31 Fisiologi Ginjal Dan Anestesi
31 Fisiologi Ginjal Dan Anestesi
KEY KONSEP :
1. Gabungan aliran darah dari kedua ginjal normalnya kira-kira 20 – 25% dari total
kardiak output.
2. Autoregulasi dari aliran darah ginjal normalnya antara tekanan darah rata-rata80 dan
180 mmHg.
3. Sintesis ginjal untuk vasodilatasi prostaglandins (PGD2, PGE2 dan PGI2), adalah
penting untuk mekanisme pelindung selama periode hipotensi dan ginjal iskemia
4. Dopamin dan fenoldopam melebarkan arteri afferen dan efferen melalui aktivasi D 1
reseptor. Fenoldopan dan infus dopamin dosis rendah dapat paling sedikit
mengembalikan norepineprin untuk merangsang vasokontriksi ginjal.
5. Penurunan laju darah ginjal, kecepatan, filtrasi glomerulus, aliran urine, dan ekskresi
natrium, selama regional dan anestesi umum. Efek ini dapat sekurang-kurangnya
teratasi dengan mengatur volume intravaskular dan tekanan darah normal.
6. Respon endokrin selama pembedahan dan anestesi memungkinkan pengurangan
respon, terhadap retensi cairan setelah operasi, kejadian ini banyak terlihat pada pasien.
7. Metoksipluran dapat mengakibatkan syndrom gagal ginjal poliurik. Saat ini
neprotoksik, berhubungan dengan dosis dan hasil, pengeluaran ion florida dari
penghancuran metaboliknya.
8. Konsentrasi florida plasma tinggi diikuti anestesi enfluran memanjang dapat terjadi
pada pasien gemuk dan sedang dalam pengobatan isoniazid.
9. Bahan campuran A, penghacuran produk sevofluran dalam bentuk aliran rendah, secara
laboratorium binatang dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Studi klinik tidak dapat
mendeteksi secara berarti kerusakan ginjal manusia selama anestesi dengan swoflurane.
10. Bebarapa prosedur bedah secara nyata dapat merubah fisiologi ginjal. Pengeluaran
pneumoperetoneum selama laparascopy, pengeluaran syndrome kompartemen
abdomenal, peningkatan tekanan intraabdomenal khusus menghasilkan uliguria (atau
anuria).
Prosedur bedah lain dapat mempengaruhi fungsi ginjal secara nyata termasuk
cardiopulmo bypass, cross-ceamping aorta dan pemotongan dekat arteri ginjal.
Ginjal sangat berperan dalam mengatur volume dan komposisi cairan tubuh,
eliminasi racun, dan menghasilkan hormon seperti renin, eretropoetin dan bentuk aktif
vitamin D. pembedahan dan anestesi berperan penting mempengaruhi fungsi ginjal.
Pengobatan terhadap efek ini dapat menyebabkan kesalahan serius dalam pengelolaan
pasien. Kelebihan cairan, hypovolemia dan kegagalan ginjal setelah operasi, merupakan
sebab yang terbanyak menimbulkan kesakitan dan kematian setelah operasi.
Diuretik adalah klas obat yang penting dan sering digunakan dalam periode
perioperatif. Preoperatif pengobatan diuretik biasa digunakan pada pasien hipertensi dan
penyakit jantung, hati dan ginjal. Diuretik juga digunakan selama operasi, terutama sekali
pada bedah syaraf, jantung, pembuluh darah besar, mata dan prosedur urologi. Kebiasaan
dengan bermacam-macam tipe diuretik, mekanisme aksennya, efek samping, dan potensial
anestesi interaksi.
Gambar 31-1 Durasi anatomi mayor dari Hephron (Modified and Reproduced, with permission, from Ganong
WF. Review of Medical Physiology, 20th ed, Megraw-Hill
NEFRON
Setiap ginjal mempunyai 1 juta unit fungsi yang disebut Nephron. Anatomi nephron terdiri dari
tubulus yang berbelit-belit dengan enam segmen khusus. Pada bagian akhir proksimal (Bowman’s Capsule),
ultrafiltrasi dari bentuk darah, dan cairan ini terus melewati nephron, volume dan komposisinya dirubah
dengan dua cara yaitu rebsorbsi dan sekresi cairan. Eliminasi produk akhir disebut urine.
