjuk orang lain sebagai pengganti dirinya untuk membeli sejumlah barang
dengan menyerahkan uang dengan harga penuh sesuai dengan harga barang
yang akan dibeli dalam kontrak wadiah. Agen (wakil) membayar pihak ketiga
dengan menggunakan titipan muwakkiluntuk membeli barang. Bank
menitipkan sejumlah uang kegiatan penitipan barang bergerak, yang penata
usahaannya dilakukan oleh Bank untuk kepentingan. Nasabah berdasarkan
suatu akad. Sebagai contoh bank mewakilkan kepada nasabah (wakalah) untuk
membeli barang dengan menggunakan akad wakalah dan akad murabahah bisa
dilakukan secara prinsip apabila barang yang sudah dibeli melalui wakalah telah
menjadi milik bank.
5. Letter Of Credit
Letter of credit (L/C) adalah surat pernyataan akan membayar kepada
yang diterbitkan oleh Bank untuk kepentingan Importir / Eksportir dengan
pemenuhan persyaratan tertentu sesuai dengan prinsip syariah L/C syariah
dalam pelaksanaannya dapat menggunakan akad-akad: Wakalah bil Ujrah,
Qardh, Murabahah, Salam/ Istishna, Mudharabah, Musyarakah, dan Hawalah,
Ijarah.12
Bagi L/C yang menggunakan akad Wakalah tugas wewenang dan
tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap yang
dilakukan harus mengatas namakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank.
Atas pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya
berdasarkan kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas
dilaksanakan dan disetujui bersama antara nasabah dengan bank.
12
Ibid, h. 216.
10
6. Wali Amanat
Yaitu melakukan kegiatan wali amanat. Dalam layanan ini, Bank
dipercayakan untuk mewakilkan kepentingan seluruh pemegang obligasi atau
Medium Term Notes (MTN) baik di dalam maupun di luarpengadilan mengenai
pelaksanaan hak-hak berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Anjak Piutang (Factoring)
Yaitu kegiatan penagihan piutang dagang jangka waktu pendek suatu
perusahaan berikut pengurusan atas piutang berdasarkan akad wakalah.
8. Payment
Merupakan pelayanan jasa yang diberikan oleh bank dalam
melaksanakan pembayaran untuk kepentingan nasabah. Bank akan mendapat
fee atas pelayanan jasa yang diberikan. Beberapa pelayanan jasanya adalah
yaitu:13
a. Pembayaran telepon
b. Pembayaran rekening listrik
c. Pembayaran pajak, dan lain sebagainya
G. Pengertian Kafalah
Dalam pengertian bahasa kafalah berarti adh dhamman (jaminan), sedangkan
menurut pengertian syara’ kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafiil menjadi
tanggungan ashiil dalam tuntutan/permintaan dengan materi sama atau hutang, atau barang
atau pekerjaan.
Pengertian Kafalah menurut beberapa para ulama adalah sebagai berikut:
1. Mazhab Hanafi
a. Menggabungkan dzimah dengan dzimah yang lain dalam penagihan, dengan
jiwa, utang, atau zat benda.
b. Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam pokok (asal) utang.
2. Mahzab Maliki berpendapat bahwa kafalah adalah orang yang mempunyai hak
mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik
menanggung pekerjaan yang sesuai (sama) maupun pekerjaan yang berbeda.
3. Menurut Mahzab Hambali mengatakan bahwa kafalah merupakan Iltizam sesuatu
yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan
13
Ibid, h. 217
11
atau iltizam orang yang mempunyai hak menghadirkan dua harta (pemiliknya)
kepada orang yang mempunyai hak.
4. Mahzab Syafi’i, al-kafalah yaitu akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada
tanggungan (beban) yang lain atau menghadirkan zat benda yang dibebankan atau
menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.
Artinya:
Penyeru – penyeru itu berkata : Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan ( seberat ) beban unta dan
aku menjamin terhadapnya (QS. Yusuf : 72).
Artinya:
14
Siswanto, “Fiqh Muamalah: Kafalah”, Jurnal Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas Syari’ah IAIN
Samarinda, 2015, 17-18.