Enam anatomi utama dan bagian fungsi Nephron termasuk kapiler glomerulus, tubulus proksimal,
loop of henle, tubulus distal, tubulus kolekting dan apparatus juxtaglomerula
TUBULUS PROKSIMAL
Bentuk ultrafiltrasi kapsul Bowman 65 – 75%, biasanya direabsorbsi dalam bentuk isotonik (jumlah
sebanding antara air dan natrium) di tubulus proksimal (figure 31-2). Untuk dapat direabsorbsi, sebagian
subtans pertama harus melewati sel membran tubular (epical) dan menyeberangi basolateral membran sel
masuk ke intersessial ginjal sebelum masuk peritubular kapiler. Fungsi utama tubulus proksimal adalah
reabsorbsi natrium. Natrium secara aktif keluar dari sel tubulus proksimal disamping kapilernya dengan batas
membran Na+, K+ adenosin triphosphatase (ATPase) (figure 31-3). Hasil konsentrasi intraselular rendah dari
Na+ memberikan pergerakan pasif dari Na+ gradiennya turun dari cairan tubular masuk ke dalam sel epiteleal.
Angiotensen II dan norepineprin meningkatkan reabsorbsi Na+ di tubulus proksimal. Memperlihatkan,
dopamin dan fenoldopam menurunkan reabsorbsi proksimal Na+ melalui pengaktifan reseptor D1.
Reabsorbsi Na+ berpasangan dengan reabsorbsi larutan dan sekresi H + (figure 31-2). Penggunaan
protein pembawa khusus, konsentrasi Na+ yang rendah disamping sel, untuk membawa phospate, glukosa dan
asam amino.
Perintah positif intraselular merupakan hasil aktivasi dari K + - ATPase (pertukaran 3Na+ ke 2K+),
mempermudah absorbsi kation juga (K+, Ca2+ dan Mg2+), Na+-ATPase ini yang ada di sebelah basolateral sel
ginjal memberikan energi untuk reabsorbsi sebagian larutan. Natrium reabsorbsi di membran luminal
berpasangan juga dengan contertransport (sekresi) dari H +. Mekanisme akhir adalah dapat merespon untuk
reabsorbsi dari 90% ion bikarbonat (lihat gambar 30-3). Tidak seperti larutan lain, klorida dapat melewati
gabungan yang sempit antara epitel sel dekat tubular. Dengan hasil, umumnya klorida direabsorbsi lagi
secara pasif dan mengikuti konsentrasi gradiennya.
Saluran air khusus, komponen membran protein disebut aluaporin:1. di membran apikal sel epitel
merupakan fasilitas air bergerak.
Tubulus proksimal dapat mengsekresi kation dan anion organik. Kation organik seperti Kreatinin,
Cemitidin dan Kuinidin mempunyai andil pada mekanisme pompa yang sama dan ini dapat mengganggu
ekskresi yang lainnya. Anion organik seperti urea, Ketoacid, penicilin, sepalosporin, diuterik, salisil, dan juga
bahan x-ray, biasanya muncul dengan mekanisme sekresi juga. Kedua pompa dapat berperan besar dalam
pengaturan eliminasi dan sekresi toksin. Protein berat molekul rendah, dimana difiltrasi di glomeruli,
normalnya direabsorbsi sel tubulus proksimal tetapi di metabolisme intraselular.
Gambar 31-3
tubular menjadi dasar faktor-faktor pembatas reabsorbsi Na + secara aktif merupakan hasil aktifitas Na +, K+,
ATPose di samping kapiler dan sel epitel.
Tidak seperti berkas desenden dan berkas asenden yang tipis, berkas asenden bagian tengah-tengah
tidak permiabel air. Dengan hasil, cairan tubular yang keluar dari loop of henle adalah hypotonik (100 – 200
mosm/L) dan di sekitar intersisium loop of henle adalah hipertonik. Mekanisme counter current membuat
cairan kedua tubular dan intersisium medula menjadi peningkatan hipertonik dengan masuk medula. Urea
juga menghasilkan konsentrasi energi di medula dan substansi ini mempunyai kontribusi untuk menjadi
hipertonik. Mekanisme counter current termasuk loop of henle, kortek dan medula tubulus kolekting dan
vasarecta. Berkas asenden loop of henle juga penting sebagai tempat reabsorbsi Ca dan Mg. paratiroid
hormon memperbesar reabsorbsi Ca di tempat .
TUBULUS DISTAL
Tubulus distal menerima cairan hipotonik dari loop of henle dan biasanya bertanggung jawab hanya
sedikit untuk merubah cairan tubular. Perbedaan posti proksimal, nepron distal mempunyai hubungan sempit
antara sel tubular dan relatif tidak permiabel terhadap air dan natrium. Normalnya natrium direabsorbsi di
tubulus distal hanya 5% dari natrium yang difiltrasi. Pada bagian nepron yang lain, energi didapt dari aktivasi
Na+ - K+ - ATPase dalam samping kapiler, tetapi di dalam samping lumen Na+ di reabsorbsi dengan pembawa
Na+- Cl. Reabsorbsi natrium di segmen ini langsung sesuai dengan Na + yang diantar. Distal tubulus adalah
tempat yagn utama dari hormon paratiroid dan vitamin D untuk menengahi Reabsorbsi Kalsium
Gambar 31-6
TUBULUS KOLEKTIVUS
Tubulus ini dapat dibagi ke dalam bagian kortek dan medula, bersama mereka biasanya
mereabsorbsi 5-7% dari sodium yang difiltrasi.
B. Tubulus Kolektivus
Tubulus kolektivus medula berjalan ke bawah dari kortek terus ke medula hipertonik sebelum
bergabung tubulus kolektivus dari nepron yang lain ke bentuk satu ureter dalam tiap-tiap ginjal. Bagian ini
dari tubulus kolekting tempat yang utama kerja antidiuretik hormon (ADH), juga disebut arginin vasopresin
(AVP), hormon ini diaktifkan adenylate cyclase melalui V 2 reseptor. (V1 reseptor meningkatkan sekresi
ADH, membuat membran luminal permiabel terhadap air. Dengan hasil, osmotik air keluar cairan tubular
terus melewati Medula dan menghasilkan konsentrasi urin (di atas 1400 mOsm/L). sebaliknya, hidrasi
adekuat menekan sekresi ADH. Oleh karena cairan di dalam tubulus kolekting terus lewat tidak merubah
medula dan tetap hipotonik (100-200 mosm/L). tubulus kolekting medula memiliki juga P dan I cell, tetapi
sedikit menonjol. Selain itu, bagian dari nepron ini, bertanggung jawab terhadap keasaman urin.
APPARATUS JUXTAGLOMERULUS
Ini organ kecil dalam setiap nepron terdiri dari segmen khusus dari arteriol afferen, isi
Juxtaglomerulus di dalam dindingnya, dan akhir dari berkas, segmen kortekal asenden dari loop of henle,
medula densa (figure 31-7) sel Juxtaglomerulus berisi dengan renin dan inervasi oleh sistem syaraf simpatik.
Pengeluaran renin tergantung oleh rangsangan , simpatik adrenergik; perubahan tekanan pada dinding
arteriol afferen. (sel chapter 28) dan perubahan cepat aliran klorida pada medula densa. Pengeluaran renin
masuk ke dalam aliran darah merubah angiotensinogen. Sebuah protein yang dihasilkan oleh hati, dalam
bentuk angiotensin I. innerdekapeptida ini cepat kembali; terutama di paru-paru. Oleh angiotensin –
converting enzym (ACE) dirubah menjadi oktapeptida angiotensin II. Angiotensin II berperan besar dalam
pengaturan tekanan darah dan sekresi aldosteron ( lihat chapter 28). Sel tubulus proksimal ginjal mempunyai
convertng enzym sama baiknya dengan reseptor angiotasin II. Lebih jauh, farmasi intrarenal dari angiotensin
II meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus proksimal. Beberapa produksi di luar ginjal oleh renin dan
angotensi II mengambil tempat dalam endotil vaskular, gland adrenal dan otak.