12
2. Al-Hadits
a. Hadis Nabi riwayat Bukhari:
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW jenazah seorang laki-laki untuk
disalatkan. Rasulullah saw bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Sahabat
menjawab, ‘Tidak’. Maka, beliau mensalatkannya. Kemudian dihadapkan lagi
jenazah lain, Rasulullah pun bertanya, ‘Apakah ia mempunyai hutang?’ Sahabat
menjawab. ‘Ya’. Rasulullah berkata, ‘Salatkanlah temanmu itu’ (beliau sendiri
tidak mau mensalatkannya). Lalu Abu Qatadah berkata, ‘Saya menjamin
hutangnya, ya Rasulullah’. Maka Rasulullah pun menshalatkan jenazah tersebut.”
(HR. Bukhari dari Salamah bin Akwa’).
b. Hadits Nabi riwayat Tirmidzi dari Amr bin Auf:
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perdamaian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin
terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal
atau menghalalkan yang haram.”
13
5. Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada
sesuatu dan tidak berarti sementara.
J. Jenis Kafalah
Kafalah dapat di golongkan menjadi 2 golongan besar yaitu:15
1. Kafalah dengan jiwa dikenal dengan kafalah bi al-wajhi, yaitu adanya keharusan pada
pihak penjamin (al-kafil, al-dhamin atau al-za’im) untuk menghadirkan orang yang ia
tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan (Makfullah).
2. Kafalah dengan harta, yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh dhamin atau kafil
dengan pembayaran (pemenuhan) berupa harta.
Dari kedua golongan besar diatas pada prakteknya dapat dibagi menjadi beberapa
jenis:16
a. Kafalah bil mal yaitu jaminan pembayaran barang atau pelunasan hutang.
Contohnya kasus hadits Rosul riwayat Bukhari di mana Qatadah menjamin hutang
seorang sahabat.
b. Kafalah bit Taslim yaitu jaminan yang diberikan dalam rangka menjamin
penyerahan atas barang yang disewa pada saat berakhirnya masa sewa.
c. Kafalah Munjazah yaitu Jaminan yang diberikan secara mutlak tanpa adanya
pembatasan waktu tertentu.
d. Kafalah Muqayyadah/muallaqah, yaitu kafalah yang dibatasi waktunya, sebulan,
dan setahun.
15
Ahmad Wardhi Muslich, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Amzah, 2010), 443.
16
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,
1996), 151-152.
14
mendatangkan barang yang ditanggung dan kesanggupan menghadirkan orang yang
mempunyai kewajiban terhadap orang lain.
Pendapat para ulama tentang kafalah
a. Pendapat ulama mazhab Hanafi.
Para ulama dalam mazhab Hanafi berpendapat bahwa akad kafalah dan
imbalan tidak sah bila kafil (penjamin) mensyaratkan imbalan dari jaminan
yang dia berikan kepada pihak yang dijamin makful ‘anhu, dan bila tidak
disyaratkan dalam akad dan pihak yang dijamin memberikan imbalan dengan
sukarela maka imbalannya tidak sah namun akad kafalah tetap sah.
Seseorang melakukan akad kafalah terhadap orang lain dan menerima
imbalan dari orang yang dijamin. Akad ini memiliki 2 bentuk: 1. Imbalan tidak
disebutkan/disyaratkan dalam akad maka hukum imbalannya tidak sah namun
akadnya tetap sah. 2. Imbalan disebutkan/disyaratkan dalam akad maka imbalan
dan akad kafalahnya tidak sah.
b. Pendapat ulama mazhab Maliki.
Para ahli fiqih dalam mazhab Maliki menghukumi akad kafalah dengan
imbalan tidak sah (fasid) tanpa membedakan imbalan yang disyaratkan pada
saat akad ataupun tidak. Ad Dasuki berkata: “Kafalah yang tidak sah adalah
kafalah yang tidak memenuhi syarat, seperti; menerima imbalan dari akad
kafalah.”
c. Pendapat ulama mazhab Syafi’i
Pendapat para fuqoha dalam mazhab Syafi’i sama dengan pendapat
ulama dalam mazhab Hanafi, yaitu: bila imbalan disebutkan dalam akad maka
imbalan dan akad kafalah tidak sah, namun bila tidak disyaratkan dan diberikan
dengan sukarela maka akad kafalahnya sah namun imbalannya tidak sah.