Gambar 31-7
SIRKULASI GINJAL
Fungsi ginjal berhubungan baik sekali dengan laju darah ginjal (RBF). Dalam kenyataan, hanya
organ ginjal, yang mana konsumsi oksigen ditentukan oleh laju darah. Gabungan keduau ginjal laju darahnya
normalnya 20-25% dari total kardiak output. Kira-kira 80% dari RBF pergi ke kortek nepron dan hanya 10 –
15% pergi ke nepron Juxtaglomerulus.
Ekstrak kortek ginjal sedikit mengandung oksigen, mempunyai tekanan oksigen hanya kira-kira 50
mmHg, sebab laju darah sedikit meningkat dengan fungsi filtrasi yang lebih.
Dalam perbedaan, medula ginjal memelihara aktivasi metabolik yang tinggi sebab reabsorbsi larutan
dan menerima aliran darah yang rendah untuk menjaga gradien osmotik yang tinggi.
Medula mempunyai tekanan oksigen hanya 15mmHg dan dengan mudah kena serangan iskemia.
Stimulasi simpatik meningkatkan level katekolamin dan angiotensin II, dan kerusakan hati dapat
menyebabkan medistribusi dan RBF ke medula. Walaupun sangat bermakna redistribusi ini tetap kontroversi,
dia muncul dalam bentuk klinis dengan retensi natrium. Setiap ginjal disuplai oleh satu arteri ginjal yang
timbul dari aorta. Arteri ginjal kemudian terbagi dipelvis ginjal masuk ke dalam arteri interlobaris yang mana
berbelok ke dalam timbul menjadi arteri arkuota dan bergabung antara kortek dan medula ginjal. (figure 31-
8). Arteri arkuota lebih jauh masuk cabang interlobaris akhirnya menyediakan setiap nepron lewat satu
arteriol afferen. Darah dari setiap glomerulus mengalir melalui satu arteriol efferen dan kemudian pergi
berdekatan sepanjang tubulus ginjal dalam kapiler sistim kedua. Perbedaan dalam kapiler glomerulus, yang
mana kemudahan filtrasi, peritubular kapiler terutama “Reabsorbsi”. Aliran darah vena pleksus kapiler kedua
akhirnya darah kembali ke vena cava inferion melalui satu vena ginjal dalam tiap-tiap tempat.
KLIRENS
KLIRENS sering diukur dengan nilai RBF dari Glomerular filtration rate (GFR). Nilai kliren ginjal
pada suatu zat didefenisikan sebagai volume darah yang sudah benar-benar bersih dari zat tersebut.
Persatuan waktu (biasanya, per menit)
MEKANISME KONTROL
Regulasi dari RBF menunjukkan hubungan yang kompleks antara intrinsik autoregulasi,
keseimbangan tubulo glomerular dan hormonal serta efek neuronal.
A. Regulasi Intrinsik
Autoregulasi RBF biasanya terjadi pada tekanan darah arteri 80 dan 180 mmHg. Laju darah
biasanya menurun pada tekanan darah arteri kurang dari 70 mmHg. Walaupun mekanismenya masih tidak
diketahui, tetapi diperkirakan respon myogenik intrinsik terhadap arteriol afferent lah yang membuat
perubahan tekanan darah. Dengan cara ini, RBF (dan GFR) dapat dipertahankan konstant oleh vasokonstriksi
atau vasodilatasi dari arteriol afferen. Di luar dari sistim autoregulasi maka RBF sangat tergantung pada
keadaan tekanan. Filtrasi glomerular biasanya akan menurun jika rata-rata tekanan arterial sistemik kurang
dari 40 – 50 mmHg.
B. Regulasi Hormonal
Peningkatan tekanan arteriol afferen menyebabkan pelepasan renin dan angiotensin II. Angiotensin
II menyebabkan vasokonstriksi arteri secara umum dan secara tidak langsung menurunkan RBF. Arteriol
afferent dan efferent vaso kontiksi tetapi karena efferent lebih kecil,maka tahanannya lebih besar dari arteriol
afferen; oleh karena itu BFR dapat dipertahankan tidak berubah. Kadar angiotensin II yang tinggi akan
menyebabkan kedua arteriot konstriksi dan ini akan menyebabkan penurunan GFR yang sangat menjolok.
Adrenal katekolamin (epinephrine dan norepineprin) secara khusus meningkatkan secara langsung sifat
arteriol, tetapi penurunan GFR yang sangat nyata tadi secara tidak langsung diminimalisir oleh pelepasan
renin dan formasi angiotensin II. Pada saat peningkatan aldesteron atau katekolamin nilai GFR dapat
dipertahankan oleh sintesis prostaglandin yang diinduksi oleh angiotensin dan dihambat oleh penghambat
sintesis prostaglandin (obat-obat antiimflamasi non steroid) . Pembentukan prostaglandin yang
mengakibatkan vasodilatasi (PGD2, PGE2, dan PGI2) merupakan mekanisme pertahanan yang penting pada
saat hipotensi sistemik dan renal iskemik.
ANP dilepaskan oleh miosit atrial akibat dari distensi. ANP ialah suatu dilator otot polos dan
bekerja secara antagonis terhadap vaskom akibat norepineprin dan angiotensin II. Tampaknya dengan
mendilatasi arteriol afferent maka akan mengkonstriksi artriol efferent dan merelaksasikan sel mesangial. Hal
ini akan meningkatkan GFR. ANP juga menghambat pengeluaran renin dan angiotensin induced yang
dikeluarkan oleh aldosteron dan bekerja secara antagonis terhadap aldosteron di tubulus distal dan tubulus
koklektivus.
C. Regulasi Neuronal
Aliran simpatis dari conda spinalis T4 – L1 akan sampai pada ginjal melalui celiac dan renal flexus.
Syaraf simpatis akan menginervasi aparatus Juxtaglomerulus (1) dan renal vaskulator (α1).
Inervasi ini yang menyebabkan penurunan strees – induced pada RBF. Reseptor α 1 adrenergik
meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus proksimal, sementara reseptor α 2 sebaliknya menurunkan, serta
meningkatkan pengeluaran air. Dopamin dan fenoldopam dapat mendilatasi arteriol efferent dan efferent
dengan mengaktifkan reseptor D1. tidak seperti dopamin, fenoldopam dan dopamin dosis rendah dapat
membalikkan renal vaskom akibat norepineprine. Aktifasi reseptor D2 di presinaptik post ganglimik neuron
simpatis juga akan memvasodilatasi arterioles dengan menghambat pelepasan norepineprine (umpan balik
negatif). Dopamin, dibentuk di tubulus proksimal dan dilepaskan dari ujung-ujung syaraf, akan menurunkan
reabsorbsi Na+ di proximal. Ada pula serat-serat vagal-kolinergik di sini, tetapi peranannya masih kurang
dimengerti.
EFEK INDIREK
Beberapa obat-obatan anestesi inhalasi dan intravena menyebabkan depresi kardiak atau vasodilatasi
sehingga dapat menurunkan tekanan darah arteri. Pemblokan simpatis yang diasosiasikan dengan anestesi
regional (spinal atau epidural) juga dapat menyebabkan hipotensi karena meningkatnya kapasitas venous dan
vasodilatasi arteri. Penurunan tekanan darah yang terlalu drastis dapat menyebabkan penurunan RBF , GFR,
Flow urine dan ekskresi Na+. pemberian cairan intravena dapat memperbaiki hipotensi dan fungsi ginjal.
EFEK NEURAL
Pada stadium perioperatif : anestesi ringan, stimulasi operasi yang kuat, trauma jaringan, atua
depresi sirkulasi akibat obat-obat anestesi dapat mengaktifkan rangsang simpatis. Rangsang simpatis yang
berlebihan dapat meningkatkan tahanan renal vascular dan mengaktifkan berbagai sistem hormonal. Kedua
efek tersebut akan menurunkan RBF, GFR dan output urin.