Al Mawardi berkata: “Jika seseorang meminta orang lain untuk menjadi
penjaminnya dan dia akan memberikan imbalan kepadanya, akad ini tidak
dibolehkan. Dan imbalannya tidak sah. Dan akad kafalah yang dengan
persyaratan imbalan tidak sah”.
d. Pendapat ulama mazhab Hanbali.
Para ahli fiqih dalam mazhab Hanbali juga tidak membolehkan menerima
imbalan dari akad kafalah secara mutlak, baik disyaratkan ataupun tidak
disyaratkan.
Ibnu Qudamah berkata;
15
6/444 المغني.(لم يجز. اكفل عني ولك ألف: ولو قال
“Jika seseorang berkata kepada orang lain,” jadilah engkau penjaminku dan aku
akan memberimu imbalan seribu,” akad ini tidak boleh.”
Pada dasarnya menurut ekonomi islam pelaksanaan ujrah pada akad kafalah ini
dibolehkan karena sudah ada Fatwa yang mengaturnya yaitu Fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia Nomor 11/DSN/MUI/IV/2000. Sedangkan tidak ada seorangpun dari
4 (empat) Imam Madzhab yang membolehkan perolehan ujrah atas akad kafalah.17
17
Nurhasanah Siti, Jurnal Analisis Ujrah Kafalah,( Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati
Bandung),157
16
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Wakalah dan Kafalah sama-sama memegang andil yang besar dalam kehidupan
Masyarakat. Wakalah atau biasa disebut perwakilan adalah pelimpahan kekuasaan oleh
satu pihak (muwakil) kepada pihak lain (wakil) dalam hal hal yang boleh diwakilkan. Atas
jasnya, maka penerima kekuasaan dapat meminta imbalan tertentu dari pemberi amanah.
Dasar hukum wakalah yaitu Al Qur’an, Al Hadits dan Ijma’. Wakalah dapat dilakukan jika
memenuhi rukun dan syarat wakalah.
Dalam pengertian bahasa kafalah berarti adh dhamman (jaminan), sedangkan
menurut pengertian syara’ kafalah adalah proses penggabungan tanggungan kafiil menjadi
tanggungan ashiil dalam tuntutan/permintaan dengan materi sama atau hutang, atau barang
atau pekerjaan.
Dasar hukum atas kafalah terdiri dari Al-Qur’an, Al-Hadits, dan Ijma’.
17
DAFTAR PUSTAKA
Nuhyatia, Indah. “Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah”,
Jurnal Ekonomi dan Hukum Islam, Vol. 3, No. 2, 2013.
Nuhyatia, Indah. ” Penerapan dan Aplikasi Akad Wakalah pada Produk Jasa Bank Syariah”,
Vol. 3, No. 2, 2013.
Rizal, ”Implementasi Wakalah pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah”, Jurnal Equilibrium,
Vol. 3, No. 1, 2015.
Siswanto. “Fiqh Muamalah: Kafalah”, Jurnal Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah Fakultas
Syari’ah IAIN Samarinda, 2015.
Chairuman Pasaribu dan Suhrawardi K. Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam. Jakarta: Sinar
Grafika, 1996.
Djuwaini, Dimyauddin. Pengantar Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah. Jakarta: Kencana, 2012.
Muslich, Ahmad Wardhi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Amzah, 2010.
Mustofa, Imam. Fiqih Muamalah Kontemporer. Lampung: STAIN Jurai Siwo Metro
Lampung, 2014.
Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia Indonesia 2012.
Rais, Isnawati dan Hasanudin. Fiqh Muamalah dan Aplikasinya Pada Lembaga Keuangan
Syariah. Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2011.
18