EFEK ENDOKRIN
Perubahan endokrin saat anestesi umum terjadi akibat stressor yang disebabkan oleh rangsangan
operasi, depresi, sirkulasi, hipoksia ataupun asidosis. Katekolamin (epineprin dan norepineprin) renin,
angiotensin II, aldosterone, ADH, hormon adrenocorticotrapik dan cortisan juga akan meningkat. Aldosteron
meningkatkan reabsorbsi Na+, di tubulus distal dan tubulus kolektivus yang menyebabkan retensi Na + dan
ruang cairan ekstraselular akan mengembang. Pelepasan ADH yang secara non-osmotik juga menyebabkan
retensi air dan ini dapat menyebabkan hiponatremia. Respon endokrin inilah yang menyebabkan pasien-
pasien post operatif sering mengalami retensi cairan.
Obat-obatan Volatile
Halothan, enflurane dan isofluran dapat menurukan tahanan vaskular ginjal. Hasil penelitian masih
sulit dijelaskan . pada beberapa hewan, halothan tampaknya dapat menurunkan reabsorbsi Na+.
Methoxyflurane sering dikaitkan dengan sindroma polyuric renal failure. Nefrotoksisitasnya sangat
erat hubungannya dengan dosis dan juga akibat pelepasan ion floride dari hasil metabolismenya. Kadar fluor
plasma lebih dari 50 m mol/L dapat menyebabkan renal toksik dengan gangguan kemampuan pemekatan
urin. Dosis methoxyfluran lebih dari 1 dengan konsentrasi alveolar yang minimal untuk 2 dapat
menyebabkan kerusakan ginjal. Produksi fluor pada saat pemakaian halothan, desfluran dan isofluran tidak
terlalu berarti tetapi jika penggunaan enflurance dan sevoflurane yang diperpanjang akan menyebabkan kadar
fluor yang cukup signifikan. Karena ekskresi fluor sangat bergantung pada kemampuan GFR naka pasien
dengan gangguan ginjal akan lebih mudah mengalami sindrom tersebut. Kadar fluor plasma akan tinggi pada
penggunaan enflurane yang lama biasa pada pasien obese dan yang dalam terapi isoniazid, tetapi sampai saat
ini belum ada laporan terjadinya kegagalan ginjal.
Sevofluran pada fluor yang rendah menghasilkan produk yaitu compound A, yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal pada hewan percobaan. Tetapi pada manusia belum dapat mendeteksi
kegagalan yang signifikan walaupun demikian, lebih diajurkan penggunaan sevofluran dengan fresh gas flow
2 L/menit.
OBAT-OBATAN INTRAVENA
Pioid dan barbiturat jika digunakan tanpa tambahan zat lain hanya menunjukkan efek yang ringan
tetapi jika digunakan dengan N2O dapat menyebabkan hal yang sama seperti menggunakan obat-obatan
volatile. Ketamin dilaporkan dapat memperbaiki fungsi ginjal saat hemorrhagik hipovolemik. Zat-zat dengan
α- adrenergik bloker, seperti droperidol, dapat menghambat kathekolamin-induced. Obat-obatan yang bersifat
antidopaminergik, seperti metoclopramide phenotiozin, dan droperidol dapat merusak respon ginjal terhadap
dopamin. Analgesik seperti ketorolac.
OBAT-OBATAN LAIN
Antibiotik (seperti aminoglycosides, amphoterisin B), immunosupresif (seperti cyclosporin dan
tacrolimus) dan zat radiokontras juga mempunyai efek yang sama. Liposomel amphoterisin B sifat toksiknya
lebih rendah dari amphoterisin B. luka dapat menyebabkan vasospasme arteri renal, sitotoksik direk dan
obstruksi di renal mikrovaskular atau tubular.
Pretreatment dengan asetil cysteine (1200 mg oral dengan dosis terbasi pada hari sebelum dan saat
pemberian radiokontras) terbukti dapat mencegah kerusakan ginjal terhadap pasien dengan gangguan ginjal.
Hal ini mungkin disebabkan oleh radikal bebas atau donor sulfhidril. Kalsium channel agents (diltiazem)
dapat mencegah kerusakan ginjal akibat siklosporin. Fenoldopam ternyata tidak dapat mencegah kerusakan
efek manitol yang dapat mencegah kerusakan ginjal ternyata belum terbukti.
DIURETIK
Diuretik akan meningkatkan output dengan menurunkan reabsorbsi Na + dan air. Zat diuretik
digolongkan berdasarkan cara kerjanya.sayangnya banyak diuretik yang mempunyai cara kerja leibh dari satu
sehingga penggolongannya menjadi tidak sempurna.
Mayoritas diuretik bekerja di membran sel luminal di dalam tubulus ginjal. Hampir semua diuretik
mempunyai ikatan yang fungsi dengan protein, hanya sedikit yang masuk ke tubulus dengan cara filtrasi.
Oleh karena itu banyak diuretik yang disekresi oleh tubulus proksimal (biasanya melalui pompa anion).
Gangguan sampai ke tubulus biasanya terjadi pasien dengan gangguan ginjal.
Kegunaan
A. Sebagai profilaksis terhadap gagal ginjal akut pada pasien beresiko tinggi.
Pasien dengan resiko tinggi; trauma luas, reaksi hemolytic yang hebat, rhabdomiolisis, dan jaundice
yang hebat, serta pasien dengan operasi jantung/aorta dapat diberi prefelaksis karena efek pengenceran
terhadap zat nefrotoksik pada tubulus renalis, pencegahan obstruksi tubulus, mempertahankan RBF dan
menurunkan pembengkakan cel serta mempertahankan bentuk sel.
EFEK SIMPANG
Manitol bersifat hipertonik dan meningkatkan osmolalitas plasma dan cairan extracellular.
Perpindahan air yang cepat dari intracellular ke extracellular dapat meningkatkan volume intravaskular dan
mempercepat dekompensasi kardiak. Dan oedem pulmonal pada pasien dengan kemampuan jantung yang
terbatas. Hypotanreamia ringan, penurunan Hb, Peningkatan kalium juga sering ditemukan (lijat bab 28).
Hyponatremia di sini bukan karena hipoosmolalitas tetapi karena manitol. Jika keadaa ini diperbaiki dengan
penambahan cairan dan elektrolit, manitol dapat menyebabkan hypovolemi, hypokalemia, dan hyponatremia.
Hyponatremia terjadi karena hilangnya air yang berlebihan.
Gambar 31-4
Dengan efek maksimal, dapat mengekskresi 15-20% dari beban natrium yang difilter. Kemampuan
pemekatan dan pengenceran urin dapat terganggu. Kadar Na + dan Cl- yang tinggi pada nefron distal dapat
menghambat kemampuan reabsorbsi. Hasilnya urine tetap hipotonik. Hal ini mungkin berhubungan dengan
urinary flow rate yang cepat. Sehingga mencegah proses penyeimbangan dengan hipertonik renal medula
atau mengganggu kerja ADH di tubulus kolektivus. Jika diuretik loop ini dikombinasi dengan tiazid
(metolazone) diuresis akan meningkat.
Beberapa penelitian menunjukkan furosemid meningkatkan RBF dan dapat membalikkan
redistribusi aliran darah dari korteks ke medula.
Diuretik loop meningkatkan calcium urine dan sekresi magnesium. Asam etakrinik ialah diuretik
satu-satunya (selain manitol dan diuretik filtrasi) yang bukan turunan sulfonamid. Sehingga menjadi drug of
choice untuk pasien yang alergi terhadap sulfonamid torsemid mempunyai efek anti hipertensi sendiri di luar
efek diuretiknya.
Kegunaan
a. Keadaan oedem (kelebihan sodium)
Gangguan ini termasuk gagal jantung, sirosis, nefrotik syndrome dan renal insufisiensi. Jika saat ini
diberiakn secara intravena, maka akan membalikkan keadaan jantung dan paru.
b. Hipertensi
Loop diuretik dapat digunakan bersamaan dengan obat-obat yang hipotensif, terutama jika thiazid tidak
efektif
c. Mengevakuasi oliguria akut
Respon terhadap dosis ringan furosemid (10 – 20 mg) dapat berguna untuk membedakan antara oliguria
akibat hipovolemi dengan oliguria akibat redistribusi RBF terhadap nefron Juxtaglomerulus. Pada
keadaan hipovolemia zat ini tidak menunjukkan hanya sedikit sekali respon, sementara pada keadaan
yang lain menunjukkan urinary output yang normal.
d. Merubah oligurik renal failure menjadi non oligurik renal failure
Di sini sama bersifat kontroversi seperti manitol, tetapi manitol dianggap lebih efektif
e. Therapi untuk hiperkalsemia
(lihat bab 28)
f. Mengatasi hyponatremia dengan cepat(lihat bab 28)
Dosis Intravena
Furosemid 20 – 100 mg
Bumetanid 0,5 – 1 mg
Asam etakrinik 50 – 100 mg
Torsemide 10 – 100 mg
Efek Samping
Peningkatan kadar Na+ ke distal dan tubulus kolektivus akan meningkatkan sekresi K + dan H+ pada
sisi tersebut. Dan ini akan menghasilkan hipokalemia dan metabolik alkalosis. Kehilangan Na + yang sangat
tinggi akan menyebabkan hipovolemia dan azotemia prerenal. (lihat bab 47); hyperaldosteroisme sekunder
akan menekankan adanya hipokalemia dan metabolik alkalosis. Hypercalciuria dapat membentuk formasi
baru dan biasanya hypokalsemia. Pada pasien yang mendapat terapi dalam jangka waktu yang lama akan
menunjukkan hypomagnesemia. Hiperuricemia pun dapat terjadi akibat peningkatan reabsorbsi Uhn dan
inhibisi kompetitif terhadap sekresi urin di tubulus proksimal. Pada pemakaian furosemide dan asam
etakrinik (lebih banyak) telah dilaporkan adanya kehilangan fungsi pendengaran.
Kegunaan
a. Hipertensi
Tiazid sebagai obat baris pertama dalam pengobatan hipertensi
b. Gangguan oedem
Digunakan untuk kasus sodium overload yang ringan hingga sedang
c. Hiperkalsiuria
Thiazid digunakan untuk menurunkan ekskresi kalsium pada pasien dengan hiperkalsiuria yang dapat
membentuk batu
d. Nephrogenik Diabeter Insipidus
Thiazid dalam hal ini digunakan karena kemampuannya dalam mengganggu proses pengenceran urin
dan juga meningkatkan osmolalitas urin (lihat bab 28).
DOSIS INTRAVENA
Obat-obat ini hanya diberikan secara oral
DOSIS INTRAVENA
Spironolaktone hanya diberi secara oral
EFEK SAMPING
Spironolaktone dapat menyebabkan hiperkalemia pada pasien dengan intake kalium yang tinggi
atau dengan gangguan fungsi ginjal, serta pasien yang dalam terapi -bloker atau ACE inhibitor. Efek
samping lainnya antara lain : metabolik asidosis, diare, lethargi, ataksia, ginekomastia dan gangguan
fungsi seksual.
Dosis intravena
Zat ini hanya diberi secara oral
Efek Simpang
Amiloride dan triamterene dapat menyebabkan hiperkalemia dan metabolik asidosis seperti
Spironolaktone juga dapat menyebabkan nausea, vomitus, dan diare. Amiloride menyebabkan efek
simpang yang lebih ringan tetapi juga menyebabkan parestesi, depresi, kelemahan otot, dan kram.
Triamterene pada kasus tertentu dapat menyebabkan batu dan bersifat nefrotoksik, terutama bila
digabung dengan obat-obat antiinflamasi non steroid.
DOSIS INTRAVENA
Acetazolamide : 250 – 500 mg
EFEK SAMPING
Zat ini menyebabkan hiperkloremic metabolik asidosis yang ringan akibat dari efek di nefron distal.
Acetazolamid dengan dosis yang besar dapat menyebabkan rasa kantuk, parastesia, dan rasa bingung.
Alkalinisasi urin akan mengganggu ekskresi obat-obat golongan amine seperti quinidine.
DIURETIK LAINNYA
Zat ini dapat meningkatkan GFR dengan cara meningkatkan kardiak output atau tekanan darah
arteri. Obat-obat pada golongan ini tidak dikategorikan sebagai diuretik karena mekanisme kerjanya yang
lain dan lebih besar efeknya. Zat-zat ini antara lain : methyl xantine, (theophilin), cardiac-glycoisdes
(digitalis), fenoldopam, inotropes (dopamine) dan saline infusion. Methyl xantine juga dapat menurunkan
reabsorbsi natrium pada tubulus proksimal dan distal.